BAB II KAJIAN PUSTAKA
1. 2.1. Kajian Teori
2.1.1. Model Pembelajaran Salah satu dari beberapa komponen dalam pembelajaran di sekolah adalah model pembelajaran. Model pembelajaran ini sudah muncul sejak tahun 1950-an yang telah diteliti oleh beberapa ilmuwan Amerika Serikat. Perintis penelitian model pembelajaran di Amerika Serikat adalah Marc Belth. Istilah model sangatlah familiar dalam dunia pendidikan, namun terkadang istilah tersebut membuat bingung bagi para pendidik. Demikian pula para ahli juga memiliki pengertian sendiri-sendiri dalam mengartikan model pembelajaran. Berikut akan dijabarkan tentang pengertian, dasar pertimbangan, dan ciri-ciri dari model pembelajaran. 2.1.1.1. Pengertian Model Pembelajaran Menurut Arends (1997) dalam Hamruni (2012:5) menyatakan bahwa istilah model pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode, atau prosedur. Sedangkan menurut Joyce (1992) dalam Hamruni (2012:5) mengatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, computer, kurikulum, dan lainnya. Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain
yang mendukung. Joyce & Weil (1980) dalan Rusman,
(2010:132) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau
8
9
pola yang digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-banhan pelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Model pembelajaran ini bersifat pilihan, artinya guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya. Dari berbagai definisi tentang model pembelajaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan yang didalamnya memuat bahan ajar, media, alat peraga, kurikulum, dan lain sebagainya agar peserta didik dapat memahami materi yang disampaikan sesuai dengan apa yang diharapkan. 2.1.1.2. Ciri-ciri Model Pembelajaran Menurut Hamruni (2012:6) Model pembelajaran mempunyai tiga ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah: (1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. (2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai), (3) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai. Sedangkan menurut Rusman (2010:136) menjabarkan bahwa model pembelajaran memiliki enam ciri, yaitu: (1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu, (2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, (3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, (4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan yaitu sintaks, adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sisten pendukung; (5) memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran yang meliputi dampak pembelajaran dan dampak pengiring; (6) Membuat persiapan mengajar dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran sangatlah berbeda dengan metode, strategi, prosedur ataupun teknik. Model
10
pembelajaran lebih bersifat luas karena dalam model pembelajaran ini mencakup bahan ajar, media, alat peraga, kurikulum, dan lain sebagainya yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar peserta didik. 2.1.1.3. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Pembelajaran Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, Rusman (2010:133) menerangkan ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan guru dalam memilihnya, antara lain: (1) Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai, (2) Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran, (3) Pertimbangan dari sudut peserta didik atau siswa, dan (4) Pertimbangan lainnya yang bersifat nonteknis. Pertimbangan tersebut harus dipikirkan oleh guru sebelum menggunakan model pembelajaran agar dalam memilih model pembelajaran nantinya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. 2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri didalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Berikut akan dijabarkan satu per satu tentang model pembelajaran kooperatif. 2.1.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Hamruni (2012:161) model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Tom V. Savage (1989:217) dalam Rusman (2011:203) mengemukakan cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Hal itu sejalan dengan pendapat Sanjaya (2006:239) dalam Rusman (2011:203) bahwa kooperatif learning atau pembelajaran koopertif adalah kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok.
