BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut Rumput laut adalah tumbuhan yang hidup di laut dan merupakan jenis makroalga. Tanaman ini adalah ganggang multiseluler divisi Thallophyta. Rumput laut tidak termasuk tumbuhan sejati karena tidak memiliki akar, batang dan daun. Tumbuhan ini biasanya hidup di dasar perairan yang masih terkena cahaya matahari. Berdasarkan pigmen, warna rumput laut terbagi atas 4 jenis yaitu ;ganggang biru (Cyanophyceae), ganggang hijau (Chlorophyceae), ganggang merah (Rodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae)(Yudhi 2009). Rumput laut memiliki nutrisi yang sangat beragam dengan kadar yang cukup tinggi, mencapai 10-20 kali lipat dibandingkan dengan tanaman darat. Rumput laut menghasilkan senyawa koloid yang disebut fikokoloid yakni agar, algin dan karaginan (Kadi 2004), oleh karena itu rumput laut menjadi sumber pembuatan tepung karaginan yang nantinya dapat diolah menjadi produk lain. Selain untuk bahan pangan dan sumber hidrokoloid, rumput laut juga mempunyai potensi sebagai antikanker, mencegah kardiovaskular, makanan diet, bahan obatobatan serta antioksidan klorofil. Rumput laut dari divisi Phaeophyta menghasilkan algin atau alginat, laminarin, selulosa dan manitol. Biasanya jenis Phaeophyta yang dimanfaatkan sebagai penghasil algin alginat adalah Macrocystis, Turbinaria, Padina dan Sargassum sp. (Rasyid 2003). Pemanfaatan potensi rumput laut terus berkembang dan merambah bidang farmasi, kosmetik serta kedokteran. 2.1.1 Sargassum crassifolium Sargassum crassifolium merupakan salah satu jenis Phaeophyta atau alga coklat yang tumbuh di Indonesia. Di Indonesia terdapat 15 spesies Sargassum salah satunya Sargassum crassifolium (Kadi 2005).
9
10
Tabel 1. Kandungan dan Manfaat Rumput Laut Genus Sargassum Jenis Kandungan Manfaat Sumber Protein, vitamin C, Antioksidan Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Bahan Pangan, Noviendri et.al. binderi fenol, alginat, Obat-obatan, (2011) fukosantin, asam kosmetik dan lemak tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, Handayani et al. crassifolium fenol, alginat, kosmetik dan (2004) asam amino, asam tekstil. lemak, mineral (Ca, Fe, P) Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, Aulanni et.al. duplicatum fenol, alginat, kosmetik dan (2011) flavonoid, tekstil. phlorotanin, alkaloid. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, echinocarpum fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, fenitan fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, filipendula fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, gracillimum fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, hystrix fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargassum tanin, iodine, Obat-obatan, mollerii fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, Kadi (2005) Sargssum tanin, iodine, Obat-obatan, polyceratium fenol, alginat. kosmetik dan
11
Sargassum polycystum
Sargassum siliquosum
Sargassum sineureum
Sargassum sp.
Sargassum vulgare
tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, tanin, iodine, Obat-obatan, fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, tanin, iodine, Obat-obatan, fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, tanin, iodine, Obat-obatan, fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, tanin, iodine, Obat-obatan, fenol, alginat. kosmetik dan tekstil. Protein, vitamin C, Bahan Pangan, tanin, iodine, Obat-obatan, fenol, alginat. kosmetik dan tekstil.
Berdasarkan
Estiati
1994
berikut
adalah
Kadi (2005)
Kadi (2005)
Kadi (2005)
Kadi (2005)
Kadi (2005)
klasifikasi
Sargassum
crassifolium :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Phaeophyta
Kelas
: Phaeophyceae
Ordo
: Fucales
Famili
: Sargassaceae
Genus
: Sargassum
Spesies
: Sargassum crassiolium J.
