9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab yang kedua ini, tentang Kajian Pustaka, akan dibahas 4 (empat) bagian besar, yaitu (1) kajian teori, (2) hasil penelitian yang relevan, dan (3) kerangka berpikir, serta (4) hipotesis. Bagian ini merupakan dasar atau landasan teoritis bagi pelaksanaan penelitian ini. Berikut ini akan dibahas secara khusus keempat bagian-bagian besar tersebut. 1. Kajian Teori a. Belajar 1) Pengertian Pendapat para ahli psikologi dan pendidikan tentang pengertian belajar sangat bermacam-macam. Pendapat-pendapat tersebut lahir berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda dan sesuai dengan kepentingan para ahli yang bersangkutan. Namun dengan perbedaan itu bukanlah hal yang patut untuk dipertentangkan, melainkan untuk mencari kesamaan demi perkembangan dunia pendidikan sekarang ini. Menurut Slameto (2010) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya. Menurut James O. Whittaker dalam Djamarah dkk (2002) merumuskan belajar sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
10
Menurut Cronbach dalam Djamarah dkk (2002) belajar sebagai usaha aktifitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar juga dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan.Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk mengusahakan perubahan tingkah laku baik jiwa dan raga melalui latihan sebagai hasil dari pengalaman individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 2) Teori-Teori Belajar Menurut Thorndike dalam Dina Gasong (2005) terdapat tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
11
a) Teori Belajar behaviorisme Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi
belajar
yang berpengaruh
terhadap
arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulusresponnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman. b) Teori Belajar kognitivisme Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
12
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masingmasing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. c) Teori Belajar Konstruktivisme Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pembelajaran konstektual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih paham dan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
13
Dalam proses pembelajaran ketiga kategori teori belajar itu dipadukan sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang
sudah
ditetapkan. Ketiga kategori teori tesebut tidak bisa dipisahkan satu sama lain, namun tetap bisa dibedakan agar dalam pencapaian tujuan pembelajaran dipahami aspek yang dikembangkan, misalnya kognitif, afektif atau psikomotor. Teori-teori belajar yang mendukung kegiatan proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas (Slameto, 2010), yaitu: a) Teori Gestalt Teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman. Teori ini mengatakan bahwa belajar merupakan memperoleh pemahaman dan pandangan (insight). Insight adalah didapatkannya pemecahan problem, dimengeritnya persoalan. Jadi belajar bukan semata-mata mengulangi hal-hal yang harus dipelajari (Suryabrata S, 1984) Menurut Hilgard dalam Suryabrata S (1984) Sifat-sifat belajar dengan insight (pandangan), yaitu (1) Tergantung dari kemampuan dasar; Belajar dengan insight pada siswa dipengaruhi oleh inteligensi atau kemampuan dasar siswa dimana kemampuan tersebut berbeda-beda pada setiap individu. Dengan inteligensi atau kemampuan dasar ini memungkinkan siswa untuk dapat belajar lebih baik di sekolah. Kemampuan dasar/ inteligensi/
14
potensial ability, menurut Singgih Gunarsa (dalam Sunarto H dkk, 1999) adalah suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan
memperoleh
ilmu
pengetauan
dan
mengamalkan ilmu tersebut dalam tingkah laku tertentu secara lancar untuk menghadapi lingkungan dan masalah yang timbul. (2) Tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan; Bahwa
belajar
dengna
insight
dipengaruhi
oleh
pengalaman masa lalu siswa pada awal pertumbuhannya dalam keluarga. Pengalaman yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari. Namun pengalaman masa lalu tersebut walapun relevan belum tentu individu tersebut bisa memecahkan masalah. Kemudian siswa belajar dari pengalaman yang diperoleh dari luar
tersebut, dimana pengalaman tersebut
berupa stimulan-stimulan dari alam bebas maupun stimulan yang diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk program pendidikan (Sukardjo M, dkk, 2009). (3) Hanya timbul apabila, situasi belajar diatur sedemikian rupa sehingga aspek yang perlu dapat diamati; Sifat ini belajar ini menggunakan cara eksperimental. Dalam ekperimen suatu permasalahan akan bisa dipecahkan dengan bantuan alat yagn dibuat secara khusus, maka problem tersebut akan mudah dipecahkan. Tetapi jika apabila alat yang
15
diperlukan untuk memecahkan masalah tersetu dimanipulasi seolah-olah tidak mungkin, maka yang diperoleh adalah persoalan makin rumit dan sulit (Suryabrata S (1984) . (4) Pandangan adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit; Belajar dengan insight harus ada usaha aktif dari seorang individu untuk mendapatkan sebuah pandangan yang baru lagi. Individu semakin mendapatkan insight jika didahului oleh saat-saat mencoba-coba, baru individu tersebut mendapatkan insight. Saat seseorang mendapatkan pandangan baru bila ia dihadapkan pada kondisi ketidakseimbangan kognitif sehingga ia berusaha untuk mendapatkan keseimbangan lagi dengan berpikir secara aktif. Wiji Suwarno (2006) memandang hal ini sebagai usaha individu atau organisme untuk mendapatkan pandangan baru berdasarkan teori gestalt. (5) Dapat diulangi; Belajar dengan insight dalat diulangi artinya bahwa belajar itu perlu latihan berulang-ulang agar tetap diingat dalam jangka waktu yang lama (retensi). Dengan belajar terus menerus maka akan besar kemungkinan ingatan terhadap sebuah pandangan (insight) siswa dapat muncul kembali (Witherington dkk, 1982). Jika sudah terlatih akan dengan mudah seorangg individu menyelesaikan masalah tersebut (Suryabrata S (1984)
16
(6) Dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru. Pengalaman-pengalaman,
pandangan-pandangan
atau
konsep-konsep yang sudah mengendap dalam diri seorang siswa akan muncul kembali dan digunakan untuk menghadapi situasi baru. Siswa dengan mudah mencari solusi dari permasalahan yang ada berdasarkan pengalaman pada masa lalu. Pandangan memampukan siswa untuk memanipulasi situasi
untuk
kepentingannya.
