BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli
yangmendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda.Dalam penelitian ini, teori yang akan dikaji antara lain: (1) pembelajaran IPA SD, (2) pembelajaran kooperatif, (3) model pembelajaran STAD, (4) pembelajaran IPA melalui model STAD, (5) aktivitas guru, (6) aktivitas siswa, (7) motivasi belajar, dan (8) hasil belajar.
2.1.1. Pembelajaran IPA SD 2.1.1.1. Pengertian Pembelajaran Istilah belajar, pembelajaran, dan pengajaran sudah tidak asing lagi terdengar. Setiap manusia pasti pernah mengalami proses belajar dan pembelajaran dalam hidupnya baik sengaja maupun tidak sengaja. Namun terkadang
istilah
belajar,
pembelajaran,
dan
pengajaran
disamaartikan
penggunaannya, padahal belajar, pembelajaran, dan pengajaran merupakan hal yang berbeda. Gage dan Berliner (Rifa’i, 2009: 82) menyatakan bahwa “Belajar merupakan proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman”. Sejalan dengan pendapat Gage dan Berliner, Slavin (Rifa’i, 2009: 82) menyatakan bahwa “Belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman”. Morgan et. al. (Rifa’i, 2009: 82) menyatakan bahwa belajar merupakan hal yang relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman. Senada dengan Morgan et. al., Ahmad (2012: 2) berpendapat bahwa “belajar dimaknai sebagai proses perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari proses interaksi individu dengan lingkungan”. Selain itu, menurut Slameto (2010: 2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
8
9
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Adapun pengertian belajar menurut W.S. Winkel (Susanto, 2013: 4) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahanperubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas. Sedangkan Hergenhahn (2012: 4) mendefinisikan belajar sebagai sebuah proses yang memperantai perilaku. Dari pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang memperantai perubahan perilaku atau hasil/akibat dari pengalaman, mendahului perilaku, dan bersifat relatif permanen dengan ciri-ciri perubahan terjadi secara sadar, perubahan bersifat kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, permanen, terarah, serta mencakup seluruh aspek tingkah laku. Ahmad (2012: 2) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan usaha siswa mengalami proses belajar. Pendapat Ahmad ini mengisyaratkan bahwa pembelajaran merupakan segala upaya yang dilakukan seseorang (guru) untuk membuat orang lain (siswa) mengalami perubahan tingkah laku, yakni dari tingkah laku negatif ke tingkah laku positif, sehingga tujuan dari pembelajaran adalah adanya perubahan tingkah laku siswa dari negatif ke positif. Sementara itu menurut Suprijono (2012: 11-12) pembelajaran merupakan terjemahan dari learning sedangkan pengajaran merupakan terjemahan dari teaching. Pengajaran adalah proses pengajaran, cara menyampaian, dan proses menyampaikan. Pengajaran mengakibatkan konstruksi belajar mengajar yang berpusat pada guru. Suprijono (2012: 13) menjelaskan bahwa “pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan mempelajari”. Pada pembelajaran, guru bertugas menyediakan fasilitas belajar bagi siswa untuk mempelajari materi pembelajaran, dan subjek pembelajaran adalah siswa. Pembelajaran mengakibatkan proses konstruksi belajar mengajar yang berpusat pada siswa. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 memiliki definisi sendiri tentang pembelajaran yang tercantum dalam pasal 1 ayat 20. Depdiknas (2003: 3) “Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada
10
suatu lingkungan belajar”. Proses pembelajaran perlu direncanakan, dilaksanakan, dinilai, dan diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Pembelajaran merupakan usaha menciptakan kondisi yang dapat mempermudah siswa untuk belajar secara optimal. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasana atau memberi layanan agar siswa belajar. Pengertian pembelajaran menurut Depdiknas mengisyaratkan bahwa pembelajaran melibatkan guru dan siswa serta memiliki keterkaitan yang erat dengan keseluruhan sumber belajar yang telah disediakan. Pembelajaran memerlukan perencanaan yang matang dan dalam pelaksanaannya memiliki tahapan-tahapan sistematis supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dari berbagai pendapat para ahli tentang pembelajaran, pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha guru menciptakan kondisi yang mempermudah siswa belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Sani (2013:41) menyatakan bahwa “Pembelajaran yang efektif tidak terlepas dari peran guru yang efektif, kondisi pembelajaran yang efektif, keterlibatan siswa, dan sumber belajar atau lingkungan yang mendukung”. Pendapat Sani ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran yang efektif selalu didukung oleh unsur-unsur pembelajaran yang berjalan sesuai harapan. Selain Sani, Yamin (2011: 72) menyatakan komponen-komponen yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan sekolah, pengelolaan proses pembelajaran, pengelolaan dana, monitoring dan evaluasi, dan kemitraan. Pendapat Yamin menunjukkan adanya pengaruh dari faktor di luar kegiatan pengajaran yang dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran seperti pengelolaan sekolah, pengelolaan proses pembelajaran, pengelolaan dana, monitoring dan evaluasi, dan kemitraan. Penilaian kualitas pembelajaran menurut Widoyoko (2012: 198) merujuk pada penilaian proses pembelajaran sedangkan penilaian hasil pembelajaran merupakan penilaian output pembelajaran.
11
2.1.1.2. Pengertian Pembelajaran IPA Trianto (2010: 136) menyatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science”. Kata science berasal dari bahasa latin scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari social science (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sains yang berarti IPA saja. Walaupun pengertian ini kurang sesuai dan bertentangan dengan etimologinya. Berbeda dengan Trianto, Kardi dan Nur (Trianto, 2010: 136) menyatakan bahwa “IPA adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati”. Kardi dan Nur menjelaskan cakupan IPA sangat luas yaitu selurut zat di alam semesta, benda yang ada di permukaan bumi, benda yang ada di perut bumi maupun benda yang di luar angkasa yang dapat diamati oleh alat indra maupun yang tidak dapat diamati alat indra. Adapun Wahyana (Trianto, 2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta akan tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu Susanto (2013: 167) menyatakan “IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan”. Pendapat Susanto ini memfokuskan definisi IPA pada subjek dan objek yang dipelajari, cara mempelajari, serta hasil kegiatan mempelajari IPA berupa kesimpulan. Depdiknas (2006: 161) menyebutkan “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar
12
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Berdasarkan pendapat para ahli tentang pembelajaran IPA, dapat diartikan pembelajaran IPA adalah proses pemberian pengalaman belajar secara langsung kepada siswa untuk menemukan sendiri fakta konsep dan prisip tentang alam sekitar yang meliputi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui metode ilmiah.
2.1.1.3. Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Prihantoro dkk. (Trianto, 2010: 137) menjelaskan hakikat IPA merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains. Dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Sejalan dengan pendapat Prihantoro dkk, Trianto (2010: 137) mengemukakan bahwa hakikat pembelajaran IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen penting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal. Adapun Susanto (2013: 167) menyatakan hakikat pembelajaran IPA dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu ilmu pengetahuan alam sebagai produk,
13
proses, dan sikap. Dari ketiga komponen ini Sutrisno (2007) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan teknologi. Akan tetapi penambahan ini bersifat pengembangan dari ketiga komponen di atas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk. Berdasarkan pendapat para ahli tentang hakikat pembelajaran IPA, maka dapat diartikan bahwa hakikat pembelajaran IPA di SD adalah proses pemberian pengalaman belajar secara langsung kepada siswa SD untuk menemukan sendiri fakta, konsep, dan prisip tentang alam sekitar yang meliputi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur sehingga akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan. Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI menurut Depdiknas (2006: 162) dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 meliputi aspek-aspek berikut ini: (1) makhluk hidup dan proses kehidupan (2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya; (3) energi dan perubahannya; (4) bumi dan alam semesta. Depdiknas (2006: 162) menyebutkan pula tujuan pembelajaran IPA SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 yaitu agar siswa memiliki berbagai kemampuan: Pertama, memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. Kedua, mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Keempat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Kelima, meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Keenam, meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Ketujuh, memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
14
Dari tujuan yang diharapkan dari pembelajaran IPA SD/MI semakin jelas menunjukkan bahwa hakikat IPA tidak semata-mata pada dimensi keilmuan saja, tetapi juga menekankan pada dimensi nilai ukhrawi, dimana dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Mahadahsyat. Selain itu berdasarkan tujuan pembelajaran IPA SD/MI menunjukkan jika proses pembelajaran IPA tidak sekedar menghapalkan fakta, prinsip, dan teori, tetapi lebih ditekankan pada keterampilan proses. Keterampilan proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA sehingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD dilakukan dengan penyelidikan sederhana dan bukan hapalan terhadap fakta, konsep, maupun prinsip IPA semata. Dengan demikian perlu dikembangkan model pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan dan menerapkan sendiri ideidenya. Guru hanya memberi tangga yang membantu siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa dapat menaiki tangga pemahaman IPA secara mandiri. Penelitian ini akan meneliti mata pelajaran IPA kelas 4semester II pada topik bumi dan alam semesta dengan pokok bahasan perubahan lingkungan fisik bumi dan pengaruhnya. Materi perubahan lingkungan fisik bumi dan pengaruhnya disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SD/MI merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Adapun fokus penelitian ini meliputi SK dan KD yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut ini:
15
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Penelitian Mata Pelajaran IPA Kelas 4 Semester II Tahun 2013/2014
Standar Kompetensi 10. Memahami lingkungan pengaruhnya daratan.
