BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Asupan Karbohidrat
2.1.1 Pengertian Asupan karbohidrat adalah banyaknya zat gizi yang mengandung karbohidrat ataupun turunannya dalam setiap diitnya. Menurut urutan kompleksitas, karbohidrat terdiri dari monosakarida (glukosa, fruktosa dan galaktosa), disakarida (sukrosa, Laktosa dan maltosa), trisakarida dan polisakarida (FKUI, 2011).
2.1.2 Pencernaan dan Penyerapan Karbohidrat Karbohidrat pertama kali dicerna di mulut yaitu oleh enzirn ptialin yang mengubah karbohidrat menjadi maltosa. Selanjutnya pencernaan terakhir sampai usus halus yang mengubah disakarida menjadi monosakarida melalui beberapa enzim yaitu maltosa, sukrasa dan laktosa yang sering disebut karbohidratase (FKUI, 2011). Disakarida selanjutnya dihidrolisis menjadi monosakarida. Monosakarida ini juga diabsorpsi di membran mukosa usus halus serta melalui sel-sel absorpsi usus sampai semua monosakarida terabsorpsi. Menurut Hudak dan Gallo (2005), glukosa yang tidak digunakan oleh jaringan akan ditransfer kedalam hati dan otot menjadi glikogen oleh hormone insulin. Fraksi karbohidrat yang terbatas yang tidak segera dibakar disimpan sebagai glikogen di dalam hepar dan otot. Sisanya dengan cepat diubah menjadi asam lemak dan gliserol dan akhirnya disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa. Menurut Huddak dan Gallo (2005), dalam keadaan sehari-hari yang lazim, absorpsi glukosa secara kasar membutuhkan 3 jam setelah makan, atau kira-kira sepertiga dari 24 jam. Karbohidrat yang diserap oleh tubuh berbentuk monosakarida seperti glukosa, galaktosa dan fruktosa. Monosakarida dalam saluran pencernaan diserap ke dalam darah portal
7
8 dibawa ke dalam hepar. Sel hepar yang berisi sejumlah besar glukosa fosfatase. Glukosa 6fofatase dalam hepar diubah kembali menjadi glukosa dan fosfat. Glukosa yang dihasilkan di transpor kembali melalui membrane sel hepar ke dalam darah menuju sel-sel jaringan tubuh melalui membran sel masuk kedalam sitoplasma sel. Kecepatan pengangkutan glukosa dan beberapa monosakarida ke dalam jaringan tubuh sangat ditingkatkan oleh insulin. Sedangkan masuknya glukosa kedalam sel melalui membran dengan mekanisme difusi pasif yang dimungkinkan oleh ikatan tertentu dari protein pembawa (carier) membran glukosa (Guyton & Hall, 2005). Seseorang yang dalam keadaan sehat, sementara waktu glukosa yang telah diabsorbsi dapat menaikan kadar glukosa darah, namun dalam beberapa saat kadar glukosa darah akan kembali kedalam keadaan normal (Witasari, 2013). Secara fisiologis hati mempunyai peranan dalam mengatur kadar glukosa darah yaitu dengan mengekstraks glukosa, mensintesis glikogen, dan melakukan glikogenolisis. Jaringan perifer, otot dan adipose juga mempunyai fungsi didalam menjaga kadar glukosa darah walaupun dalam jumlah sedikit karena jaringan tersebut juga mengekstrak glukosa sebagai sumber energi (Price & Sylvia, 2005). Glikogen yang telah disimpan dapat dipecah kembali menjadi glukosa melalui proses glikogenolisis dan untuk simpanan yang bukan berasal dari karbohidrat (lemak dan protein) akan dipecah melalui proses glukoneogenesis apabila tubuh dalam keadaan lapar (Poedjiadi, 2005). Simpanan glikogen di dalam otot sebagian besar digunakan untuk beraktivitas, sedangkan glikogen yang didalam hati akan tetap disimpan. Simpanan glikogen didalam hati akan digunakan apabila tubuh dalam 12-18 jam. Glikogen dapat meningkat hingga total kira-kira 5% sampai 6% massa hati yang sepadan dengan hampir 100 gram glikogen yang disimpan dalam hati (Guyton & Hall, 2005).
9 Kelebihan glukosa dalam darah disimpan dalam bentuk glikogen, suatu molekul besar yang terdiri dari molekul-molekul yang saling berhubungan, di hati dan otot. Karena glikogen merupakan cadangan energi yang relatif kecil, bentuk ini hanya dapat memenuhi kebutuhan energi kurang dari sehari. Setelah gudang glikogen di hati dan otot “terisi penuh”, glukosa lain harus diubah menjadi asam lemak dan gliserol, yang digunakan membentuk trigliserida (gliserol dengan tiga asam lemak melekat padanya), terutama di jaringan adipose (lemak) dan sedikit di otot (Sherwood, 2012).
2.1.3 Kebutuhan Karbohidrat Nilai total karbohidrat adalah hal utama yang harus diperhatikan dalam pengaturan diit dibandingkan dengan jenis karbohidratnya. Konsumsi karbohidrat yang dianjurkan pada orang diabetes melitus di Indonesia yaitu 60-75% dari total energi (Ngaya, 2006). Total asupan karbohidrat adalah banyaknya asupan aktual dari individu yang mengandung karbohidrat pada 1 hari sebelum dilakukan wawancara yang bersumber dari asupan makanan maupun minuman dalam berat bersih yang telah dikonversikan ke dalam satuan gram (Kertasapoetra & Marsetyo, 2008). Penghitungan asupan karbohidrat dilakukan wawancara dengan food 24 jam recall. Menurut Riskesdas (2013), Angka Kecukupan Gizi (AKG) perempuan kelompok umur 50 - 64 tahun (elderly) memiliki angka kecukupan gizi karbohidrat adalah sebanyak 285 gram. Selain itu, indikator untuk kebutuhan gizi dapat dikelompokkan sebagai berikut (FKUI, 2011); 1.
Lebih (>60% dari kebutuhan energi)
2.
Cukup (50-60% dari kebutuhan energi)
3.
Kurang (<50% dari kebutuhan energi)
10 Selain persentase asupan karbohidrat,yang tidak kalah pentingnya adalah mengenai kontribusi indeks glikemik dalam meningkatkan kadar glukosa darah. Miller, (2003), menyebutkan bahwa yang berkontribusi paling tinggi untuk meningkatkan kadar glukosa darah adalah makanan yang bersumber dari karbohidrat yang indeks glikemiknya tinggi. Rentang indeks glikemik adalah sebagai berikut: Indeks glikemik rendah kurang dari 55, sedang 55-70 dan tinggi adalah lebih dari 70.
2.2
Asupan Protein
2.2.1 Pengertian Asupan protein adalah banyaknya zat gizi yang mengandung protein dan turunannya dalam diit harian. Senyawa sederhana yang menyusun protein adalah asam amino. Asam amino dibagi menjadi dua yaitu esensial (tidak dapat disintesis oleh tubuh tetapi diperoleh dari makanan yang dikonsumsi) dan non esensial (dapat disintesis dalam tubuh).
2.2.1 Pencernaan dan Penyerapan Protein Protein pertama kali dicerna di lambung oleh enzim Pepsin dan Gastric Protease menjadi polipeptida. Selanjutnya pencernaan lebih komplit terjadi di usus. Protein diubah dalam bentuk asam amino. Selanjutnya asam amino diserap oleh usus oleh Khimotripsin dan Tripsin dari Pankreas dan menjadi asam amino bebas dan selanjutnya diserap di usus serta dibawa ke sirkulasi darah dan digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel. Protein memasuki sirkulasi sebagai asam amino, kelebihan asam amino secara temporer disimpan dalam tempat penyimpanan protein otot skeletal (Hudak dan Gallo, 2005). Hudak & Gallo (2005), menyatakan kekurangan asam amino esensial yang bersumber dari protein dapat mengurangi kerja sel yang berfungsi pada proses glukosa. Selain itu pada
11 keadaan sakit, jika tubuh kekurangan asam amino maka regenerasi sel untuk mempercepat proses penyembuhan juga menjadi lambat. Selain itu, kekurangan asam amino terutama sistein dan taurin dapat mengakibatkan peningkatan kadar insulin akibat stress yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya asam amino yang bekerja sebagai neurotransmiter di otak. Menurut penelitian Indriasari (2014), tentang hubungan pola makan dengan kadar glukosa darah pada pasien rawat jalan DM tipe 2, didapatkan hasil bahwa nilai p value 0,162 yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara asupan protein dengan kadar glukosa darah pada pasien rawat jalan DM tipe 2. Hal ini terjadi karena fungsi utama protein adalah untuk membantu proses pertumbuhan dan mengganti sel yang telah rusak. Protein akan dirombak menjadi sumber energi apabila ketersediaan energi dari sumber lain yaitu yang berasal dari karbohidrat dan lemak tidak mencukupi yaitu melalui proses glikoneogenesis. Protein di dalam tubuh sangat besar fungsinya, di samping sebagai penghasil energi protein juga berfungsi sebagai zat gizi pembangun. Protein lebih tahan lama tinggal di lambung karena tidak dihidrolisis dengan gas seperti karbohidrat yang mudah sekali terhidrolisis dengan gas. Dengan banyak mengkonsumsi protein maka seseorang tidak akan sering makan karena masih kenyang. Ini menguntungkan untuk mencegah terjadinya obesitas (Almatsier, 2005). Menurut Atkins (2007), menyatakan bahwa dalam diet Atkins asupan yang harus ditingkatkan adalah asupan protein dan lemak namun rendah karbohidrat. Alasan utama diet rendah karbohidrat sangat efektif untuk menurunkan berat badan, nafsu makan juga akan menurun dan secara otomatis akan makan lebih sedikit kalori terutama yang berasal dari karbohidrat. Geleijnse & Hollman (2008), orang yang menjalankan diet rendah karbohidrat dan tinggi protein memiliki peluang keberhasilan yang lebih besar dalam dietnya dibandingkan dengan orang yang lebih banyak asupan karbohidrat dengan sedikit protein.