11
Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Pelaksanaan prinsip dasar pokok model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Ada unsur dasar model pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang lainnya. Pembelajaran kooperatif terdapat lima unsur dasar antara lain: (1) Ketergantungan yang positif, (2) Pertanggungjawaban individual, (3) Kemampuan bersosialisasi, (4) Tatap muka, (5) Evaluasi proses kelompok. (Nurulhayati dalam Rusman, 2011:204) Senada dengan penjelasan tersebut Siahaan (2005:2) dalam Rusman (2011:205) mengutarakan lima unsur
esensial
yang ditekankan
dalam
pembelajaran kooperatif yaitu: (1) Saling ketergantungan yang positif, (2) Interaksi berhadapan, (3) Tanggung jawab individu, (4) Keterampilan sosial, (5) Terjadi proses dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) Guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual, (2) Guru menghendaki pemerataan perolehan hasil belajar, (3) Guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) Guru menghendaki adanya pemeraataan partisipasi aktif siswa, (5) Guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan. (Sanjaya dalam Rusman, 2011:206) 2.1.2.2. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Roger dan David Johnson (Lie,2008) dalam Rusman (2010:212), ada lima unsur dasar dalam model pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut: (1) Prinsip ketergantungan positif, yaitu keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut; (2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut; (3) Interaksi tatap muka, yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi
12
dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain; (4) Partisipasi dan komunikasi, yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran; (5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. 2.1.2.3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Hamruni (2012:164-166) model pembelajaran kooperatif memiliki empat ciri yang membedakan dengan model-model pembelajaran lainnya. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif tersebut adalah (1) Pembelajaran secara tim, yaitu pembelajaran kooperatif sangat membutuhkan tim yang merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Tim tersebut harus mampu membuat setiap siswa belajar dan tim tersebut harus bersifat heterogen; (2) Didasarkan pada manajemen kooperatif yang memiliki empat fungsi yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol; (3) Kemauan untuk bekerja sama, yaitu setiap anggota bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu; (4) Keterampilan bekerja sama, yaitu siswa didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain agar siswa belajar untuk menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok. 2.1.2.4. Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif Pada dasarnya prosedur model pembelajaran kooperatif memiliki empat tahap (Hamruni, 2012:168-170) yaitu: a. Penjelasan materi Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi pelajaran yang harus dikuasai yang selanjutnya siswa akan memperdalam materi dalam pembelajaran kelompok.
13
b. Belajar dalam kelompok Siswa diminta untuk belajar pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. Kelompok tersebut harus bersifat heterogen. c. Penilaian Penilain dalam model pembelajaran ini dilakukan dengan tes atau kuis. Penilaian bisa dilakukan secara individual ataupun secara kelompok. d. Pengakuan tim Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau yang paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. 2.1.3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Dalam penjelasan mengenai model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match ini akan diulas tentang pengertian dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match, kelemahan dan kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match, serta langkah-langkah dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu per satu sebagai berikut. 2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Model pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tipe walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah. Make A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Menurut Rusman (2011:223), teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik. Model yang paling mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa, ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-masing
14
siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktifitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan ketrampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Rusman juga menambahkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match juga dapat me-review tugas rumah (PR) yang berhubungan dengan kosa kata yang lumayan sulit. Hasilnya sungguh diluar dugaan ketika pertama kali melakukannya dan waktu yang digunakan lebih efektif dan efisien. 2.1.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Pada penerapan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match, diperoleh beberapa temuan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat memupuk kerja sama siswa dalam mencocokan kartu yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali ketika siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Hal ini sejalan dengan pendapat Mafune (2005) dalam Rusman (2010:222) bahwa model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan (Constructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan berbagai pengetahuan serta tanggungjawab individu tetap merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Adapun kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match menurut Hamruni (2012:170) adalah sebagai berikut: Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match memiliki sembilan kelebihan, antara lain: a. Siswa tidak terlalu menggantungkan diri pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri. b. Menumbuhkan sikap respek pada orang lain. c. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
15
d. Mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan yang akan tumbuh dalam proses pembelajaran (let them move). e. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa. f. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal. g. Kerja sama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis. h. Munculnya dinamika gotong royong yang merata di seluruh siswa. i. Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir, dan ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang. Kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match Disamping terdapat beberapa keunggulan yang ada, terdapat juga beberapa kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match, antara lain: a. Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi, akan merasa terganggu oleh siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang rendah. b. Keberhasilan model ini dalam mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. c. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan. d. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran. e. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai. f. Pada kelas yang gemuk (>30 siswa) jika kurang bijaksana maka yang muncul adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. 2.1.3.3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Menurut Rusman (2010:123) penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match ini dimulai dengan teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan kartunya diberi poin. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah sebagai berikut:
16
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban). b. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang. c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal/kartu jawaban) d. Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. f. Kesimpulan. Dalam penelitian ini sintak yang digunakan tidak sepenuhnya seperti pada langkah-langkah kegiatan pembelajaran model kooperatif tipe Make A Match, namun terdapat sedikit tambahan agar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa di kelas. Berikut adalah sintaks model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang dipakai pada mata pelajaran matematika materi bangun ruang sederhana.