perubahan fisik dan terhadap
Kompetensi Dasar 10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut). 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
Sumber Depdiknas (2006: 168)
Menurut Sulistyanto (2008: 159-166) ruang lingkup materi perubahan lingkungan fisik bumi dan pengaruhnya sebagai berikut: 1) Perubahan pada daratan dapat disebabkan oleh perubahan faktor lingkungan antara lain hujan, angin, cahaya matahari, dan gelombang laut. 2) Hujan dapat menyebabkan terjadinya banjir, erosi, dan longsor. 3) Daratan yang terkena angin topan banyak mengalami kerusakan seperti pohon-pohon yang tercabut atau tumbang dan bangunan bangunan yang runtuh. 4) Cahaya matahari dapat menyebabkan keretakan pada tanah dan hutan, juga dapat menjadi penyebab kebakaran hutan yang kering. 5) Gelombang air laut dapat mengakibatkan pengikisan daratan seperti pengikisan pantai dan pengikisan terumbu karang. 6) Pengikisan pantai oleh ombak dan gelombang laut disebut abrasi. 7) Pengikisan tanah oleh angin dan air disebut dengan erosi.
2.1.2. Pembelajaran Kooperatif Slavin (Tukiran Taniredja dkk., 2011: 55) mengemukakan “incooperative learning methods, students work together in four member teams to master
16
material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa cooperatif learning adalah suatu metode dimana dalam pembelajaran bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-5 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Berdasarkan pendapat Slavin, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang harus terdapat kelompok kecil dengan tugas yang dikerjakan secara berkelompok sebagai usaha untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Slavin (2014: 4-5) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian dasar mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi siswa, meningkatkan akibat-akibat positif yang dapat mengembangkan hubungan antarkelompok, penerimaan teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Selain itu Slavin juga memiliki alasan lain yaitu tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikanmasalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan pengetahuan siswa. Slavin (2014: 10) menyatakan bahwa semua pembelajaran kooperatif menyumbangkan ide bahwa siswa yang bekerja sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap teman satu kelompoknya mampu membuat mereka belajar sama baiknya, menekankan penggunaan tujuan kelompok dan kesuksesan kelompok yang akan dapat dicapai apabila semua anggota kelompok bisa belajar mengenai pokok bahasan yang diajarkan sehingga siswa bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim namun belajar sesuatu sebagai sebuah tim. Tidak berbeda dengan pendapat Slavin, Purworedjo (Tukiran Taniredja dkk., 2011: 56) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pendapat Purworedjo menjelaskan pembelajaran kooperatif menuntut adanya tugas yang terstruktur yang dikerjakan bersama-sama. Selanjutnya menurut pendapat Lie (2007: 29) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan yaitu: (1) saling ketergantungan
17
positif; (2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi antaranggota; (5) evaluasi proses kelompok. Pendapat Lie ini merujuk pada sisi lain pembelajaran kooperatif yang jauh berbeda dengan belajar dalam kelompok dilihat dari sudut pandang unsur-unsur pembelajaran kooperatif. Terdapat lima unsur dalam pembelajaran kooperatif, menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2007: 31-37), yaitu: 1) ketergantungan yang positif, Maksudnya adalah suatu bentuk kerjasama yang sangat erat kaitan antara anggota kelompok. Kerjasama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan anggotanya. 2) pertanggungjawaban individual, Maksudnya adalah kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap menghadapi aktivitas lain dimana siswa harus menerima tanggungjawab tanpa pertolongan anggota kelompok. 3) kemampuan bersosialisasi, Unsur ini menghendaki agar siswa dibekali dengan keterampilan komunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam tugas kelompok, guru perlu mengajarkan cara berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan kelompok bergantung pula pada kesediaan anggotanya
untuk
saling
mendengarkan
dan
kemampuannya
untuk
mengutarakan pendapat. 4) tatap muka, Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini saling menguntungkan anggota kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki latar belakang pengalaman yang berbeda sehingga membuat kelompok kaya akan pemikiran. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.
18
5) evaluasi proses kelompok, Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama kelompok, agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektif. Berdasarkan pendapat para ahli tentang pembelajaran kooperatif,dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok, serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan metode pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial.
2.1.3. Model Pembelajaran STAD 2.1.3.1. Pengertian Model Pembelajaran STAD Setiap pembelajaran memiliki model pembelajaran tertentu yang dipilih oleh guru. Menurut Arends (Suprijono, 2012: 46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan pembelajaran, tahapan-tahapan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Joyce (Suprijono, 2012: 46) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Ada beberapa model pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif seperti Student Teams Achievment Divisions (STAD), Teams Games Tournaments (TGT), Number Head Together (NHT), Jig Saw, Team Assisted Individualizaton (TAI), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), dan sebagainya. Student Teams Achievment Divisions (STAD) atau Divisi Pencapaian Kelompok Siswa merupakan salah satu dari beberapa model pembelajaran kooperatif. STAD dikembangkan oleh Robert E. Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkins. Tokoh pengembang STAD yaitu Robert E. Slavin (Sharan, 2012: 3) menyatakan bahwa “STAD merupakan salah satu rangkaian teknik pengajaran yang dikembangkan dan diteliti di Universitas John Hopkins
19
yang secara umum dikenal sebagai Kelompok Belajar Siswa”. Kelompok belajar siswa memiliki gagasan bahwa siswa bekerja bersama-sama untuk mempelajari dan bertanggung jawab atas pelajaran mereka sendiri dan pembelajaran orang lain dengan menekankan penggunaan tujuan kelompok dan keberhasilan kelompok, yang hanya bisa dicapai jika semua anggota kelompok tersebut mempelajari objek yang sedang dipelajari hingga menguasai materi tersebut. Menurut Slavin (2014: 143) STAD merupakan salah satu model pembelajaran yang menarik, sederhana, dan model terbaik bagi guru yang permulaan menggunakan pendekatan kooperatif. STAD merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga mudah diadaptasi pada berbagai mata pelajaran seperti dalam matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam STAD siswa akan dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok terdiri dari individu-individu yang mempunyai latar belakang berbeda-beda baik dari tingkat prestasi,jenis kelamin, maupun suku dengan kegiatan meliputi guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa belajar dalam kelompok untuk memastikan seluruh anggota kelompoknya telah menguasai pelajaran, lalu kuis yang dikerjakan secara individu, selanjutnya nilai kuis dibandingkan dengan pencapaian siswa sebelumnya dan mendapatkan poin, poin siswa dijumlahkan untuk memperoleh skor kelompok, dan kelompok yang mencapai kriteria tertentu akan mendapatkan penghargaan. Sehingga dalam model pembelajaran STAD tugas para siswa bukanlah “melakukan” sesuatu namun “mengerjakan” sesuatu sebagai sebuah kelompok, di mana kerja kelompok dilakukan sampai semua anggota kelompok menguasai materi yang sedang dipelajari. Menurut Isjoni (Taniredja, 2009: 51) “STAD merupakan tipe kooperatif yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi antar siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal”. Pendapat Isjoni mendeskripsikan STAD sebagai pembelajaran yang menuntuk interaksi positif seluruh anggota kelompok dalam memotivasi dan saling membantu untuk mencapai prestasi yang
20
diharapkan.