12 Meningkatkan asupan protein memiliki beberapa manfaat yaitu; 1. Meningkatan rasa kenyang Protein umumnya meningkatkan rasa kenyang lebih lama dibandingkan dengan asupan karbohidrat atau lemak dan dapat memfasilitasi pengurangan konsumsi energi. 1. Meningkat thermogenesis Diet tinggi protein berhubungan dengan peningkatan thermogenesis, yang juga mempengaruhi rasa kenyang dan menambah pengeluaran energi 2. Pemeliharaan atau pertambahan massa otot Pada beberapa individu, diet protein cukup tinggi dapat memberikan efek stimulasi pada anabolisme protein otot, mendukung retensi massa otot sekaligus meningkatkan profil metabolik. Tim peneliti dari University of South Australia di Adelaide mengumpulkan hasil dari 24 penelitian yang telah dilakukan beberapa tahun yang lalu, di mana seluruh partisipan diberi diet rendah karbohidrat dan lemak. Selain diminta untuk menjalankan diet rendah karbohidrat dan lemak, separuh partisipan diminta untuk mengasup protein sebesar 67 gram protein perhari, sedangkan separuh lainnya diminta untuk mengasup jumlah protein yang lebih tinggi, yakni 120 gram protein per hari. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kedua kelompok diet memiliki asupan energi rata-rata yang sama yaitu sekitar 1.550 kalori per hari, baik untuk pria atau perempuan. Namun menurut Wycherley dari University of South Australia, setelah 12 minggu, kelompok yang asupannya lebih banyak protein mengalami penurunan berat badan 1.7 kilogram lebih besar daripada kelompok yang lebih sedikit asupan proteinnya.
13 2.2.2 Kebutuhan Protein Data ilmiah yang dijadikan bahan rekomendasi untuk asupan protein pada orang dengan diabetes mellitus sangatlah terbatas. Berdasarkan data konsensus pengelolaan diabetes melitus di Indonesia, orang dengan diabetes melitus membutuhkan protein 10-15% energi (Ngaya, 2006). Jika timbulnya komplikasi nefropati maka asupan protein diturunkan menjadi 0,8 kg perhari atau 10% dari kebutuhan energi. Menurut Riskesdas (2013), Angka Kecukupan Gizi (AKG) perempuan kelompok umur 50 - 64 (elderly) tahun memiliki angka kecukupan gizi protein adalah 47.5 – 71,5 gram . Total asupan protein adalah asupan aktual individu yang mengandung protein pada 1 hari sebelum wawancara yang berasal dari asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam berat bersih yang telah dikonversi ke dalam satuan gram gram (Kertasapoetra & Marsetyo, 2008). Data hasil makanan yang dikonsumsi dihitung dengan menggunakan food 24 jam recall. Adapun kategori dan asupan total protein adalah sebagai berikut (FKUI, 2011). 1.
Lebih (>15% dari kebutuhan energi)
2.
Cukup (12-15% dari kebutuhan energi)
3.
Kurang (<12% dari kebutuhan energi)
14 2.3
Asupan Lemak
2.3.1 Pengertian Asupan lemak adalah banyaknya zat makanan yang mengandung lemak dan turunannnya yang dikonsumsi oleh seseorang dalam diit hariannya.
2.3.2 Pencernaan dan Penyerapan Lemak Pencernaan lemak tidak seperti zat gizi makro lainnya dapat terjadi di mulut atau lambung, melainkan lemak hanya dicerna di usus halus. Cairan empedu dan lipase membantu proses pencernaan. Cairan empedu berfungsi menetralisir keasaman makanan sehingga dapat masuk ke usus halus, serta berfungsi pula dalam proses emulsi lemak. Selanjutnya lemak dihidrolisis oleh enzim lipase pankreas menjadi gliserol dan asam lemak atau mono dan digliserida. Lemak kemudian diserap oleh dinding usus halus dengan difus pasif. Lemak (mono dan digliserida dalam darah membentuk trigliserida) memasuki sirkulasi sebagai kilomikron kompleks atau microdroplet emulsi lemak, yang secara primer disimpan langsung ke dalam jaringan adiposa. Pada jaringan adipose, lemak disimpan menjadi dua bagian yaitu trigliserida dan asam lemak bebas. Trigliserida dan asam lemak bebas harus selalu ada dalam keseimbangan. Bila kelebihan karbohidrat maka -gliserofosfat yang berlebihan akan mengikat asam lemak bebas menjadi bentuk trigliserida yang disimpan. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara lemak bebas dan trigliserida. -gliserofosfat adalah hasil yang penting dari metabolisme glukosa sehingga tersedianya glukosa dalam jumlah yang cukup maka akan menghambat pemakaian asam lemak menjadi energi (Guyton dan Hall, 2005). Timbunan lemak sangat dipengaruhi oleh keadaan yang seimbang antara lipogeness dengan liposis. Lipogenesis merupakan proses pembentukan asam lemak trigliserida yang terjadi
15 pada hati, sitoplasma, mitokondria dan jaringan adipose. Sedangkan liposis adalah proses terjadinya dekomposisi kimiawi lemak dan pemecahan lemak dari jaringan lemak. Jika tubuh dalam keadaan lapar atau puasa yang lama, maka yang terjadi adalah proses liposis dibandingkan proses lipogenesis (Sudoyo, 2007). 2.3.3 Kebutuhan Lemak Kebutuhan 60-70% total energi berasal dari lemak tidak jenuh tunggal dan karbohidrat sedangkan sisanya diambil dari sumber energi lemak jenuh adalah kurang dari 10% dan lemak tidak jenuh ganda tidak melebihi dari 10%. Kebutuhan energi, protein, lemak dan karbohidrat setiap individu sangatlah unik, ini didasarkan pada kebutuhan masing-masing orang dengan mempertimbangkan status kesehatan, berat badan, aktivitas dan olah raga. Di Indonesia, anjuran asupan lemak adalah 10 - 25% energi total (Ngaya, 2006). Menurut Riskesdas (2013), Angka Kecukupan Gizi (AKG) perempuan kelompok umur 50 -64 tahun (elderly) memiliki angka kecukupan gizi lemak adalah sebanyak 21.1-52.7 gram. Total asupan lemak adalah asupan aktual individu yang mengandung protein pada 1 hari sebelum wawancara yang berasal dari asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi dalam berat bersih yang dikonversi dalam satuan gram gram (Kertasapoetra & Marsetyo, 2008). Data dikumpulkan dengan food 24 jam recall dengan kategori sebagai berikut (FKUI, 2011). 1.
Lebih (>25% dari kebutuhan energi)
2.
Cukup (15-25% dari kebutuhan energi)
3.
Kurang (<15% dari kebutuhan energi)
16 2.4
Penilaian Konsumsi Pangan Menurut Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKMUI (2007), penilaian
konsumsi pangan dapat dilakukan dengan lima cara yaitu Metode food 24 jam recall, Food record, Weighting method, Food frequency questionnaire (FFQ), Food Account dan Telephone interview. 2.4.1 Metode food 24 jam recall Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman yang dimakan oleh seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Dengan metode ini akan diketahui besarnya porsi pangan berdasarkan ukuran rumah tangga (urt), kemudian dikonversi ke ukuran metrik (kg atau gr). Kelebihan food 24 jam recall adalah 1.
Mudah dan pencatatan cepat, hanya membutuhkan kurang lebih 20 menit dan murah
2.
Mendapatkan informasi secara detail tentang jenis bahkan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi
3.
Beban responden rendah dan dapat memperkirakan asupan zat gizi suatu kelompok
4.
Recall secara beberapa kali dapat digunakan untuk memperkirakan asupan zat gizi tingkat individu. Biasanya 2 atau 3 kali dan sebaiknya dilakukan secara sewaktu yaitu dapat dipilih weekday/ hari kerja dan weekend/ hari libur.
5.
Lebih objektif daripada metode riwayat diet
6.
Tidak mengubah kebiasaan diet
17 Keterbatasan food 24 jam recall adalah. 1.
Recall sekali tidak mencerminkan secara representatif kebiasaan asupan individu
2.
Kadang terjadi under/over reporting dan bergantung pada memori
3.
Kadang mengabaikan saus atau minuman ringan yang menyebabkan rendahnya asupan energi
4.
Memerlukan data entry
2.4.2 Food record Dengan metode ini responden mencatat semua pangan dan minuman yang dikonsumsi selama seminggu. Pencatatan dilakukan oleh seorang responden dengan menggunakan ukuran rumah tangga/ urt (estimated food recalls) atau menimbang langsung berat pangan yang dimakan (Weighting food recall). Kelebihan food record adalah sebagai berikut. 1.
Tidak tergantung pada memori
2.
Mendapatkan data asupan yang detail
3.
Mendapatkan data tentang eating habbit
4.
Multiple day lebih representatif menggambarkan usual intake, valid sampai 5 hari.
