BAB II KAJIAN PUSTAKA A.
Kajian Teori 1. Modul a. Pengertian Modul Menurut Mudlofir (2011) modul ialah alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara evaluasi. Keempat hal tersebut dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Pengertian modul juga dirumuskan oleh Winkel (2007) yaitu satuan program belajar-mengajar yang terkecil, yang dipelajari oleh siswa sendiri secara perseorangan atau diajarkan oleh siswa kepada dirinya sendiri (self-instructional); setelah siswa menyelesaikan satuan yang satu, dia melangkah maju mempelajari satuan yang berikutnya. Modul pengajaran berupa suatu paket bahan pelajaran yang memuat bahan bacaan bagi siswa, evaluasi belajar, dan lembar kunci. Target dari pengajaran modul supaya semua tujuan pendidikan tercapai secara efisien dan efektif, siswa dapat mengikuti program pengajaran sesuai dengan laju kemajuannya/kecepatannya sendiri-sendiri dan dapat menghayati kegiatan belajarnya, baik dengan mendapat bimbingan belajar dari guru maupun tanpa bimbingan dari guru. Nasution (2008) mengatakan bahwa modul yaitu suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Modul ini dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa. Modul menurut Sunyoto (2006) ialah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan kompetensi tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan oleh siswa. Selain itu disertai juga dengan pedoman penggunaannya untuk para guru. Berdasarkan dengan pengertian tersebut penelitian ini mengacu dengan pengertian modul menurut Nasution (2008) mengatakan bahwa modul yaitu suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar 5
yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas. Modul ini dapat dipelajari secara mandiri oleh siswa. b.
Unsur-unsur modul Unsur-unsur modul ialah pedoman guru/petunjuk untuk guru yaitu menguraikan peranan guru dalam kegiatan belajarmengajar; lembar kegiatan siswa yaitu berisikan rumusan tujuan instruksional yang akan dicapai, rangkaian kegiatan belajar yang harus dilakukan, alat-alat pelajaran yang akan digunakan, tugastugas yang harus diselesaikan; lembar kerja yaitu menyertai lembar kegiatan siswa dan berisikan setumpuk pertanyaan dan semua tugas yang harus dikerjakan; kunci lembaran kerja yaitu berisikan seluruh jawaban atas pertanyaan atau tugas yang dimuat dalam lembaran kerja. Siswa dapat mencocokan sendiri; lembaran tes yaitu berisikan soal-soal yang harus dikerjakan untuk mengukur tingkat keberhasilan/penguasaan, setelah modul selesai dipelajari dan bersifat tes formatif; dan kunci lembaran tes yaitu berisikan seluruh jawaban atas soal-soal dalam lembaran tes dan siswa dapat mencocokkan sendiri (Winkel: 2007). Menurut Hamalik (2004) format modul pada umumnya, yaitu: propektus, yang memuat pernyataan yang jelas tentang rasional daripada asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan, hubungan antar modul satu dengan modul lainnya dan dengan keseluruhan program, garis besar kegiatan dan prerequisite; tujuan atau seperangkat tujuan, setiap tujuan harus dirumuskan dengan jelas dan tidak boleh membingungkan; preassesment yang meliputi assessment diagnostic terhadap sub-sub kompetensi atau tujuan-tujuan dalam modul; kegiatan-kegiatan yang merupakan alternatif instruksional untuk mencapai kompetensi modul, alternatif yang dapat di pilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountable terhadap kompetensi. Jadi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi; dan postassesment, untuk mengetahui keberhasilan modul. Modul tak mengisolasi kurikulum, melainkan bersifat luwes dan menggunakan strategi (instruksional yang 6