Hubungan
antarsiswa
merupakan
hubungan
yang
saling
menguntungkan. Tujuan yang ingin dicapai seluruh siswa sama yaitu menguasai materi pelajaran yang akan semakin mudah tercapainya prestasi belajar. Sejalan dengan Isjoni, Huda (2013: 201) meyimpulkan bahwa STAD merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan kemampuan akademik berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Tidak hanya secara akademik, siswa juga dikelompokkan secara beragam berdasarkan gender, ras, dan etnis. Pendapat Huda memfokuskan ciri khas STAD yang menggolongkan kelas ke dalam kelompok kecil yang terbentuk dari latar belakang heterogen untuk bekerja sama mencapai tujuan pembelajaran. Senada dengan Isjoni dan Huda, Rusman mendeskripsikan STAD secara lebih mendalam. Rusman (2010: 214) menyatakan gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling terdorong dan saling membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. Jika siswa menginginkan kelompok mendapatkan hadiah, maka mereka harus membantu teman sekelompok dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan. Siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan guru, tetapi tidak diperbolehkan saling membantu saat mengerjakan kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu (tanggung jawab perseorangan). Sedangkan menurut Warsono dan Hariyanto (2013:197) STAD merupakan aktivitas yang dapat mendorong siswa untuk terbiasa bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan suatu masalah, tetapi pada akhirnya bertanggung jawab secara mandiri. Fokus dari pembelajaran STAD adalah keberhasilan individu berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok begitu pula keberhasilan kelompok juga berpengaruh terhadap keberhasilan individu peserta didik dalam kelompok. Menurut Slavin (Sharan, 2012: 3) ada tiga konsep penting dalam kelompok belajar siswa yaitu:
21
1) penghargaan kelompok dapat berupa sertifikat atau penghargaan lain yang diberikan guru apabila kelompok dapat mencapai kriteria yang telah ditentukan, jadi kelompok tidak bersaing namun setiap kelompok berusaha mencapai kriteria sehingga akan ada lebih dari satu kelompok atau bahkan tidak satupun apabila tidak ada yang mencapai kriteria; 2) tanggung jawab perseorangan merujuk pada keberhasilan kelompok tergantung pada keberhasilan perseorangan dari semua anggota kelompok; 3) kesempatan yang sama untuk berhasil berarti bahwa apa yang disumbangkan siswa untuk kelompok berdasarkan kemajuan siswa atas kemampuan mereka sendiri. Hal ini menjamin siswa yang pintar, sedang, dan kurang pintar samasama tertantang untuk melakukan hal yang terbaik dan peran dari setiap anggota kelompok akan dinilai. Ciri khas dari STAD yang membedakan dari model-model kooperatif lainnya terletak dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Sharan (2012: 5-6) bahwa: Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan pelajaran kemudian siswa-siswa dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak bisa saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampauni nilai mereka yang sebelumnya. Nilainilai ini kemudian dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok, dan kelompok yang berhasil mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan sertifikat atau hadiah lainnya. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tentang model pembelajaran STAD, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran STAD adalah pembelajaran dengan langkah-langkah yang dilakukan meliputi presentasi kelas, belajar dalam kelompok, kuis, penghitungan skor kemajuan, dan pemberian penghargaan yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi antarsiswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai tujuan kelompok dan keberhasilan kelompok namun tidak boleh bekerja sama saat
22
mengerjakan kuis sehingga setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk menguasai materi. Sehingga model pembelajaran STAD memberikan kesempatan kepada seluruh siswa untuk meningkatkan kemajuan belajarnya agar bisa mencapai tujuan kelompok dan keberhasilan kelompok. Model pembelajaran STAD telah menghargai keunikan individu siswa yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai materi yang diajarkan guru. Sharan (2012: 6) menyatakan bahwa: Jika siswa menginginkan kelompok mereka mendapatkan hadiah, mereka harus membantu dan teman sekelompok mereka dalam mempelajari pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok mereka untuk melakukan yang terbaik, memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga, dan menyenangkan. Dalam
belajar
kelompok
para
siswa
dapat
bertukar
jawaban,
mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, mereka mengajari teman sekelompok mereka dan menaksir kelebihan dan kekurangan mereka untuk membantu mereka agar bisa berhasil menjalani tes. Hal ini dapat mengatasi permasalahan sosial dalam kelas seperti persaingan, kesulitan berbaur karena adanya klik antarsiswa, serta dapat mengatasi permasalahan rendahnya motivasi belajar siswa dan aktivitas siswa dalam pembelajaran. Para siswa diberi waktu untuk bekerja bersama setelah pelajaran diberikan oleh guru, namun tidak saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu, hal ini melatih siswa mampu melaksanakan tanggung jawab perseorangan. Karena skor kelompok didasarkan pada kemajuan yang diperoleh siswa atas nilai sebelumnya (kesempatan yang sama untuk berhasil) maka siapapun bisa menjadi “bintang” kelompok dalam satu minggu karena nilai yang diperoleh lebih baik daripada sebelumnya atau karena memperoleh nilai sempurna. Kondisi demikian akan semakin meningkatkan motivasi seluruh siswa karena semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan penghargaan sebagai “bintang” tidak menutup kemungkinan pada siswa berprestasi akademik rendah karena mereka tidak dikomparasikan dengan siswa
23
lain namun dengan pencapaian mereka sebelumnya. Motivasi ini mendorong siwa untuk selalu meningkatkan kemajuan belajarnya sehingga hasil belajar siswa pun akan meningkat pula. Menurut Sharan (2012: 6) keseluruhan siklus aktivitas STAD mulai dari paparan guru ke kerja kelompok sampai kuis, biasanya memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas yaitu satu atau dua kali pertemuan untuk presentasi kelas oleh guru, satu atau dua kali pertemuan untuk belajar kelompok, serta setengah jam pertemuan untuk kuis. Namun dalam penelitian ini keseluruhan aktivitas STAD dimodifikasi untuk dilaksanakan tiap pertemuan 2 x 35 menit. Sehingga setiap pertemuan 2 x 35 menit terdiri dari presentasi kelas oleh guru, belajar kelompok, dan kuis. Tujuan utama pada kegiatan belajar dalam kelompok adalah mempercepat pemahaman semua siswa. Metode kelompok belajar siswa ini menurut Slavin sudah banyak dievaluasi dan secara konsisten dinyatakan efektif berdasarkan penelitian yang diawasi dengan baik di sekolah umum reguler (Sharan, 2012: 7-8). Dari dua puluh dua penelitian STAD menunjukkan tujuh belas di antaranya secara signifikan menunjukkan pencapaian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengajaran tradisional, dan empat diantaranya tidak menunjukkan perbedaan. Perbedaan besar penggunaan STAD ditemukan dalam berbagai macam subjek seperti ilmu pengetahuan sosial, seni berbahasa, sains, matematika, dan teknik. Pengaruh STAD juga positif bagi siswa yang pintar, sedang, dan kurang pintar. Selain itu STAD juga memiliki pengaruh terhadap hubungan antarras yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah persahabatan antara siswa kulit hitam dan siswa kulit putih dan berlanjut hingga bertahun-tahun selanjutnya bahkan ketika siswa tidak lagi berada di sekolah saat implementasi STAD. Selain itu, penelitian STAD telah mencatat tentang tambahan signifikan dalam penghargaan diri, menyukai kelas, kehadiran, dan perilaku siswa (Sharan, 2012: 8). STAD seringkali digunakan dalam kelas yang berisi siswa-siswa terlantar dengan hambatan akademis, dan telah berjalan efektif baik untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa-siswa, serta untuk meningkatkan penerimaan terhadap mereka oleh teman sekelas mereka (Sharan, 2012: 9). Dengan demikian
24
model pembelajaran STAD sangat sesuai untuk dilaksanakan dalam penelitian ini guna meningkatkan pemahaman akan materi serta perilaku positif yang dapat berdampak pada peningkatan motivasi belajar dan aktivitas belajar siswa.
