BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perspektif/Paradigma Kajian Perspektif dalam bidang keilmuan sering juga disebut paradigma (paradigm), kadang-kadang disebut pula mazhab pemikiran (school of thought) atau teori. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradigma menunjukkan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang. Akan tetapi, menurut Patton, aspek paradigma inilah yang sekaligus merupakan kekuatan dan kelemahannya.
Kekuatannya
adalah
hal
itu
memungkinkan
tindakan,
kelemahannya adalah bahwa alasan untuk melakukan tindakan tersebut tersembunyi dalam asumsi-asumsi paradigma yang dipersoalkan (Mulyana, 2011: 8-9). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dimana pada dasarnya landasan teoritis dari penelitian kualitatif itu bertumpu secara mendasar pada fenomenologi. Pada penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian: suatu pernyataan sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji secara empiris. Dalam uraiantentang teori tersebut, Bognan dan Bikenmenggunakan istilah paradigma. Paradigma diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi secara logis dianut bersama konsep, atau preposisi yang mengarahkan cara berfikir dan cara penelitian (Moleong, 2005: 14). Paradigma penelitian kualitatif adalah pendekatan dengan sistematis dan subjektif dalam menjelaskan pengalaman hidup berdasarkan kenyataan lapangan (empiris). Pendekatan kualitatif terus berkembang di bidang sains dan pendidikan. Proses penelitian ini dijalankan melalui pemahaman tentang pengalaman manusia
Universitas Sumatera Utara
dalam aneka bentuk. Penelitian kualitatif lebih berorientasi kepada upaya untuk memahami fenomena secara menyeluruh. Pendekatan semacam ini lebih konsisten dengan filosofi holistik di bidang sains sosial dan pendidikan. Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu perilaku manusia dan ilmu sosial melalui penelaahannya terhadap interaksi orang-orang dengan situasi sosial dalam membangun pengetahuan melalui pemahaman dan penemuan (meaning and discovery) (Iskandar, 2010:189). Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme. Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivisme. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua peran seperti yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri. Paradigma konstuktivisme ialah paradigma di mana kebenaran suatu realitas sosial dilihat sebagai hasil konstruksi sosial, dan bersifat relatif. Pertama, dilihat dari penjelasan ontologis, realitas yang dikonstruksi itu berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Kedua, paradigma konstruktivisme ditinjau dari konteks epistimologis, bahwa pemahaman tentang suatu realitas merupakan produk interaksi antara peneliti dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini paradigma konstuktivisme bersifat transaksional atau subjektif. Ketiga, dalam konteks aksiologi, yakni peneliti sebagai passionate participation, fasilitator yang menjembatani keragaman subjektivitas pelaku sosial (Eriyanto, 2014: 13). Kajian
pokok
dalam
paradigma
konstruktivisme
menurut
Weber,menerangkan bahwa substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya tetapi dengan
Universitas Sumatera Utara
beberapa catatan, dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman (interpretive understanding). Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin
masuk
dengan
subjeknya,
dan
berusaha
memahami
dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman isi subjek yang akan diteliti. Implikasi dalam paradigma konstruktivisme menerangkan bahwa pengetahuan itu tidak lepas dari subjek yang sedang mencoba belajar untuk mengerti (Ardianto, 2007: 161). Menurut Ardianto, konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri. Menurut Ardianto, prinsip dasar konstruktivisme menerangkan bahwa tindakan seseorang ditentukan oleh konstruk diri sekaligus juga konstruk lingkungan luar dari perspektif diri. Sehingga komunikasi itu dapat dirumuskan, dimana ditentukan oleh diri di tengah pengaruh lingkungan luar. Pada titik ini kita dapat mengemukakan teori Ron Herre mengenai perbedaan antara person dan self. Personadalah diri yang terlibat dalam lingkup publik, padadirinya terdapat atribut sosial budaya masyarakatnya, sedangkanself adalah diri yang ditentukan oleh pemikiran khasnya di tengah sejumlah pengaruh sosial budaya masyarakatnya (Ardianto, 2007: 154-161). Ada tiga macam konstruktivisme, (1) konstruktivisme radikal; (2) konstruktivisme realisme hipotesis; (3) konstruktivisme biasa. Ketiga macam konstruktivisme di atas memiliki kesamaan, di mana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang oleh Piaget disebut dengan skema/skemata(Suparno, 1997: 30). Kata kunci paradigma konstruktivisme adalah pendekatan antar pesona melalui komunikasi yang berbasis pada “konsep diri”. Paradigma ini dalam membangun (mengkonstruksi) pemahaman atau makna, secara bersama-sama
Universitas Sumatera Utara
melalui pemahaman berbasis pada subjek, dengan menggunakan elaborasi kode yang mana, menghargai perasaan, kepentingan, dan sudut pandangan orang lain. 2.2 Uraian Teoritis Teori adalah himpunan konstruk (konsep). Definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Fungsi teori dalam penelitian adalah untuk membantu peneliti menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti memerlukan kejelasan berpikir mengenai teori sebagai landasan atau dasar dari penelitian. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian yang akan diteliti. Berdasarkan alasan itu, maka peneliti melaksanakan penelitian menggunakan teori–teori yang dianggap relevan adalah sebagai berikut: 2.2.1 Psikologi Komunikasi 2.2.1.1 Pengertian Psikologi Komunikasi Psikologi
komunikasi
adalah
ilmu
yang
berusaha
menguraikan,
meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental dan behavioral dalam komunikasi. Perisitiwa mental adalah apa yang disebut Fisher “internal mediation of stimuli”, sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah apa yang nampak ketika orang berkomunikasi (Rakhmat, 2005: 9). Psikologi meneliti kesadaran dan pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Menurut Fisher (dalam Rakhmat, 2005: 8) menyebut empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli), proses yang mengantarai stimuli dan respons (internal mediation of stimuli), prediksi respons (prediction of response), dan peneguhan response (reinforcement of responses). Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa lalu dapat meramalkan respons yang akan datang. Kita harus
Universitas Sumatera Utara
mengetahui sejarah respons sebelum meramalkan respons individu masa ini. Dari sinilah timbul perhatian pada gudang memori (memory storage) dan set (penghubung masa lalu dan masa sekarang). 2.2.1.2 Hubungan Komunikasi dengan Psikologi Dilihat dari perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi. Tiga di antara empat orang bapak ilmu komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana psikologi. Paul Lazarsfeld, pendiri ilmu komunikasi lainnya, adalah psikolog yang banyak dipengaruhi Sigmund Freud, Bapak
Psikoanalisis.
Hovland,
Janis,
dan
Kelly
semuanya
psikolog,
mendefinisikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal”, ketika lambanglambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli. Kamus psikologi, dictionary of behavioral science(dalam Fajar, 2009: 3-4), menyebutkan enam pengertian komunikasi: 1.
Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ke tempat lain seperti dalam sistem saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara.
2.
Penyampaian atau penerimaan signal atau pesan oleh organisme.
3.
Pesan yang disampaikan.
4.
Proses yang dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal yang disampaikan.
5.
Pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang lain sehingga perubahan dalam satu wilayah lain menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah lain.
6.