terpadu). Efektifitas modul bergantung pada kreatifitas, kepandaian, dan kecakapan para pengembangnya. Prosedur dalam penyusunan modul menurut Hamdani (2011) adalah: pertama halaman sampul berisi judul pokok bahasan dan logo. Halaman sampul ini juga berisi nama penulis, nama mata pelajaran, dan keterangan yang dianggap perlu ditambahkan. Kedua, pokok bahasan, berisi seperti yang tertulis pada standar kompetensi. Ketiga, pengantar berisi kedudukan modul dalam suatu mata pelajaran, ruang lingkup materi modul serta kaitan antar pokok bahasan dan subsub pokok bahasan. Keempat, kompetensi dasar dikutip dari standar isi (kurikulum). Satu kompetensi dasar biasanya dirancang menjadi beberapa kegiatan belajar, tergantung pada keluasan dan kedalaman materi. Kelima, tujuan pembelajaran yaitu merupakan rumusan gambaran tentang kemampuan tertentu yang harus di capai oleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajar tertentu. Keenam, kegiatan belajar, dalam satu modul biasanya terdiri dari satu sampai tiga kegiatan belajar atau bahkan lebih, sesuai dengan silabus dan RPP. Ketujuh, judul kegiatan belajar di tulis secara singkat, tetapi menggambarkan keseluruhan isi materi pembelajaran. Langkah Kedelapan, uraian dan contoh, pada bagian ini sebelum menuliskan uraian dan contoh harus di tulis judul dan sub unit kecil terlebih dahulu. Uraian materi di tulis dengan bahasa sederhana, tetapi tidak mengurangi substansi materi, uraian disampaikan dalam bntuk bertutur sehingga memberi kesan seolah-olah guru berada didepan siswa. Contoh juga harus disertakan secara lengkap dan jelas sehingga dapat membantu siswa dalam memahami materi. Kesembilan, latihan dalam modul merupakan alat untuk menguji diri sendiri bagi siswa. Mengerjakan tugas dan soal-soal dalam latihan, siswa dapat mengukur seberapa besar kemampuannya menguasai pokokpokok materi. Hendaknya latihan juga disertai dengan petunjukpetunjuk praktis dan jelas. Kesepuluh, bagian rangkuman, ditulis pokok-pokok materi yang telah disajikan dalam uraian dan contoh. Kesebelas, tes formatif, dibuat untuk mengukur kemajuan belajar siswa dalam satu unit pembelajaran. Tes 7
formatif biasanya dibuat dalam bentuk tes obyektif (benar salah, pilihan ganda, isian atau melengkapi kalimat, menjodohkan atau memasangkan sesuatu). Kedua belas, umpan balik dan tindak lanjut yaitu memberikan rumus yang dapat digunakan untuk memaknai pencapaian hasil belajar siswa, sehingga dapat memberikan umpan balik dan tindak lanjut yang harus digunakan. Ketiga belas, kunci jawaban, diberikan pada halaman yang berbeda dengan maksud agar siswa dapat mengukur kemampuan diri sendiri. Keempat belas, daftar pustaka, mencantumkan daftar kepustakaan yang dijadikan sumber dalam penyusunan modul. Berdasarkan keterangan diatas pembuatan modul mengacu pada unsur-unsur modul menurut Hamdani (2011). Unsur-unsur tersebut meliputi halaman sampul, standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, pengantar modul, pokok bahasan, kegiatan belajar, judul kegiatan belajar, uraian dan contoh, latihan, rangkuman, tes formatif, pemberian rumus, kunci jawaban, dan daftar pustaka. c.
Kelebihan Modul Ada beberapa kelebihan dari pengajaran yang menggunakan modul, yaitu: feedback atau balikan, modul memberikan feedback yang banyak dan segera sehingga siswa dapat mengetahui taraf hasil belajarnya. Kesalahan yang terjadi segera dapat diperbaiki dan tidak dibiarkan begitu saja seperti halnya dengan pengajaran tradisional; penguasaan yang tuntas, setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas. Hal ini dapat menjadi dasar bagi siswa untuk maju atau menguasai pelajaran baru; tujuan, modul disusun sedemikian rupa sehingga tujuannya jelas, spesifik serta dapat dicapai oleh siswa. Adanya tujuan yang jelas dalam modul maka usaha siswa akan terarah untuk mencapainya dengan cepat; fleksibilitas, pengajaran modul dapat disesuaikan dengan perbedaan siswa antara lain mengenai kecepatan belajar, cara belajar, dan bahan pelajaran; pengajaran remedial, pengajaran modul dengan sengaja memberi kesempatan untuk pelajaran remedial yakni memperbaiki 8
kelemahan, kesalahan atau kekurangan siswa yang segera dapat ditemukan sendiri oleh murid berdasarkan evaluasi yang diberikan secara continu; rasa puas, modul disusun dengan cermat sehingga memudahkan siswa belajar untuk menguasai bahan pelajaran menurut metode yang sesuai bagi siswa yang berbeda-beda. Maka hasil belajar yang baik bagi semua siswa terjamin; dan bantuan individual, pengajaran modul memberi kesempatan yang lebih besar dan waktu lebih banyak kepada guru untuk memberikan bantuan dan perhatian individual kepada setiap siswa yang membutuhkan tanpa harus mengganggu aktifitas belajar mengajar dikelas Nasution (2008). d.