Keterbatasan food record yaitu. 1.
Membutuhkan kerjasama yang tinggi dari responden
2.
Responden harus dapat membaca dan menulis
3.
Dapat mengubah kebiasaan makan
4.
Analisis intensif dan mahal
5.
Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan data, harus menimbang dan mencatat
18 6.
2.4.3
Respon rate dapat menjadi rendah karena memberikan beban terhadap responden.
Food frequency questionnaire (FFQ) Cara pengambilan data asupan ini dipergunakan untuk memperoleh data pola konsumsi
makanan pada seseorang. Kuesioner FFQ harus terdiri dari dua komponen, yaitu daftar jenis dan frekuensi konsumsi pangan. Beberapa jenis FFQ adalah sebagai berikut: simple or nonquantitative FFQ yaitu metode yang yang penilaianya dengan menggunakan standar porsi tanpa memberikan pilihan pada porsi yang biasa dikonsumsi individu. Semiquantitative FFQ adalah cara pengambilan data dengan memberikan gambaran pada porsi yang dikonsumsi misalnya sepiring nasi, sepotong daging, segelas teh dan quantitative FFQ yaitu penilaian tentang asupan dengan memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi seseorang dengan ukuran kecil, sedang dan besar. Kelebihan FFQ yaitu . 1.
Dapat diisi sendiri oleh responden
2.
Machine readable / dapat dibaca oleh mesin
3.
Relatif murah untuk populasi yang besar
4.
Digunakan melihat hubungan antara diet dengan penyakit
5.
Usual intake lebih representatif dibandingkan diet record beberapa hari.
Keterbatasan FFQ yaitu. 1.
Kemungkinan tidak menggambarkan usual food atau porsi yang dipilih
2.
Sangat tergantung pada kemampuan seseorang untuk menggambarkan dietnya.
19 2.4.4 Food Account Food Account adalah mengukur asupan makanan pada rumah tangga atau institusi seperti asrama. Caranya adalah dengan mencatat semua makanan baik yang dibeli maupun ditanam selama masa survei. Konsumsi rata-rata harian seseorang dihitung dengan cara menjumlahkan makanan yang dikonsumsi selama masa survei
dibagi jumlah orang yang ada di institusi
tersebut. Periode survei biasanya membutuhkan waktu 2 sampai 4 minggu. Kelebihan Food Account yaitu. 1.
Cocok digunakan untuk sampel yang besar
2.
Dapat digunakan untuk waktu survei yang cukup panjang
3.
Memberikan data tentang pola kebiasaan makan keluarga atau suatu kelompok
4.
Kemungkinan kecil menyebabkan perubahan diet
5.
Relatif murah
Keterbatasan food account yaitu. 1.
Tidak mencatat makanan yang terbuang/sisa
2.
Responden harus dapat baca tulis dan kooperatif
3.
Tidak cukup mengukur konsusmi makan tingkat individu.
2.4.5 Telephone Interview Metode ini digunakan setelah dilakukan face to face dengan menggunakan food 24 jam recall sehingga untuk data food 24 jam recall yang kedua dan ketiga dilakukan dengan metode telepon. Kelebihan metode telephone interview yaitu. 1.
Menghemat biaya
2.
Mengurangi beban responden
20 Keterbatasan metode telephone review adalah kesukaran dalam mengestimasi ukuran makanan yang dikonsumsi.
2.5
Konsep Obesitas Dinilai dari Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Lingkar Pinggang
2.5.1 Pengertian Obesitas Obesitas merupakan suatu keadaan penimbunan lemak pada jaringan tubuh dan organ yang diakibatkan karena kelebihan asupan makanan dan atau kurangnya aktivitas (Misnadiarly, 2007). Obesitas adalah keadaan dimana tidak terjadinya keseimbangan antara tinggi dan berat badan (Sumanto, 2009). Dalam menjaga berat badan tetap ideal dan mengurangi terjadinya penyakit maka sangat perlu dalam memperhatikan asupan makanan, baik dari sumber karbohidrat, protein maupun lemak yang disesuaikan dengan status kesehatan, kebutuhan umur dan aktivitas fisik yang dilakukan. Hal ini sangat penting terutama yang mempunyai orangtua dengan obesitas, perempuan, kurang beraktivitas, tidak dan senang berolahraga.
2.5.2 Penyebab Obesitas Selain aktivitas, obesitas juga sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Konsumsi makanan yang dapat mengakibatkan obesitas adalah mengkonsumsi jumlah kalori lebih banyak dari kebutuhan tubuh. Obesitas terjadi karena jumlah kalori yang masuk melalui makanan melebihi daripada kalori yang dibakar. Jika kelebihan asupan selalu terjadi setiap makan, maka hal ini yang akan mengakibatkan timbunan jaringan lemak dalam tubuh. Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya obesitas adalah sebagai berikut. 1.
Genetik Menurut teori, obesitas dapat dipengaruhi akibat genetik atau keturunan. Selain karena
faktor gen, pola makan dan gaya hidup dalam satu keluarga juga biasanya akan identik antara
21 satu angota keluarga dengan anggota keluarga yang lain, sehingga jika satu keluarga memilki kebiasaan konsumsi makanan berlebihan dan memilki kebiasaan kurang berolahraga akan dapat mendorong terjadinya obesitas dalam satu keluarga tersebut. Atara faktor pola hidup dengan genetik sangat sulit untuk dipisahkan. Penelitian menyebutkan bahwa kontribusi genetik terhadap kejadian obesitas adalah sebesar 33% (Proverawati, 2010) 2.
Lingkungan Lingkungan seseorang juga memegang peranan yang penting dalam terjadinya obesitas.
Lingkungan disini adalah pola atau gaya hidup. Prilaku atau gaya hidup yang dapat berpengaruh adalah seperti pola asupan makanan, olah raga dan aktivitas. Faktor lingkungan adalah faktor yang dapat diubah atau dimodifikasi sehingga tidak terjadi obesitas, tidak demikian halnya seperti faktor genetik yang memang sudah diturunkan dan tidak dapat diubah (Adnani, 2011). 3.
Psikososial Faktor ini menjelaskan bahwa pola makan juga dipengaruhi oleh perasaan seseorang.
Banyak orang yang mengalami marah dan emosi melampiaskan dengan mengkonsumsi makanan yang berlebihan. 4.
Pola Makan Faktor dominan yang menyebabkan terjadinya obesitas adalah terjadinya kelebihan zat
makanan di dalam tubuh, terutama yang berasal dari karbohidrat. Pada orang dengan obesitas, kejadian kelebihan asupan makanan sering tidak disadari. Hal ini dipengaruhi oleh tiga hal yaitu kebiasaan makan, pengetahuan tentang kandungan makanan dan ketersediaan makanan dalam keluarga. Kebiasaan makan seseorang juga dipengaruhi oleh kebiasaan istiadat setempat seperti bagaimana makanan diperoleh, apa yang dipilih, bagaimana menyiapkan, siapa yang mengkonsumsi, dan berapa banyak yang dikonsumsi. Asupan makanan juga dipengaruhi oleh
22 ketersediaan pangan. Semakin baik ketersediaan pangan keluarga, maka besar kemungkinan terpenuhinya kebutuhan zat gizi keluarga (Soekirman, 2009). Menurut Suastika (2008), para ahli berpendapat bahwa asupan makanan merupakan hal yang paling berpengaruh terhadap kejadian obesitas. Pergeseran makanan tradisional ke makanan cepat saji yang kandungan kalori dan lemaknya tinggi serta serat yang rendah menyebabkan obesitas di seluruh penjuru kota di dunia termasuk di Indonesia. 1.
Obat Obat Steroid dan anti-depresi dapat meningkatkan berat badan (Adnani, 2011).
2.
Status kesehatan Obsesitas juga dapat diakibatkan oleh karena penyakit lain seperti hipotiroidisme,
Sindroma Chusing, dan kelainan saraf yang dapat menstimulasi seseorang menjadi banyak makan akibat rangsangan rasa lapar yang selalu berlebihan. 3.
Perkembangan Seseorang yang memiliki riwayat kegemukan pada saat anak-anak, berisko mempunyai
sel lemak lima kali lebih banyak dibandingkan dengan anak dengan berat badan normal. Jumlah sel lemak dalam tubuh tidak dapat dikurangi, tetapi jumlah lemak didalam sel dapat dikurangi dengan cara menurunkan berat badan (Adnani, 2011). Selain pengaruh obesitas pada saat anak-anak, obesitas juga dapat terjadi akibat perubahan beberapa hormon pada perempuan menopause. Pada perempuan menopause, fungsi hormon tiroid terjadi penurunan. Penurunan hormon tiroid mengakibatkan kemampuan tubuh untuk menggunakan energi berkurang dan terjadi juga penurunan metabolisme basal tubuh sehingga mempunyai kecenderungan meningkatnya berat badan (Thurston, dkk, 2007). Selain hormon tiroid, hormon lain yang berpengaruh adalah hormon leptin. Penurunan hormon Leptin
23 akan menurunkan laju metabolisme lemak dan membuat fungsi hipotalamus abnormal, yang menyebabkan hiperfagia atau banyak makan, sedangkan hormon Insulin jumlahnya akan meningkat sehingga terjadi hiperinsulinemia namun dalam keadaan ini insulin tidak dapat bekerja dengan baik karena terjadi resistensi akibat penumpukkan jaringan lemak yang mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (Pamela, 2011). Tanda yang pasti terjadi juga pada keadaan menopause adalah penurunan kadar Estrogen sehingga terjadi penurunan penguraian timbunan lemak dan menurunkan metabolisme serta meningkatan aktivitas enzim A1dh1a1 untuk memproduksi lemak perut sehingga sering terjadi obesitas sentral. 4.