Pesan pasien kepada pemberi terapi dalam psikoterapi. Psikologi komunikasi mempunyai makna yang luas, meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat, sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi. Jadi, psikologi menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indera ke
Universitas Sumatera Utara
otak, pada peristiwa penerimaan dan pengelohan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem dalam diri organisme dan di antara organisme. Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak sifat-sifatnya dan bertanya: Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak. Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu: bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada individu
yang
lain.
Psikologi bahkan
meneliti lambang-lambang
yang
disampaikan. Pada saat pesan sampai pada diri komunikator, psikologi melihat ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan situasional yang mempengaruhinya dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendirian atau dalam kelompok (Fajar, 2009: 4-5). 2.2.2 Pengungkapan Diri (Self Disclosure) 2.2.2.1 Pengertian Pengungkapan Diri Self disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama menjadi fokus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan, merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya (Sendjaja, 2005: 2.41). Self disclosure adalah salah satu tipe komunikasi di mana informasi mengenai diri (self) yang biasanya disembunyikan dari orang lain, kini dikomunikasikan kepada orang lain (Devito, 1997: 215). Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi, serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini tersebut (Supraktiknya, 1995: 4). Self disclosure mengacu pada mengkomunikasikan informasi tentang diri kita kepada orang lain (Devito, 1997: 215). Membuka diri berarti membagikan kepada
orang
lain
perasaan
kita
terhadap
suatu
yang
telah
Universitas Sumatera Utara
dikatakan/dilakukannya, atau perasaan kita terhadap suatu kejadian yang baru saja kita saksikan. Mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal. Teori self disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama menjadi fokus penelitian dalam teori komunikasi. Pengertian pengungkapan diri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini (Supratiknya, 1995: 8). Tanggapan terhadap orang lain atau kejadian tertentu berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilaksanakan atau perasaan kita terhadap kejadian yang baru saja kita saksikan. Mengungkapkan hal yang sangat pribadi di masa lalu dapat menimbulkan perasaan intim untuk sesaat. Dalam suatu interaksi antara individu dengan orang lain, apakah yang lain akan menerima atau menolak kita, bagaimana kita ingin orang lain mengetahui tentang diri kita ditentukan oleh bagaimana individu mengungkapkan dirinya. Pengungkapan diri adalah proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi pada orang lain (Wrightsman dalam Dayaksini, 2003: 87). Menurut Morton, pengungkapan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi di dalam pengungkapan diri ini bersifat deskriptif atau evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin belum diketahui oleh orang lain. Sedangkan, evaluatif artinya individu mengemukakan pendapat atau perasaannya terhadap sesuatu. Joseph Luft mengemukakan teori Self Disclosure berdasarkan pada model interaksi manusia yang disebut Johari Window, dimana terdapat empat bidang didalamnya, yakni: terbuka, buta, tersembunyi, dan tidak diketahui.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Johari Window
Diketahui oleh orang lain
Tidak diketahui oleh orang lain
Diketahui oleh
Tidak diketahui
diri sendiri
oleh diri sendiri
1
2
TERBUKA
BUTA
3
4
TERSEMBUNYI
TIDAK DIKETAHUI
Jika komunikasi antara dua orang berlangsung dengan baik, maka akan terjadi disclosure yang mendorong informasi mengenai diri masing-masing ke dalam kuadran “terbuka”. Kuadran 4 sulit untuk diketahui, tetapi mungkin dapat dicapai melalui kegiatan seperti refleksi diri dan mimpi. Meskipun self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu sendiri ada batasnya. Artinya, perlu kita pertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positif bagi hubungan kita dengan orang tersebut. Beberapa manfaat dan dampak pembukaan diri terhadap hubungan antar pribadi menurut Devito adalah sebagai berikut: 1. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang. 2. Semakin kita bersikap terbuka kepada orang lain, maka orang tersebut akan menyukai kita, sehingga ia akan semakin membuka diri terhadap kita. 3. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-sifat, seperti: kompeten, terbuka, ekstrovert, fleksibel, adaptif, dan intelijen. 4. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar reaksi yang memungkinkan komunikasi intim yang baik dengan diri kita sendiri ataupun orang lain. 5. Membuka diri berarti bersikap realistis sehingga harus jujur, tulus, dan autentik.
Universitas Sumatera Utara
Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi perilaku, keinginan, motivasi, dan ide yang sesuai yang terdapat di dalam diri orang yang bersangkutan. Kedalaman dari pengungkapan diri seseorang tergantung pada situasi dan orang yang diajak berinteraksi. Jika orang yang berinteraksi dengan kita menyenangkan dan membuat kita merasa aman serta dapat membangkitkan semangat maka kemungkinan bagi kita untuk lebih membuka diri sangat besar. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu kita dapat saja menutup diri karena kurang percaya. Dalam proses pengungkapan diri nampaknya individu-individu yang terlibat memiliki kecenderungan mengikuti norma resiprok (timbal balik). Jika seseorang menceritakan sesuatu yang bersifat pribadi pada kita, kita akan cenderung memberikan reaksi yang sepadan. Pada umumnya kita mengharapkan orang lain memperlakukan kita sama seperti kita memperlakukan mereka (Dayaksini, 2003: 88). Seseorang yang mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi lebih akrab daripada yang kita lakukan akan membuat kita merasa terancam dan membuat kita lebih senang untuk mengakhirinya. Bila sebaliknya kita yang mengungkapkan diri terlalu akrab dibandingkan orang lain, maka kita akan merasa tidak aman. Luft, 1969 (dalam Tubbs, 2005: 19) menggambarkan beberapa ciri pembukaan diri yang tepat. Lima ciri terpenting adalah sebagai berikut: 1. Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung. 2. Dilakukan oleh kedua belah pihak. 3. Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung. 4. Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara orang-orang yang terlibat. 5. Ada peningkatan dalam penyikapan, sedikit demi sedikit. Selain konsep Johari Window, ada juga konsep diri yang diperkenalkan oleh Weaver (1978). Konsep ini terdiri atas empat macam yakni, self awareness, self acceptance, self actualization dan self disclose (Cangara, 2005:85). Self awareness ialah proses menyadari diri tentang siapakah aku, dimana aku berada dan bagaimana orang lain memandang diriku. Jika orang sadar pada dirinya, maka
Universitas Sumatera Utara
apa yang terjadi akan diterimanya sebagai kenyataan (self aceeptance). Dengan menerima kenyataan itu, orang baru dapat mengembangkan dirinya (self actualization) sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Jadi jika seseorang memiliki keinginan untuk maju (self actualization), maka keinginan itu perlu diungkapkan atau dikomunikasikan, apakah itu secara terang-terangan atau terselubung, agar orang lain dapat mengetahuinya (self disclose). Keinginan untuk Menampakkan self disclose merupakan jendela atau etalase yang dibuat untuk memperlihatkan diri. 2.2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri Pengungkapan diri terjadi lebih lancar dalam situasi-situasi tertentu, berikut beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri: a. Besar Kelompok Pengungkapan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Diad (kelompok yang terdiri atas dua orang) merupakan lingkungan yang paling cocok untuk pengungkapan diri. Dengan satu pendengar, pihak yang melakukan pengungkapan diri dapat meresapi tanggapan dengan cermat. Orang dapat memantau pengungkapan diri ini, meneruskannya apabila situasi mendukung atau menghentikannya jika situasi tidak mendukung. Bila ada lebih dari satu orang pendengar, pemantauan akan lebih sulit dilakukan karena tanggapan yang muncul pasti akan berbeda dari setiap orang. b. Perasaan Menyukai Kita membuka diri kepada orang-orang yang kita sukai atau cintai, dan kita tidak akan membuka diri kepada orang yang kita tidak sukai (Derlega dkk., 1987). Ini tidak mengherankan karena orang yang kita sukai (dan barangkali menyukai kita) akan bersikap mendukung dan positif. Kita juga membuka diri lebih banyak kepada orang yang kita percayai (Wheels dan Grotz, 1977).