17
Tabel 1 Sintaks Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Pada Mata Pelajaran Matematika Materi Bangun Ruang Sederhana No Tahap pembelajaran 1 Kegiatan awal
2
Kegiatan inti
3
Kegiatan akhir
Aktifitas yang Dilakukan Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pelajaran Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Guru menjelaskan materi seperti biasa Guru menyiapkan beberapa kartu undian yang berisi sifat dari bangun ruang tertentu. Setiap siswa mendapat satu buah kartu undian Siswa memikirkan isi dari kartu undian tersebut termasuk sifat dari bangun ruang apa. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai sifat dari bangun ruang yang sama Siswa yang tidak mendapatkan pasangan setelah waktu yang ditentukan habis, diberi hukuman yang membangun. Setelah satu babak kartu undian dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu undian yang berbeda dari sebelumnya Demikian seterusnya Guru membuat kesimpulan
2.1.4. Metode Pembelajaran Demonstrasi Selain komponen model pembelajaran yang telah dibahas sebelumnya, terdapat pula komponen yang tidak kalah pentingnya dalam proses belajar mengajar yaitu metode pembelajaran. Pada sub bab ini akan dijelaskan satu per satu tentang metode pembelajaran demonstrasi.
18
2.1.4.1. Pengertian Metode Pembelajaran Kata metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan masalah pembelajaran, maka metode menyangkut tentang cara penyampaian pembelajaran untuk dapat dipahami oleh peserta didik. Menurut Purwadarminta (1976) dalam Sudjana (2010:7), metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sejalan dengan pendapat Fathurrahma Pupuh (2007) dalam Hamruni (2012:6) bahwa metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan dalam kamus besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sudjana (2010:8) mengungkapkan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Disisi lain menurut Sobri Sutikno (2009) metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, penulis menyimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara menyampaikan materi kepada siswa agar tujuan yang sudah ditetapkan dapat tercapai. 2.1.4.2. Klasifikasi Metode Pembelajaran Verner dalam Sudjana (2010:13) mengklasifikasi metode pembelajaran menjadi tiga kategori yaitu metode pembelajaran perorangan (individual methods), metode pembelajaran kelompok (group methods), dan metode pembelajaran pembangunan masyarakat (community methods). Metode pembelajaran perorangan mencakup teknik magang dan internship, study korespondensi, bimbingan belajar, tutorial, pengajaran berprogram, dan supervisi. Metode pembelajaran kelompok meliputi teknik proyek laksana, study klinis dan lokakarya, kelompok belajar dan perkumpulan, konferensi dan konvensi, kursus, demonstrasi, pameran, dam lain sebagainya.