Gambar 2.Sargassum crassifolium Sumber : Dokumen pribadi
Agardh 1848
Sargassum crassifolium memiliki thalus silindris dan berduri kecil. Thalus bercabang dan percabangan ini dinamakan pinnatus alternates sedangkan anak percabangannya merupakan daun. Tiap-tiap percabangan terdapat gelembung
12
udara berbentuk bulat yang disebut Bladder. Bladder berfungsi untuk menopang cabang-cabang thalus terapung ke arah permukaan air agar mendapatkan intensitas cahaya matahari (Kadi 2005). Thalus sedikit datar, licin tetapi batang utama bulat dan agak kasar. Panjang pinnatus alternates antara 30-50 cm. daun berbentuk oval memanjang 40 x 10 mm dan terdapat urat tengah daun (IPTEKnet 2002). Hidup di zona intertidal, subtidal, sampai daerah tubir dengan ombak besar dan deras (Kadi 2005). Sargassum tumbuh subur pada daerah tropis dengan suhu perairan 27,25-29,30oC dan salinitas 32-33,5o/oo (Kadi 2005). Menurut penelitian Handayani (2004) rumput laut Sargassum crassifolium mengandung asam askorbat sebesar 49,01 ± 0,75 mg/100 g. Berikut tabel lengkap kandungan nutrisi pada Sargassum crassifolium : Tabel 2. Kadar Nutrisi Thalus S. crassifolium Jenis Nutrisi Rata-rata kadar Keterangan Protein 5,19 ± 0,13 Berat Basah Abu dan Mineral Abu (mineral) 36,03 ± 0,34 Berat Kering Ca (mg/100 g) 1540,66 ± 6,99 Berat Kering Fe (mg/100 g) 132,65 ± 3,47 Berat Kering P (mg/100 g) 474,03 ± 1,01 Berat Kering Vitamin A (µg RE/100 g) 489,55 ± 8,4 Berat Kering Asam askorbat(mg/100 g) 49,01 ± 0,75 Berat Kering Lemak (%, b/b) 1,63 ± 1,1 Berat Kering Kadar (%, b/b) 37,91 ± 0,34 Berat Kering Warna Kuning kecoklatan Berat Kering pH 6,86 ± 0,05 Berat Kering Ukuran Partikel 150 mesh Berat Kering Sumber : Handayani2004
2.1.2Gracilaria coronopifolia Gracilaria coronopifolia termasuk kedalam kelas Rhodophyceae dan merupakan penghasil alginat. Berdasarkan Anggadiredja et al. (2006) dalam Hasanah (2007) klasifikasi Gracilaria adalah sebagai berikut :
13
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Solierisceae
Spesies
: Gracilaria coronopifolia
Gambar 3. Gracilaria coronopifolia Sumber : Dokumen pribadi
Ciri-ciri dari rumput laut jenis ini adalah thalus silindris, licin dan berwarna coklat-hijau atau coklat-kuning. Ukuran panjang thalus Gracilaria coronopifolia berkisar antar 6,5-19,2 mm dan berdiameter 1,5-2,2 mm (Sjafrie 1990). Hidup menempel pada substrat batu atau karang dengan cakram kecil. Pada umumnya rimbun pada bagian atas rumpun (IPTEKnet 2002). Gracilaria memiliki kemampuan beradaptasi terhadap faktor-faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, cahaya dan pH (Sjafrie 1990). Suhu optimal untuk membudidayakan jenis ini berkisar antara 20-28oC, salinitas 18-32 o/oo dan pH 8-8,5 (Kadi dan Atmadja 1988 dalam Sjarief 1990). Pemanfaatan Gracilaria coronopifolia selama ini sebagai bahan baku untuk industri agar-agar.Spesies ini juga mengandung vitamin, mineral dan protein yang tinggi (IPTEKnet 2002). 2.2 Carica papaya Sumber senyawa inhibitor tirosinase yang umum digunakan adalah pepaya. Pepaya memiliki kandungan asam askorbat yang tinggi (DepKes RI 1992). Maka, banyak produk kosmetik pencerah kulit menggunakan pepaya sebagai bahan bakunya karena antiokidan yang dikandung pepaya dapat memberikan warna kulit yang cerah (Wibawa 2011).