Gillford
dalam
Tim
Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989) menyebutnya sebagai kemampuan berpikir divergen yaitu mampu menyusun hipotesis dalam situasi yang problematis. b) Teori Keingintahuan (Curiosity ) (Oslon Matthew, 2009) Teori ini dikemukakan oleh Jerome Bruner
yang
mengatakan bahwa belajar bukan untuk mengubah tingkah laku seseorang melainkan mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan mudah. Dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap siswa dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk meningkatkan proses belajar perlu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
17
c) Teori Struktur Kognitif (Cognitif Sctucture)(Oslon Matthew,2009) Teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget ini mengatakan bahwa cara belajar seseorang dipengaruhi oleh tahap-tahap perkembangan mental yang sedang berlangsung. Tahap-tahap perkembangan mental yang dimaksud adalah tahap berpikir secara intuitif dimana individu menggunakan indera untuk mengenal lingkungan; beroperasi secara konkret dimana individu sudah mengidentifikasi sesuatu, mengingkari sesuatu, dan mencari hubungan timbale balik; beroperasi secara formal dimana individu mampu berpikir secara abstrak dan membuat hipotesis. Jean Piaget sangat peduli terhadap pengembangan keterampilan kognitif terutama kecerdasan atau inteligensi (W Berkson dkk, 2003). Menurut
Piaget
(dalam
Slameto,2010)
proses
perkembangan belajar anak adalah (1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa, jadi anak bukan orang dewasa yang berukuran kecil; Anak-anak
hidup
dalam
dinamika
sesuai
dengan
perkembangan mentalnya masing-masing karena mereka memiliki cara yang unik dan khas dalam menyatakan sebuah fakta yang terjadi di sekitarnya. Orang dewasa tidak mempunyai kewenangan untuk memperlakukan anak sebagai layaknya orang dewasa walaupun anaknya sendiri.
18
(2) Perkembangan mental anak melalui tahap-tahap tertentu menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak; Setiap anak berkembang mentalnya sama seperti anak-anak yang lain yang juga mengalami perkembangan mentalnya menuju kedewasaan. Perkembangan menuju ke kedewasaan ini menempuh tahap yang sama juga dengan anak yang lain mulai dari berpikir secara intuitif; beroperasi secara konkret; dan beroperasi secara formal. Semua anak sampai dewasa mengalami proses perkembangan mental tersebut. (3) Walapun sama, tapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap lain tidak selalu sama untuk setiap anak; Walapun semua anak mengalami perkembangan melalui tahap-tahap mental tertentu namun dilihat dari sisi waktu untuk melewati tahap tertentu tidak sama untuk semua anak. Artinya waktu yang digunakan untuk menghayati dan melewati masa berpikir intuitif, beroperasi secara konkret, dan beroperasi secara formal tidak sama. Ada anak yang cepat melewati masa itu, tetapi ada juga yang lambat. (4) Perkembangan
mental
dipengaruhi
oleh
kemasakan,
pengalaman, interaksi sosial, equilibration (gabungan dari ketiga faktor tadi untuk membangun dan memperbaiki struktur mental).
19
Cepat atau lambatnya perkembangan mental anak dari berpikir intuitif, beroperasi konkret dan beroperasi secara formal dipengaruhi oleh berbagai faktor. Seorang anak yang cepat berpindah perkembangannya dari berpikir intuitif ke beroperasi secara konkret karena dipengaruhi oleh kematangan anak yang bersangkutan, pengalaman anak itu sendiri, pergaulannya dengan orang lain, atau gabungan dari ketiga faktor tadi dalam membangun sebuah kedewasaan. d) Teori Stimulus Respon (Moein dkk, 1991) Belajar, menurut teori yang diperkenalkan oleh R.Gagne ini, adalah
suatu
proses
untuk
memperoleh
motivasi
dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Selain itu, Gagne juga menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. e) Purposeful Learning Purposeful learning adalah belajar yang dilakukan dengan sadar untuk mencapai tujuan dan dilakukan oleh siswa tanpa perintah atau bimbingan orang lain, dilakukan oleh siswa dengan bimbingan orang lain di dalam situasi belajar mengajar di sekolah. f) Belajar dengan jalan Mengamati dan Meniru (Observational Learning and Imitation) Teori belajar yang disampaikan oleh Bandura dan Walters ini menyatakan bahwa belajar merupakan penguasaan tingkah laku
20