19
Metode pembelajaran pembangunan masyarakat yang terdiri atas: bantuan kepada masyarakat untuk mengenal masalah yang dihadapi dan usaha pemecahannya, pembinaan masyarakat sebagai laboratorium belajar, dan pendidikan perluasan. 2.1.4.3. Pengertian Metode Pembelajaran Demonstrasi Menurut
Sudjana
(2010:132)
mengungkapkan
pengertian
metode
pembelajaran demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan peserta didik terhadap suatu bahan belajar dengan cara memperlihatkan, memperhatikan, menceritakan, dan memperagakan bahan belajar tertentu. Selain itu juga, menurut Ruhil Fida (dalam http://ruhilfida.wordpress.com, 2012) menjelaskan bahwa metode demonstrasi adalah metode mengajar yang menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan pada seluruh kelas tentang suatu proses atau suatu petunjuk untuk melakukan sesuatu. Dengan demikian penulis dapat menarik kesimpulan yang dimaksud dengan metode demonstrasi ialah metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu pada siswa. Metode demonstrasi dapat digolongkan ke dalam dua jenis (Sudjana, 2010:133) yaitu metode demonstrasi proses, dan metode demonstrasi hasil. Metode demonstrasi proses digunakan untuk menunjukan atau memperagakan suatu proses atau rangkaian kegiatan. Sedangkan metode demonstrasi hasil digunakan untuk memperlihatkan atau memperagakan hasil dari suatu kegiatan (proses) seperti barang kerajinan yang bernilai seni, makanan yang bergizi, model pakaian baru, dan rencana kegiatan. Proses dan hasil yang diperagakan menjadi bahan belajar utama dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian peserta didik akan memiliki pengalaman belajar langsung setelah diberi kesempatan oleh pendidik untuk melakukannya dan melihat atau merangsang hasilnya.
20
2.1.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Demonstrasi Setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagai guru yang kreatif, guru tersebut harus bisa menunjukan segala kelebihan dari metode pembelajaran yang dipakai saat pelajaran dan menutup kekurangan yang dimiliki metode pembelajaran tersebut. Berikut akan dijabarkan beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode pembelajaran demonstrasi (Sudjana, 2010:134) dalam bentuk tabel. Tabel 2 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran Demonstrasi 1. 2. 3. 4.
5. 6.
Kelebihan Peserta didik mendapatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pengalaman langsung. Belajar dapat dilakukan dalam situasi kehidupan nyata. Kegiatan belajar dilakukan dalam suasana gembira dan partisipatif. Dapat mendorong tumbuhnya kreatifitas peserta didik dalam menyusun dan memperagakan bahan belajar serta dalam mengembangkan metode ini. Perhatian siswa lebih mudah dipusatkan pada proses belajar dan tidak tertuju pada hal-hal lain. Dapat mengurangi kesalahan dalam mengambil kesimpulan, apabila dibandingkan dengan halnya membaca buku karena siswa mengamati langsung terhadap suatu proses yang jelas.
1. 2. 3. 4. 5.
6.
Kekurangan Memerlukan kemampuan dalam menyusun bahan pelajaran. Membutuhkan pendidik yang mahir dalam menyusun bahan belajar dan alat bantu untuk penyajiannya. Cenderung mengarahkan pikiran peserta didik kepada pola yang dilakukan pendidik. Waktu kegiatan belajar dapat melebihi waktu yang telah ditentukan. Demonstrasi akan menjadi metode yang kurang tepat apabila alat-alat yang dimonstrasikan tidak memadai atau tidak sesuai kebutuhan. Tidak semua hal dapat didemonstrasikan di dalam kelas.
2.1.4.5. Langkah-langkah Penggunaan Metode Pembelajaran Demonstrasi Menurut
Departemen
Pendidikan
Nasional
metode
pembelajaran
demonstrasi memiliki langkah-langkah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru menyajikan gambaran sekilas tentang materi yang akan disampaikan.
21
3. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan. 4. Menunjuk salah satu siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan. 5. Seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisisnya. 6. Tiap siswa mengemukakan hasil analisisnya dan juga pengalaman siswa setelah mendemonstrasikan. 7. Guru membuat kesimpulan. Adapun langkah-langkah metode pembelajaran demonstrasi menurut Sudjana (2010:133-134) adalah sebagai berikut: 1. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai Pendidik bersama peserta didik penyusun bahan belajar untuk didemonstrasikan. Bahan tersebut disusun berdasarkan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia, program atau kurikulum yang telah disusun, tujuan belajar yang akan dicapai, dan waktu kegiatan pembelajaran yang disediakan.