14
Tabel 3. Kandungan Senyawa pada Pepaya per 100 g Buah Pepaya Buah Pepaya Zat Gizi Daun pepaya Masak Muda 0,5 2,1 8,0 Protein (g) 0 0,1 2,0 Lemak (g) 12,2 4,9 11,9 Karbohidrat (g) 23 50 353 Kalsium (mg) 12 16 63 Fosfor (mg) 1,7 0,4 0,8 Besi (mg) 365 50 18,25 Vitamin A (SI) 0,04 0,02 0,15 Vitamin B1 (mg) 19 140 Asam askorbat (mg) 78 86,7 92,3 75,4 Air (g) Sumber : Direktorat Gizi, DepKes RI (1992)
2.3 Ultraviolet Sinar ultraviolet adalah sinar tidak tampak yang merupakan bagian dari sinar matahari. Sinar UV ini memiliki frekuensi gelombang yang lebih tinggi daripada cahaya violet, cahaya warna yang masih bisa dilihat oleh manusia dan memiliki panjang gelombang terpendek dari cahaya tampak. Sebelum sampai ke bumi, sinar UV sebanyak ± 98,7% diserap oleh lapizan ozon di zona stratosfer, maka hanya sebagian kecil saja yang dapat mencapai bumi. Sinar ultraviolet, dikelompokkan lagi menjadi 3 yaitu ultraviolet A, B, dan C yang dikelompokkan berdasarkan panjang gelombangnya (Hamdi 2009). Ultraviolet A (UVA) memiliki panjang gelombang 315-400 nm. Sinar UVA ini sebagian besar dapat mencapai permukaan bumi karena sinar UVA ini sama sekali tidak terpengaruh oleh lapisan ozon stratosfer. Namun, dalam presentase yang kecil terpengaruh oleh adanya molekul-molekul uap air dan beberapa jenis molekul gas lainnya di atmosfer. Energi yang dibawa tiap foton ultraviolet A sebesar 3,10-3,94 eV (Hamdi 2009). Ultraviolet B (UVB) memiliki rentang panjang gelombang 280-315 nm. Sebagian besar UVB diserap oleh atmosfer dan memiliki sifat yang sama dengan UVC, yaitu memiliki respon yang baik terhadap reaksi-reaksi fotokimia yang membentuk lapisan ozon (Hamdi 2009). UVB memiliki dampak positif terhadap kulit yaitu mempercepat pembentukan vitamin D di dalam kulit. Kekurangan
15
vitamin D dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan tulang, misalnya osteomalacia yaitu tulang menjadi lembutdan rapuh. Vitamin D dapat diperoleh melalui nutrisi makanan maupun penyinaran (Hamdi 2009). Selain pengaruh positif, UVB memiliki efek negatif yaitu apabila kulit terlalu lama terkena paparan sinar UVBdapat menimbulkan sunburn, immunologic effects, dan carcinogenesis.Sunburn merupakan sebuah efek dari penyinaran ultraviolet overexposure. Terkena paparan UVB selama 4-8 jam dapat menyebabkan meningkatnya aliran darah sehingga mempengaruhi kulit (Hamdi 2009). Selain itu, penyinaran berlebihan akan mempercepat proses penuaan, termasuk telangietasia, blotchy pigmentation (bintik hitam pada kulit atau flek), kehilangan elastisitas kulit, thinning (penipisan kulit), dan perubahan warna kulit menjadi lebih gelap. Penghitaman kulit ini dikarenakan pembentukan melanin yang terjadi di kulit.Semakin lama kulit terkena paparan sinar UVB maka semakin cepat pula pembentukan melanin (Shosuke 2003). Jenis sinar UV yang lain adalah Ultraviolet C atau UVC yangmemiliki nilai panjang gelombang antara 100-280 nm. Karena penyerapan oleh atmosfer maka hanya sedikit UVC yang dapat mencapai permukaan bumi. Spektrum UVC memiliki sifat-sifat germicidal, yaitu sifat yang dapat menghambat kemampuan organisme untuk multiplikasi pada lingkungan yang sesuai atau mengurangi jumlah mikroorganisme di berbagai macam permukaan jaringan hidup (Tjay dan Rahardja 2007). Sifat Sinar UVB paling berpengaruh terhadap hiperpigmentasi karena dapat memasuki kulit hingga lapisan epidermal (Hamdi 2009). 