Universitas Sumatera Utara
c. Efek Diadik Kita melakukan pengungkapan diri bila orang yang bersama kita juga melakukan pengungkapan diri. Efek diadik ini barangkali membuat kita merasa lebih aman dan nyatanya memperkuat perilaku pengungkapan diri kita sendiri. d. Kompetensi Orang yang kompeten lebih banyak melakukan pengungkapan diri daripada yang kurang kompeten. Orang yang kompeten barangkali memiliki lebih banyak hal positif tentang diri mereka sendiri untuk diungkapkan daripada orang yang tidak kompeten (James McCroskey dan Lawrence, 1976). e. Kepribadian Orang-orang yang pandai bergaul (sociable) dan ekstrovert melakukan pengungkapan diri lebih banyak daripada mereka yang kurang pandai bergaul. Perasaan gelisah juga mempengaruhi derajat pengungkapan diri. Rasa gelisah ada kalanya meningkatkan pengungkapan diri namun bisa juga menguranginya hingga batas minimum. Orang yang kurang berani berbicara pada umumnya juga kurang mengungkapkan diri dibandingkan mereka yang merasa lebih nyaman dalam berkomunikasi. f. Topik Kita lebih cenderung membuka diri tentang topik tertentu. Sebagai contoh, kita lebih mungkin mengungkapkan hal-hal yang baik dibandingkan hal yang kurang baik. Umumnya, makin pribadi dan negatif suatu topik, makin kecil kemungkinan kita untuk mengungkapkannya. g. Jenis Kelamin Faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri adalah jenis kelamin. Umumnya, pria lebih kurang terbuka ketimbang wanita. Judy Person (1980) berpendapat bahwa peran seks (sex role) dan bukan jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan perbedaan dalam hal pengungkapan diri.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.3 Tingkatan Dalam Pengungkapan Diri Dalam proses hubungan antarpribadi, terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam pengungkapan diri. Menurut Powell (dalam Dayaksini, 2003: 89) tingkatan-tingkatan pengungkapan diri dalam komunikasi yaitu: 1.
Basa-basi: merupakan taraf pengungkapan diri yang paling lemah atau dangkal, walaupun terdapat keterbukaan di antara individu, tetapi tidak terjadi hubungan antarpribadi.
Masing-masing
individu
berkomunikasi
basa-basi
sekedar
kesopanan. 2.
Membicarakan orang lain: yang diungkapkan dalam komunikasi hanyalah tentang orang lain atau hal-hal di luar dirinya walaupun pada tingkat ini isi komunikasi lebih mendalam, tetapi individu tidak mengungkapkan diri.
3.
Menyatakan gagasan atau pendapat: setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama, tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan setiap individu berbeda-beda. Setiap hubungan harus didasarkan atas kejujuran, keterbukaan, dan pernyataan perasaan-perasaan yang mendalam.
4.
Hubungan puncak: pengungkapan diri telah dilakukan secara mendalam, individu yang menjalin hubungan antarpribadi dapat menghayati perasaan yang dialami oleh individu lain. Segala persahabatan yang mendalam dan sejati haruslah berdasarkan pada pengungkapan diri dan kejujuran yang mutlak.
2.2.3 Komunikasi Keluarga 2.2.3.1 Pengertian Komunikasi Keluarga Dalam pengertian psikologis menurut Soleman (dalam Gunarsa, 2003: 10) keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama, dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, dan saling memperhatikan. Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakam diri sebagai manusia sosial dalam interaksi dengan kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina sehingga anggota keluarga merasakan
Universitas Sumatera Utara
ikatan yang dalam serta saling membutuhkan. Keluarga juga merupakan kelompok primer yang paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan untuk menciptakan dan membesarkan anakanak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsaidan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif. Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi dengan anggota lainnya sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar komunikasi dan hubungan timbal balik dapat terpelihara dengan baik, maka hubungan timbal balik dalam keluarga harus mengembangkan ikatan yang sangat kuat (dalam Gunarsa, 2002: 13) sebagai berikut: a. Hubungan suami-istri berdasarkan cinta kasih. b. Hubungan orangtua dengan anak didasarkan kasih sayang. c. Hubungan orangtua dengan anak remaja berdasarkan rasa sabar. d. Hubungan antara anak didasarkan atas kasih sesama. e. Komunikasi dalam keluarga akan memberikan rasa aman dan bahagia bila berlandaskan kasih sayang. Setiap individu dilahirkan, tumbuh dan berkembang di dalam keluarga. Peranan individu ditentukan adat istiadat, norma-norma dan nilai-nilai serta bahasa yang ada pada keluarga itu melalui proses sosialisasi dan internalisasi. Keluarga merupakan kelompok perantara pertama yang mengenalkan nilai-nilai budaya kepada si anak. Di sinilah anak mengalami hubungan sosial dan disiplin pertama yang dikenalkan kepadanya dalam kehidupan sosial.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Koentjaraningrat (dalam Posman, 1998: 61), fungsi pokok keluarga ada dua, yaitu: a. Sebagai kelompok di mana individu pada dasarnya dapat menikmati bantuan utama dari sesamanya serta keamanan dalam hidupnya. b. Sebagai kelompok di mana individu mendapat pengasuhan permulaan dari pendidikannya. Perlu disadari bahwa ada banyak jenis keluarga. Ada keluarga kecil dan besar, keluarga miskin dan kaya, keluarga di desa dan di kota, keluarga yang harmonis dan kurang harmonis, dan seterusnya. Banyak hal yang didapat seorang anak sebagai anggota keluarga, yaitu sebagai berikut: a. Keagamaan: keluarga harus mampu menjadi wahana yang pertama dan utama untuk membawa seluruh anggotanya melaksanakan Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Kebudayaan: keluarga dikembangkan menjadi wahana untuk melestarikan budaya nasional yang luhur dan bermartabat. c. Kasih sayang: keluarga dikembangkan menjadi pertama dan utama untuk menumbuhkan rasa kasih sayang sesama anggotanya. d. Perlindungan: keluarga dikembangkan menjadi pelindung yang utama dan kokoh dalam memberikan kebenaran dan keteladanan kepada anak-anak. e. Reproduksi: keluarga menjadi pengatur dan pembina reproduksi keturunan secara sehat dan berencana, sehingga anak berkualitas prima. f. Pendidikan: keluarga sebagai tokoh dan guru yang pertama dan utama dalam mengantarkan anak-anak untuk mandiri dan menjadi panutan. g. Ekonomi: keluarga menyiapkan dirinya untuk menjadi suatu unit yang mandiri dan sanggup meningkatkan kesejahteraan baik lahir maupun batin. h. Pemeliharaan lingkungan: keluarga siap dan sanggup untuk memelihara kelestarian lingkungannya guna memberikan yang terbaik kepada generasi yang akan datang. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan
dengan
terbuka
setiap
hal
dalam
keluarga
baik
yang
Universitas Sumatera Utara
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran,
kejujuran
serta
keterbukaan.