2.1.3.2. Sintak Pembelajaran STAD Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan model STAD, Slavin (2014: 147-154) menjelaskan persiapan yang harus dipenuhi agar saat pelaksanaan dapat berjalan sesuai harapan. Tahap persiapan ini meliputi: (1) mempersiapkan materi dapat berupa dua lembar kegiatan dan dua lembar jawaban untuk tiap kelompok yang tiap unit terdiri dari tiga-lima instruksi; (2) membagi para siswa ke dalam tim dengan ketentuan heterogenitas; (3) menentukan skor awal pertama sebagai skor dasar; (4) membangun tim dengan memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan mengasyikkan supaya anggota dapat saling mengenal. Dalam mempersiapkan materi guru membuat materi sendiri karena cukup mudah dilakukan. Yang diperlukan hanyalah lembar kerja, lembar jawaban, dan kuis untuk setiap satuan yang diajarkan. Setiap satuan bisa dijalankan untuk tiga sampai lima kali pertemuan (Sharan, 2012: 12). Namun dalam penelitian ini guru dan penulis mempersiapkan lembar kerja, lembar jawaban, dan kuis setiap pertemuan. Mengelompokkan siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari empat sampai lima orang yang mewakili berbagai kemampuan, ras, suku, dan jenis kelamin. Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat salinan lembar rekapitulasi. Selanjutnya merangking siswa dengan urutan rangking tertinggi hingga rangking terendah atau dapat berdasarkan pada nilai ulangan pada pertemuan sebelumnya. Selanjutnya menentukan jumlah kelompok dengan membagi jumlah siswa dengan empat (22 : 4 = 5,5 yang dibulatkan menjadi 5). Sehingga jumlah kelompok yang terbentuk adalah 5 kelompok dengan 3 kelompok beranggotakan empat siswa dan dua kelompok terdiri dari lima siswa. langkah berikutnya adalah memasukkan siswa dalam kelompok harus seimbang dengan pertimbangan setiap kelompok harus terdiri dari siswa pandai, sedang, maupun kurang pandai, serta rata-rata semua kelompok di kelas itu sama. Dalam
25
kelas yang terdapat lima kelompok yang dinamai dengan A, B, C, D, dan E. Mulai dengan menulis dengan A, B, C, D, E dari atas, lalu dilanjutkan dengan menuliskannya terbalik dari bawah. Ulangi hingga selesai. Namun apabila terdapat beberapa siswa yang belum tergolong dalam kelompok yang dilakukan adalah memasukkan siswa tersebut dalam kelompok dengan mempertimbangkan karakterisitik anggotanya agar kelompok di kelas itu rata atau memiliki kemampuan yang sama. Tabel 2.2 Membentuk Kelompok STAD
Nama Siswa
Urutan Peringkat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 (Sumber: Sharan, 2012: 15)
Nama Kelompok A B C D E A B C D E D E E D C B A E D C B A
Menentukan skor dasar dari nilai ulangan sebelumnya untuk dapat digunakan untuk menghitung kemajuan siswa. Serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan asyik supaya anggota kelompok saling
26
mengenal dapat dilakukan dengan permainan atau berdiskusi menentukan nama kelompok. Slavin (2014:143-146) menjabarkan terdapat 5 komponen utama dalam tahap pelaksanaan STAD, yaitu: (1) penyajian atau presentasi kelas, (2) belajar kelompok, (3) kuis, (4) perkembangan individu, dan (5) penghargaan kelompok. 1) Presentasi Kelas Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan pada tahap ini. Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti yang biasanya dilaksanakan atau diskusi pelajaran yang dipimpin guru, bisa juga berupa presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah pada presentasi tersebut harus fokus pada unit STAD. Dengan cara ini, siswa diharapkan akan menyadari untuk memperhatikan dengan seksama sehingga dapat membantu siswa saat mengerjakan kuis dengan baik yang berdampak pada penentuan skor tim. Maka dari itu STAD sangat sesuai diterapkan dalam kelas tradisional yang baru pertama kali melakukan pembelajaran kooperatif. 2) Tim/Tahap Kerja Kelompok. Tim yang terdiri dari empat atau lima siswa mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis. Penentuan jumlah siswa berdasarkan pada pertimbangan bahwa kelompok yang terdiri dari empat atau lima siswa merupakan kelompok ideal untuk satu kali pertemuan karena jika anggota kelompok terlalu sedikit maka keragaman argumen akan semakin sedikit dan kemampuan sosial siswa dalam menghargai
argumen,
mendorong
teman
lain,
dan
menyelesaikan
permasalahan kurang maksimal, sedangkan apabila kelompok terdiri dari banyak siswa justru menimbulkan permasalahan baru seperti ketidakcocokan anggota kelompok, semakin beranekaragam argumen yang berdampak pada perselisihan dalam menyelesaikan tugas, dan suasana kelas yang gaduh. Fungsi utama dari tim merupakan memastikan semua anggota kelompok untuk melaksanakan tugas belajar dengan baik dan siap menghadapi kuis. Pada tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas. Guru sebagai fasilitator dan
27
motivator. Hasil kerja kelompok ini dikumpulkan. Tim merupakan fitur penting dalam STAD. STAD menekankan membuat anggota kelompok melakukan yang terbaik untuk tim, serta tim pun harus memberikan yang terbaik untuk anggotanya. 3) Kuis/Tahap Tes Individu Kuis/Tahap tes individu diadakan pada akhir pertemuan, kira-kira 10 menit, untuk mengetahui yang telah dipelajari siswa, selama mereka bekerja dalam kelompok. Kuis ini dikerjakan secara individu. Siswa tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis. 4) Tahap Perhitungan Skor Kemajuan Individu Poin kemajuan individuyang dihitung berdasarkan kemajuan dari skor awal dengan skor kuis. Skor dasar adalah nilai yang diperoleh siswa sebelumnya, sedangkan skor kuis adalah nilai yang diperoleh siswa saat mengerjakan kuis. Sehingga poin kemajuan diperoleh dari selisih skor kuis dan skor dasar dengan kriteria seperti pada tabel 2.3. Gagasan skor kemajuan individu adalah untuk memberikan penghargaan kepada setiap siswa yang telah bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya sehingga setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi “bintang”. Tahap ini dilakukan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik. Untuk menghitung skor kemajuan individu dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini: Tabel 2.3 Penghitungan Perkembangan Skor Individu
No 1. 2. 3. 4. 5.
Kemajuan Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 10 poin sampai 1 poin di bawah skor dasar Skor 0 sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih dari 10 poin di atas skor dasar Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan skor dasar) Sumber: Slavin (2014: 159)
Poin Kemajuan 5 poin 10 poin 20 poin 30 poin 30 poin
Hasil dari kuis individu yang dijadikan skor kemajuan individu dan kelompok dicacat seperti pada tabel 2.4 berikut ini:
28
Tabel 2.4 Lembar Skor Kuis Individu
NO.
NAMA SISWA
Tujuan: Tanggal : Kel. KUIS I SD SK K 1 A B B–A 2 3
1 AA 2 AB 3 AC Nilai Tertinggi Nilai Terendah Jumlah Nilai Rata-rata Sumber: Slavin (2014: 162)
Tujuan: Tanggal : KUIS II PK SD SK K C B D D–B
PK E
Keterangan: SD
= Skor Dasar (diperoleh dari nilai sebelumnya)
SK
= Skor Kuis (diperoleh dari nilai kuis)
K
= Kemajuan yang diperoleh dari selisih SK dan SD
PK
= Poin Kemajuan yang diperoleh dari kategori K pada tabel 2.3
5) Tahap pemberian penghargaan/rekognisi tim. Tim akan mendapatkan penghargaan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor ratarata mereka mencapai kriteria tertentu. Setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan. Dalam pembelajaran STAD ini tidak ada persaingan antarkelompok. Untuk menghitung skor kemajuan kelompok dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini: Tabel 2.5 Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok
No Rata-rata 1. 0≤N≤5 2. 6 ≤ N ≤ 15 3. 16 ≤ N ≤ 20 4. 21 ≤ N ≤ 30 Sumber: Rusman (2010: 216)
Kualifikasi Tim yang Baik (Good Team) Tim yang Baik Sekali (Great Team) Tim yang Istimewa (Super Team)
29
Seperti yang dikemukakan Slavin, Rusman (2011: 215-216) menyebutkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri dari: (1) penyampaian tujuan dan motivasi, (2) pembagian kelompok, (3) presentasi dari guru, (4) belajar kelompok atau kerja tim, (5) kuis atau evaluasi, (6) penghargaan prestasi kelompok. Sependapat dengan Slavin dan Rusman, Suprijono (2012: 133-134) mengemukakan langkah-langkah STAD, yaitu: 1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain). 2) Guru menyajikan pelajaran. 3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggotaanggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 4) Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu 5) Memberi evaluasi 6) Kesimpulan Senada dengan Suprijono, Taniredja (2011: 64-65) menyebutkan langkahlangkah STAD antara lain: 1) Siswa dibagi dalam kelompok beranggotakan empat orang yang heterogen. 2) Guru memberikan pelajaran. 3) Siswa-siswa dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota menguasai pelajaran. 4) Guru memberikan kuis kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. 5) Nilai-nilai hasil kuis siswa dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa sendiri yang sebelumnya. 6) Nilai-nilai hasil kuis siswa diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang dicapai dari nilai sebelumnya. 7) Nilai-nilai dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok. 8) Kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu mendapatkan sertifikat atau hadiah lainnya. Adapun menurut Warsono dan Hariyanto (2013:197) langkah-langkah pembelajaran STAD sebagai berikut:
30
1) Guru membentuk kelompok heterogen yang isinya sekitar 4-6 siswa. (campuran siswa yang cepat belajar, lambat belajar, rata-rata, ada siswa laki-laki da nada siswa perempuan, dari berbagai suku dan ras). 2) Guru melakukan penyajian pembelajaran atau menjelaskan materi pembelajaran. 3) Guru memberi tugas pada kelompok. 4) Guru membolehkan siswa yang cpat belajar untuk mengajari siswa yang lambat belajar sampai akhirnya semua siswa dapat memahami materi pembelajaran. 5) Guru memberi kuis atau soal. Ketika mengerjakan kuis, siswa tidak boleh saling membantu. 6) Guru melakukan evaluasi dan refleksi. Langkah-langkah model pembelajaran STAD apabila diuraikan dalam kegiatan pembelajaran dengan acuan pendapat para ahli tentang sintak model pembelajaran STAD dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut ini: Tabel 2.6 Sintak Model Pembelajaran STAD
No.
Langkah STAD
1.
Tahap I Persiapan
2.
Tahap II Pelaksanaan
Aktifitas Guru 1)
Guru mempersiapkan materi dapat berupa dua lembar kegiatan dan dua lembar jawaban untuk tiap kelompok yang tiap unit terdiri dari tiga-lima instruksi; 2) Guru membagi para siswa ke dalam tim dengan ketentuan heterogenitas; 3) Guru menentukan skor awal pertama sebagai skor dasar; 4) Guru membangun tim dengan memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan mengasyikkan supaya anggota dapat saling mengenal. Langkah 1 Penyampaian tujuan dan motivasi 1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai pada pembelajaran tersebut. 2) Guru memotivasi siswa untuk belajar dengan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, mengkaitkan dengan kehidupan nyata, menjelaskan mengapa materi penting untuk dipelajari. Langkah 2 Presentasi kelas 1) Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan
31
No.