2.4 Kulit Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat di permukaan tubuh. Kulit manusia terdiri atas lapisan epidermis dan dermis. Pada lapisan dermis terdapat pembuluh darah, akar rambut, ujung saraf, kelenjar minyak. Lapisan epidermis merupakan lapisan luar kulit yang tersusun atas lapisan korneum dan lapisan Malpighi. Lapisan korneum merupakan lapisan kulit mati dimana lapisan kulit ini dapat mengelupas dan digantikan dengan sel-sel baru sedangkan lapisan Malpighi terdiri atas lapisan spinosum dan lapisan germinativum (Amila 2004). Lapisan
16
spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar dan pada lapisan germinavitum terdapat sel-sel yang aktif membelah diri, menggantikan sel-sel yang lepas dari lapisan korneum. Pada lapisan Malpighi juga terkandung pigmen melanin yang memberi warna coklat-kehitaman pada kulit (Amila 2004).
Gambar 4. Citra Histologi Epidermis Sumber :http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Epidermal_layers.png
2.4.1 Pigmen Kulit Pigmen atau zat warna merupakan zat yang mengubah warna cahaya tampak sebagai akibat proses absorbsi selektif terhadap panjang gelombang pada kisaran tertentu.Pigmen terdapat pada kulit, rambut, iris, vascularis stria. Pada manusia terdapat tiga komponen pigmen yaitu karotenyang memberikan warna inheren
kekuningan
pada
jaringan,
oksihemoglobin
memberikan
warna
kemerahan pada dasar kapiler dan melanin yang memberikan warna coklat kehitaman. Diantara semua warna pigmen yang ada dalam kulit, melanin yang palingberpengaruh dalam memberikan warna kulit manusia (Amila 2004).
17
Melanin di kulit dihasilkan oleh melanosit yang berada di lapisan basal epidermis. Melanin dibentuk dari asam amino tirosin dengan bantuan enzim tirosinase dan oksigen. Proses oksidasi tirosin menjadi melanin ini lebih cepat saat suhu tinggi dan adanya sinar ultraviolet (Amila 2004).
Gambar 5. Melanin dan Melanosit Sumber :http://medicalera.com/info_answer.php?thread=20337
Menurut Slominski et al.2004, melanin dibagi menjadi beberapa macam, berikut adalah contoh macam-macam melanin : 1. Eumelanin Eumelanin polimer merupakanasam polietilena5,6-dihydroxyindole (DHI) dan 5,6-dihydroxyindole-2-karboksilat (DHICA) polimer. Eumelanin ditemukan di rambut, areola, dan kulit.Ada dua jenis eumelanin yaitu eumelanin coklat dan hitam (Slominski et al. 2004). 2. Pheomelanin Pheomelanin terdapat pada rambut dan kulit. Pheomelanin memberikan warna dan banyak terdapat pada orang yang berambut merah. Pheomelanin juga dapat menjadi karsinogenik ketika terpapar sinar ultraviolet. Secara kimia, pheomelanin berbeda dari eumelanin dalam struktur oligomer (Slominski et al. 2004).