Aktivitas fisik Meningkatnya prevalensi obesitas juga dipengaruhi oleh kurangnya aktivitas fisik dan
latihan seseorang. Orang dengan aktivitas yang rendah, akan memerlukan energi yang sedikit juga, sehingga sisa energi yang disimpan didalam tubuh akan terus meningkat dan mengakibatkan obesitas, apalagi yang cenderung asupan makananya juga tinggi (Proverawati, 2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa obesitas salah satunya diakibatkan oleh ketidakseimbangan kalori yang masuk dibanding kalori yang digunakan. Kalori terbanyak yaitu 60-70% digunakan tubuh untuk melakukan kegiatan hidup dasar seperti mengatur fungsi dasar sel, bernapas, berkembang dan lain sebagainya. Besarnya kebutuhan kalori dasar ini ditentukan oleh genetik. Sedangkan sebagian kecil digunakan untuk aktivitas fisik dan olah raga (Suiraoka, 2012).
24 2.5.3 Diagnosis Menurut Proverawati (2010), Ada beberapa cara yang dilakukan dalam mendiagnosa obesitas, yaitu dengan cara: 1.
Mengukur lemak tubuh Dalam mengukur lemak tubuh, diperlukan peralatan khusus, misalnya : 1)
Underwater weight, adalah berat badan yang diukur didalam air, kemudian lemak tubuh dihitung berdasarkan jumlah air yang tersisa.
2)
DEXA (Dual energy X-ray Absorptiometer), seperti pemeriksaan scanning tulang. Menentukan jumlah dan lokasi dari lemak tubuh dalam pemeriksaan ini dipergunakan dengan pemeriksaan Sinar X.
Selain cara tersebut, cara lain yang lebih sederhana dan tidak rumit, yaitu dengan menggunakan peralatan: 3)
Jangkit kulit, yaitu pengukuran tebalnya lipatan kulit yang diukur dengan menggunakan busur, yaitu alat menyerupai forceps yang berbahan logam.
4)
Bioelectric Impedance Analyzer, yaitu analisis tahanan bio elektrik, yang dilakukan dengan seseorang yang akan diukur berdiri di atas skala khusus dan arus listrik yang tidak berbahaya kemudian dialirkan ke seluruh tubuh dan dilakukan analisis.
2.
Mengukur lingkar pinggang Saat ini terdapat banyak cara untuk menilai jaringan adiposa subkutan yaitu dengan
mengukur lingkar pinggang yang digunakan untuk melihat obesitas sentral (Cahjono, 2007). Pengukuran lingkar pinggang lebih dianjurkan dibandingkan rasio lingkar pinggang dengan
25 pinggul. Pengukuran ini telah divalidasi dalam sebuah penelitian yang telah dilakukan di Belanda (Sudoyo, 2007). Menurut WHO (2008), untuk memperoleh ukuran lingkar pinggang, subyek berdiri tegak dengan kaki sedikit terbuka dengan jarak 25-30 cm. Berat badan ditumpukan kedua kaki. Buat titik tengah garis vertikal antara tulang iga terbawah dengan krista iliaka pada sisi kanan dan kiri. Buat lingkaran horizontal melalui kedua titik tengah tersebut. Pemeriksa melakukan pengukuran keliling pada lingkaran tersebut dengan posisi mata sejajar lingkaran tersebut. Saat mengukur, jangan melakukan penekanan pada daerah pinggang dan dilakukan pada akhir ekspirasi normal. Lingkar pinggang diukur dengan meteran dimana tingkat ketelitianya 0,1 cm (Arisman (2009). Cara yang hampir sama juga dikatakan oleh Arisman (2009), dengan menentukan terlebih dahulu lengkung (arcus) aorta dan krista iliaka. Lingkar pinggang diukur melalui titik (pada linea aksilaris) pertengahan antara kedua lengkung ini dengan membuat lingkaran horizontal mengelilingi perut sejajar dengan tanah, sementara subyek berdiri tegak dengan kaki sedikit dibuka berjarak 25-30 cm dan berat badan ditumpukan merata pada kedua kaki. Sederhananya, lingkar pinggang merupakan segmen terkecil diukur melingkari titik yang terletak beberapa centimeter di atas umbilikus. Angka pengukuran dibaca hingga 0,5 cm terdekat. Dari kedua cara tersebut, cara pengukuran lingkar pinggang menurut WHO yang lebih operasional. Batasan obesitas sentral lingkar pinggang laki-laki lebih atau sama dengan 90 cm dan perempuan lebih atau sama dengan 80 cm (Sudoyo, 2007). Hal serupa juga dinyatakan oleh Suastika (2006). 3.
Menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT) Selain cara di atas, untuk mengetahui berat badan dapat juga dihitung dengan Indeks
Massa Tubuh/ IMT. IMT addalah suatu cara pengukuran dengan mencari rasio atau
26 perbandingan antara berat badan dan tinggi badan. Pengukuran obesitas dengan IMT ini biasanya digunakan untuk mendiagnosis adanya obesitas perifer. IMT atau BMI adalah rasio atau perbandingan antara berat badan (BB) yang dinyatakan dalam kilogram (Kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (TB) dalam meter (m). Cara Mengukur Obesitas :
Rumus : IMT =
BB (kg) TB² (m)
Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan pada Orang Dewasa Berdasarkan IMT menurut WHO (2000) Klasifikasi
IMT (kg/m²)
1
Underweight
< 18,5
2 3 4 5 6
Normaly/healty weight Overweight Obesitas tingkat I Obesitas tingkat II Obesitas tingkat III
18,5 – 24,9 25,0 – 29,9 30,0 – 34,9 35,0 – 39,9 > 40
2.5.4 Tipe Obesitas Berdasarkan letak timbunan lemak obesitas dapat dibagi menjadi dua (Emedicine Health, 2010), antara lain: 1.
Obesitas tipe Apel/ android atau tipe sentral Obesitas sentral atau obesitas apel adalah obesitas yang terjadi pada bagian atas tubuh
yaitu di perut, dada, pinggang dan wajah. Obesitas sentral pada umumnya banyak dialami oleh laki-laki. Sedangkan obesitas pada perempuan seperti buah pir (gynecoid), yaitu obesitas yang
27 terjadi karena penumpukan lemak lebih banyak pada bagian bawah tubuh, seperti pinggul, bokong dan paha (Proverawati, 2010). Menurut Sudoyo, (2006) berdasarkan hasil penelitian di negara berkembang menunjukkan bahwa peningkatan lemak tubuh secara signifikan terjadi di atas usia 30 tahun. Pada laki-laki peningkatan maksimum terjadi pada usia 35-44 tahun, sedangkan pada perempuan hal ini terjadi sepuluh tahun lebih lambat. Obesitas sentral yaitu obesitas yang berbentuk apel lebih berbahaya dibandingkan obesitas berbentuk peer. obesitas sentral mempunyai peranan lebih besar dalam penyakit metabolik dan ganguan kardiovaskuler, sehingga pemeriksaan lingkar pingang memberikan makna yang lebih berarti dibandingkan dengan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) (Proverawati, 2010). 2.
Obesitas tipe peer/ ginekoid atau tipe perifer Bila lemak tertimbun pada bagian bawah tubuh pinggul, bokong dan paha. Kegemukan
tipe ini biasanya banyak dialami oleh perempuan . Menurut (Jaquer, 2000 dalam Suastika 2008), pada perempuan distribusi lemak dan lipogenesis cenderung terjadi pada daerah gluteofemoral dan jaringan ini sangat sedikit mengalami lipolisis. Pada perempuan jaringan adipose gluteofemoral memiliki lebih banyak aktivitas lipoprotein lipase (LPL) di daerah gluteofemoral karena lebih teraktivasi oleh hormon estrogen dan progesterone di samping juga jaringan adipose gluteofemoral perempuan memilki antilipolitik reseptor adrenergic α2.
2.5.4 Dampak Obesitas Obesitas dapat mengakibatkan permasalahan pada berbagai aspek kesehatan seperti terganggunya fungsi fisiologis sel di dalam tubuh sehingga sangat rentan terhadap terjadinya penyakit degeneratif (Misnadierly, 2007). Dampak negatif obesitas, tampaknya tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan secara langsung, tetapi juga masalah sosial dan ekonomi.
28 Masalah sosial dalam kenyataannya lebih banyak perempuan obesitas yang tidak mendapatkan pasangan, lebih banyak yang menganggur, lebih sedikit penghasilannya, lebih rendah pendidikannya, lebih mudah mengalami depresi, terganggu kehidupannya seksualnya dan lainlain yang secara keseluruhan dapat menurunkan kualitas hidup dan berdampak ekonomis. Belum lagi bila untuk menurunkan berat badan memerlukan biaya baik untuk obat-obatan maupun operasi bila diperlukan (Suastika, 2008). Obesitas juga dapat menyebabkan gangguan sistem muskulo, seperti nyeri punggung bawah, dan bagi seseorang yang sudah memilki orteoarthritis terutama pada daerah pinggul, lutut, dan pergelangan kaki akan semakin terganggu akibat terjadinya obesita. Obesitas juga meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit degeneratif antara lain sebagai berikut. 1.
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 Orang yang obesitas, cenderung mengalami penimbunan lemak pada jaringan adiposa.