Langkah STAD
Aktifitas Guru sumber belajar yang tepat. Siswa menyimak penjelasan guru dengan seksama agar dapat mengerjakan kuis Langkah 3 Kegiatan belajar dalam tim 1) Guru menjelaskan aturan pelaksanaan belajar tim. 2) Siswa belajar dalam tim menyelesaikan lembar tugas. 3) Guru memfasilitasi siswa dalam belajar tim. 4) Siswa yang sudah memahami materi menjelaskan kepada seluruh anggota kelompok sampai paham. 5) Siswa yang belum memahami materi harus bertanya pada teman sekelompok terlebih dahulu sebelum bertanya kepada guru. Langkah 4 Kuis 1) Siswa mengerjakan soal kuis yang dibagikan guru secara individu. 2) Siswa didampingi guru mengoreksi kuis. 3) Guru menghimpun nilai kuis seluruh siswa. Langkah 5 Perhitungan skor kemajuan individu dan kelompok 1) Guru didampingi siswa menghitung skor kemajuan individu. 2) Guru didampingi siswa menghitung skor kemajuan tim. Langkah 6 Pemberian penghargaan/rekognisi tim 1) Guru didampingi siswa memberikan kategori pada masing-masing kelompok. 2) Guru memberikan penghargaan sertifikat pada kelompok yang mencapai kualifikasi super team, great team, good team. 2)
Langkah-langkah model pembelajaran STAD apabila disesuaikan skenario pembelajaran sebagai berikut: 1) Kegiatan Pendahuluan Pada kegiatan pendahuluan, hal-hal yang perlu diperhatikan guru antara lain: a) Guru memberikan apersepsi dan motivasi tentang materi pelajaran yang akan diberikan. b) Guru menjelaskan tujuan pembelajara yang akan diberikan.
32
c) Guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang heterogen. 2) Kegiatan Inti Pada kegiatan inti, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: a) Guru memberikan materi pelajaran yang dibahas pada hari itu. b) Guru memberikan tugas untuk dibahas secara berkelompok oleh masing-masing kelompok. c) Masing-masing kelompok diberikan tugas untuk menemukan jawaban pada tugas yang diberikan. d) Kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. e) Tangapan dari kelompok lain (tanya jawab). f) Guru memberikan tes atau kuis yang dikerjakan secara individual. 3) Kegiatan penutup a) Guru menyimpulkan materi pelajaran yang diberikan. b) Guru memberikan penghargaan terhadap individu atau kelompok yang aktif di dalam berdiskusi pada tugas yang diberikan.
2.1.3.3. Kelebihan dan Kekurangan STAD Model pembelajaran STAD memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran STAD yaitu sesuai digunakan bagi guru pemula dalam menerapkan pembelajaran kooperatif karena sederhana (Slavin, 2014: 143). Dikatakan sederhana karena kegiatan yang dilakukan masih dekat kaitannya dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dalam tahap pelaksanaan yaitu presentasi kelas, sedangkan perbedaannya terletak pada penghargaan yang diberikan (Trianto, 2007: 56). Selain itu menurut Slavin (2014: 143) model pembelajaran STAD mudah diadaptasi dari kelas dua sampai kelas sebelas dalam mata pelajaran Matematika, Seni Bahasa, Ilmu Sosial, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Kemudian dalam tahap persiapan model STAD tidaklah terlalu sulit karena yang diperlukan hanyalah lembar kerja, lembar jawab, dan kuis untuk tiap satuan yang diajarkan serta dalam pembentukan kelompok telah ada petunjuk yang dilakukan oleh guru agar dapat membentuk kelompok yang merata (Sharan, 2012: 12-13). Kelebihan yang lain adalah dalam model pembelajaran STAD
33
memberikan kesempatan yang sama untuk berhasil kepada seluruh siswa sehingga menjamin bahwa anak pintar, sedang, dan kurang pintar sama-sama tertantang untuk melakukan yang terbaik, dan peran serta semua anggota kelompok akan dinilai (Sharan, 2012: 4-5). Slavin (2014: 41) model pembelajaran STAD akan meningkatkan pencapaian prestasi siswa. Slavin (2014: 34) memaparkan bahwa model pembelajaran STAD dapat meningkatkan motivasi belajar siswa karena adanya penghargaan atau struktur tujuan jelas kepada siswa yaitu kooperatif, kompetitif, dan individualistik. Serta Sharan (2012: 5) menyatakan bahwa model pembelajaran STAD dapat memberikan dampak meningkatkan motivasi belajar karena model ini memberikan alasan jika siswa diberikan penghargaan setelah melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, siswa akan lebih terpacu belajar daripada jika mereka diberi penghargaan berdasarkan prestasi yang lebih baik dari temannya. Penghargaan kemajuan yang dicapai bisa memberi kerberhasilan yang tidak terlalu sulit maupun terlalu mudah dicapai siswa. Kondisi demikian akan menghilangkan persaingan negatif yang terjadi dalam pembelajaran. Selain itu, penelitian STAD telah mencatat tentang tambahan signifikan dalam penghargaan diri, menyukai kelas, kehadiran, dan perilaku siswa (Sharan, 2012: 8). STAD seringkali digunakan dalam kelas yang berisi siswasiswa terlantar dengan hambatan akademis, dan telah berjalan efektif baik untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku siswa-siswa, serta untuk meningkatkan penerimaan terhadap mereka oleh teman sekelas mereka (Sharan, 2012: 9). Pembelajaran STAD selain memiliki banyak kelebihan namun ada pula kekurangan dari menggunakan model STAD. Kelemahan model pembelajaran STAD yang dikemukakan Slavin (2014: 41) adalah jika tidak dirancang dan dilaksanakan dengan baik
dan benar dapat memicu munculnya “pengendara
bebas” atau “para pembonceng” di mana saat sebagian anggota kelompok bekerja akan ada anggota yang tidak berpartisipasi dan tinggal mengendarai saja.
34
2.1.4. Pembelajaran IPA dengan Materi Perubahan Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan Melalui Model Pembelajaran STAD Pembelajaran IPA di SD dapat diartikan sebagai proses pemberian pengalaman belajar secara langsung kepada siswa SD untuk menemukan sendiri fakta konsep dan prisip tentang alam sekitar yang meliputi sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Dalam pembelajaran IPA SD, guru berperan sebagai pembimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD meliputi aspek-aspek makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Pada materi bumi dan alam semesta, siswa akan mempelajari tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. Perubahan lingkungan fisik merupakan salah satu sub materi yang dipelajari dalam materi bumi dan alam semesta. Pada pokok bahasan perubahan lingkungan fisik akan mengkaji tentang sebab terjadinya perubahan lingkungan fisik, pengaruh perubahan lingkungan fisik, dan cara mencegah perubahan lingkungan fisik. Materi yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa tersebut membuat materi ini bukan sesuatu yang baru. Setiap siswa memiliki pengetahuan awal tentang materi ini. Jadi siswa tidak dapat diperumpamakan sebagai botol kosong yang diisi ilmu pengetahuan oleh guru. Guru perlu merancang pembelajaran yang menghargai pengetahuan awal siswa dan menuntut keaktifan siswa untuk membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya dalam upaya tercapainya tujuan pembelajaran tentang materi perubahan lingkungan fisik. Upaya guru dalam merancang pembelajaran dapat dilakukan dengan memilih model pembelajaran yang tepat. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam materi perubahan lingkungan fisik bumi, salah satunya adalah model pembelajaran STAD. Model pembelajaran STAD adalah pembelajaran dengan langkah-langkah yang dilakukan meliputi presentasi kelas, belajar dalam kelompok, kuis,
35
penghitungan skor kemajuan, dan pemberian penghargaan yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi antarsiswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai tujuan kelompok dan keberhasilan kelompok namun tidak boleh bekerja sama saat mengerjakan kuis sehingga setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk menguasai materi. Dari pengertian tentang pembelajaran IPA dan model pembelajaran STAD, pembelajaran IPA dengan materi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan melalui model pembelajaran STAD merupakan proses pemberian pengalaman belajar secara langsung kepada siswa untuk menemukan sendiri fakta konsep dan prisip tentang perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan melalui pembelajarandengan langkah-langkah yang dilakukan meliputi presentasi kelas, belajar dalam kelompok, kuis, penghitungan skor kemajuan, dan pemberian penghargaan yang menekankan adanya aktivitas dan interaksi antarsiswa dalam kelompok untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai tujuan kelompok dan keberhasilan kelompok namun tidak boleh bekerja sama saat mengerjakan kuis sehingga setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk menguasai materi. Adapun sintak pembelajaran IPA dengan materi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan melalui model pembelajaran STAD sesuai dengan Standar Proses dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut ini: Tabel 2.7 Sintak Pembelajaran IPA dengan Materi Perubahan Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan melalui Model Pembelajaran STAD Sesuai Standar Proses
Langkah STAD Tahap I Persiapan
Aktifitas Guru 1)
2)
Guru mempersiapkan materi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan dapat berupa dua lembar kegiatan dan dua lembar jawaban untuk tiap kelompok yang tiap unit terdiri dari tiga-lima instruksi; Guru membagi para siswa ke dalam tim yang masingmasing beranggotakan 4-5 orangdengan ketentuan heterogenitas;
36
Langkah STAD
Aktifitas Guru 3) 4)
Tahap II Pelaksanaan
Guru menentukan skor awal pertama sebagai skor dasar; Guru membangun tim dengan memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan mengasyikkan supaya anggota dapat saling mengenal. Pra Pembelajaran 5) Guru mengecek kesiapan ruang, alat dan media pembelajaran. 6) Guru memeriksa kesiapan siswa untuk belajar. Membuka Pembelajaran 7) Guru melakukan apersepsi tentang perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan. 8) Guru memotivasi siswa untuk belajar dengan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, menjelaskan mengapa materi tentang perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan penting untuk dipelajari. 9) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Kegiatan Inti Pembelajaran Eksplorasi 10) Siswa membentuk kelompok sesuai petunjuk guru. 11) Guru menyampaikan materi pembelajaran dengan sumber belajar yang tepat. 12) Siswa menyimak penjelasan guru dengan seksama agar dapat mengerjakan kuis. 13) Guru menjelaskan aturan pelaksanaan belajar tim. Elaborasi 14) Siswa belajar dalam tim menyelesaikan lembar tugas. 15) Guru memfasilitasi siswa dalam belajar tim. 16) Siswa yang sudah memahami materi menjelaskan kepada seluruh anggota kelompok sampai paham. 17) Siswa yang belum memahami materi harus bertanya pada teman sekelompok terlebih dahulu sebelum bertanya kepada guru. 18) Guru meminta perwakilan setiap kelompok untuk mempresentasikan lembar tugas. 19) Siswa dari kelompok memberikan tanggapan presentasi kelompok lain. Konfirmasi 20) Siswa mengerjakan soal kuis yang dibagikan guru secara individu. 21) Siswa didampingi guru mengoreksi kuis. 22) Guru menghimpun nilai kuis seluruh siswa. 23) Guru didampingi siswa menghitung skor kemajuan individu.