18
3. Neuromelanin Neuromelanin adalah pigmen gelap yang terdapat dalam pigmen neuron. Dalam otak, pigmen ini terbentuk dari oxyradical metabolit monoamine neurotransmiter dopamin dan norepinefrin (Slominski et al. 2004). Melanin mempunyai sifat fotokimia yang baik sehingga menjadikannya sebagai photoprotectant. Pada saat radiasi sinar ultraviolet datang ke kulit, maka melanin akan menyerap dan mengubahnya menjadi panas yang tidak berbahaya. Hal ini terjadi melalui suatu proses yang disebut "konversi internal ultrafast". Apabila kulit terpapar sinar UV terlalu lama maka pembentukan melanin akan berlangsung cepat dan akan terjadi perubahan warna kulit atau sering disebut dengan pigmentasi (Riffat 2012). Terdapat dua jenis pigmentasi yaitu hipopigmentasi dimana pembentukan melanin berkurang menyebabkan warna kulit lebih cerah atau putih sedangkan hiperpigmentasi merupakan keadaan dimana kulit memproduksi melanin sangat banyak dan menyebabkan perubahan warna kulit menjadi coklat kehitaman (Kabulrahman 2010), proses pembentukan melanin ini dinamakan melanogenesis. 2.4.2 Melanogenesis Melanin diproduksi di melanosit, melanosit merupakan sel yang berdendrit yang terletak di stratum basal epidermis. Melanosit terdiri atas inti, retikulum endoplasma, apparatus golgi, mitokondria, mikrotubular, mikrofilamen dan melanosom yang berfungsi untuk pembentukan pigmen melanin (Amila 2004). Menurut Amila (2004) pada melanosom terjadi proses pigmentasi melanin kulit. Proses ini terjadi pada 4 tahap :
Tahap 1, vesikel dikelilingi oleh membran yang merupakan awal proses dari aktivitas enzim tirosinase. Lalu terbentuk substansi granul halus pada bagian perifernya. Pada tahap ini untaian-untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matriks protein.
Tahap 2, vesikel (melanosom) berbentuk oval dan terlihat filamenfilamen dengan jarak sekitar 10 nm. Pada tahap ini melanin sudah terbentuk dan disimpan dalam matriks protein.
19
Tahap 3, Peningkatan pembentukan melanin. Pada tahap ini produksi melanin sudah tinggi sehingga struktur halusnya agak sulit terlihat.
Tahap 4, pada tahap ini granul melanin sudah matang dan melanin secara sempurna mengisi vesikel. Granul yang matang berbentuk elips, dengan panjang 1 µm dan diameter 0,4 µm.
2.4.3 Hormon yang Mempengaruhi Proses Melanosit Sinar ultraviolet dan hormon merupakan faktor yang mempengaruhi pembentukan melanin. Sinar ultraviolet mempengaruhi aktivitas enzim tirosinase sedangkan hormon akan mempengaruhi kandungan melanin di bawah kulit (Lilies 2012). Beberapa hormon yang dapat mempengaruhi jumlah melanin di kulit adalah hormon estrogen dan hormon melatonin. Hormon estrogen mempengaruhi jumlah melanin yang ada di bawah permukaan kulit dengan cara mengatur frekuensi dan jumlah melanin yang akan didistribusikan ke permukaan epidermis kulit (Lilies 2012). Pada kondisi tertentu seperti saat menstruasi produksi hormon estrogen akan meningkat (Lilies 2012) dan biasanya menyebabkan noda-noda hitam pada permukaan kulit yang disebabkan oleh pembentukan melanin. Proses ini berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga efeknya tidak dapat langsung terlihat (Lilies 2012). Hormon melatonin merupakan salah satu hormon yang mempengaruhi jumlah melatonin selain hormon estrogen. Hormon melatonin berfungsi untuk menghambat pembentukan pigmen kulit (Pristiwadi et al. 2011). Hormon ini bersifat toksifikasi dan dapat mencerahkan kulit karena menghambat proses pembentukan melanin tetapi hormon ini akan rusak pada keadaan yang sangat terang (Pristiwadi et al. 2011). 2.5 Tirosinase Tirosinase adalah enzim yang mengandung unsur tembaga yang terdapat di mikroorganisme, tumbuhan dan hewan (Chang 2012). Tirosinase berperan penting pada proses awal pembentukan melanin yaitu saat proses hidroksilasi