baru sebagai hasil dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam waktu yang bersamaan dengan yang diamati. Model yang ditiru adalah kehidupan nyata, simbolik, dan representasional. g) Belajar yang Bermakna (Meaningful Learning) Teori belajar yang bermakna yang diperkenalkan Ausubel dan Robinson mengatakan bahwa belajar merupakan proses mengintegrasikan atau menghubungakan informasi atau ide baru ke dalam struktur kognitif yang telah ada. Bagaimana bahan baru dapat dipelajari dengan baik, bergantung pada apa yang telah diketahui. Konsep-konsep yang mantap dan jelas yang telah ada dalam struktur kognitif memudahkan belajar dan retensi. Untuk menambah kemantapan dan kejelasan konsep itu perlu latihan. Struktur kognitif
bersifat piramidal. Bagian puncaknya
sempit yang berisi konsep-konsep atau teori-teori yang paling umum. Bagian tengah yang agak luas, berisi sub-konsep yang kurang umum. Bagian dasar yang paling luas berisi informasiinformasi khusus (konkret). 3) Prinsip-Prinsip Belajar Prinsip belajar menurut teori gestalt (Slameto, 2010) adalah a) Belajar berdasarkan keseluruhan; Prinsip
belajar
secara
keseluruhan
didasarkan
pada
kenyataan bahwa apa yang dipelajari sangat kompleks sehingga untuk memudahkan pemahaman dengan cara menghubungkan
21
pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain. Pebelajar berusaha semaksimal mungkin mengkaitkan pelajaran secara utuh dan menyeluruh untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap. b) Belajar merupakan suatu proses perkembangan; Prinsip belajar ini mau mengatakan bahwa belajar merupakan proses dinamis dimana pebelajar mendapatkan pemahaman untuk mengetahui, mempelajari, dan merencanakan sesuatu sesuai dengan tarat perkembangan individu yang bersangkutan. c) Siswa sebagai organisme keseluruhan; Prinsip ini mau menyadarkan kepada para pendidik bahwa pembelajaran bukan hanya menyangkut segi kognitif saja. Guru harus sadar bahwa selain mengembangkan segi kognitif, ia juga berperan dalam mengembangkan sisi afektif dan keterampilan siswa sehingga intelektual, emosional dan jasmani siswa dapat berkembang secara seimbang. d) Terjadi transfer; Prinsip belajar ini berpesan bahwa dalam belajar yang terpenting adalah penyesuaian dan merespon secara tepat sehingga apa yang dipelajari benar-benar dikuasai. Penguasaan apa yang dipelajari yang ditandai dengan adanya kesesuaian dan adanya respon yang tepat tadi sangat berguna untuk memindahkan kemampuan yang satu ke kemampuan yang lain.
22
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman; Menurut prinsip ini seorang anak baru dikatakan belajar apabila ia dapat menganalisis pengalaman yang lalu untuk menyelesaiakan persoalan/masalah yang baru dalam bentuk yang lain. Dalam menganalisis pengalaman ia mengorganisasikan kembali pengalaman yang pernah ia jumpai untuk mencari solusi ketika sedang menghadapi persoalan dan persoalan yang akan dihadapainya dengan perilaku yang lebih baik dari sebelumnya. f) Belajar harus dengan insight; Dalam proses belajar, seorang pebelajar akan mendapatkan pengertian, hubungan, dan perbandingan. Perolehan wawasan ini akan
bertambah
dan
selalu
berkembang
sesuai
dengan
perkembangan individu yang belajar tersebut. Proses belajar pun membutuhkan sebuah wawasan yang baik. g) Belajar lebih berhasil apabila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan siswa; Prinsip belajar yang berhubungan dengan kebutuhan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diajak untuk mengembangkan kemampuan, bakat, dan minat yang telah dimiliki dengan memanfaatkan fasilitas yang ada secara maksimal. Siswa pun akan termotivasi untuk belajar secara maksimal karena siswa yang bersamgkutan memang membutuhkan apa yang dipelajarinya itu.
23
h) Belajar berlangsung terus menerus. Prinsip ini setuju bahwa belajar bukan hanya di sekolah saja tetapi juga di luar sekolah, baik penglaman sendiri maupun dlaam pergaulan dengan masyarakat. Belajar tidak cukup hanya terbatas pada saat di sekolah, tetapi setelah keluar dari sekolah pun tetap belajar, seumur hidup. Prinsip-prinsip belajar menunjuk pada hal-hal penting yang harus dilakukan agar proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang diharapkan. Aunurrahman (2011) mengatakan bahwa prinsip belajar dalam proses pembelajaran adalah: prinsip perhatian dan motivasi; prinsip transfer dan retensi; prinsip keaktifan; prinsip keterlibatan langsung; prinsip pengulangan; prinsip tantangan; prinsip balikan dan penguatan; prinsip perbedaan individual. Prinsip-prinsip belajar menurut Sardiman AM (2004) adalah a) Belajar berarti mencari makna; Siswa sendiri berusaha secara aktif untuk menciptakan sebuah makna dari pengalaman mereka dalam melihat, mendengar, merasakan dan mengalami; b) Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus; Pembentukan makna merupakan usaha yang terus menerus sepanjang hidup. Keterampilan berproses untuk mendapatkan sebuah makna ini dilakukan untuk membuktikan bahwa siswa itu sungguh-sungguh belajar dari kehidupannya.