Pendidik
bersama
peserta
didik
menyiapkan
fasilitas
pembelajaran (tempat dan perlengkapan) dan alat bantu yang diperlukan. 2. Saat kegiatan pembelajaran berlangsung Pendidik
menjelaskan
tujuan
dan
cara
penggunaan
metode
demonstrasi serta memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya pendidik memberi contoh dengan mendemonstrasikan proses dan hasil sesuatu sebagaimana tercantum dalam bahan belajar yang telah disusun. Pendidik meminta peserta didik melakukan kembali demonstrasi itu dengan memberikan tugas kepada peserta didik. Pendidik membantu mereka untuk menyusun bahan belajar yang akan mereka demonstrasikan. Kemudian peserta didik mendemonstrasikan bahan belajar yang telah mereka susun. Setelah itu pendidik bersama peserta didik mendiskusikan hal-hal yang timbul dalam kegiatan pembelajaran. 3. Akhir kegiatan pembelajaran Pendidik bersama peserta didik melakukan penilaian terhadap bahan belajar dan terhadap proses serta hasil penggunaan metode ini.
22
Pada penelitian ini langkah-langkah pembelajaran (sintaks) yang dipakai adalah sintaks yang dibuat dengan mengkombinasikan antara kedua langkahlangkah metode pembelajaran demonstrasi diatas agar sesuai dengan situasi dan kondisi serta karakteristik siswa dalam kelas. Berikut adalah sintaks metode pembelajaran demonstrasi yang dipakai dalam penelitian pada mata pelajaran matematika materi bangun ruang sederhana. Tabel 3 Sintaks Implementasi Metode Pembelajaran Demonstrasi Pada Mata Pelajaran Matematika Materi Bangun Ruang Sederhana No Tahap pembelajaran 1 Kegiatan awal
2
Kegiatan inti
3
Kegiatan akhir
Aktifitas yang Dilakukan Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pelajaran Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Guru menyajikan gambaran sekilas tentang materi sifat-sifat bangun ruang sederhana. Guru menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan berupa tali raffia. Guru menunjuk 8 siswa untuk mendemonstrasikan alat dan bahan tersebut. Siswa memperagakan sebagai titik sudut dan tali raffia sebagai rusuk kubus Siswa diminta untuk membuat kerangka kubus menggunakan tali raffia yang sudah disediakan. Siswa yang tidak ikut memperagakan, memperhatikan dan menganalisisnya. Guru meminta 8 siswa yang lainnya untuk maju ke depan kelas. Dengan cara yang sama, siswa diminta untuk membuat kerangka balok menggunakan tali raffia yang sudah tersedia Guru menampilkan miniatur bangun ruang sederhana lainnya seperti tabung, kerucut, dan bola. Kemudian siswa menganalisis bangun tersebut. Tiap siswa mengemukakan hasil analisisnya dan juga pengalaman siswa setelah mendemonstrasikan dan melihat demonstrasi. Guru membuat kesimpulan.
23
2.1.5. Hasil Belajar Matematika Sering kita mendengar istilah matematika, dan kebanyakan persepsi siswa terkhusus siswa tingkat sekolah dasar mengenai matematika merupakan hal yang menakutkan. Berikut akan dijabarkan mengenai pengertian pembelajaran matematika dan tujuan pembelajaran matematika. 2.1.5.1. Pengertian Hasil Belajar Menurut Agus Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai,
pengertian-pengertian,
sikap-sikap,
apresiasi
dan
keterampilan. Menurut Gagne dalam Agus Suprijono (2009:5-6) hasil belajar berupa: Informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu : kognitif, afektif dan psikomotorik. Agus Suprijono (2009:7) menekankan kembali bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, artinya hasil pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan tidak terlihat secara terpisah, melainkan konprehensif. Dari pengertian beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar. 2.1.5.2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Hasil belajar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Menurut Slameto (2003: 54-72), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah : a) Faktor-faktor intern : jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), psikologis (inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan), dan kelelahan.