20
tirosinase menjadi DOPA dengan cara mengoksidasi monophenols menjadi odiphenols dan saat perubahan DOPA (3,4 dihidroksil fenil alanin) menjadi dopaquinon dengan cara mengoksidasi o-diphenols menjadi o-dopaquinon (Khan 2007, Hearing dan Tsukamoto 1991). Aktivitas enzim tirosinase sangat berpengaruh pada pembentukan melanin.Apabila aktivitas enzim tirosinase tinggi maka pembentukan melanin berjalan cepat dan dapat memproduksi melanin dalam jumlah banyak, melebihi batas normal. Jumlah melanin yang melebihi batas normal akan merubah warna kulit menjadi lebih coklat atau kehitaman (Graillet et al. 1997). Enzim tirosinase mempunyai locus albino dimana albinisme dapat terjadi diakibatkan oleh mutasi locus tersebut (Hearing dan Tsukamoto 1991). Melanin di kulit dapat dibentuk dari reaksi lain dibawah proses regulasi aktif tubuh namun aktivitas enzim tirosinase yang menjadi faktor utama pembentuk melanin (Hearing dan Tsukamoto 1991). Enzim tirosinase menjadi faktor yang sangat penting dalam pembentukan melanin di kulit dikarenakan enzim ini dapat mengkatalisasi proses awal pembentukan melanin. Sisi aktif enzim tirosinase adalah ion Cu2+, dilambangkan dengan C (Copper) lalu O2 dan Histidin (Gambar 6).
Gambar 6. Sisi Aktif Enzim Tirosinase Sumber : Gelder et al.(1997) dalam Khan (2007)
21
2.6 Sinar UV terhadap Aktivitas Tirosinase Pada proses pembentukan melanin yang telah dijabarkan pada halaman 19, yang paling mempengaruhi gelap atau terangnya warna kulit adalah pada tahap 2 dimana vesikel melanosom berbentuk oval dan sudah terdapat filamen dan melanin sudah terbentuk berupa matriks protein. Pada tahap ini, reaksi fisiskimiawi menggelapkan warna melanin yang belum muncul ke luar melanosit kemudian merangsangnya secara cepat untuk masuk ke keratinosit (Amila 2004). Selain itu, kecepatan sintesis melanin dalam melanosit mengalami akselerasi, sehingga meningkatkan jumlah pigmen melanin. Reaksi
kimiawi
penyebab
percepatan
pembentukan
melanin
ini
diakibatkan aktivitas tirosinase yang tinggi. Enzim tirosinase mempercepat reaksi hidroksilasi L-tirosin menjadi L-DOPA dan oksidasi L-DOPA menjadi dopaquinon pada proses pembentukan melanin (Hearing dan Tsukamoto 1991). Aktivitas tirosinase ini akan lebih cepat bekerja di bawah sinar ultraviolet karena radiasi UV yang masuk ke dalam kulit merupakan stimulus agar enzim tirosinase aktif bekerja (Graillet et al. 1997). Keratinosit mensekresi nitric oxide (NO) sebagai respon dari sinar UVA dan UVB yang masuk. Banyaknya NO yang dihasilkan berpengaruh pada proses melanogenesis. Melanosit merespon NO yang masuk dengan cara mengurangi pertumbuhan dan memulai proses melanogenesis karena NO yang dihasilkan keratinosit akan berasosiasi dengan tirosinase dan mempercepat melanogenesis (Graillet et al. 1997). Tirosinase berperan untuk mengkatalisis proses hidroksilasi L-tirosin yang pada awalnya lambat kemudian menjadi cepat serta dengan cepat mengoksidasi L-DOPA menjadi dopaquinon. Semakin sering kulit terkena paparan sinar UV maka semakin reaktif kerja enzim tirosinase yang menyebabkan pembentukan melanin menjadi banyak dalam waktu yang cepat (Amila 2004).