Penimbunan lemak, dapat mengakibatkan resistensi insulin sehingga terjadi penurunan sensitivitas insulin pada jaringan tubuh dan otot yang menyebabkan glukosa tidak dapat disimpan ke dalam otot maupun hati. Dalam keadaan seperti ini maka glukosa di dalam darah akan meningkat dan menjadi hiperglikemia. Kebanyakan penderita DM tipe 2 adalah orang yang obesitas. Laki-laki dengan lingkar pinggang ≥ 90 cm dan perempuan ≥ 80 cm akan meningkatkan risiko untuk menderita penyakit DM tipe 2 (Adnani, 2011). Prediksi statistik menyatakan bahwa pada tahun 2008 jumlah penderita DM tipe 2 adalah 110 juta, di mana tahun 2010 sudah menjadi 180 juta, dan diprediksi akan meningkat sampai 330 juta pada tahun 2025. Dari data tersebut 80-90% menderita obesitas. Berdasarkan International Diabetes Foundation (IDF) (2004), dari orang diabetes melitus yang diteliti, 80% di antaranya memiliki berat badan yang lebih. Menurut Riskesdas (2007), prevalensi DM dan toleransi glukosa terganggu (TGT)
29 lebih banyak pada responden yang memilki berat badan lebih dan obesitas terutama yang mengalami obesitas sentral. 2.
Hipertensi Kejadian obesitas dengan kejadian hipertensi adalah hubungan yang kompleks (Adnani,
2011). Banyak penelitian membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian hipertensi dan diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada mekanisme timbulnya hipertensi pada orang dengan obesitas. Obesitas dapat berpengaruh terhadap resistensi pembuluh darah sistemik atau perifer. Ketika Anda kelebihan berat badan, resistensi pembuluh darah sistemik akan meningkat dan menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi. 3.
Gagal jantung dan stroke Seseorang yang memiliki IMT 30 atau lebih akan mengalami risiko kematian 50-100%
dibandingkan dengan yang memiliki IMT 20-25. Suatu penelitian tahun 2002 melaporkan bahwa obesitas menyebabkan 11% kejadian gagal jantung pada laki-laki dan 14% pada perempuan. (Adnani, 2011). 4.
Kanker prostat dan kanker usus besar Obesitas dikaitkan dengan kejadian kanker tertentu, dan beberapa ahli berpendapat
bahwa pengontrolan berat badan yang efektif pada saat anak-anak maupun dewasa dapat mengurangi terjadinya kanker 30-40% (Adnani, 2011). 5.
Apneu saat tidur Kegemukan dapat mengakibatkan kegagalan bernafas saat seseorang sedang tertidur,
sehingga mengakibatkan suplai oksigen kejaringan akan berkurang.
30 Orang dengan obesitas cenderung lebih reaktif dan responsif terhadap signal lapar eksternal, rasa dan bau makanan atau waktunya untuk makan bila dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Orang yang obesitas cenderung akan makan bukan disaat dia lapar tetapi akan makan apabila dia memikirkan ingin makan. Obesitas terjadi oleh karena ketidakseimbangan antara
jumlah
makanan yang masuk dan keluar, serta
kurang
mengoptimalkan energi yang tersedia. Pola makan makanan cepat saji juga dapat mempercepat tingkat obesitas. Penelitian membuktikan bahwa orang yang makan di restoran cepat saji secara teratur atau lebih dari dua kali dalam satu minggu memiliki perbedaan bermakna antara empat sampai lima kilogram berat badannya bila dibandingkan dengan orang-orang yang tidak makan di restoran cepat saji. Makanan cepat saji seperti burger, ayam goreng, dan kentang goreng dapat menyebabkan kegemukan atau obesitas secara cepat, hal ini disebabkan jenis-jenis makanan tersebut mengandung tinggi lemak, garam, dan juga kalori secara keseluruhan. Ukuran atau porsi makan yang terlalu berlebihan juga dapat memiliki banyak kalori dalam jumlah banyak dibandingkan dengan apa yang dianjurkan untuk orang normal untuk konsumsi sehari-harinya. Makanan cepat saji cenderung mengandung sedikit serat, tetapi tinggi glukosa, sehingga kadar glukosa darah akan naik dengan cepat (Proverawati, 2010).
2.5.5 Program menurunkan berat badan Penelitian menyatakan, salah satu cara yang dapat dilaksanakan untuk menurunkan berat badan adalah rutin sarapan pada pagi hari. Peneliti dari divisi kedokteran Pencegahan Universitas Massachusetts, menemukan bukti bahwa risiko menderita obesitas sangat erat kaitannya dengan pola makan, frekuensi makan dan kebiasaan sarapan. Program yang dapat dilakukan untuk menurunkan berat badan adalah (Demothenes, dkk, 2011):
31 1.
Mengurangi asupan energi Mengurangi asupan energi adalah dengan membatasi konsumsi makanan tinggi
karbohidrat dan tinggi lemak. Mengurangi konsumsi karbohidrat akan mengurangi kadar glukosa dalam darah. Sementara mengurangi konsumsi lemak jenuh akan memberikan manfaat berkurangnya jaringan lemak yang tidak aktif dalam tubuh dan akan mencegah kita terkena penyakit jantung dan arterosklerosis. 2.
Lebih banyak konsumsi protein Protein di dalam tubuh sangat besar fungsinya, di samping sebagai penghasil energi
protein juga berfungsi sebagai zat gizi pembangun. Protein lebih tahan lama tinggal di lambung karena tidak dihidrolisis dengan gas seperti karbohidrat yang mudah sekali terhidrolisis dengan gas. Dengan banyak mengkonsumsi protein maka seseorang tidak akan sering makan karena masih kenyang. Ini menguntungkan untuk mencegah terjadinya obesitas. 3.
Banyak mengkonsumsi makanan berserat Mengkonsumsi serat akan membantu tubuh melancarkan feses yang akan dibuang, dan
membantu mencegah berbagai penyakit lain. Sumber makanan berserat yang baik adalah dari golongan seperti serelia, sayur, dan beberapa buah-buahan (Nainggolan, 2005).
2.6
Menopause
2.6.1 Pengertian menopause Menopause adalah suatu fase dimana seorang perempuan tidak lagi mengalami siklus menstruasi. Menurut Lestari (2010), menopause adalah berakhirnya haid yang terjadi secara mendadak dan tidak pernah mendapatkan haid lagi selama satu tahun penuh. Jadi berdasarkan uraian tentang menopause diatas menopause adalah berakhirnya masa menstruasi yang terjadi
32 selama satu tahun. Pada masa Menopause terjadi penurunan hormon esterogen dan progesteron sehingga perempuan menjadi tidak produktif lagi.
Menopause juga disebut sebagai masa
berhentinya haid secara alami yang biasanya terjadi pada umur 45-50 tahun, atau berhentinya masa haid sama sekali (Fairuz, 2011). Menurut Boyke dalam Fairuz (2011), usia menopause di Indonesia bervariasi antara 44-45 tahun, bahkan banyak para perempuan Indonesia menopause pada saat usia 47 tahun keatas. Masa klimakterium meliputi pramenopause, menopause, dan pascamenopause. 1.
Pra menopause Pra menopause adalah masa peralihan pada saat seserang merasakan gejala menopause,
biasanya terjadi pada usia pertengahan atau akhir usia 40 tahun dan saat siklus haid benar-benar berhenti yang rata-rata terjadi pada usia 51 tahun. Pada masa ini, perubahan fisik akan menjadi jelas. Menurut Pieter dan Lubis (2010), pra menopause adalah fase yang terjadi 4-5 tahun sebelum terjadinya menopause, keluhan klimaterik timbul, namun hormon esterogen masih dikeluarkan. Gejala masa pra menopause diantaranya perasaan panas (hot flushes), berdebardebar, sakit kepala, sering kesemutan, nyeri tulang dan otot, ganguan buang air besar, pola tidur terganggu,
kadang depresi, tersinggung, takut, gelisah, cepat marah, cepat lelah dan sulit
konsentrasi, berkunang-kunang, gangguan libido dan sebagian besar mengalami berat badan yang meningkat. 2.
Menopause Fase menopause adalah fase yang menandakan haid terakhir. Menentukan fase
menopause dilakukan saat perempuan tidak haid sama sekali setelah setahun penuh.
33 3.
Paska menopause Menurut Rahayu (2007), masa ini adalah masa setelah haid berakhir. Pada fase ini,
keadaan fisik dan psikologis perempuan sudah stabil karena telah dapat menyesuaikan diri dengan perubahan hormonalnya. Menurut Pieter dan Lubis (2010), paska menopause adalah masa 3 sampai dengan 5 tahun setelah fase menopause, keadaan hormon yang dijumpai hipergonadotropin (FSH dan LH) dan hipertiroid.