Prosedur Pembelajaran Modul Siswa hendaknya mempunyai suatu bahan apersepsi atau entry behavior yang diperlukan sebelum mempelajari suatu modul. Entry behavior diselidiki dengan pretest. Apabila siswa telah menguasai pretest sepenuhya, berarti bahwa siswa juga telah menguasai modul itu. Jika siswa telah menyelesaikan suatu modul, maka ia harus dinilai dengan posttest. Posttest ini dapat sama dengan pretest. Apabila dengan posttest siswa dinilai belum mencapai tujuan pembelajaran maka siswa perlu diberi latihan mengenai materi yang belum di pahami atau di beri remedial. Jika hasil posttest memuaskan maka siswa dapat lanjut ke modul berikutnya (Nasution, 2008). Langkah-langkah yang dilalui siswa pada saat belajar dengan modul adalah mengerjakan soal pretest untuk mengetahui kemampuan awal, mempelajari setiap bagian modul dengan teliti dan cermat yang berfungsi agar siswa mengetahui inti pelajaran sesuai dengan topik yang disebutkan pada modul, mengerjakan soal-soal pada modul, mencocokkan dengan kunci jawaban, mengerjakan soal posttest apabila siswa telah selesai mempelajari seluruh isi modul. 2.
Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar Sudjana (2005) yang sejalan dengan Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan hasil belajar ialah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa menerima pembelajaran. 9
Kemampuan tersebut dapat dibagi dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotoris. Ranah kognitiflah yang paling dominan dinilai oleh para guru di sekolah karena ranah kognitif berkaitan dengan penguasaan siswa terhadap suatu materi. Keberhasilan ini dapat berupa huruf atau kata-kata simbol. Serupa dengan pengertian tersebut hasil belajar menurut Adam dalam Keshavarz (2011) lebih berfokus pada pengembangan kognitif yang terukur, perilaku dan sikap siswa sebagai interaksi dengan aktivitas belajar. Hal itu yang diharapkan pada siswa untuk menunjukkan dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan sikap setelah menyelesaikan pengalaman. Lebih diperjelas lagi oleh Hamalik (2004) bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar maka akan terjadi suatu perubahan tingkah laku pada diri orang tersebut. Perubahan tingkah laku itu misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Abdurrahman (2003) hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut penelitian ini menggunakan rumusan hasil belajar menurut Sudjana (2005) yang menyatakan hasil belajar ialah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa menerima pembelajaran. Ranah yang paling dominan dinilai oleh para guru di sekolah ialah ranah kognitif karena ranah berkaitan dengan penguasaan siswa terhadap suatu materi. b.