24
c) Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, tetapi perkembangan itu sendiri; Bahwa belajar bukan hanya sekedar mengumpulkan fakta saja yang jika sudah terkumpul kemudian beberapa waktu akan dilupakan. Lebih dari itu, belajar merupkan pengembangan untuk membuat pengertian baru, konsep-konsep yang bermanfaat bagi kehidupannya. d) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya; Prinsip belajar yang bertujuan mendapatkan hasil itu dicapai dengan berbagai faktor fisik dari siswa itu sendiri maupun dari luar diri siswa yang bersangkutan seperti lingkungan yang ada disekitar subjek pebelajar itu. e) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui, si subjek belajar, tujuan, motivasi yang mempengaruhi proses interaksi dengan bahan yang sedang dipelajari. Bahwa pencapaian hasil akhir dari proses pembelajaran baik prestasi tinggi atau sebaliknya dipengaruhi faktor-faktor yang ada dalam diri siswa dalam interaksinya dengan materi yang sedang dipelajari. Menurut Moein dkk (1991) prinsip belajar yang diterapkan untuk meningkatkan proses belajar dan pembelajaran adalah
25
a) Prinsip efek kepuasan (law of effect); Berdasarkan prinsip ini, hasil belajar akan diperkuat apabila menghasilkan rasa senang atau puas. Sebaliknya hasil belajar akan diperlemah apabila menghasilkan perasaan tidak senang. Wiji Suwarno (2006) mengatakan bahwa perbuatan yang yang diikuti akibat menyenangkan akan diulang terus menerus, jika tidak mendapatkan kepuasan akan ditinggalkan atau dihentikan. b) Prinsip pengulangan (law of exercise); Prinsip ini mengandung arti bahwa hasil belajar dapat lebih sempurna apabila sering diulang dan dilatih. Sebaliknya jika tidak diulang dan dilatih akan menyebabkan hasil belajar yang telah ada semua hilang dan secara berangsur-angsur tidak dimiliki lagi. Pengulangan ini bermanfaat untuk menjaga retensi yang dimiliki oleh individu agar tidak pudar atau bahkan hilang sama sekali. c) Prinsip kesiapan (law of Readiness); Prinsip ini menyatakan bahwa proses belajar akan memperoleh tingkah laku baru apabila telah siap belajar. Kesiapan ini berkenaan dengan kesiapan kematangan fisik dan psikologis. Selain itu kesiapan berkaitan juga dengan penerimaan atau penolakan terhadap respon yang ada. Jika keadaan siswa belum siap maka terjadi kekecewaan (W Suwarno, 2006)
26
d) Prinsip kesan pertama (law of primacy); Prinsip ini berati bahwa penyiapan situasi belajar yang baik, diharapkan memberikan kesan awal yang baik pula. Tetapi jika proses belajar pertama keliru dan membentuk kebiasaan buruk, akan tetap mewarnai belajar berikutnya secara beruntun serta menghasilkan yang buruk pula. e) Prinsip makna yang dalam (law of intensity); Berdasarkan prinsip ini, belajar akan memberi makna yang dalam apabila diupayakan melalui kegiatan yang bersemangat. Pengalaman yang statis dan penyajian yang kurang menarik tidak akan memberi makna yang dalam bagi hasil belajar. f) Prinsip bahan baru (law of recentcy); Prinsip ini mengandung arti bahwa bahan yang baru dipelajari akan lebih mudah diingat, sedangkan bahan yang telah lama dipelajari akan terhalang oleh bahan baru sehingga terbenam ke alam bawah sadar. Individu akan mengalami kesulitan mengingat bahan-bahan yang lama, apabila terus menerus dijejali dengan bahan baru secara sporadik, sementara bahan yang lama tidak pernah diulangi kembali sehingga terlupakan. g) Prinsip gabungan (kaitan antara efek dan pengulangan) Prinsip ini merupakan perluasan dari prinsip efek kepuasan dan prinsip pengulangan. Prinsip gabungan menunjukkan perlunya keterikatan bahan yang dipelajari dengan situasi belajar yang akan mempermudah berubahnya tingkah laku. Penggabungan prinsip
27
belajar ini dapat membantu siswa untuk memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan mengkaitkan bahan yang dipelajari yang bersifat abstrak itu dengan situasi belajar yang konkret akan mempermudah siswa dalam memahami pelajaran. Kemudian Moein, dkk (1991) mengungkapkan bahwa ada prinsip dalam proses belajar yang lain yaitu plateau/mendatar akibat kemandegan atau tidak mendapatkan kemajuan dalam hasil belajar. Penyebab plateau ini adalah tingkat kesulitan bahan yang dipelajari semakin meningkat, metode belajar yang digunakan tidak memadai, dan kejenuhan belajar. Prinsip-prinsip belajar menurut Rothwell, A.B (2009) yaitu: a) Prinsip Kesiapan (Readiness) Kesiapan ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar dengan baik. Seorang siswa yang belum siap untuk melaksanakan suatu tugas dalam belajar akan mengalami kesulitan dalam
belajar.
Kesiapan
dapat
berupa
kematangan
dan
pertumbuhan fisik, intelegensi latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar. b) Prinsip Motivasi (Motivation) Motivasi memprakarsai
adalah kegiatan,
suatu
kondisi
mengatur
arah
dari
pelajar
kegiatan
itu
untuk dan
memelihara kesungguhan. Secara alami anak-anak selalu ingin
28
tahu dan melakukan kegiatan penjajagan dalam lingkungannya. Tugas pendidik adalah mempertahankan dan mengembangkan motivasi itu dalam belajar. c) Prinsip Persepsi Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami siswa lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu. d) Prinsip Tujuan Tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang.
Guru
memiliki
tugas
untuk
mewadahi
tujuan
pembelajaran yang sudah dibuat sebelum proses pembelajaran dimulai di kelas. Target tujuan itu harus dicapai dalam proses pembelajaran agar terjadi perubahan tingkah laku. e) Prinsip Perbedaan Individual Proses
pembelajaran
harus
memperhatikan
perbedaan
kemampuan individual dalam kelas sehingga dapat memberi kemudahan pencapaian tujuan belajar secara optimal. Oleh karena itu seorang guru perlu memperhatikan latar belakang, emosi, dorongan dan kemampuan individu tiap siswa supaya tujuan pembelajaran tercapai serta tujuan tersebut persebarannya merata pada setiap siswa.
29
f) Prinsip Transfer dan Retensi Prinsip ini mengangap bahwa belajar akan bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam situasi baru. Apa yang dipelajari dalam suatu situasi tertentu akan digunakan dalam situasi yang lain. Tujuan belajar dan daya ingat dapat memperkuat retensi. Usaha yang aktif untuk mengingat atau menugaskan sesuatu latihan untuk dipelajari dapat meningkatkan retensi. g) Prinsip Belajar Kognitif Prinsip belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan
masalah.