24
b) Faktor-faktor eksternal : keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), dan masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat) 2.1.5.3. Dimensi Hasil Belajar Terdapat beberapa dimensi yang ada dalam hasil belajar. Menurut Agus Suprijono (2009:9) mengemukakan bahwa ada 3 dimensi hasil belajar yaitu : a. Dimensi kognitif adalah kemampuan yang berhubungan dengan berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah seperti pengetahuan komprehensif, aplikatif, sintesis, analisis dan pengetahuan evaluatif. b. Dimensi afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat dan apresiasi. c. Dimensi psikomotorik adalah kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan motorik. 2.1.5.4. Pengertian Pembelajaran matematika Matematika adalah suatu ilmu yang timbul karena adanya pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, matemtika terdiri dari 4 wawasan luas yaitu: aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. De Lange (dalam Sugiarti, 2004) menyatakan bahwa mathematics is human being artinya matematika sebagai pengetahuan merupakan aktivitas manusia. Hudoyo (2003) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antar konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut. Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan, tetapi menggunakan penalaran deduktif. Untuk dapat memahami struktur-struktur dan hubungan-hubungan tersebut diperlukan
25
pemahaman tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika itu sendiri. James dan James (dalam Suherman, 1993) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang logika mengenai bentuk, suasana, besaran, dan konsepkonsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Sementara itu, Johson dan Myklebust (dalam Abdurrahman, 2003) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekpresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya
adalah
untuk
memudahkan
berfikir.
(http://education-
vionet.blogspot.com: 2012 pada 14 Desember 2012) Dari berbagai pendapat tentang matematika tersebut, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang didalamnya memuat tentang aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis, dan semuanya itu memiliki keterkaitan atau hubungan antar konsep. 2.1.5.5. Tujuan Pembelajaran Matematika Menurut Ibrahim dan Suparni (2012:35) matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Menurutnya matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Tujuan dari pemberian materi tersebut adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Menurut Ibrahim dan Suparni (2012:36) secara umum pendidikan matematika dari mulai Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
26
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sedangkan menurut dokumen pada KTSP, standar kompetensi lulusan mata pelajaran matematika dari tingkat Sekolah Dasar sanpai tingkat Sekolah Menengah Atas berbeda-beda. Berikut adalah standar kompetensi lulusan mata pelajaran matematika pada tingkat Sekolah Dasar. 1. Memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifatsifatnya, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan seharihari. 2. Memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifatsifatnya, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan seharihari. 3. Memahami konsep ukuran dan pengukuran berat, panjang, luas, volume, sudut, waktu, kecepatan, debit, serta mengaplikasikannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 4. Memahami
konsep
koordinat
untuk
menentukan
letak
benda
menggunakannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari.
dan
27
5. Memahami konsep pengumpulan data, penyajian data dengan tabel, gambar dan grafik (diagram), mengurutkan data, rentangan data, rerata hitung, modus, serta menerapkannya dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. 6. Memiliki sikap menghargai matematika dan kegunaanya dalam kehidupan. 7. Memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. 2.1.5.6. Hasil Belajar Matematika Istilah hasil belajar sangat terkait dengan suatu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut mengalami aktivitas belajar. Hasil yang diperoleh dapat diukur dan diketahui berdasarkan perbedaan perilaku sebelum dan sesudah mengikuti proses belajar mengajar. Sedangkan matematika adalah mata pelajaran yang harus diikuti oleh peserta didik guna untuk merubah perilaku atau cara berpikir peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar. Jadi hasil belajar matematika adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa pada mata pelajaran matematika yang dapat diukur dan dilihat dari perubahan perilaku atau cara berpikir siswa tersebut. 2.2. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya adalah penelitian jenis tindakan kelas yang dilakukan oleh Noviana Irianti S. FKIP UKSW (2012) dengan judul “Penerapan Metode Pembelajaran Make A Match (mencari pasangan) Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Semeter 2 Di SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui model pembelajaran Make A Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika dengan materi pokok “pecahan campuran” kelas V di SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah melalui metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 siswa kelas V SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara.