Faktor-Faktor Hasil Belajar Hasil belajar menurut Keller (dalam Abdurrahman. 2003) dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar ialah: pertama motivasi atau nilainilai; indikator adanya motivasi ialah dapat berupa usaha, sedangkan hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh anak. Kedua intelegensi atau penguasaan awal; 10
guru perlu menetapkan tujuan pembelajaran sesuai dengan intelegensi siswa. Pencapaian tujuan belajar perlu menggunakan bahan apersepsi sebagai batu loncatan untuk menguasai materi baru. Ketiga evaluasi kognitif tentang kewajaran dan keadilan; anak akan melakukan evaluasi kognitif atas kewajaran dan keadilan dari hasil konsekuensi atas hasil belajar. Konsekuensi tersebut dapat instrinsik dan dapat pula ekstrinsik. Konsekuensi instrinsik berupa perasaan puas dan tidak puas; sedangkan konsekuensi ekstrinsik dapat berupa hadiah atau hukuman dari orang tua. Keempat harapan untuk berhasil (expectancy); harapan untuk berhasil tidak jauh berbeda dengan motivasi. Hasil belajar juga dipengaruhi oleh faktor dari luar, antara lain: pertama rancangan dan pengelolaan motivasional. Kedua rancangan dan pengelolaan pembelajaran. Ketiga ulangan penguatan (reinforcement); pemberian ulangan pengingatan merupakan bagian yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena hal ini dapat memotivasi siswa untuk lebih giat belajar sehingga hasil belajar dapat meningkat. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Tu’u (2004) ialah pertama usaha diri sendiri, hasil belajar akan lebih baik bila ada kesadaran diri sendiri, misalnya menambahkan jam belajar di rumah secara rutin ataupun dengan les private. Kedua, teman bergaul, diharapkan teman dekat ini memberi pengaruh positif bagi perubahan perilakunya. Nasihat dan bantuan teman diakui dapat memberi pengaruh sangat besar dan positif bagi keberhasilan dalam belajar. Ketiga, rasa malas. Rasa malas menjadi penyebab hasil belajar kurang baik. Seringkali siswa lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain dan menonton TV dari belajar. Keempat, tingkat kecerdasan (IQ). Kecerdasan meman sangat penting untuk menentukan nilai siswa, namun kecedasan tidak dapat optimal bila tidak ditunjang dengan hal yang lain. Jadi, hasil belajar dipengaruhi oleh usaha diri sendiri untuk memiliki waktu belajar yang cukup, teman bergaul, rasa malas, dan tingkat kecerdasan. Berdasarkan faktor-faktor hasil belajar tersebut penelitian ini menggunakan faktor-faktor menurut Tu’u (2004). Faktorfaktor tersebut antara lain usaha diri sendiri untuk memiliki 11
waktu belajar yang cukup, teman bergaul, rasa malas, tingkat kecerdasan (IQ). 3.
Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Pengertian CTL Contextual teaching and learning (CTL) atau pembelajaran konstektual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar dengan baik jika lingkungan diciptakan secara alami. Belajar akan bermakna jika siswa “mengalami” sendiri. Pembelajaran bukan kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, namun siswa dapat memaknai sendiri. Pembelajaran kontekstual itu sendiri adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan materi dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari (Kusnandar, 2009). Baharudin dan Wahyuni (2008) sejalan dengan Johnson (2010) menyatakan hal yang sama yaitu bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan materi dengan kehidupan nyata. Selain itu mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan dengan pengertian tersebut maka penelitian sejalan dengan pengertian Kusnandar (2009) tentang pembelajaran konstektual, yaitu konsep belajar yang membantu guru menghubungkan materi dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. b.
Karakteristik Pembelajaran Kontekstual The Northwest Regional Education Laboratory USA (dalam Kusnandar, 2009) mengidentifikasi ada beberapa kunci dasar dari pembelajaran kontekstual. Pertama, pembelajaran bermakna: pemahaman, relavansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran. Kedua, 12
penerapan pengetahuan yaitu kemampuan siswa untuk memahami apa yang dipelajari. Ketiga, berpikir tingkat tinggi yaitu siswa diwajibkan untuk berpikir kritis dan kreatif. Keempat, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar. Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, provinsi, nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta duni kerja. Kelima, responsif terhadap budaya: guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, teman, pendidik, dan masyarakat tempat ia mendidik. Keenam, penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian, misalnya penilaian proyek/ tugas terstruktur, kegiatan siswa, penggunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman observasi, dan sebagainya. c.
Kelebihan CTL Menurut Johnson (2007) kelebihan CTL yang utama yaitu pembelajaran yang dilakukan akan lebih bermakna dan nyata. Maksudnya ialah siswa dapat menemukan hubungan atau keterkaitan antara materi yang di dapat dengan kehidupan nyata kesehariannya. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena materi yang dipelajari akan tertanam dalam memori siswa, sehingga tidak mudah untuk dilupakan. d.