Cakupan
tersebut
selanjutnya
akan
membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi yang menuntut aktivitas mental pada berbagai tingkat kesukaran. h) Prinsip Belajar Afektif Prinsip belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap. Nilai-nilai yang penting yang diperoleh pada masa kanak-kanak akan melekat sepanjang hayat melalui proses identifikasi dari orang lain dan standar perilaku kelompok. Siswa dibantu agar lebih matang dengan cara membantu mereka mengenal dan memahami sikap, peranan dan emosi. Penghargaan terhadap sikap dan perasaan sangat perlu untuk membantu siswa memperoleh pengertian diri dan kematangannya.
30
i) Prinsip Belajar Psikomotor Proses belajar psikomotor individu menentukan bagaimana ia mampu mengendalikan aktivitas jasmaninya, misalnya bermain dan aktivitas lainnya akan memperoleh kemampuan mengontrol gerakannya lebih baik. Kematangan fisik dan mental, penjelasan yang baik, demonstrasi dan partisipasi aktif pelajar memudahkan siswa untuk memadukan dan memperhalus gerakannya akan lebih baik. j) Prinsip Evaluasi Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan. Evaluasi mencakup kesadaran individu mengenai penampilan, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Individu yang berinteraksi dengan yang lain pada dasarnya ia mengkaji pengalaman belajarnya dan hal ini pada gilirannya akan dapat meningkatkan kemampuannya untuk menilai pengalamannya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai prinsipprinsip belajar dapat dipahami bahwa prinsip belajar mencakup kesiapan dari diri peserta didik untuk berkembang, secara keseluruhan, terjadi transfer, reorganisasi pengalaman, adanya insight, adanya minat, keinginan, tujuan, terus menerus, mencari makna, pengembangan pemikiran, dan sebagainya.
31
4) Faktor-Faktor Belajar Selain prinsip-prinsip belajar yang sudah dipaparkan di atas, belajar juga dipengaruhi oleh bebarapa faktor. Faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil belajar maupun saat belajar itu sendiri. Menurut Slameto (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi 2, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. a) Faktor Intern Faktor intern terdiri dari faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan. (1) Faktor jasmani, meliputi kesehatan dan cacat tubuh; Proses belajar dalam kondisi kesehatan yang baik, kondisi panca indera yang berfungsi baik akan mendukung kegiatan pembelajaran. Tetapi jika kondisis kesehatan kurang baik, panca indera pun tidak berfungsi secara normal akan mengganggu proses pembelajaran. (2) Faktor psikologis, meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; Faktor psikologis pun berpengaruh kuat dalam kegiatan proses pembelajaran siswa. Keadaan kecerdasan, perhatian, minat dan bakat, motif, kematangan, serta kesiapan ikut menentukan seseorang belajar dengan baik atau belajar dengan penuh gangguan.
32
(3) Faktor kelelahan, meliputi kelelahan jasmani dan rohani (psikis) Kelelahan secara fisik dan psikis secara bersamaan atau salah satunya juga ikut andil dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Kelelahan ini sangat memungkinkan seseorang belajar tidak terfokus, mengurangi perhatian dan minat terhadap kegiatan belajar walaupun inteligensinya tinggi. b) Faktor Ekstern Faktor ekstern
dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu faktor
keluarga, sekolah, dan masyarakat. (1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; Suasana keluarga tempat dimana individu tinggal dan hidup merupakan faktor lain yang berperan dalam menentukan berhasil atau tidaknya dalam belajar. Individu berasal dari keluarga, maka pertama kali individu belajar adalah dalam kelaurga, sehingga pada perkembangan berikutnya kebiasaan yang dialami dalam keluarga akan berpengaruh dalam pola pikir dan cara belajar individu tersebut. (2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
33
Sekolah pun menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar. Sekolah yang kurang mendukung untuk belajar akan sangat mungkin siswa menjadi gagal dalam belajar. Sebaliknya jika sekolah peduli terhadap keberhasilan proses belajar mengajar akan menyediakan tempat, sarana, dan waktu yang cukup serta kondusif untuk mendukung terciptanya suasana belajar yang baik sehingga siswa belajar dengan berhasil. (3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat. Faktor masyarakat pun tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi siswa untuk belajar. Lingkungan masyarakat yang menyediakan tawaran yang memungkinkan individu belajar dengan gagal, maka individu yang belajar pun menuai kegagalan. Lingkungan masyarakat yang menyediakan tawaran yang mendukung kegiatan pemebelajaran akan mencetak individu untuk belajr dengan sukses. Selain faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yang disampaikan oleh Slameto di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar juga dikemukakan oleh Witherington dkk (1982) adalah a) Situasi belajar Situasi belajar yang mendukung kegiatan belajar yaitu kondisi yang kondusif pada awal permulaan proses pembelajaran. Kondisi yang kondusif ini seperti keadaan kesehatan yang baik
34
pada siswa, keadaan psikis yang baik, motif yang murni dalam diri siswa untuk sungguh-sungguh ingin mencapai prestasi belajar yang maksimal b) Penguasaan alat-alat intelektual Penguasaan alat intelektual ini nampak dalam semakin meningkatnya kemampuan siswa untuk berhitung, membaca, menulis, pengertian-pengertian, mengarang, pengunaan bahasa, dan logika. Penguasaan alat-alat intelektual ini berkembang secara seimbang menurut ukuran kedewasaan siswa yang bersangkutan dan keadaan lingkungan. Menurut Mustaqim dkk (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar adalah a) Kemampuan pembawaan; Siswa yang mempunyai pembawaan lebih dibandingkan dengan yang lain akan lebih mudah dan lebih cepat belajarnya daripada siswa yang mempunyai kemampuan kurang. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap orang dilahirkan dengan kemampuan yang berbeda-beda. b) Kondisi fisik; Kondisi kesehatan fisik siswa dapat berpengaruh terhadap kegiatan
belajar
memungkinkan
siswa. siswa
Kondisi
belajar
fisik
dengan
yang
tidak
terganggu
sehat
sehingga
pretasinya menurun atau proses pembelajaran tidak diikuti dengan baik. Selain itu berkaitan dengan fisik adalah cacat tubuh entah pendengaran ataupun penglihatan, atau cacat tubuh lainnya.