Dengan
adanya
komunikasi,
permasalahan yang terjadi dalam keluarga dapat dibicarakan dan dicari solusi terbaiknya. Suasana kekeluargaan dan kelancaran berkomunikasi antara anggota keluarga dapat tercapai apabila setiap anggota keluarga menyadari dan menjalankan tugas dan kewajiban masing-masing sambil menikmati haknya sebagai anggota keluarga (Gunarsa, 2002: 13).
2.2.3.2 Pola Komunikasi Keluarga Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam keluarga tersebut. Keluarga perlu mengembangkan kesadaran dari pola interaksi yang terjadi dalam keluarganya, apakah pola tersebut benar-benar diinginkan dan dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga, apakah pola itu membantu dalam menjaga kesehatan dan fungsi dari keluarga itu sendiri, atau malah merusak keutuhan keluarga. Kesadaran akan pola itu dapat dibedakan antara keluarga yang sehat dan bahagiadengan keluarga yang dangkal dan bermasalah. Pola-pola komunikasi yang lebih kompleks berkembang pada waktu si anak mulai tumbuh dan menempatkan diri ke dalam peranan orang lain. “Menurut Hoselitz, dengan menempatkan pribadi ke dalam peranan orang lain maka si anak juga belajar menyesuaikan diri (conform) dengan harapan orang lain”. Berdasarkan pandangan Klinger dan Gillin yang dikutip Soekanto, maka kita dapat mengetahui bahwa setiap proses komunikasi didorong oleh faktor-faktor tertentu. Misalnya pada waktu bayi menangis, tangisan itu mempengaruhi ibu sehingga sang ibu segera datang membawa botol susu. Sang bayi mulai belajar dari pengalamannya bahwa setiap tangisan merupakan tanda (sign) yang selalu dapat digunakan untuk menyatakan kebutuhan makan dan minum (Liliweri, 1997: 45). Hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang, benda, dan kehidupan secara umum. Mereka juga meletakkan landasan
Universitas Sumatera Utara
bagi pola penyesuaian dan belajar berpikir tentang diri mereka sebagaimana dilakukan anggota keluarga mereka. Akibatnya mereka belajar menyesuaikan pada kehidupan atas dasar landasan yang diletakkan ketika lingkungan untuk sebagian besar terbatas pada rumah. Dengan meluasnya lingkup sosial dan adanya kontak dengan teman sebaya dan orang dewasa di luar rumah, landasan awal ini, yang diletakkan di rumah, mungkin berubah dan dimodifikasi, namun tidak pernah akan hilang sama sekali. Sebaliknya, landasan ini mempengaruhi pola sikap dan perilaku di kemudian hari. C. H. Cooley (dalam Daryanto, 1984: 64) berpendapat bahwa keluarga sebagai kelompok primer, tiap anggotanya memiliki arti yang khas yang tak dapat digantikan oleh anggota lain tanpa mengganggu emosi dan relasi di dalam kelompok. Anggota-anggota sebuah keluarga, suami isteri dan anak-anaknya mempunyai status dan peranan masing-masing, sehingga interaksi dan inter-relasi mereka menunjukkan pola yang jelas dan tetap. Status anggota-anggota keluarga ini sedemikian pentingnya, sehingga bila salah seorang anggota keluarga keluar dari ikatan atau hubungan keluarga, maka anggota-anggota yang lain akan merasakan sesuatu yang kurang menyenangkan dalam hatinya, di samping itu pola relasi di dalam keluarga itu akan berubah. Tiap anggota keluarga merupakan kepribadian yang khas dan diperlukan sama oleh anggota-anggota yang lain. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986) mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga pada umumnya, yaitu: 1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern) Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang, peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan. Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan interpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama. Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui
Universitas Sumatera Utara
intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan dianalisa. Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang. Bila model komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang. 2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern) Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiaporang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda. Sebagai contoh, dalamkeluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain. Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang menang. Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri. 3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern) Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang
Universitas Sumatera Utara
mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarikatau berpenghasilan lebih besar. Pihak yang kurang menarik atau berpenghasilan lebih rendah berkompensasi dengan cara membiarkan pihak yang lebih itu memenangkan tiap perdebatan dan mengambil keputusan sendiri. Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihaklain akan kehebatanargumennya. Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan. 4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern) Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang. Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengungkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli. Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh,membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Komunikasi yang Efektif 2.2.4.1 Pengertian Komunikasi yang Efektif Komunikasi efektif (effective communications) adalah komunikasi yang tepat sasaran, berhasil guna, atau mencapai tujuan menyampaikan informasi (to inform), menghibur (to entertain), atau membujuk (to persuade). Barbara Brown dalam “What is Effective Communication?” di laman Live Strong menyebutkan, komunikasi efektif itu melibatkan kejelasan, perkataan langsung, dan aktif mendengarkan (clear, direct speech, active listening). Komunikasi adalah proses berbagi informasi, pemikiran, dan perasaan antara orang-orang melalui pembicaraan, tulisan, atau bahasa tubuh. Komunikasi dikatakan efektif jika informasi, pemikiran, atau pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami dengan baik sehingga menciptakan kesamaan persepsi, mengubah perilaku, atau mendapatkan informasi (http://www.komunikasipraktis.com). Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang. Oleh karena itulah, komunikasi antarpribadi dipandang sebagai sebuah strategi dalam mencapai tujuan, khususnya dalam merubah sikap, perilaku maupun watak seseorang. Ada lima kualitas umum (dalam DeVito, 1997: 259) yang harus dipertimbangkan adalah sebagai berikut: 1. Keterbukaan (openness) Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi antarpribadi. a. Komunikasi antarpribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajaknya berinteraksi. b. Sebaiknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri, mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri ini patut untuk diungkapkan. c. Mengikuti bahwa perasaan dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan bertanggung jawab atas hal tersebut. 2. Empati (empathy) Kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
3. Dukungan (supportiveness) Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif (2) spontan, bukan strategi dan (3) professional, bukan sangat yakin. 4. Rasa positif (positiveness) Sikap positif merupakan komunikasi antarpribadi yang terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri. 5. Kesetaraan (equality) Kesetaraan merupakan komunikasi antarpribadi yang harus ada pengakuan secara bernilai dan berharga, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Salah satu yang paling kita lakukan dalam mengabaikan kesetaraan adalah pada cara kita mengajukan pertanyaan.
Akan lebih baik lagi apabila dalam strategi itu diperhatikan komponenkomponen komunikasi dan faktor-faktor pendukung dan penghambat. Komponen komunikasi efektif antara lain: a. Encoding Komunikasi efektif diawali dengan encoding atau penetapan kode atau simbol yang memungkinkan pesan tersampaikan secara jelas dan dapat diterima serta dipahami dengan baik oleh komunikan (penerima pesan). b. Decoding Merupakan komponen penting dalam komunikasi efektif, yaitu kemampuan penerima memahami pesan yang diterimanya. Karena dalam komunikasi efektif pemaham tentang audiens sangat penting guna menentukan metode penyampaian dan gaya bahasa yang cocok. c. Konteks (context) Konteks komunikasi yaitu ruang, tempat, dan kepada siapa kita melakukan komunikasi dan juga mengacu kepada level komunikasi. Komunikasi pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa.