22
Gambar 7. Skema Pembentukan Melanin Sumber :Balsamand Sagarin dalam Hartanti dan Setiyawan 2009
2.7 Mekanisme Inhibitor Tirosinase Inhibitor berasal dari kata inhibit yang artinya menghalangi, jadi inhibitor tirosinase merupakan senyawa yang dapat menghambat kerja enzim tirosinase. Inhibitor akan mencegah sisi aktif enzim untuk tidak bekerja. Inhibitor sendiri terbagi menjadi dua yaitu kompetitif yang bersaing dengan substrat untuk bergabung dengan enzim dan non-kompetitif dimana inhibitor ini memiliki sisi ikatan yangberbeda dengan substrat pada enzim (Ferdinand dan Wibowo). Beberapa senyawa yang berfungsi sebagai inhibitor tirosinase, diantaranya adalah merkuri, hidroquinon, arbutin, alpha hidrocyd acid (AHA), kojic acid, asam askorbat dan beberapa senyawa turunan fenol. Dari banyaknya senyawa inhibitor tirosinase yang telah diketahui terdapat senyawa yang memberikan efek negatif bila dipakai pada kulit dalam jangka waktu yang panjang seperti merkuri, hidroquinon dan AHA. Hidroquinon memberikan efek toksik karena zat ini berkompetisi dengan tirosin sebagai substrat tirosinase sehingga menstimulus tirosinase mengoksidasi hidroquinon menjadi benzoquinon. Benzoquinon jenis p-
23
benzoquinon inilah yang bersifat toksik terhadap DNA (Westerhoof dan Kooyers 2005). Asam askorbat
atau vitamin C telah diketahui bermanfaat sebagai
antioksidan kulit dan dapat menghambat produksi melanin kulit. Beberapa jenis asam askorbat yang telah stabil adalah magnesium ascorbyl phosphate, L-ascorbic acid dan ascorbyl glucosamine (Elmore 2005). Sebagai zat penangkal radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida. Sebagai reduktor asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat
yang bersifat tidak stabil.
Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat. Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et al. 2007 dalam Susanto et al. 2009). Menurut Suhartono et al. (2007) dalam Susanto et al. (2009), reaksi askorbat dengan superoksida secara fisologis mirip dengan kerja enzim SOD (Superoxide Dismutase) sebagai berikut : 2Oˉ2 + 2H+ +Askorbat → 2H2O2 + Dehiroaskorbat Reaksi dengan hidrogen peroksida dikatalisis oleh enzim askorbat peroksidase (Asada 1992 dalam Susanto et al.2009) adalah sebagai berikut : H2O2 + 2 Askorbat → 2H20 + 2 Monodehidroaskorbat Masing-masing senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai agen antipigmentasi
memiliki
mekanisme
yang
berbeda
dalam
menghambat
pembentukan melanin, seperti yang disebutkan Chang (2005) terdapat beberapa mekanisme bagi agen inhibitor untuk menghambat kerja enzim tirosinase yaitu (i) zat inhibitor dapat menghindari pembentukan dopakrom dan melanin dengan cara mereduksi tirosin menjadi dopa serta dopa menjadi o-dopaquinon (ii) zat inhibitor dapat bereaksi dengan o-dopaquinon dan merubahnya menjadi produk tanpa warna (iii) agen inhibitor tirosinase dapat menjadi substrat alternatif bagi reaksi oksidasisehingga produk yang dihasilkan berbeda dengan reaksi oksidasi fenol oleh tirosinase sehingga pembentukan dopakrom dapat dicegah.