35
c) Kondisis psikis Kondisi psikis berkaitan juga dengan kondisi fisik baik yang berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya, atau dari lingkungan dimana siswa tersebut berada. Dalam proses pembelajaran harus memperhatikan kondisi psikis yang baik, harus dipersiapkan agar gangguan belajar dapat diminimalisir dan membantu kegiatan pembelajarannya. d) Kemauan belajar; Kemauan belajar memegang peranan yang penting agar dorongan untuk belajar dalam mencapai keinginan dan tujuan individu yang bersangkutan. Sebaliknya jika dorongan untuk belajar tidak ada memungkinkan siswa untuk belajar hanya semanunya sendiri, semangat belajar menjadi lemah. e) Sikap terhadap guru, mata pelajaran dan pengertian mereka terhadap kemajuan mereka sendiri; Fakor ini berasal dari diri siswa sendiri. Jika siswa menyenangi sikap guru, mata pelajaran maka kurva kemajuan belajarnya menjadi naik. Sebaliknya siswa yang tidak menyenangi gurunya, mata pelajarannya, maka kurva belajarnya menjadi terus menurun. Guru pun berpengaruh terhadap kondisis belajar siswa. f) Bimbingan; Bimbingan belajar dibutuhkan untuk menghindari dan memperbaiki kesalahan agar dalam proses belajar siswa dapat
36
belajar dengan baik dan sukses. Bimbingan dapat diberikan kepada siswa sesaat sebelum ada usaha-usaha belajar. Atau sewaktuwaktu setelah ada usaha yang tidak terpimpin. g) Ulangan; Dalam proses pembelajaran dibutuhkan adanya ulanganulangan. Hal ini berguna untuk mengukur kemajuan, kemandegan, atau kemunduran siswa dalam belajar. Hasil ulangan menunjukkan prestasi belajar siswa dan dengan hasil itu siswa dapat memperbaiki cara belajar, penambahan dan efektifitas waktu untuk belajar, atau mencari sumber-sumber belajar yang lebih banyak. Berbagai pendapat para ahli di atas memberikan pemahaman bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa ada bermacam-macam. Namun dapat dimengerti bahwa secara garis besar faktor-faktor tesebut berasal dari dalam (intern) dan luar (ekstern). Faktor luar (ekstern) dan dalam (intern) ini saling berkaitan satu sama lainnya sehingga kondisi pembelajar
sungguh-sungguh
merasakan
akibatnya
ketika
sedang
menjalani proses pembelajaran. b. Pembelajaran Menurut BSNP (2006) Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Selain itu
37
pengalaman belajar siswa harus terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 1999). Menurut Dimyati (2002) pembelajaran berarti meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan tersebut dikembangkan bersama dengan perolehan pengalaman belajar. Perolehan pengalaman merupakan proses yang berlaku deduktif atau induktif dan terus menerus. Berdasarkan definisi-definisi pembelajaran yang diuraikan di atas dapat dimengerti bahwa pembelajaran merupakan suatu pengalaman siswa yang tersusun dari unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
untuk
meningkatkan
kemampuan
kognitif,
afektif
dan
keterampilan. Pembelajaran juga memiliki beberapa karakteristik. Menurut Wina Sanjaya (2006) karakteristik pembelajaran yaitu: 1) Pembelajaran berarti membelajarkan siswa Tujuan utama mengajar adalah membelajarkan siswa, maka kriteria keberhasilan proses pembelajaran diukur dari sejauh mana siswa telah melakukan proses belajar, bukan dari sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran. Hal ini berarti bahwa guru tidak lagi hanya berperan sebagai sumber belajar, melainkan berperan sebagai orang yang membimbing dan memfasilitasi supaya siswa mau dan mampu belajar.
38
Kondisi seperti ini menuntut guru untuk memperhatikan perbedaan setiap siswa agar menggunakan cara untuk membelajarkan siswa tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Profesionalismenya sebagai guru yang menguasai cara mengajar harus dimiliki. Cara mengajar tidak hanya menggunakan keinginan guru yang bersangkutan, tetapi dengan cara yang bisa dimengerti oleh siswa. 2) Proses pembelajaran berlangsung di mana saja Sesuai dengan karakteristik pembelajaran yang berorientasi kepada siswa, maka proses pembelajaran bisa terjadi dimana saja. Kelas bukanlah
satu-satunya
tempat
belajar
siswa.
Siswa
dapat
memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran. Ketika siswa hendak mempelajari tentang fungsi pasar misalnya, maka pasar itu sendiri merupakan tempat belajar siswa. 3) Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu penguasaan penguasaan materi pelajaran bukanlah akhir dari proses pengajaran, akan tetapi hanya sebagai tujuan antara untuk pembentukan tinkah laku yang lebih luas. Artinya, sejauh mana materi yang dikuasai siswa dapat membentuk pola perilaku siswa itu sendiri.