Universitas Sumatera Utara
d. Bahasa tubuh (body language) Bahasa tubuh dikenal juga dengan bahasa non verbal meliput postur, posisi tangan dan lengan, kontak mata dan ekspresi mata. Gerakan anggota badan harus sesuai dengan yang diucapkan dan bahasa tubuh terpenting adalah senyum dan kontak mata. e. Gangguan atau hambatan Kemampuannya mengirim pesan efektif berpengaruh negatif begitu juga jika komunikan dalam keadaan kecewa atau setuju dengan komunikator, mungkin dia mendengar sesuatu yang berbeda. f. Pikiran terbuka (be open minded) Merupakan komponen penting dalam komunikasi efektif yang jangan terburu menilai atau mengkritik ucapan orang lain menghargai pendapat atau pandangan orang lain, juga menunjukkan empati dengan berusaha memahami situasi atau masalah dari perspektif orang lain. g. Mendengar aktif (active listening) Menjadi pendengar yang baik dan aktif akan meningkatkan pemahaman atau pemikiran orang lain. h. Refleksi (reflection) Meringkas pesan utama yang disampaikan orang lain dan mengulang yang diucapkan orang lain sekaligus klarifikasi bahwa maksud perkataannya. (http://www.komunikasipraktis.com) Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (dalam Rakhmat, 2004: 13-16) paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan. a. Pengertian Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication). Perlu pemahaman mengenai psikologi pesan dan psikologi komunikator untuk menghindari hal tersebut. b. Kesenangan
Universitas Sumatera Utara
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk pengertian. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab, dan menyenangkan. Dalam hal ini kita perlu mempelajari psikologi tentang sistem komunikasi interpersonal c. Mempengaruhi sikap Komunikasi untuk mempengaruhi orang lain yaitu komunikasi persuasif sebagai proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang denganmenggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. d. Hubungan sosial yang baik Komunikasi untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kebutuhan sosial adalah kebutuhan
untuk
menumbuhkan
dan
mempertahankan
hubungan
yang
memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta serta kasih sayang (affection). e. Tindakan Komunikasi untuk mempengaruhi sikap. Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dihendaki. Menimbulkan tindakan, kita harus berhasil lebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting karena untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah hasil kumulatif seluruh proses komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia (Fajar, 2009: 9). Fungsi dari komunikasi sangat berkaitan dengan satu sama lain meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan yang terbagi atas 4 bagian (Fajar, 2009: 1011), yaitu: 1. Komunikasi Sosial
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi sebagai komunikasi sosial sangat penting untuk membangun konsep diri kita. Aktualisasi untuk kelangsungan hidup untuk memperoleh keberhasilan. Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dibuktikan akan tersesat karena tidak dapat menata dirinya dalam satu lingkungan sosial. Komunikasiyang memungkinkan mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif atau situasi yang problematic. 2. Komunikasi Ekspresif Sangat berkaitan dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan baik sendirian atau dalam kelompok. Komunikasi tersebut menjadi alat untuk menyampaikan perasaan-perasaan kita. Perasaan-perasaan tersebut dapat diungkapkan melalui musik, lukisan, tarian. 3. Komunikasi Ritual Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual yang biasanya dilakukan secara kolektif, suatu komunitas sering melakukan upacaraupacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup yang disebut para antropologis. 4. Komunikasi Instrumental Komunikasi berfungsi sebagai instrument untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
2.2.4.2 Hambatan dalam Komunikasi Efektif Tidaklah mudah untuk melakukan komunikasi efektif. Bahkan beberapa ahli komunikasi menyatakan bahwa tidak mungkinlah seseorang melakukan komunikasi yang sebenar-benarnya efektif. Ada banyak hambatan yang bisa merusak komunikasi berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi komunikator kalau ingin sukses komunikasinya (Efendy, 2003: 45-49). 1. Gangguan a. Gangguan mekanik (mechanical, channel noise). b. Gangguan semantik (semantik noise).
Universitas Sumatera Utara
2.
Kepentingan
3.
Motivasi terpendam
4.
Prasangka Komunikasi disebut efektif apabila penerima menginterpestasikan pesan yang diterimanya sebagaimana yang dimaksudkan oleh pengirim. Kenyataannya, sering kita gagal saling memahami. Sumber utama kesalahfahaman dalam komunikasi adalah cara penerima menangkap makna suatu pesan berbeda yangdimaksud oleh pengirim, karena pengirim gagal mengkomunikasikan maksudnya dengan tepat. Kegagalan dalam komunikasi yang timbul karena adanya kesenjanganantara apa yang sebenarnya dimaksud pengirim dengan apa yang oleh penerima diduga dimaksud oleh pengirim, menurut Johnson (dalam Supratiknya, 2009: 34)bersumber pada sejumlah faktor berikut: 1. Sumber-sumber hambatan yang bersifat emosional dan social atau cultural. 2. Sering kita mendengarkan dengan maksud sadar maupun tidak sadar untuk memberikan penilaian dan menghakimi si pembicara. 3. Sering kita gagal menangkap maksud konotatif di balik ucapannya kendati kita sepenuhnya tahu arti denotative kata-kata yang digunakan oleh pembicara. 4. Kesalahfahaman atau distorsi dalam berkomunikasi sering terjadi karena kita tidak saling mempercayai. Wilbur Schramm menampilkan apa yang disebut “The condition of success in communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Berikut adalah kondisi yang ditampilkan oleh Wilbur Schramm (dalam Efendy, 2003: 41) yaitu: 1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan. 2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. 3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Bagaimana mengirimkan pesan secara efektif? Menurut Johnson (dalam Supratiknya, 2009: 35) ada tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu: Pertama, kita harus mengusahakan agar pesan-pesan yang kita kirimkan mudah dipahami. Kedua, sebagai pengirim kita harus memiliki kredibilitas di mata penerima. Ketiga, kita harus berusaha mendapatkan umpan balik secara optimal tentang pengaruh pesan kita itu dalam diri penerima.Dengan kata lain, kita harus memiliki kredibilitas dan terampil mengirimkan pesan. Menurut teori penilaian sosial terdapat tiga faktor yang sangat berperan menentukan apakah suatu ide atau pernyataan akan masuk kedalam wilayah penerimaan atau penolakan yaitu sebagai berikut. 1) Krediblitas narasumber. 2) Ambiguitas pesan. 3) Pemikiran Dogmatis (Morrisan, 2010:28).