Prosedur Pembelajaran CTL Sanjaya (2008) merumuskan prosedur pembelajaran CTL seperti dalam Tabel 2.1 berikut:
Pendahuluan
1) 2) 3)
Inti
Penutup
1) 2) 3) 1)
Tabel 2.1 Prosedur Pembelajaran Modul Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai. Guru menjelaskankan prosedur pembelajaran. Guru melakukan Tanya jawab kepada siswa. Siswa menemukan suatu hasil temuan. Siswa melaporkan hasil temuan. Siswa menjawab pertanyaan yang ada. Guru bersama siswa menyimpulkan atau memberi umpan balik.
13
e.
Ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual Ada beberapa ciri-ciri Pembelajaran Kontekstual. Pertama, adanya kerja sama antar semua pihak. Kedua, menekankan pentingnya pemecahan atau problem. Ketiga, bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. Keempat, saling menunjang. Kelima, menyenangkan dan tiak membosankan. Keenam, belajar dengan bergairah. Ketujuh, pembelajaran terintegrasi. Kedelapan, siswa aktif. Kesembilan, sharing dengan teman dan sebagainya. 4.
Karakteristik Siswa SMP Sunarto (2008) mengatakan bahwa setiap individu memiliki ciri dan sifat atau karakteristik bawaan (heredity) dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan. Makin disadari bahwa apa yang dipikirkan dan dikerjakan seseorang, atau apa yang dirasakan oleh seorang anak, remaja atau dewasa, merupakan hasil dari perpaduan antara apa yang ada di antara faktor-faktor biologis yang diturunkan dan pengaruh lingkungan. Dua fakta yang menonjol, yaitu: semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangan dan didalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswasiswa yang berbeda satu sama lain. Siswa-siswa yang berada di dalam sebuah kelas,tidak terdapat seorang pun yang sama. Mungkin sekali dua orang dilihatnya hampir sama atau mirip, akan tetapi pada kenyataannya jika diamati benar-benar keduanya tentu terdapat perbedaan. Perbedaan yang segera dikenal oleh guru tentang siswanya adalah perbedaan fisiknya, seperti tinggi badan, bentuk badan, warna kulit, bentuk muka, dan semacamnya. Ciri lain yang segera dapat dikenal ialah tingkah laku masing-masing siswa. Ada yang lincah, banyak gerak, pendiam, banyak tanya, dan sebagainya. 5.
Garis dan Sudut Sudut adalah daerah yang dibentuk oleh pertemuan antara dua buah sinar atau dua buah garis lurus. Besar suatu sudut dapat 14
dinyatakan dalam satuan derajat (ᵒ), menit (’), dan detik (”). Dalam mengukur besar suatu sudut, diperlukan suatu alat yang dinamakan busur derajat. Secara umum, ada lima jenis sudut, yakni: a) sudut sikusiku yaitu sudut yang besarnya 90ᵒ ; b) sudut lurus yaitu sudut yang besarnya 180ᵒ; c) sudut lancip yaitu sudut yang besarnya antara 0ᵒ dan 90ᵒ; d) sudut tumpul yaitu sudut yang besarnya antara 90ᵒ dan 180ᵒ ; e) sudut refleks yaitu sudut yang besarnya lebih dari 180ᵒ dan kurang dari 360ᵒ. Selain itu adapun hubungan antarsudut, yakni: 1) berpelurus (bersuplemen) yaitu jika jumlah kedua sudut 180ᵒ; 2) berpenyiku (berkomplemen) yaitu jika jumlah kedua sudut 90ᵒ; 3) bertolak belakang yaitu jika dua garis berpotongan maka dua sudut yang letaknya saling membelakangi titik potongnya. Garis adalah kumpulan titik-titik. Adapun kedudukan garis sebagai berikut: 1) dua garis sejajar yaitu jika kedua garis tersebut terletak pada satu bidang datar dan tidak akan pernah bertemu atau berpotongan jika garis tersebut diperpanjang sampai tak berhingga; 2) dua garis berpotongan yaitu jika kedua garis tersebut terletak pada satu bidang datar dan mempunyai satu titik potong; 3) dua garis berimpit yaitu apabila garis tersebut terletak pada satu garis lurus, sehingga hanya terlihat sebagai satu garis lurus saja; 4) dua garis bersilangan yaitu apabila garis-garis tersebut tidak terletak pada satu bidang datar dan tidak akan berpotongan apabila diperpanjang. Hubungan antarsudut jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain antara lain sudut sehadap, sudut berseberangan, sudut dalam sepihak, sudut luar sepihak. Dimana sudut yang sehadap dan sudut bersebrangan mempunyai besar sudut yang sama. Sudut dalam sepihak dan sudut luar sepihak jika dijumlahkan maka akan menjadisudut berpelurus yang besar sudutnya 180ᵒ. B.
Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunyoto (2006) pada siswa kelas XI jurusan Keahlian Teknik Mesin SMK Panca Bhakti Banjarnegara tahun ajaran 2005/2006. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 226 siswa yang terbagi dalam 6 kelas. Sampel yang diambil sebanyak 70 siswa dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelas II TMO-4 sebanyak 35 siswa sebagai kelompok eksperimen dan kelas II TMO-3 sebanyak 35 siswa sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini 15
merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan modul interaktif pada kelompok eksperimen dan tanpa menggunakan modul interaktif pada kelompok kontrol. Hasil uji t pada postes diperoleh t hitung sebesar 4,303 > t tabel sebesar 1,67 yang berarti siswa yang menggunakan modul pembelajaran interaktif kinerja belajar lebih baik dan modul interaktif ini dapat meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa dalam menelaah materi sehingga pembelajaran lebih efektif dan efisien dari pada yang tidak menggunakan modul interaktif. Neli (2004) juga melakukan penelitian pada siswa kelas V di SD Laboratorium UM, hasilnya yaitu ada perbedaan yang sangat signifikan terhadap hasil belajar antara siswa yang belajar dengan modul dan tanpa modul. Hasil belajar siswa yang belajar menggunakan modul lebih baik daripada siswa yang belajar tanpa modul. Hal ini berarti bahwa pembelajaran dengan menggunakan modul lebih efektif ialah daripada yang tidak menggunakan modul. Sejalan dengan penelitian tersebut adalah Penelitian Santosa (2009) yang dilakukan di Kelas XII IPA3 SMA Negeri 1 hasilnya adalah optimalisasi penggunaan modul dapat meningkatkan penguasaan materi integral siswa serta dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar. Sumarsono (2009) juga melakukan penelitian serupa pada pembelajaran matematika terhadap mahasiswa dan hasilnya yaitu ada perbedaan antara sebelum dan sesudah diajar dengan modul berbasis CTL. Siswa yang diajar dengan menggunakan modul hasil belajar, partisipasi, dan keaktifan meningkat. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan modul yang berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) yang sudah d validasi oleh tiga validator yang ahli dalam matematika, dimana modul yang dipelajari ini berusaha menghubungkan materi pembelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari atau dengan kehidupan yang dekat dengan siswa. Modul ini juga menyuguhkan banyak contoh soal dan cara menjawabnya yang begitu urut. Siswa dapat belajar secara mandiri dengan menggunakan modul ini. Modul ini dibuat berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL) karena supaya siswa lebih mudah untuk memahami materi yang disampaikan. Dalam pembelajaran menggunakan modul ini berusaha membuat siswa lebih semangat dan antusias dalam belajar.
16
C.
Kerangka Berpikir Hasil belajar siswa kelas VII di SMP Kristen 2 Salatiga khususnya pada pelajaran Matematika masih belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau masih dibawah 62. Setelah mengetahui keadaan dan karakteristik siswa maka disusun modul yang berbasis CTL. Modul ini dirancang supaya siswa dapat belajar sesuai kecepatan masing-masing dan mandiri. Pada saat pembelajaran Garis dan Sudut itulah kelas esperimen diberikan modul tersebut. Setelah itu diamati hasil belajar siswa setelah diajar dengan modul.
modul
hasil belajar
Gambar 2.1 D. Hipotesis Berdasarkan uraian teori diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H0: tidak ada pengaruh yang signifikan modul berbasis contextual teaching learning pada materi garis dan sudut terhadap hasil belajar siswa di kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga. H1: ada pengaruh yang signifikan modul berbasis contextual teaching learning pada materi garis dan sudut terhadap hasil belajar siswa di kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga
17