24
2.8
Senyawa Metabolit Sekunder Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan
makhluk hidup dalam keadaan tertentu.Salah satu metode uji kualitatif metabolit sekunder yang ada pada bahan alam adalah dengan melakukan uji fitokimia. Beberapa senyawa metabolit sekunder berpotensi sebagai agen inhibitor tirosinase terutama dari senyawa turunan fenolik. Alkaloid Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki sifat fisik tidak berwarna, mayoritas bersifat optis aktif dan berbentuk kristal serta rasanya yang pahit (Harborne 1987). Senyawa alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen (Harborne 1987, Syaputri 1987). Senyawa alkaloid pada tumbuhan terlibat dalam proses pertumbuhan, penghalau atau penarik serangga. Bagi manusia senyawa alkaloid ini sering kali bersifat toksik dan dimanfaatkan dalam bidang pengobatan (Harborne 1987).
Gambar 8.Struktur Kimia Alkaloid Quilonin (Sumber :http://taufiqdians.blogspot.com/2010/03/alkaloid.html )
Flavonoid Senyawa flavonoid pada tanaman berfungsi meningkatkan toleransi stress terhadap lingkungan yang bersifat suboptimal, menstimulasi bakteri Rhizobium untuk melakukan fiksasi nitrogen dan pertahanan diri terhadap herbivore dan pathogen (Anderson dan Markham 2005). Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol terbesar yang terdapat di alam. Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang memberikan warna merah, ungu, biru, dan kuning pada tumbuhan. Flavonoid memiliki kerangka dasar 15 atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tumbuhan.
25
Gambar 9. Struktur Kimia Umum Flavonoid (Sumber : http://minarniba.blogspot.com/2012_12_01_archive.html)
Fenolik Senyawa fenolik memiliki paling tidak satu gugus fenol. Gugus fenol terdiri atas cincin benzene yang tersubtitusi hidroksil (OH). Dalam keadaan murni, senyawa fenol merupakan zat padat yang tidakberwarna. Apabila terjadi reaksi oksidasi senyawa fenol ini akan berubah menjadi gelap. Semakin banyak gugus hidroksil maka kelarutan fenol dalam air akan semakin bertambah (Kurniawan 2012). Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologis yang beraneka ragam, dansering digunakan dalam reaksi enzimatik. Senyawa fenolik ini merupakan contoh senyawa yang akan mendonorkan atom H ketika bereaksi (Kurniawan 2012).
Gambar 10.Struktur Kimia Senyawa Fenol (Sumber :http:/Wikipedia/)
Tanin Tanin terdapat banyak pada tumbuhan berpembuluh. Di dalam tumbuhan letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma tetapi bila jaringan rusak dapat menyebabkan terjadinya reaksi penyamakan. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan sehingga fungsi utama tanin bagi tumbuhan adalah sebagai mekanisme pertahanan diri dari herbivora (Harborne 1987).
26
Secara kimia tanin dibagi dua jenis utama yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolis. Senyawa tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tidak dapat larut dalam air (Harborne 1987).
Gambar 11.Struktur Kimia Senyawa Tanin Sumber : http://arsenada.blogspot.com/2012/07/tanin.html
Fenol Hidrokuinon Senyawa fenol merupakan struktur aromatik yang terdiri satu atau lebih gugus hidroksil (Harborne 1987). Komponen senyawa ini bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar diantara senyawa fenol alami (Harborne 1987). Kuinon adalah senyawa berwarna mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon. Senyawa ini digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu; benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Harborne 1987).
Gambar 12. Struktur Kimia Fenol Hidrokuinon Sumber gambar : Wikipedia.com
Triterpenoid dan Steroid Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari satuan isopropena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C3 0 asiklik, yaitu skualena.Triterpenoid dapat digolongkan menjadi 4 kelompok besar yaitu
27
triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Pada tumbuhan biasanya terdapat pada daun dan buah yang berfungsi untuk menolak serangga dan mikroba (Harborne 1987). Steroid pada umumnya merupakan hormone seperti pada empedu dan system reproduksi hewan dan manusia. Pada umumnya senyawa steroid mengandung gugus fungsional alkena dan alkohol.
Gambar 13. Struktur Kimia Triterpenoid dan Rangka Steroid (Sumber : http://kimiaorganik2.blogspot.com/ dan http://2012books.lardbucket.org/)