28
Penelitian eksperimen yang lainnya dilakukan oleh Ellyvia Novianti, FKIP UKSW (2012) dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Make A Match pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terhadap Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh model pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan model pembelajaran Make A Match. Hal ini ditunjukan dari sig.(2-tailed) 0,003 < nilai sig 0,005, maka hasil belajar yang diperoleh lebih baik dibandingkan pembelajaran tanpa model Make A Match. Hal ini dibuktikan lagi dengan rata-rata hasil belajar dua kelompok tersebut berbeda yaitu rata-rata nilai kelompok eksperimen adalah 85,17 sedangkan rata-rata nilai kelompok kontrol 77,93. Hasil penelitian Titik Suwarni (2011) mengungkapkan bahwa penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan keaktifan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika bagi siswa kelas IV semester 1 SDN 2 Ngaringan Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil penelitian Suwoto (2012) yang berjudul “ Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pemanfaatan Media Gambar Dengan Metode Demonstrasi Kelas III SDN Ngablak 02 Kecamatan Cluwak Kabupaten Pati Semester 1/20112012” menunjukan bahwa ada peningkatan hasil belajar matematika tentang pecahan sederhana. Hal ini disebabkan adanya tindakan didalam proses pembelajaran menggunakan Media Gambar dengan Metode Demonstrasi. Dari beberapa penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan metode pembelajaran demonstrasi yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya kebanyakan menunjukan adanya peningkatan setelah dilakukan tindakan. Dengan analisis tersebut maka peneliti melakukan penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran demonstrasi untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa setelah diberikan tindakan.
29
Untuk itu, penulis tertarik mengangkat judul penelitian “Perbedaan Pengaruh Antara Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dengan Metode Demonstrasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 4 SD Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”. 2.3. Kerangka Pikir Keberhasilan suatu proses pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran tersebut. Baik buruknya hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurikulum, keterampilan
guru,
materi
pembelajaran,
media
pembelajaran,
metode
pembelajaran, alat yang digunakan saat pembelajaran, dan lain-lain. Pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa akan membuat siswa tertarik untuk belajar. Dengan ketertarikan untuk belajar tersebut, diharapkan siswa dapat meningkatkan hasil belajar matematikanya. Salah satu model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa adalah model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diharapkan siswa dapat lebih aktif saat pembelajaran dan dapat merubah hasil belajar menjadi yang lebih baik. Terdapat juga metode pembelajaran yang membuat siswa aktif pada saat pembelajaran
yaitu metode demonstrasi. Dengan menggunakan
metode
pembelajaran demonstrasi, diharapkan juga dapat meningkatkan keaktifan dan gairah belajar siswa, sehingga dalam kegiatan belajar mengajar tidak hanya monoton pembelajaran searah dari guru ke siswa. Dengan demikian pemahaman terhadap materi pelajaran lebih optimal dan hasil belajar siswa pun lebih maksimal. 2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kaitan antara masalah yang dirumuskan dengan teori yang dikemukakan maka dapat disusun suatu hipotesis, yaitu terdapat perbedaan hasil belajar matematika secara signifikan antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan siswa yang diajar dengan
30
metode pembelajaran demonstrasi pada siswa kelas 4 SD Tlompakan 03 dan siswa kelas 4 SD Delik 02 Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Perumusan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut: H0: Tidak ada perbedaan hasil belajar matematika secara signifikan antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan siswa yang diajar dengan metode pembelajaran demonstrasi. Ha: Ada perbedaan hasil belajar matematika secara signifikan antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dan siswa yang diajar dengan metode pembelajaran demonstrasi.