39
BSNP (2006) merekomendasikan bahwa dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah 1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara professional; 2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar; 3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran; 4) Rumusan
pernyataan
dalam
kegiatan
pembelajaran
minimal
mengandung dua unsure penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi. Pembelajaran apapun yang akan dilaksanakan oleh seorang pengajar dalam pengajaran, seorang pengajar pastinya mempunyai tujuan yang akan dicapai oleh peserta didik. Menurut H Zaini (2008) tujuan pembelajaran yaitu: mendapatkan pengetahuan; mampu menyampaikan pendapat; merubah sikap; keahlian dalam bidang tertentu. Berdasarkan hal tersebut, metode atau cara apapun yang akan digunakan oleh pengajar dalam pembelajaran, seorang pengajar harus merumuskan tujuan yang akan dicapai pada akhir proses pembelajaran. Kemudian pengajar menentukan metode atau strategi yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan dalam rumusan tujuan pembelajaran.
40
c. Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperaif adalah para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beraggotakan empat orang untuk memguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Johnson, DW. Johnson, RT Hambee EJ. (1991), pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil tempat siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok. Dari pengertian tersebut tersirat tiga (3) karakteristik pembelajaran kooperatif adalah kelompok kecil, belajar/bekerja sama, dan pengalaman belajar. Johnson & Johnson (dalam Anita Lie, 2002) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif untuk mencapai hasil yang maksimal. Kerja kelompok bisa dianggap sebagai pembelajaran kooperatif apabila memiliki 5 unsur metode pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Kelima unsur tersebut adalah : 1) Saling ketergantungan positif (positif interdependence); Saling ketergantungan positif (positif interdependence) berarti bahwa pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi pembelajaran. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya. Setiap anggota berpartisipasi seccara aktif untuk mencapai tujuan bersama. Karena itu, untuk menciptakan kelompok
41
kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Setiap anggota kelompok kooperatif harus bekerja keras dan berusaha sampai ia benar-benar menguasai materi pelajaran dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. 2) Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student); Interaksi langsung antar siswa (face to face interaction student) merupakan kegiatan interaksi yang bertujuan memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bersinergi demi keuntungan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik dibanding pemikiran seorang diri. Inti dari sinergi itu adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain. 3) Tanggung jawab individu untuk menguasai materi yang ditetapkan (individual accountability); Tanggung jawab individu (individual accountability) adalah setiap anggota kelompok dalam pembelajaran kooperatif perlu menyadari tanggung jawab pribadi dalam kelompoknya. Secara individu seseorang
menentukan
keberhasilan
kelompok
menyelesaikan
tugasnya. Karena itu, kunci utama keberhasilan mendorong tanggung jawab individu dalam kelompok terletak pada tugas yang dirancang guru untuk dikerjakan setiap kelompok.
42
4) Ketrampilan interpersonal dalam kelompok kecil (interpersonal and small-group skills); Ketrampilan sosial (social skills) merupakan ketrampilan yang dibutuhkan dalam pembelajaran kooperatif. Ketrampilan sosial berperan mengarahkan seorang siswa berinteraksi dan membangun kerja sama dengan siswa yang lain. Ketrampilan sosial yang dimiliki akan menuntun siswa lebih peka menghargai berbagai perbedaan di antara teman belajar, sehingga ia mampu menempatkan diri di antara berbagai keragaman baik budaya, ekonomi, dan bahasa yang justru dapat digunakan untuk menunjang keberhasilan dalam belajar. 5) Evaluasi proses kelompok. Setiap anggota kelompok dengan kesadarannya akan belajar untuk menyesuaikann diri dengan yang lain. Penyesuaian diri ini melahirkan penghargaan terhadap sesamanya. Dalam pembelajaran kelompok ini proses pembelajaran diikuti oleh siswa. Mereka akan menyatukan perbedaan yang ada untuk mencapai tujuan bersama. Sementara itu guru juga akan memahami bahwa keberhasilan kelompok tersebut disebabkan karena adanya usaha yang aktif dari siswa. Pendidik akan melihat dan menilai proses yang terjadi dalam proses pembelajaran kelompok tersebut. Keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: (Made Wena, 2009)
43
1) Forming untuk
(pembentukan)
yaitu
keterampilan
yang
dibutuhkan
membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai
dengan norma; 2) Functioning (pengaturan)
yaitu keterampilan
yang dibutuhkan
untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama diantara anggota kelompok; 3) Formating
(perumusan)
yaitu
keterampilan
yang
dibutuhkan
untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahanbahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan; 4) Fermenting untuk konflik
(penyerapan)
yaitu
keterampilan
yang
merangsang pemahaman konsep sebelum kognitif,
mencari
lebih
banyak
dibutuhkan
pembelajaran,
informasi,
dan
mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan. Menurut Slavin (2005) pembelajaran kooperatif memiliki macam-macam tipe yaitu: 1) Student Team-Achievement Division (STAD); Student Team Achievement Division (STAD) adalah tipe pembelajaran kooperatif dimana siswa bekerja bersama dalam kelompok kecil yang heterogen dan saling membantu dalam belajar untuk memahami materi pelajaran yang telah disampaikan guru.