2.6.2 Penyebab menopause Menopause disebabkan oleh berkurangnya hormon esterogen dan progesteron. Saat menopause, hormon esterogen dan progesteron menjadi tidak seimbang karena pertambahan usia, kelainan genetik, gaya hidup yang tidak sehat dan penggunaan obat-obat golongan steroid. Pertambahan usia menyebabkan keefektifan fungsi ovarium menurun sehingga kadar esterogen dan progesteron ikut menurun. Ketika kadar esterogen dan progesteron menurun, kelenjar hipotalamus dan kelenjar pituitari berusaha untuk mengoreksi dan menaikkan produksi Folikel Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) untuk menstimulasi ovarium melakukan fungsi normalnya. Jika ovarium tidak mampu bereaksi, kadar FSH dan LH yang tinggi akan mengganggu operasi normal dari sistem tubuh termasuk metabolisme, keadaan tulang dan kimiawi otak. Sistem kimiawi otak antara lain endorfin, serotonin, dan dopamin yang berfungsi membawa pesan dari organ dan kelenjar menuju ke otak dan sebaliknya. Fungsi endorfin adalah mempengaruhi persepsi rasa nyeri, suhu tubuh, pernafasan, nafsu makan, tekanan darah, ingatan dan tingkah laku seksual. Endorfin sangat responsif terhadap fluktuasi kadar esterogen dan progesteron. Saat menopause, kadar endorfin menjadi turun. Namun kadar endorfin dapat ditingkatkan dengan aktivitas olahraga. Serotonin sangat berpengaruh pada suasana hati dan aktivitas tidur. Kadar serotonin menurun ketika masa pramenopause. Kadar
34 serotonin sangat mempengaruhi kadar endorfin. Endorfin dan makanan tinggi protein dapat merangsang produksi dopamin (Lestari, 2010). Dopamin sangat mempengaruhi emosi, sistem kekebalan tubuh, motivasi dan perilaku seksual.
2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi menopause Keadaan masuknya seseorang dalam fase menopause sangat berbeda-beda. Seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup, jumlah perempuan yang akan mengalami menopause pun akan bertambah. Hal ini antara lain menandakan bahwa semakin banyak perempuan terutama mereka yang tinggal di kota besar dan bekerja di luar rumah mereka merasa bersalah ketika mengalami menopause. Berikut ini faktor yang mempengaruhi menopause : 1.
Usia Menarche Hasil penelitian beberapa ahli menyatakan bahwa ada korelasi antara usia menarche
dengan usia perempuan mengalami menopause. Ini berarti bahwa semakin awal seseorang menstruasi pertama kalinya, maka semakin tua umur perempuan mengalami fase menopause. 2.
Faktor psikis Stres diprediksi mempengaruhi keadaan psikis perempuan. Menurut penelitian,
perempuan yang lebih stress dan tidak menikah mereka akan mengalami fase menopause lebih muda dibandingkan dengan tidak stress serta sudah menikah. 3.
Jumlah anak Walaupun belum didapatkan hubungan jumlah anak dengan kejadian menopause, tetapi
beberapa peneliti menyatakan bahwa semakin sering perempuan melahirkan maka mereka akan semakin tua masuk fase menopause.
35 4.
Usia melahirkan Semakin tua perempuan melahirkan anak, maka usia menopausenya juga akan semakin
tua. Penelitian yang dilakukan Beth Israel Deacones Medical Center In Boston menyatakan bahwa perempuan umur diatas 40 tahun yang masih melahirkan akan mengalami usia menopause lebih tua. Proses ini diakibatkan oleh masa kehamilan dan persalinan akan menyebabkan lambatnya kerja organ reproduksi. 5.
Penggunaan kontrasepsi Penggunaan kontrasepsi, khususnya kontrasepsi hormonal dapat menekan fungsi indung
telur sehingga tidak memproduksi sel telur. Perempuan yang menggunakan kontrasepsi hormonal ini akan lebih tua memasuki fase menopause. 6.
Perokok Perempuan yang merokok dikatakan lebih cepat mengalami menopause dibandingkan
dengan yang tidak merokok.
2.6.4 Diagnosis menopause Menurut Glasier (2005), pengukuran konsentrasi FSH dapat dilakukan untuk tujuan diagnostik (>30 IU/l menunjukkan kadar menopause). Pada awal perimenopause, terjadi peningkatan FSH yang terdeteksi pada 7 hari pertama siklus. Pada praktik, diagnosis menopause dibuat secara klinis dan pemeriksaan biokimia hanya diperlukan sekali-kali. Pengukuran FSH mungkin bermanfaat apabila: 1.
Dicurigai terjadi menopause premature (pada perempuan berusia <45 tahun)
2.
Perempuan telah menjalani histerektomi
3.
Perempuan berusia lebih tua yang sedang mengkonsumsi pil progesteron (PP) dan mengalami amenore.
36 2.6.5 Gejala-gejala menopause Gejala-gejala pada saat menopause ada dua meliputi keluhan fisik dan psikologis (Proverawati, 2010): 1.
Keluhan fisik Beberapa keluhan fisik dari menopause yaitu : 1)
Hot Flush (perasaan panas) Rasa panas yang disertai dengan keringat dan kemerahan pada kulit akan dialami
oleh perempuan pada saat menopause. Rasa panas ini biasanya terjadi selama 30 detik sampai dengan beberapa menit. 2)
Dryness vaginal (kekeringan vagina) Pada perempuan pramenopause terjadi perubahan pada vagina. Dinding vagina
kering dan terjadi penurunan elastisitas akibat penurunan hormon esterogen. 3)
Insomnia (susah tidur) Perempuan yang telah menopause kadang mengalami kesulitan saat tidur, mereka
tidak mudah untuk tidur dan bahkan akan terbangun disaat subuh. Susah tidur bisa disebabkan dengan rendahnya kadar serotonin. 4)
Night sweat atau berkeringat di malam hari Gemetaran dan berkeringat dingin dapat terjadi selama 30 detik sampai 5 menit.
5)
Perubahan metabolik Perubahan metabolisme tubuh ditandai dengan menurunnya pengeluaran hormon
tiroid yang dapat mengakibatkan menurunya pembakaran energi dan metabolisme basal sehingga kemampuan tubuh untuk menggunakan simpanan energi berkurang. Hal ini menyebabkan meningkatnya penimbunan lemak yang berakhir pada terjadinya obesitas
37 (Thurston, dkk, 2007). Hormon lainnya yang berpengaruh adalah penurunan hormon leptin. Penurunan hormon Leptin akan menurunkan laju metabolisme lemak dan membuat fungsi hipotalamus abnormal, yang menyebabkan hiperfagia atau banyak makan, sedangkan hormon Insulin jumlahnya akan meningkat sehingga terjadi hiperinsulinemia namun dalam keadaan ini insulin tidak dapat bekerja dengan baik karena terjadi resistensi akibat penumpukkan jaringan lemak yang mengakibatkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (Pamela, 2011). Penurunan estrogen yang terjadi pada perempuan menopause juga mempengaruhi kenaikan berat badan yang signifikan dan sangat mempengaruhi kejadian penyakit sindrom metabolik, salah satunya terjadi diabetes mellitus tipe II. Perubahan pada metabolik juga mengakibatkan mudah terjadi gangguan pada tulang, akibat ketidakseimbangan penyerapan mineral terutama kalsium. Bila keadaan ini berlangsung terus menerus maka akan mengakibatkan osteoporosis. 6)
Penurunan libido Beberapa perempuan mengalami penurunan gairah seks ketika menjelang
pramenopause, ini terjadi karena perubahan hormonal dan anatomi vagina seperti keringnya lapisan vagina yang mengakibatkan area genital sakit sehingga menurunkan gairah seksual. 7)
Inkontinensia urine (beser) Beberapa perempuan memiliki risiko lebih terhadap adanya infeksi saluran
kencing.
38 2.
Keluhan psikologis Tanda dan gejala yang muncul pada psikologis akibat menopause adalah : 1)
Penurunan daya ingat Penurunan kadar esterogen berpengaruh terhadap neurotransmitter yang terdapat
di otak seperti serotonin, endorfin dan dopamin 2)
Cemas Cemas yang timbul diakibatkan oleh karena perubahan pada situasi. Pada
perempuan yang telah menopause, kecemasan bersifat berbeda-beda pada setiap perempuan. 3)
Cepat tersinggung Perasaan tersinggung lebih mudah untuk diamati dibandingkan dengan perasaan
cemas. Perempuan menopause lebih menunjukkan sikapnya yang mudah tersinggung dan pemarah. Perasaan mereka begitu sensitif terhadap perilaku dan sikap orang di lingkungan
sekitarnya.
Kondisi
ini
akan
sangat
tampak
manakala
mereka
mempersepsikan perilaku itu secara negatif dan menyinggung dirinya. 4)
Stres Menurut Pieter dan Lubis (2010), respon-respon stres pada perempuan menopause
begitu beragam dan terkadang bersifat kronis. Secara psikologis sumber-sumber stres perempuan menopause tidak bisa diramalkan begitu saja, namun yang bisa terlihat adalah siklus suasana hati, misalnya reaksi marah atau sedih. 5)
Depresi Perempuan menopause lebih besar dan lebih gampang mengalami depresi
dibandingkan dengan rentang kehidupan sebelumnya.
39 2.7
Glukosa Darah Sewaktu
2.7.1 Pengertian Glukosa Darah Sewaktu Glukosa darah sewaktu adalah salah satu jenis pemeriksaan kadar glukosa darah yang sampelnya dapat diambil tanpa memperhatikan waktu makan (Riswanto, 2010).