2.2.5 Remaja 2.2.5.1 Pengertian Remaja Masa remaja yaitu beralihnya anak-anak menjadi dewasa. Masa remaja ditandai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir sampai matang secara hukum. Awal masa remaja berlangsung kira-kira pada usia 13 sampai 16 tahun dan akhir masa remaja berawal pada usia 17 sampai 18 tahun (Hurlock, 1998: 45). Seringkali dengan gampang orang mendefinisikan remaja sebagai periode transisi antara anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau jika seseorang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya. Tetapi mendefinisikan remaja ternyata tidak semudah itu (Sarwono, 1997: 2). Menurut Piaget (dalam Ali dan Asrorim 2005: 90), secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia
Universitas Sumatera Utara
di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, dan transformasi intelektual yang khas dari cara berfikir remaja. Ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini. Menurut Graville Stanley Hall (dalam Yusuf, 2004: 185), pada masa remaja, remaja seolah-olah harus lahir kembali karena harus tumbuh dan terbentuk sifat-sifat manusiawi yang lebih tinggi dan lebih sempurna. Pada masa ini terlihat pula adanya keadaan labil dan kegoncangan emosionalitas. Hall berpendapat bahwa remaja merupakan masa “strum and drung”, yaitu kegoncangan penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang dewasa. Menurut Monks (2002: 82) batas usia remaja adalah antara usia 12 sampai dengan 21 tahun. Monks membagi batasan usia tersebut ke dalam 3 fase, yaitu: 1. Remaja awal
: 12-15 tahun
2. Remaja pertengahan : 15-18 tahun 3. Remaja akhir
: 18-21 tahun
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “storm and stress” (badai dan tekanan), suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik. Meningginya keadaan emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan tampaknya irrasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi perbaikan perilaku emosional (Hurlock, 1998: 67). Masa remaja merupakan masa di mana emosi menjadi meningkat. Intensitas emosi remaja biasanya terlihat tidak seimbang dengan keadaan mereka. Seringnya remaja tidak bisa mengekspresikan perasaan mereka dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Terkadang mereka menjadikan orangtua dan saudara sebagai sasaran kemarahan atau perasaan mereka terhadap orang lain (Santrock, 2002: 93). Pendapat Aristoteles (dalam Sarwono, 1997: 21) tentang jiwa remaja adalah tentang sifat-sifat orang muda, yang juga masih dianggap benar sampai saat ini, yaitu: orang-orang muda punya hasrat-hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semuanya tanpa membedabedakannya dari hasrat-hasrat yang ada pada tubuh mereka, hasrat seksuallah yang paling mendesak dan dalam hal inilah mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri. Kontrol diri pada manusia menurut Aristoteles dilakukan oleh ratio (akal), yaitu fungsi “mnemic”. Ratio inilah yang menentukan arah perkembangan manusia. Menurut Ali dan Asrori (2005: 85), pada setiap tahapan perkembangan terdapat karakteristik yang agak sedikit berbeda dalam hal perkembangan remaja, yaitu: a. Periode remaja awal Selama periode ini perkembangan yang tampak adalah perubahan seksual, yaitu perkembangan seksual primer dan sekunder. Hal ini menyebabkan remaja seringkali mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Akibatnya tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga merasa terasing, kurang perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada orang yang memperdulikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit. b. Periode remaja tengah Melihat fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang seringkali juga menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya remaja seringkali ingin membentuk nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri. c. Periode remaja akhir
Universitas Sumatera Utara
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, dan perilaku yang semakin dewasa. Interaksi dengan orangtua menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah memiliki kebebasan penuh serta emosi yang mulai stabil. Mereka juga memilih cara-cara hidup yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri. Dalam batasan remaja di atas ada 6 penyesuaian diri menurut Carballo (dalam Sarwono, 1997: 15) yang harus dilakukan remaja yaitu: 1. Menerima dan mengintegrasikan pertumbuhan badannya dalam kepribadiannya. 2. Menentukan peran dan fungsi seksualnya yang adekwat dalam kebudayaan di mana ia berada. 3. Mencapai kedewasaan dengan kemandirian, kepercayaan diri dan kemampuan untuk menghadapi kehidupan. 4. Mencapai posisi yang diterima oleh masyarakat. 5. Mengembangkan hati nurani, tanggung jawab, moralitas dan nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan dan kebudayaan. 6. Memecahkan masalah-masalah nyata dalam pengalaman sendiri dalam kaitannya dengan lingkungan. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja (dalam Sarwono, 1997: 24-25): 1. Remaja awal (early adolescence) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan fikiran-fikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebihlebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
Universitas Sumatera Utara
2. Remaja madya (middle adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri dan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana, peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialistis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis. 3. Remaja akhir (late adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu: a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. b. Egony mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. c. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. d. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyakat umum (the public). 2.2.6 Pendidikan Seks Menurut seorang pakar psikologi seksual di Indonesia, Zoya Amirin, pendidikan seks secara umum adalah pendidikan di segala aspek tentang seksualitas seperti fisiologis, reproduktif, performatif, emosional dan hubungan inter-personal. Pendidikan seks dapat juga diartikan sebagai sex play yang hanya perlu diberikan pada orang dewasa. Selama ini, jika kita berbicara mengenai seks, maka yang terbersit dalam benak sebagian besar orang adalah hubungan seks. Padahal, seks itu artinya jenis kelamin, yang membedakan laki-laki dan perempuan secara biologis. Sementara, seksualitas menyangkut beberapa dimensi :
Universitas Sumatera Utara
1.
Dimensi biologis – yaitu berkaitan dengan organ reproduksi, cara merawat kebersihan dan kesehatan.
2.
Dimensi psikologis – seksualitas berkaitan dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas dan bagaimana menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual.
3.
Dimensi sosial – berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar-manusia serta bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pilihan perilaku seks.
4.
Dimensi kultural – menunjukkan bahwa perilaku seks itu merupakan bagian dari budaya yang ada di masyarakat.
Belajar tentang seks berbeda dengan kita belajar tentang keterampilan yang lain. Misalnya kita belajar renang agar mengetahui tentang teknik berenang yang baik, namun belajar tentang seks bukanlah belajar bagaimana aktivitas seks yang baik, melainkan apa yang akan timbul atau dampak dari aktivitas seks tersebut. Dalam pendidikan seks dapat dibedakan antara sex instruction
dan
education in sexuality. Sex instruction ialah penerangan mengenai anatomi, seperti tumbuhnya rambut pada ketiak dan sekitar alat kelamin, dan mengenai biologi dari reproduksi, yaitu proses berkembang biak melalui hubungan kelamin untuk mempertahankan jenisnya.Adapun education in sexuality meliputi etika, moral, ekonomi, dan pengetahuan lainnya yang dibutuhkan agar seseorang dapat memahami dirinya sendiri sebagai individual seksual, serta mengadakan hubungan interpersonal yang baik. Sex intruction tanpa educational in sexuality dapat menyebabkan promiscuty (pergaulan dengan siapa saja) serta hubungan seks yang menyimpang. Tujuan pendidikan seks disesuaikan dengan perkembangan usia,yaitu : (diunduh dari Mengapa Pendidikan Seks Dianggap Tabu?) 1. Usia balita (1-5 tahun) Memperkenalkan organ seks yang dimiliki seperti menjelaskan anggota tubuh lainnya, termasuk menjelaskan fungsi serta cara melindunginya.