37
Langkah STAD
Aktifitas Guru 24) Guru didampingi siswa menghitung skor kemajuan tim. 25) Guru didampingi siswa memberikan kategori pada masingmasing kelompok. 26) Guru memberikan penghargaan sertifikat pada kelompok yang mencapai kualifikasi super team, great team, good team. 27) Siswa bertanya jawab dengan guru tentang materi yang belum terselesaikan. 28) Guru meluruskan miskonsepsi dan kesalahpahaman yang terjadi. 29) Guru memberikan penguatan terhadap kegiatan dan pencapaian siswa yang telah berlangsung. Kegiatan Akhir Pembelajaran 30) Siswa dan guru merefleksi pembelajaran yang telah dilaksanakan 31) Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan berikutnya. 32) Guru menutup kegiatan pembelajaran dengan penutup.
Implementasi pembelajaran IPA dengan materi perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap lingkungan daratan melalui model pembelajaran STAD perlu dievaluasi keberhasilannya. Widoyoko (2012: 202) menuturkan bahwa untuk mengevaluasi program pembelajaran tidak cukup hanya menilai output belajar siswa semata, namun perlu menilai proses implementasi program dalam kelas atau disebut dengan kualitas pembelajaran. Menurut Depdiknas (Astiti, 2013: 28) kualitas pembelajaran merupakan keterkaitan sistemik dan sinergis antara guru, siswa, kurikulum, bahan belajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran yang menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler. Indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat dari perilaku pembelajaran guru, perilaku dan dampak belajar siswa, hasil belajar, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, dan kualitas media pembelajaran. Menurut Widoyoko (2012: 202-203) menyatakan apabila kinerja guru atau aktivitas guru baik akan mempunyai pengaruh terhadap iklim kelas, sikap dan motivasi belajar siswa, serta hasil belajar siswa. Evaluasi implementasi program dalam pembelajaran dalam penelitian ini dibatasi bidang kajiannya yang meliputi
38
aktivitas guru, aktivitas siswa, motivasi belajar siswa, dan hasil belajar siswa. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan penelitian yang belum dapat meneliti semua komponen pembelajaran.
2.1.5. Aktivitas Guru Guru merupakan salah satu indikator kualitas pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru adalah sutradara sekaligus aktor dalam pembelajaran. Tugas mengajar bukanlah pekerjaan yang sederhana melainkan memerlukan pemikiran dan tindakan yang mantap dari serangkaian kegiatan yang saling terkait. Beberapa keterampilan dasar mengajar guru dalam proses pembelajaran menurut pendapat Rusman (2012: 80) adalah sebagai berikut: 1) Keterampilan membuka dan menutup, adalah kegiatan yang dilaksanakan guru pada awal dan akhir pelajaran, artinya sebelum guru menjelaskan materi yang akan disampaikan terlebih dahulu guru mengkondisikan mental dan menarik perhatian siswa pada materi yang akan dipelajarai, dan menutupnya dengan penguatan. 2) Keterampilan menjelaskan, adalah menuturkan secara lisan mengenai suatu bahan pelajaran. 3) Keterampilan bertanya, adalah kegiatan yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atau respon balik. 4) Keterampilan memberikan penguatan, merupakan pemberian respon positif yang dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai siswa dalam proses belajarnya, dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku tersebut. 5) Keterampilan
mengadakan
variasi,
seperti
penggunaan
multisumber,
multimedia, multimetode, multistrategi, dan multimodel. 6) Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, merupakan salah satu cara memfasilitasi siswa saat belajar dalam kelompok. 7) Keterampilan mengelola kelas, merupakan kemampuan guru dalam mewujudkan dan mempertahankan suasana belajar yang optimal.
39
8) Keterampilan pembelajaran perseorangan, merupakan pembelajaran yang paling humanis untuk memenuhi kebutuhan siswa. Pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai apabila kedelapan keterampilan dasar mengajar dikuasai guru. Maka dari itu penulis menggunakan kedelapan keterampilan tersebut dalam instrumen penilaian observasi aktivitas guru disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran STAD sebagai berikut, (1) memeriksa kesiapan pembelajaran, (2) menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, (3) mempresentasikan materi, (4) mengorganisasikan dalam kelompok belajar, (5) membimbing kelompok belajar, (6) penghargaan kelompok, (7) kompetensi guru, dan (8) kegiatan akhir.
2.1.6. Aktivitas Siswa Aktivitas siswa dalam pembelajaran melibatkan aspek jasmani maupun rohani sehingga perubahan perilakunya berkaitan dengan ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif. Paul D. Diedirich (Hanafiah, 2011: 23-24) membagi aktivitas siswa dalam belajar dalam kelompok ialah: 1) Aktivitas fisik, yang termasuk di dalamnya adalah membaca, melihat gambar, mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain, bekerja atau bermain. 2) Aktivitas
lisan
(oral),
yaitu
mengemukakan
fakta
atau
prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. 3) Aktivitas
mendengarkan,
yaitu
mendengarkan
penyajian
bahan,
mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, dan mendengarkan radio. 4) Aktivitas menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. 5) Aktivitas menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, diagram, peta, dan pola. 6) Aktivitas metrik, yaitu percobaan, memilih alat-alat, melakukan pameran, membuat model, menyelesaikan permainan, menari, dan berkebun.
40
7) Aktivitas mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat, membuat keputusan. 8) Aktivitas emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang. Aktivitas akan nampak saat proses pembelajaran berlangsung yang dapat berpengaruh pada hasil belajar siswa. maka dari itu seorang guru yang merupakan sutradara pembelajaran harus dapat memfasilitasi siswa selama pembelajaran, agar siswa dapat berperan aktif dalam belajar. Pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai apabila kedelapan keterampilan dasar mengajar dikuasai guru sehingga aktivitas siswa yang diharapkan dapat terlaksana. Maka dari itu penulis menggunakan aktivitas siswa tersebut dalam instrumen penilaian observasi aktivitas siswa disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran STAD sebagai berikut, (1) memeriksa kesiapan pembelajaran, (2) menyimak apersepsi, tujuan
dan
motivasi
yang
disampaikan
guru,
(3)
menyimak
guru
mempresentasikan materi, (4) membentuk kelompok belajar, (5) belajar dalam kelompok, (6) penghargaan kelompok, (7) kompetensi guru, dan (8) kegiatan akhir.
2.1.7. Motivasi Belajar 2.1.7.1. Pengertian Motivasi Belajar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Balai Pustaka, 2002: 756) motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Pengertian motivasi dalam KBBI sangatlah luas yang dapat mencakup seluruh aspek kehidupan. Dorongan dan tindakan dalam motivasi memiliki hubungan sebab-akibat. Dengan adanya dorongan mengakibatkan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu hingga mendapatkan kepuasan.