2.7.2 Batasan Glukosa Darah Sewaktu Pemeriksaan glukosa darah sewaktu dapat dijadikan patokan dalam mendiagnosa diabetes melitus jika kadar glukosa darah mencapai antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, apalagi jika diatas 200 mg/dL. Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2002), Orang didiagnosis mengalami diabetes melitus jika dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dL dan glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl dan mengalami gejala polipagi, polidipsi, serta poliuri. Glukosa darah setiap waktu kadarnya sangat bervariasi. Hasil pemeriksaanya akan meningkat setelah makan dan akan kembali normal setelah 2 jam waktu makan. Kadar glukosa darah normal pada pagi hari setelah berpuasa adalah 70 – 100 mg/dL. Pada 2 jam post prandial (2 jam setelah makan) atau minum cairan yang mengandung glukosa maka kadar glukosa darah biasanya kurang dari 120 – 140 mg/dL. Kadar glukosa darah puasa sewaktu pagi hari, normalnya 80 sampai 90 mg/100 ml, dan nilai 110 mg/100 ml dipertimbangkan sebagai batas atas kadar normal. Selama kira-kira 1 jam setelah makan, kadar glukosa darah akan meningkat menjadi 120 – 140 mg/100 ml. Bila kadar glukosa darah sewaktu meningkat diatas 180 mg/100 ml maka nilai tersebut adalah nilai ambang dan memungkinkan adanya glukosa dalam air kencing seseorang yang merupakan salah satu tanda terjadinya diabetes mellitus (Guyton & Hall, 2005).
40 Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus (mg/dl) Jenis Glukosa
Bukan DM
Belum Pasti DM
DM
Plasma Vena
< 110
110 – 199
> 200
Darah Kapiler
< 90
90 – 199
> 200
Plasma Vena
< 110
110 – 125
> 126
Darah Kapiler
< 90
90 – 109
> 110
Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Kadar Glukosa Darah Puasa
(Sumber : Sudoyo, 2007)
2.7.2 Mekanisme Pengaturan Glukosa Darah Sewaktu Absorbsi puncak glukosa darah diatur oleh mekanisme saraf dan hormon. Pada waktu yang sama nervus vagus merangsang sekresi asam lambung, kemudian impuls parasimpatis secara bersamaan dialirkan pada sepanjang nervus vagus menuju pankreas, hal ini akan mengaktivasi enzim dalam jumlah moderat ke dalam pankreas (Guyton & Hall, 2007). Setelah diabsorpsi, akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah dalam beberapa saat dan kemudian akan kembali seperti semula. Insulin adalah hormon yang berfungsi untuk menyimpan atau mentransfer glukosa darah kedalam otot menjadi bentuk glikogen. Insulin dibentuk oleh sel beta pulau langerhans pankreas (Price & Sylvia, 2005). Hormon insulin dalam metabolisme memiliki peranan penting untuk menyimpan glukosa kedalam sel dan berikutnya akan digunakan sebagai energi (Suyono, 2011). Makanan diolah mulai dari mulut kemudian ke lambung dan dibawa ke usus. Dalam proses tersebut, makanan dipecah menjadi bentuk dasar dari bahan makanan yang dimakan. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat diubah menjadi bentuk glukosa, protein menjadi
41 asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Semua zat makanan tersebut akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ sebagai bahan energi. Agar bahan makanan berubah menjadi energi, zat makanan harus dibawa ke dalam sel supaya dapat dipergunakan. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dimetabolisme melalui proses kimia, yang hasil akhirnya adalah energi (Suyono, 2011). Jaringan perifer mempergunakan glukosa yang dilepaskan oleh hati untuk menjaga keseimbangan fisiologis beberapa hormon (Price & Sylvia, 2006). Dalam keadaan normal, insulin dalam darah akan ditangkap oleh reseptor yang ada di permukaan sel otot, sehingga dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, yang selanjutnya akan dimetabolisme menjadi tenaga (Suyono, 2011). Insulin memiliki peran penting dalam proses biologis tubuh terutama pada metabolisme karbohidrat dan berfungsi juga dalam proses utilisasi glukosa pada hampir seluruh jaringan terutama pada otot, lemak, dan hepar (Sudoyo, 2007). Hati berperan besar dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang normal. Hati menyimpan glikogen ketika terjadi kelebihan glukosa, membebaskan glukosa ke dalam darah saat dibutuhkan (Sherwood, 2012). Pada proses sekresi insulin, molekul glukosa memberikan rangsangan pada sel beta. Untuk dapat melewati membran sel membutuhkan bantuan senyawa lain. GLUT (glucose transporter) merupakan senyawa asam amino yang terdapat pada berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa (Sudoyo, 2007). GLUT berfungsi sebagai pengangkut glukosa masuk ke dalam sel. GLUT 2 yang ada di dalam sel beta, diperlukan pada proses masuknya glukosa dari dalam darah melewati membran kedalam sel (Sudoyo, 2007). Sherwood (2012), menyatakan GLUT 2 memindahkan glukosa yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darah sekitar melalui pembawa co-transport.
42 Kontraksi otot memicu penyisipan GLUT 4 ke membran plasma sel otot yang aktif meskipun tidak terdapat insulin. Bila reseptor insulin pada sel diaktifkan vesikel tersebut akan bergerak cepat, berdifusi ke dalam sel dan menyelipkan transporter ke dalam membran sel (Sherwood, 2012). Jika kadar glukosa darah menurun maka pulau langerhans pankreas sel α akan mensekresikan glukagon untuk meningkatkan kembali kadar glukosa plasma melalui peningkatan pemecahan glikogen menjadi glukosa (proses ini di sebut glikogenolisis) dan peningkatan katabolisme asam amino dan asam lemak (proses ini disebut glukoneogenesis). Selanjutnya glukosa di lepaskan ke dalam aliran darah, sehingga glukosa darah meningkat (Guyton & Hall, 2005). Selama masa puasa (antara jam-jam makanan dan pada saat tidur), pankreas akan melepaskan secara terus menerus sejumlah kecil insulin bersama dengan glukagon. Insulin dan glukagon secara bersama-sama mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dan menstimulasi pelepasan glukosa di hati. Pada mulanya hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen (glikogenolisis). Setelah 8-12 jam tanpa makan, hati membentuk glukosa dari pemecahan zat-zat selain karbohidrat yang mencakup asam amino (Glukoneogenesis) (Smeltzer, 2002). Keadaan demikian, akan merangsang Hipotalamus mengeluarkan rangsangan terhadap nafsu makan. Kegiatan pusat rasa kenyang di nukleus ventromedial mungkin sebagian di pengaruhi oleh tingkat pemanfaatan glukosa oleh neuron didalamnya. Pemanfaatan glukosa oleh sel-sel itu rendah sehingga selisih glukosa aterivenosa juga rendah, kegiatan akan menurun (Ganong, 2008). Dalam keadaan itu, kegiatan pusat makan tidak terkontrol dan orang bersangkutan merasa lapar. Bila pemanfaatnya tinggi, kegiatan berbagai glukosa ini meningkat, pusat makan tehambat, dan orang itu merasa kenyang. Hipoglikemi merupakan suatu perangsang nafsu
43 makan, dan keadaan ini menurunkan pemanfaatkan glukosa dengan mengurangi jumlah glukosa yang mencapai sel (Ganong, 2008).
2.7.3 Faktor Yang Mempengaruhi Glukosa Darah Sewaktu 1.
Genetik Pada beberapa kasus, kecenderungan faktor herediter dapat menyebabkan degenerasi sel
beta. Kerusakan sel beta pankreas menggangu produksi insulin yang dapat menyebabkan timbulnya diabetes tipe I (Guyton & Hall, 2005). 2.
Perencanan makan Perencanaan makan baik pola maupun modifikasi diet harus selalu memperhatikan pola
kebutuhan individu dan dilakukan secara konsisten. Pengaturan pola makan sangat penting untuk meningkatkan sensitivitas insulin sehingga keseimbangan kadar glukosa darah tetap terjaga (Soebardi & Yunir dalam Sudoyo, 2006). Jumlah makanan yang berlebihan atau kekurangan sama-sama tidak baik. Keduanya sama-sama beresiko bekembang menjadi DM tipe 2. Kekurangan gizi (malnutrisi) dapat mempengaruhi gangguan pankreas, sedangkan kegemukan dapat mengganggu kerja insulin. Menjaga makanan yang seimbang adalah jalan keluarnya (Pollan, 2008). 3.
Usia dan Jenis Kelamin Usia memegang peranan penting dalam kejadian sindrom metabolik. Salah stau tanda
terjadinya sindrom metabolik adalah meningkatnya kadar glukosa darah karena mulai menurunnya sensitivitas insulin (Sunjaya, 2009). Suastika (2008) menyatakan bahwa resistensi insulin diperberat oleh proses menua, makin bertambah usia kadar insulin akan terggangu juga. Kejadian peningkatan kadar glukosa darah dominan terjadi pada perempuan dibandingkan lakilaki. Perempuan cenderung berpeluang menderita diabetes melitus karena memilki indeks masa
44 tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan dan pasca menopause membuat akumulasi lemak tubuh semakin meningkat karena hormon sehingga perempuan berisiko mengalami kenaikan kadar glukosa darah (Irawan, 2010). 4.
Obesitas Penelitian menurut Sunjaya (2009), Indeks masa tubuh mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kenaikan kadar glukosa darah. Hasil perhitungan OR menunjukan seseorang yang obesitas mempunyai risiko untuk menderita diabetes. Kelompok dengan risiko diabetes terbesar adalah kelompok obesitas, dengan odds 2.7 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok IMT normal. Adanya pengaruh indek masa tubuh terhadap meningkatnya kadar glukosa darah ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat dan lemak yang merupakan faktor risiko dari obesitas. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose (Teixeria-Lemos dkk, 2011). 5.