Universitas Sumatera Utara
2. Usia sekolah (6-10 tahun) Memahami
perbedaan
jenis
kelamin
(laki-laki
dan
perempuan),
menginformasikan asal-usul manusia, membersihkan alat genital dengan benar agar terhindar dari kuman dan penyakit. 3. Usia menjelang remaja Menerangkan masa pubertas dan karakteristiknya, serta menerima perubahan dari bentuk tubuhnya. 4. Usia remaja Memberi penjelasan mengenai perilaku seks yang merugikan (seperti seks bebas), menanamkan moral dan prinsip ‘say no‘ untuk seks pra nikah. 5. Usia pranikah Pembekalan pada pasangan yang ingin menikah tentang hubungan seks yang sehat dan tepat. 6. Usia setelah menikah Memelihara pernikahan melalui hubungan seks yang berkualitas dan berguna untuk melepaskan ketegangan dan stres. Berdasarkan kesepakatan internasional di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tentang kesehatan reproduksi yang berhasil ditandatangani oleh 184 negara termasuk Indonesia, diputuskan tentang perlunya pendidikan seks bagi para remaja. Menurut Sofyan, ada dua faktor mengapa sex education sangat penting bagi remaja. Faktor pertama adalah anakremaja yang belum paham dengan pendidikan seks, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu, sehingga dari ketidakfahaman tersebut para remaja merasa
Universitas Sumatera Utara
tidak bertanggung jawab dengan seks atau kesehatan anatomi reproduksinya. Faktor kedua adalah dari ketidakfahaman remaja tentang seks dan kesehatan anatomi reproduksi mereka, di lingkungan masyarakat banyak menawarkan hanya sebatas komoditi, seperti media-mediayang bersifat pornografi. Garis besarnya, pendidikan seks terutama pada masa remaja adalah sangat penting karena pada masa tersebut remaja sedang berusaha untuk mencari jati dirinya. Orang tua perlu membekali anak remajanya dengan pendidikan seks, agar anak bisa menerima dirinya, dengan berbagai perubahan fisik dan psikologis. Oleh karena itu, pendidikan seks mempunyai peranan yang besar bagi remaja terhadap pengambilan keputusan dalam masalah seks. 1. Materi Pendidikan Seks Materi pendidikan seks bermacam-macam menurut para ahli. Ada sebuah buku karangan Dr. Miriam Stoppard berjudul "Sex Ed. Growing Up, Relationships, and Sex" yang mengulas mengenai pendidikan seks secara sederhana dengan ilustrasi-ilustrasi gambar yang mudah dimengerti. Hal-hal yang umum dibahas dan diajarkan dalam pendidikan seks dalam buku itu adalah sebagai berikut : 1.
Friendship, kedewasaan dan tanggung jawab.
2.
Fisiologi atau bentuk tubuh pria dan wanita secara umum (pengenalan mengenai apa itu penis, vagina dan fungsi-fungsi yang lain).
3.
Perubahan tubuh dari masa puber menjadi orang dewasa secara fisik dan emosional diantaranya :
a. Pada anak perempuan seperti siklus menstruasi, tumbuhnya bulu-bulu pada bagian-bagian tubuh tertentu, bertambah besarnya payudara, dll. b. Pada anak laki-laki seperti mimpi basah, mulai berproduksinya sperma, tumbuhnya bulu-bulu pada bagian-bagian tubuh tertentu, dll. c. Perubahan-perubahan hormonal yang dapat mempengaruhi emosi seperti yo-yo sindrome, meningkatnya hasrat seks dan bagaimana cara mengatasinya, sikap terhadap orang tua dan keluarga dalam situasi-situasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
4.
Boy meets girl - apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.
5.
Hal-hal yang lebih serius lagi yaitu tentang seks.
6.
Safe sex atau seks aman yang berarti bertanggung jawab dalam seks.
7.
Kesehatan dan reproduksi seksual (STI, HIV, kehamilan, aborsi, dll).
8.
Eksplorasi seksual seperti fantasi-fantasi seksual, masturbasi, homoseksualitas, dan lain-lain.
Berikut ini adalah beberapa poin topik/materi penting yang secara umum perlu diketahui anak, yang perlu disampaikan dalam sex education : (www.sexeducation.com) Gambar 2.2 Boneka Peraga Fungsi dan Perbedaan Organ Reproduksi
1. Mengenalkan perbedaanlawan jenis Jelaskan bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan yang memiliki perbedaan jenis kelamin. Hal ini yang menyebabkan beberapa hal menjadi berbeda, seperti cara berpakaian, gaya rambut, cara buang air kecil. Terangkan bahwa anak laki-laki jika sudah besar akan jadi ayah dan anak perempuan akan menjadi ibu. 2. Memperkenalkan organ seks Caranya cukup mudah, misalnya dengan menggunakan boneka ataupun ketika mandi.Perkenalkan anak secara singkat organ tubuh yang dimiliki, seperti rambut, kepala, tangan, kaki, perut, serta jangan lupa penis dan vagina. Terangkan juga
Universitas Sumatera Utara
fungsi dari anggota tubuh dan cara pemeliharaannya agar terhindar dari kuman penyakit. 3. Menghindari anak dari kemungkinan pelecehan seksual Tegaskan pada anak bahwa alat kelamin tidak boleh dipertontonkan secara sembarangan.Tumbuhkan rasa malu pada anak, misalnya ketiika keluar dari kamar mandi hendaknya mengenakan pakaian atau handuk penutup.Selain itu, jika ada yang menyentuhnya, segera laporkan pada orang tua atau guru di sekolah.Anak boleh teriak sekeras-kerasnya dalam hal ini untuk melindungi dirinya. 4. Informasikan tentang asal-usul anak Untuk anak usia prasekolah, bisa diterangkan bahwa anak berasal dari perut ibu, misalnya sambil menunjuk perut ibu atau pada ibu yang sedang hamil. Sejalan dengan usia, anak boleh diterangkan bahwa seorang anak berasal dari sel telur ibu yang dibuahi oleh sperma yang berasal dari ayah. Tekankan bahwa pembuahan boleh atau bisa dilakukan setelah wanita dan pria menikah. 5. Persiapan menghadapi masa pubertas Informasikan bahwa seiring bertambahnya usia, anak akan mengalami perubahan dan perkembangan. Perubahan yang jelas terlihat adalah ketika memasuki masa pubertas. Anak perempuan akan mengalami menstruasi/haid, sedangkan anak laki-laki mengalami mimpi basah. Hal ini menandai juga perubahan pada bentuk tubuh dan kualitas, misalnya bagian dada yang membesar pada wanita dan suara yang memberat pada seorang pria.Penjelasan yang diberikan tentu menggunakan istilah tepat namun tetap dapat dipahami anak. Dalam salah satu butir konsensus kesepakatan internasional di Kairo 1994 (The Cairo Consensus) tentang kesehatan reproduksi ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan perawatan kesehatan seksual dan
Universitas Sumatera Utara
reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif termasuk bagi para remaja. Sexuality Information Education Council of The United States (SIECUS, 2004) Guidelines for Comprehensive Sexuality Education: Kindergarten – 12th Grade, menyatakan pendidikan seks yang komprehensif yaitu, perkembangan manusia, hubungan interpersonal, kemampuan pribadi, perilaku seksual, dan masyarakat. Materi yang terkait dengan perkembangan manusia adalah anatomi fisik organ seks, masa puber, reproduksi, body image, orientasi seks, dan identitas gender. Sedang yang yang terkait dengan materi hubungan interpersonal yaitu keluarga, teman, cinta, pacaran, hubungan yang romantis, pernikahan, komitmen kehidupan, dan mendidik anak. Kemampuan pribadi meliputi keteguhan menjaga nila-nilai, membuat keputusan, komunikasi, asertifikasi, negosiasi, dan mencari bantuan. Topik yang terkait dengan perilaku seks adalah masturbasi, perilaku seks bersama-sama (pesta seks), tidak melakukan hubungan seksual (abstinence), respon seksual manusia, fantasi seks, dan ketidakberfungsian organ seks. kesehatan seks meliputi kesehatan reproduksi, kontrasepsi, kehamilan, aborsi, pencegahan penularan STD/HIV, dan kekerasan-pelecehan seks. Sedang topik yang terkait dengan masyarakat adalah peran gender, seksualitas dan hukum, seksualitas dan agama, seksualitas dan media, dan seksualitas dan seni (SIECUS, 2004 : 18). Sedangkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi seks menurut Dhamma (2008), materi-materi yang perlu disampaikan dalam pendidikan seks untuk remaja antara lain : 1.