41
Salah seorang tokoh pengembang motivasi berprestasi, Mc. Donald memiliki definisi yang senada dengan KBBI. Mc. Donald (Djamarah, 2011:148) mengatakan bahwa, motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Jadi motivasi untuk belajar merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Menurut Mc. Donald hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah. Pendapat Mc. Donald menunjukkan adanya keterkaitan antara motivasi belajar dengan hasil belajar. Dengan adanya motivasi untuk belajar tentunya akan diiringi pula oleh tindakan belajar. Dengan adanya tindakan belajar sehingga akan berdampak pula dengan peningkatan hasil belajar yang ingin dicapai pebelajar untuk mendapatkan kepuasan. Menurut Dalyono (Djamarah, 2011:201) kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan, terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus dihadapi untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekad bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar. Sependapat dengan Dalyono, Suprijono (2011:163) berpendapat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah dan kegigihan perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Pendapat Suprijono ini menunjukkan bahwa dorongan tidak hanya berasal dari dalam individu namun bisa juga berasal dari luar individu tersebut yang terarah dan relatif permanen. Pendapat lain dikemukakan olah Hanafiah, dkk.(2011: 26-27) yang merujuk motivasi belajar sebagai kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri siswa untuk belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendapat Hanafiah lebih terfokus pada daya pendorong siswa yang
42
membuat siswa mengikuti pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM) agar tercapainya keseluruhan aspek hasil belajar. Adapun Eysenck (Slameto, 2010: 170) merumuskan motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan proses yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti minat, konsep diri, sikap, dan sebagainya.
Siswa
yang
tampaknya
tidak
termotivasi,
mungkin
pada
kenyataannya cukup bermotivasi tapi tidak dalam hal-hal yang diharapkan pengajar. Mungkin siswa cukup bermotivasi untuk prestasi sekolah namun pada saat yang sama ada kekuatan-kekuatan lain, seperti teman-teman yang mendorongnya untuk tidak berprestasi di sekolah. Sementara itu, Sardiman (2011: 75) menyatakan bahwa motivasi merupakan serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka maka akan berusaha untuk meniadakan perasaan tidak suka itu. dengan demikian motivasi itu dapat dirangsang oleh faktor luar. Dalam pembelajaran motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar, dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai. Berdasarkan pendapat para ahli tentang motivasi, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar, internal atau eksternal untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan yang dikehendakinya. Sedangkan motivasi belajar adalah dorongan seseorang baik internal atau eksternal untuk belajar dan mengubah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Hamalik (2004: 159) menuturkan bahwa motivasi memiliki dua komponen yaitu komponen dalam (inner component) dan komponen luar (outer component). Komponen dalam adalah perubahan dalam diri seseorang, keadaan merasa tidak puas, dan ketegangan psikologis. Komponen luar adalah apa yang diinginkan seseorang, tujuan yang menjadi arah perilaku. Jadi komponen dalam merupakan
43
kebutuhan-kebutuhan yang ingin dipuaskan, sedangkan komponen luar adalah tujuan yang hendak dicapai. Hamalik (2004: 159) menjelaskan bahwa antara kebutuhan, motivasi, perbuatan, tujuan dan kepuasan terdapat hubungan yang kuat. Setiap perbuatan senantiasa karena adanya dorongan motivasi. Timbulnya motivasi oleh karena seseorang merasakan kebutuhan tertentu dan karenanya perbuatan tadi terarah pada pencapaian tujuan tertentu pula. Apabila tujuan telah tercapai maka akan merasa puas. Kelakuan yang memberikan kepuasan terhadap sesuatu kebutuhan akan cenderung untuk diulang kembali, sehingga ia akan menjadi lebih kuat dan lebih mantap. Menurut Hanafiah (2011: 27) motivasi digolongkan dalam dua jenis yaitu: 1) Motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datangnya secara alamiah atau murni dari diri siswa itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri dari lubuk hati yang paling dalam. 2) Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya disebabkan faktor-faktor di luar siswa, seperti adanya pemberian nasihat dari guru,hadiah, kompetisi sehat antarsiswa, hukuman, dan sebagainya. Sulit untuk menentukan jenis motivasi manakah yang lebih baik antara motivasi intrinsik atau motivasi ekstrinsik. Memang yang dikehendaki ialah timbulnya motivasi intrinsik pada siswa akan tetapi motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Karena itu adanya tanggung jawab guru agar pengajaran siswa berhasil dengan baik maka membangkitkan motivasi ekstrinsik. Diharapkan lambat laun akan timbul kesadaran sendiri pada siswa untuk belajar. Jadi, sasaran guru adalah menimbulkan self motivation. Hanafiah (2011: 27) menyebutkan motivasi memiliki beberapa fungsi yaitu merupakan alat untuk: (1) mendorong terjadinya perilaku belajar siswa; (2) mempengaruhi prestasi belajar siswa; (3) memberikan direksi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran; (4) membangun sistem pembelajaran lebih bermakna.
44
2.1.7.2. Upaya Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa Menurut De Deece dan Grawford (Djamarah, 2011:169) cara guru sebagai pengajar untuk memelihara dan meningkatkan motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut: 1) Menggairahkan Anak Didik Dalam rutinitas di kelas sehari-hari guru harus menghindari hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memberikan banyak hal yang menarik yang perlu dipikirkan dan dilakukan. 2) Memberikan Harapan Realistis Guru memelihara harapan siswa yang realistis dan memodifikasi harapan yang kurang atau tidak realistis. Bila anak didik telah mengalami banyak kegagalan, guru memberikan sebanyak mungkin keberhasilan kepada siswa. Harapan yang diberikan merupakan harapan yang terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. 3) Memberikan Insentif Bila siswa mengalami keberhasilan, guru memberikan hadiah kepada siswa dapat berupa pujian, angka yang baik, dan sebagainya atas keberhasilannya, sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai mencapai tujuan pembelajaran. 4) Mengarahkan Perilaku Siswa Guru memberikan respon terhadap siswa yang tak terlibat langsung dalam pembelajaran di kelas. Siswa yang diam, membuat keributan, berbicara semaunya, dan lain-lain diberikan teguran secara arif dan bijaksana bukan dengan pemberian gelar negatif. Cara mengarahkan perilaku siswa adalah dengan memberikan tugas, bergerak mendekati, memberi hukuman mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan perkataan yang baik dan ramah.
2.1.7.3. Indikator Motivasi Belajar Menurut KBBI (Balai Pustaka, 2002: 430) indikator adalah sesuatu yang dapat memberikan atau menjadi petunjuk/keterangan. Kaitannya dengan motivasi, maka indikator motivasi adalah sebagai alat pemantau yang dapat memberikan
45
petunjuk ke arah motivasi. Motivasi seseorang terhadap sesuatu akan diekpresikan melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan motivasinya. Untuk mengetahui indikator motivasi dapat dilihat dengan cara menganalisis kegiatankegiatan yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian untuk menganalisis motivasi belajar siswa dapat digunakan beberapa indikator motivasi sebagai berikut: Menurut Uno (Suprijono, 2011:163) indikator motivasi belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. Berbeda dengan pendapat Uno, Hanafiah mengukur motivasi belajar dengan mengamati dari sisi-sisi berikut: (1) durasi belajar; (2) sikap terhadap pebelajar; (3) frekuensi belajar; (4) konsistensi terhadap belajar; (5) kegigihan dalam belajar; (6) loyalitas terhadap belajar; (7) visi dalam belajar; (8) achievement dalam belajar. Motivasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA khususnya pada materi perubahan lingkungan fisik bumi dan pengaruhnya. Berdasarkan pendapat para ahli tentang indikator motivasi belajar, dapat disimpulkan indikator motivasi belajar yang digunakan antara lain: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; serta (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik.
2.1.8. Hasil Belajar Seperti pemaparan sebelumnya (halaman 8) belajar adalah proses yang memperantai perubahan perilaku atau hasil/akibat dari pengalaman, mendahului perilaku, dan bersifat relatif permanen dengan ciri-ciri perubahan terjadi secara
46
sadar, perubahan bersifat kontinyu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, permanen, terarah, serta mencakup seluruh aspek tingkah laku yang dapat digambarkan pada bagan 2.1.