Aktivitas Fisik Rendahnya aktivitas fisik akan mengakibatkan penimbunan lemak yang berlebih akibat
asupan makanan yang dikonsumsi tidak dapat digunakan sebagai energi karena terjadinya resistensi insulin sehingga kadar glukosa darah meningkat, begitu sebaliknya dengan meningkatkan aktivitas fisik dampaknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan cara meningkatkan penyimpanan glukosa oleh otot dan memperbaiki kerja insulin (Smelzer, 2002). Aktivitas fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah sering kali meningkat sebanyak 4 – 5 kali lipat (Guyton & Hall, 2005).
45 6.
Penyakit Organ Kadar glukosa darah juga dapat dipengaruhi oleh penyakit organ seperti gagal jantung,
penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit paru obstruktif menahun, menderita DM, dan penyakit keganasan. 7.
Obat-obatan Hipoglikemik Beberapa jenis obat seperti obat hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.
Obat-obatan yang dapat berpengaruh adalah seperti metformin dan tiazolidinedion (Price & Sylvia, 2005). 2.7.4 Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu Pemeriksaan kadar glukosa darah adalah salah satu cara untuk mengetahui terjadinya hiperglikemia. Tingkat kadar glukosa darah sewaktu di ukur kapan saja tanpa memperhatikan waktu makan. 1.
Metode Kimia atau Reduksi Prinsip: Proses kondensasi dengan akromatik amin dan asam asetat glacial pada suasana
panas, sehingga terbentuk senyawa warna hijau yang kemudian diukur secara fotometris. Beberapa kelemahan atau kekurangan adalah metode kimia ini adalah langkah pemeriksaan terlalu panjang dan berisi teknik pemanasan, sehingga memungkinkan terjadi kesalahan lebih besar. Selain hal tersebut reagen pada metode orthotoluidin bersifat korosif sehingga metode ini sudah tidak sering untuk digunakan. 2.
Metode Enzimatik: Glukosa Oksidase (GOD-PAP) Prinsip: Enzim glukosa oksidase mengkatalisis reaksi oksidasi glukosa menjadi
glukonolokton dan hydrogen peroksida. Glukosa + O2 glukosa oksidase O-glukono-ό-lakton + H2O2. Pernambahan enzim perokidase aseptor kromogenik seperti O-dianisidine. O-dianisidini
46 (red) + H2O2 peroksidase O-dianiside (oks) + H2O2 (tidak berwarna) atau (berwarna). Enzim glukosa oksidase yang digunakan pada reaksi pertama spesifik untuk glukosa, khususnya B-d glukosa, sedangkan reaksi kedua tidak spesifik, sebab zat yang teroksidasi dapat menyebabkan hasil pemeriksaan lebih rendah. Metode enzimatik yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukometer terdiri dari meter, code chip, dan strip. Setiap strip uji berisi bahan-bahan kimia glukosa oksidase dan mediator. Untuk memastikan akurasi kerja alat meter glukosa darah, maka setiap kali menggunakan strip test dari tabung kemasan yang baru code chip harus diganti. Karena setiap kemasan code chip bisa berbeda nomor serinya. Pada pengujian dengan glukometer, diaplikasikan pada ujung akhir strip uji secara otomatis darah diserap ke dalam sel reaksi yang ada pada strip uji. Sebuah alur listrik transien terbentuk selama reaksi dan konsentrasi glukosa darah dihitung berbasis arus listrik yang terdektesi oleh meter, hasil terlihat pada layar meter. Alat glukometer mempunyai kelebihan yaitu dapat dipakai secara mandiri oleh pasien di rumah sehingga kadar glukosa darah dapat dipantau dengan cepat. Volume darah yang dibutuhkan relatif sedikit yaitu + 0,3 - 10µl, waktu yang diperlukan sekitar 15 detik, sampel yang digunakan dapat berupa darah kapiler, vena, dan arteri. Sistem ini diuji secara akurat dalam membaca glukosa dalam kisaran 20-600 mg/dl, zat lemak (trigliserida sampai 3.000 mg/dl atau cholestrol sampai 500 mg/dl).
Gambar 2.1 Glukometer
47 2.7.5 Mekanisme Pengaturan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dua hormon yang berperan dalam mengontrol konsentrasi glukosa darah adalah insulin dan glukagon. Pengaturan kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari ekstraksi glukosa, sintesis glikogen dan glukogenolisis di hati. Jika kadar glukosa dalam darah meningkat maka pulau Langerhans pankreas sel akan mensekresikan insulin untuk menganabolik glukosa, asam lemak dan asam amino menjadi glikogen (proses ini disebut glikogenesis) yang akan disimpan di dalam hati sehingga kadar glukosa dalam darah akan kembali normal. Hormon insulin ini, mengakibatkan hati mengubah banyak glukosa menjadi glikogen dan memaksa sekitar 2/3 dari sel-sel tubuh (terutama otot dan sel-sel adiposa) untuk mengambil glukosa dan darah melalui transport GLUT 4, sehingga menurunkan glukosa darah begitu pula sebaliknya, jika kadar glukosa darah menurun maka pankreas sel alpa akan mensekresikan hormone glukagon untuk menrombak simpanan glukosa otot agar dapat digunakan oleh sel (Sudoyo, 2007).
2.8
Hubungan Asupan Karbohidrat, Protein, Lemak dan Indeks Massa Tubuh (IMT)
dan Lingkar Pinggang dengan Kadar
Glukosa Darah Sewaktu pada Perempuan
Menopause Pada orang obesitas terjadi pelepasan asam lemak bebas ke dalam sirkulasi walaupun kadar insulin lebih tinggi karena pada orang yang kelebihan asupan karbohidrat dan lemak yang menyebabkan seseorang menjadi obesitas. Pada orang yang obesitas, jaringan lemak tidak sensitif terhadap aksi insulin sehingga pemecahan trigliserida menjadi glukosa meningkat (Cahjono, 2007). Di hepar, gliserol akan diubah menjadi glukosa dengan proses glukoneogenesis. Meningkatnya glukoneogenesis, glukosa plasma akan meningkat maka terjadi hiperglikermia. Ada dugaan, asam lemak bebas yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya
48 penyimpanan trigliserid berlebihan pada sel pankreas, sehingga terjadi kerusakan sel (Adam, 2006) hal ini akan mengganggu signaling insulin (Adnyana & Sutanegara, 2004 dalam Cahjono, 2007). Selain proses lipolisis, penelitian membuktikan bahwa adipositokin (adipokin) yang dihasilkan oleh sel lemak, Leptin, TNF-, IL-6 dan resistin dapat meningkatkan resistensi insulin. Sebaliknya adiponektin dapat meningkatkan sensitivitas insulin (Bays, dkk 2002). Kadar leptin yang meningkat di dalam plasma juga salah satu penyebab meningkatknya berat badan. Hingga saat ini, leptin dianggap menghambat fosforilasi insulin reception substrate-1 (IRS-1) yang berdampak pada terhambatnya ambilan glukosa (Adam, 2006). Di hati, leptin akan memacu proses glukoneogenesis dalam menghambat kerja enzim phosphoenolpyruvat curboxylase (PEPCK), sehingga terjadi hiperglikemia (Adnyana dan Sutanegara, 2004 dalam Cahjono, 2007). Sementara itu Interleukin-6 (IL-6) merupakan protein proinflamasi yang di sekresikan oleh jaringan adiposa yang kadarnya akan meningkat dengan peningkatan berat badan. IL-6 berperan untuk memacu pelepasan glukagon dan kortisol, serta meningkatkan glukoneogenesis. (Guyton & Hall, 2005) menemukan bahwa penderita DM yang obesitas lebih resisten terhadap insulin, kadar IL-6 dan leptin meningkat dibandingkan pada penderita DM yang tidak mengalami obesitas. Pada percobaan yang menggunakan model tikus yang mengalami diabetes membuktikan bahwa IL-6 berperan dalam perkembangan ristensi insulin di otot dan kematian sel pankreas. Sementara itu, pada manusia yang menderita DM tipe 2, jumlah IL-6 berkorelatif positif terhadap keparahan toleransi glukosa yang dialami. Hormon terakhir sel lemak yang berhubungan dengan insulin adalah adiponektin yang merupakan hormon polipetida yang dihasilkan oleh adipositi. Menurut hasil penelitian pada perempuan menopause adiponektin meningkat tajam. Dibandingkan adipositokin lainnya,
49 adiponektin kadarnya paling tinggi didalam sirkulsai darah. Adiponektin memiliki efek yang berlawanan dengan adipositokin lainnya, yaitu dapat mencegah terjadinya resistensi insulin. Kadar adiponektin berhubungan positif dengan sensitivitas insulin (Indra, 2006). Adiponektin diduga bekerja dengan memacu pengeluaran gen yang mengatur metabolisme lemak pada jaringan otot, yaitu CD 36, acyl co-enzyme A (Co A) oxidase, dan uncoupling protein (UCP)-2, yang dapat meningkatkan efisiensi transport asam lemak, pembakaran lemak dan termogenesis (Suastika, 2008). Pengeluaran adiponektin ditingkatkan oleh insulin. Pada individu yang menderita obesitas dan diabetes melitus tipe 2, terjadi penurunan kadar adiponektin sehingga akan meningkatkan resistensi insulin. Jika hiperglikemia terjadi secara berkepanjangan dan melebihi dari 200 mg/dl yang diperberat oleh adanya resistensi insulin karena kegemukan dan atau proses menopause akan terjadi peningkatan pada HbA1c sehingga dapat dikatakan orang tersebut telah menderita DM atau pasti DM.