Mengenalkan fungsi dan beda organ reproduksi Dalam mengenalkan perbedaan dan fungsi organ reproduksi pria maupun wanita. Orang tua pada tahap pertama dapat menggunakan binatang sebagai alat bantu. Apabila anak mulai mengerti organ reproduksi pada binatang, maka mulai dikenalkan organ reproduksi pada manusia. Dalam tahap ini, peranan orang tua
Universitas Sumatera Utara
sungguh-sungguh amat sangat penting sebab ayah dan ibu sebenarnya mewakili jenis pria dan wanita. Ayah hendaknya mulai menerangkan tahap demi tahap kepada anak lelakinya tentang perkembangan organ reproduksi yang telah dialaminya. Demikian pula hendaknya seorang ibu menerangkan perkembangan dirinya kepada anak wanitanya. Dalam usaha menerangkan ini, orang tua hendaknya mempunyai bahan bacaan agar keterangan yang diberikan dapat jelas dan terarah. Pembicaraan terbuka dan penuh persahabatan akan sangat membantu dan membangun suasana positif dalam memberikan pendidikan seks yang masih cukup sensitif dalam masyarakat. Jangan menimbulkan suasana ketegangan pada anak, santai saja. Mengajak mereka berdialog. Dengarkanlah juga pengalaman maupun informasi tentang seks yang anak dapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila informasi yang mereka dengar itu benar, katakanlah benar demikian pula apabila salah arahkanlah mereka agar mereka tidak tersesat. 2.
Mengenalkan risiko penyalahgunaan organ reproduksi Setelah anak memahami perbedaan fisik organ reproduksi pada pria dan wanita, kini orang tua hendaknya secara bijaksana menunjukkan fungsi dari organ reproduksi tersebut. Organ reproduksi meliputi organ yang ada di luar tubuh, misalnya alat kelamin dan payudara ; dan juga yang ada di dalam tubuh, misalnya rahim bagi wanita. Fungsi menjalankan
organ
reproduksi
berbagai
macam
sesungguhnya aktivitas
seksual
selain
digunakan
untuk
juga
digunakan
untuk
mengandung dan kemudian melahirkan bagi wanita. Sesungguhnya hubungan seks bertujuan untuk : 1. Reproduksi (memperoleh keturunan) 2. Memperkuat hubungan batin dan meningkatkan intimitas 3. Memberikan kenikmatan 4. Meningkatkan harga diri 5. Merelaksasikan tubuh
Universitas Sumatera Utara
Jelaslah disini bahwa hubunga seks sebagai sarana coba-coba dan hiburan di antara teman, pacar, maupun sembarang lawan jenis atau yang sejenis adalah keliru. Pengertian ini pantas diingat karena di masa kini, sering dijumpai remaja dalam masa pacaran telah berani melakukan hubungan seks. Akan tetapi, masayarakat sering juga dapat menerima hal semacam ini. Padahal beberapa waktu lalu, apabila terdapat orang yang sedang pacaran ketahuan sedang mealkukan hubungan seks, maka kejadian itu akan menjadi aib yang memalukan bagi si pelaku dan keluarganya. Penyebab kegiatan seksual pra nikah semakin banyak adalah karena : 1.
Makin mundurnya rata-rata usia kawin sehingga desakan seks semakin berlanjut
2.
Peralatan KB yang mudah didapat
3.
Pergeseran konsep cinta dari self-sacrifice (pengorbanan diri) menjadi self-service (melayani dan memusakan diri sendiri)
4.
Ada masyarakat tertentu yang makin permissive (mengijinkan) terhadap perilaku ini karena mereka pun kebanyakan sudah masuk dalam kelompok self-service tersebut
5.
Tekanan dari sesama teman atau pacar
6.
Kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kekaburan remaja akan cinta dan seks
7.
Remaja dewasa ini cenderung pemberontak terhadap aturan-aturan orang tua
8.
Rasa ingin tahu akibat informasi yang merangsang di media massa, internet, dan media yang lain. Dalam suasana penasaran akan misteri seks, para remaja pun melakukan ‘riset’nya sendiri-sendiri. Meskipun dewasa ini kegiatan seksual pra nikah hampir menjadi hal yang wajar, bukan berarti perbuatan ini diperbolehkan dan aman dilakukan, apalagi oleh para remaja. Ada beberapa konsekuensi logis yang mungkindiperoleh si pelaku. Konsekuensi pertama yaitu adanya perubahan yang dirasakan si pelaku pada dirinya sendiri. Perubahan ini meliputi perubahan fisik maupun mental. Secara fisik, si pelaku mungkin dapat terkena beberapan jenis penyakit yang
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan kegiatan seksual. Bahkan ada kemungkinan kejangkitan penyakit AIDS yang hingga saat ini masih belum dapat ditemukan obat penyembuhannya. Atau untuk remaja putri, risiko kehamilan sering harus ditanggung sendiri karena ditinggal si pacar setelah mengetahui kehamilannya. Sedangkan secara mental, si pelaku akan sering dibayangi dengan rasa bersalah, malu, dan juga rendah diri karena merasa dirinya telah ternoda. Selain berpengaruh untuk si pelaku, hubungan seksual pra nikah juga dapat menimbulkan dampak negatif pada lingkungan tempat si pelaku berada. Lingkungan pertama adalah orang tua dan keluarga. Mereka paling tidak akan malu mempunyai anak yang dipandang kurang bermoral tersebut. Lingkungan yang lain adalah para teman yang mungkin akan mencemoohnya, dan bahkan mengucilkannya. Berkomunikasi dengan orang tua adalah hal yang tepat karena orang tua adalah orang terdekat. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahini (2002:2) keluarga memiliki fungsi keagamaan, fungsi budaya, fungsi cinta kasih, fungsi reproduksi, fungsi pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pemeliharaan lingkungan. Terlihat salah satu dari fungsi keluarga tersebut adalah fungsi reproduksi.Maka berdasarkan fungsi ini pula kita dapat menyimpulkan secara langsung bahwa pendidikan seks wajib diberikan dalam sebuah keluarga dalam hal ini antara orang tua dan anak.
Universitas Sumatera Utara