Bagan 2.1 Kerangka Definisi Belajar (Hergenhahn, 2012: 4) Belajar merupakan perantara dari pengalaman dan perubahan perilaku pebelajar. Pengalaman menyebabkan perubahan pada proses belajar, yang berakibat adanya perubahan perilaku. Sehingga hasil dari belajar adalah perubahan perilaku. Proses belajar dalam suatu pembelajaran (belajar secara sengaja) akan menghasilkan hasil belajar yang bertahan lebih lama dan sistematik daripada hasil belajar dari proses belajar yang dilakukan secara tidak sengaja. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah (Slameto, 2010: 3-4): (1) perubahan secara sadar; (2) perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Sudjana
(2011:22)
mengemukakan
bahwa
hasil
belajar
adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sependapat dengan Sudjana, Anni (2009: 85) mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pelaku belajar. Oleh karena itu apabila
47
siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh berupa penguasaan konsep. Perubahan perilaku yang harus dicapai siswa setelah melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan peserta didikan. Tujuan peserta didikan merupakan deskripsi tentang perubahan perilaku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah terjadi. Sependapat dengan deskripsi tersebut, Supratiknya (2012: 1) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk perubahan tingkah laku yang sesuai dengan SK, KD dan indikator setelah seorang siswa mengikuti pembelajaran disebut hasil belajar. Kegiatan proses belajar dikatakan berhasil atau tidak, tercermin dari hasil usaha yang dilakukan selama proses belajar berlangsung melalui suatu evaluasi belajar. Hasil belajar digunakan sebagai patokan untuk melihat penguasaan belajar siswa setelah diadakannya kegiatan pembelajaran. Hasil belajar yang menjadi objek penilaian kelas berupa kemampuan-kemampuan baru yang diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajarmengajar tentang mata pelajaran tertentu. Pemerolehan kemampuan tersebut akan terwujud dalam perubahan tingkah laku tertentu, seperti dari tidak tahu menjadi tahu tentang sesuatu, dari acuh tak acuh menjadi menyukai objek dan aktivitas tertentu, serta dari tidak bisa menjadi cakap dalam melakukan keterampilan tertentu (Supratiknya, 2012: 5). Menurut Benjamin S. Bloom (Anni, 2009: 86) ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu: 1) Ranah kognitif: berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. 2) Ranah afektif: berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. 3) Ranah psikomotor: meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati). Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dari beberapa ahli maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang ditunjukkan siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajar dalam ranah kognitif, afektif,
48
maupun psikomotor. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diteliti adalah hasil belajar IPA. Dengan demikian hasil belajar merupakan bentuk-bentuk perubahan tingkah laku yang sesuai dengan SK, KD dan indikator setelah seorang siswa mengikuti pembelajaran IPA baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dalam penelitian ini akan mengimplementasikanpembelajaran STAD dengan KD 10.1 mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut) dan KD 10.2 menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor). Kata kerja operasional yang terdapat dalam KD tersebut adalah mendeskripsikan dan menjelaskan di mana menurut Dickson dkk. (Arikunto, 2013: 150) tergolong dalam ranah kognitif tingkat pengetahuan (C1). Dengan demikian indikator yang dibuat dalam penelitian ini berada pada tingkat C1 pula dengan kata kerja operasionalnya adalah mengidentifikasi yang tergolong dalam ranah kognitif tingkat pengetahuan (C1) pula.
2.2.
Penelitian yang Relevan Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan
beberapa penelitian yang relevan dengan variabel penelitian yang akan dilakukan. Penelitian Sulastri pada tahun 2012 dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran STAD dan Penggunaan Alat Peraga Konkret Tentang Energi, Siswa Kelas IV SD Negeri 3 Kandangan Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012. Pada kondisi awal ketuntasan klasikal yang dapat dicapai adalah 66,67% dengan nilai rata-rata hasil belajar 58,67, dan setelah menerapkan model pembelajaran STAD meningkat menjadi 70% dengan nilai rata-rata hasil belajar siklus I adalah 72,83 dan pada siklus II menjadi 86,67% dengan nilai rata-rata hasil belajar 80,73. Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah model STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Sejenis dengan penelitian yang dilakukan Sulastri, Purwitasari melakukan penelitian sejenis pada tahun 2013 dalam skripsi yang berjudul “Peningkatan hasil belajar IPA dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD bagi
49
siswa kelas V SD Negeri Pesaren 2 Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014”. Pada kondisi awal ketuntasan klasikal yang dapat dicapai adalah 34,78% dengan nilai rata-rata hasil belajar 63,91. Pada siklus I ketuntasan klasikal 69,56% atau 16 siswa dengan nilai rata-rata hasil belajar 70,43 dan meningkat pada siklus II menjadi 91,30% atau 21 siswa dengan nilai rata-rata hasil belajar 77,39. Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah model STAD dapat meningkatkan hasil belajar IPA. Sejenis dengan penelitian sebelumnya, Donatus melakukan penelitian pada tahun 2012 yang berjudul “Upaya Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar IPA (Sains) melalui Metode Cooperative Learning Tipe STAD pada Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri Ledok 02 Salatiga Semester II tahun pelajaran 2011/2012”. Hasil analisis penelitian menunjukkan peningkatan motivasi belajar siswa dan hasil belajar siswa. Motivasi belajar siswa pada siklus I adalah 63,75% dan meningkat menjadi 85,15% pada siklus II. Ketuntasan hasil belajar pada kondisi awal 56,82% dengan nilai rata-rata hasil belajar 69,25 dan mengalami peningkatan pada siklus I yaitu ketuntasan hasil belajar 79,55% dengan nilai ratarata hasil belajar 75,23 dan meningkat menjadi 88,75 dengan persentase ketuntasan 97,73% pada siklus II. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah model STAD dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar IPA. Penelitian yang telah diuraikan walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sulastri dan Purwitasari model pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar. Sementara itu, penelitian yang dilakukan Donatus dapat diketahui bahwa model pembelajaran STAD dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Dengan demikian ketiga penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian yang akan dilakukan, penulis lebih menekankan penggunaan model pembelajaran STAD pada upaya peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Dalam penelitian ini penulis bekerjasama dengan praktisi pendidikan (kepala sekolah, guru, siswa, dan pihak lainnya) dalam menerapkan model pembelajaran STAD untuk meningkatkan motivasi dan hasil
50
belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas 4 SDN Karangduren 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang semester II tahun pelajaran 2013/2014.
2.3.
Kerangka Berpikir Tujuan pembelajaran pada prinsipnya dapat dicapai secara maksimal jika
guru memahami dengan baik komponen-komponen pembelajaran terutama penggunaan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pembelajaran. Pembelajaran IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Guru yang menggunakan pembelajaran kurang menarik pada mata pelajaran IPA membuat siswa tidak memiliki motivasi belajar yang tinggi karena tidak ada dorongan dan hal yang ingin dicapai dari belajar siswa. Apabila motivasi belajar rendah berdampak pada rendahnya hasil belajar, dikarenakan seseorang yang tidak mempunyai motivasi belajar tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Oleh karena itu, guru sebaiknya dapat menciptakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif sehingga siswa menemukan sendiri pengetahuannya baik secara mandiri maupun kerjasama kelompok, salah satunya melalui model pembelajaran STAD. Model Pembelajaran STAD menjadikan guru berperan sebagai fasilitator yang memotivasi siswa dan menyusun skenario pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan siswa memiliki tugas untuk mengkonstruk sendiri pengetahuannya, dan memantau kemajuan belajarnya sehingga siswa akan merasakan arti pentingnya belajar baik belajar dalam kelompok maupun secara mandiri. Apabila siswa menyadari arti penting belajar, motivasi intrinsik belajarnya tinggi sehingga berimplikasi terhadap adanya aktivitas belajar bermakna yang meningkatkan hasil belajar. Kegiatan belajar yang dikerjakan secara kelompok akan lebih menantang karena setiap anggota harus saling membantu dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan dan keberhasilan kelompok. Namun, siswa juga harus bertanggung jawab untuk dapat mengerjakan kuis secara mandiri karena poin dalam kuis akan berpengaruh terhadap kelompok sehingga siswa dituntut untuk menguasai
51
pembelajaran IPA untuk mendapatkan penghargaan. Hasil belajar siswa dan kelompok akan lebih berkesan apabila siswa diberikan penghargaan atas usaha mereka. Selain itu jika siswa diberi penghargaan setelah melakukan pekerjaan yang lebih baik dari sebelumnya, mereka akan lebih terpacu untuk belajar daripada jika mereka diberi penghargaan berdasarkan prestasi yang lebih baik dari teman mereka. Pemberian penghargaan juga akan meningkatkan motivasi ekstrinsik siswa untuk belajar dan memperbaiki diri dalam pembelajaran selanjutnya. Dengan adanya motivasi yang tinggi dapat memberikan pengaruh meningkatnya aktifitas belajar sehingga hasil belajar dapat meningkat. Secara sistematis kerangka berpikir digambarkan pada bagan 2.2 berikut ini: Pelaksanaan pembelajaran IPA saat ini Motivasi belajar IPA siswa rendah
Hasil belajar IPA siswa rendah.
Pembelajaran IPA dengan menerapkan Model STAD
Langkah-langkah pembelajaran STAD terdiri dari: (1) penyampaian tujuan dan motivasi, (2) pembagian kelompok, (3) presentasi dari guru, (4) belajar kelompok atau kerja tim, (5) kuis atau evaluasi, (6) penghargaan prestasi kelompok dan individu.
Motivasi belajar IPA siswa meningkat.
Bagan 2.2 Kerangka Berpikir
Hasil belajar IPA siswa meningkat.
52
2.4.
Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis
penelitian tindakan kelas ini dirumuskan sebagai berikut: “Motivasi dan hasil belajar IPA siswa kelas 4 SDN Karangduren 02 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkat dengan menggunakan model pembelajaran STAD (Student Teams Achievment Divisions)”.