44
2) Teams Games-Tournament (TGT); Team Games-Tounament (TGT) hampir samaa dengan STAD, kecuali dalam hal evaluasi pada akhir pelajaran. Jika pada tipe pembelajaran STAD, evaluasinya dengan tes tertulis atau lisan. Sementara pada tipe TGT pada akhir pelajaran evaluasinya dalam bentuk games, dimana siswa memilih sendiri nomor pertanyaan yang sudah disediakan. 3) Team-Assisted Individualization (TAI); TAI dirancang khusus untuk mengajarkan matematika kepada siswa yang belum siap menerima pelajaran secara lengkap dengan menggabungkan pembelajaran kooperatif dan individual. 4) Cooperated Integrated Reading and Composition (CIRC); Tipe pembelajaran kooperatif ini difokuskan untuk mengajari pelajaran membaca, menulis dan seni berbahasa di sekolah. Guru menggunakan novel atau bahan bacaan yang berisi latihan soal dan cerita. Siswa ditugaskan untuk belajar secara berpasangan dalam kegiatan yang bersifat kognitif, termasuk membaca cerita satu sama lainnya, membuat prediksi mengenai bagaimana akhir sebuah cerita naratif, saling merangkum cerita, menulis tanggapan terhadap cerita, melatih pengucapan, dan melatih untuk menguasai gagasan utama. 5) Group Investigation; Group Investigation adalah tipe pembelajaran yang mencakup penguasaan,
analisis,
dan
mensintesiskan
informasi
untuk
45
menyelesaikan masalah yang bersifat multi aspek. Siswa mencari sumber belajar baik dari dalam sekolah maupun di luar sekolah. Selanjutnya siswa mengevaluasi dan mensisntesiskan informasi yang disumbangkan
oleh
setiap
anggota
kelompok
supaya
dapat
menghasilkan karya kelompok. 6) Co-op Co-op; Co-op Co-op adalah tipe pembelajaran kooperatif dimana siswa didorong untuk menemukan beberapa topik yang menarik bagi mereka. Setelah mengidentifikasi masalah yang akan didalami, mereka memilih sendiri topik yang akan dibahas dalam kelompoknya masing-masing. Siswa diberi waktu untuk bekerja dalam kelompok, dan hasil kerjanya dipresentasikan di kelas. Pada akhirnya evaluasi secara keseluruhan materi yang didalami semua kelompok. 7) Jigsaw II; Model asli jigsaw dikembangkan Elliot Arronson dan rekanrekannya tahun 1978. Kemudian diadaptasi oleh Slavin tahun 1986 yang diberi nama Jigsaw II. Tipe pembelajaran kooperatif ini adalah tipe pembelajaran kooperatif dimana siswa mempelajari bahan ajar yang bila digabungkan dengan materi yang diajarkan oleh siswa lain, membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu (Silberman, 2004) 8) Learning Together; Tipe Pembelajaran Learning Together dikembangkan oleh David dan Roger Johnson beserta rekan-rekannya di University of Minnesota
46
tahun 1984. Tipe ini sama dengan STAD, hanya perbedaannya Learning Together tidak memberikan sertifikat atau rekognisi tim lainnya. Pada Learning Together menyoroti pembangunan kelompok, menilai sendiri kinerja kelompok, dan merekomendasikan penggunaan penilaian team. 9) Complex Instruction Tipe pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Edward De Avila dan Elizabeth Cohen. Ia mengatakan bahwa Complex Instruction adalah sebuah intervensi akademis yang dicapai melalui manipulasi struktur sosial kelas dengan pemberitahuan dan arahan dari guru. Tipe ini berorientasi pada penemuan yang melibatkan siswa dengan memberikan kegiatan ilmiah untuk bereksperimen dan menemukan prinsip-prinsip ilmiah. Tipe pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD). Tipe ini dipilih selain karena tipe pembelajaran kooperatif ini yang paling sederhana dari tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang lain sehingga calon guru (peneliti) yang belum berpengalaman pun bisa menerapkannya di kelas. Juga karena alasan lain yaitu tipe pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) memiliki keunggulan dari dimensi sosial, saling memotivasi dan tolong menolong antar sesama peserta didik untuk memahami materi pembelajaran tanpa mengenal latar belakang.
47
d. Metode Pembelajaran Metode pembelajaran adalah suatu strategi atau cara guru dalam menyampaikan materi pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung (Nana Sudjana, 2000). Materi pembelajaran yang sudah disiapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan cara-cara tertentu agar siswa dapat mengerti isi pelajaran itu dan dapat mengembangkannya kembali dalam kehidupan yang konkret dalam masyarakat. Metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran dalam proses pembelajaran berlangsung antara lain metode pembelajaran kooperatif, metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, kerja kelompok, eksperimen, simulasi dan lain-lain. Dalam penelitian ini metode pembelajaran yang dibahas adalah metode pembelajaran kooperatif, khususnya metode pembelajaran kooperatif tipe STAD, dan ceramah. 1) Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD a) Pengertian Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan tipe pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Tipe pembelajaran STAD merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif atau cooperative
learning
yang paling sederhana. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe cooperative learning yang bertujuan mendorong siswa berdiskusi, saling bantu
48
menyelesaikan tugas, menguasai dan akhirnya menerapkan keterampilan yang diberikan. STAD melibatkan pengakuan tim dan tanggung jawab kelompok atas pembelajaran dalam kelompok yang terdiri dari anggota dengan kemampuan yang berbeda-beda. Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu sistem pembelajaran kooperatif yang didalamnya siswa tinggal dalam kelompok belajar yang terdiri dari lima atau enam anggota yang mewakili siswa dengan tingkat kemampuan dan jenis kelamin yang berbeda atau kelompok ditentukan secara heterogen. b) Tujuan Tujuan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah (1) Untuk memotivasi siswa supaya saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru (Slavin: 2005); (2) Untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu baik melalui penyajian verbal maupun tertulis (Sugiyanto,2008); (3) Untuk menghasilkan pencapaian prestasi belajar siswa yang tinggi, menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya (Soewarso, 1998); (4) Untuk menghindari kemungkinan siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya (Soewarso, 1998);
49
(5) Untuk mengajarkan penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, retensi lebih lama, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi (Ibrahim R, dkk, 2000). c) Keunggulan Menurut Bambang Suteng Sulasmono (2009) keunggulan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah (1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial; Siswa
mendapatkan
nilai
bahwa
dalam
kehidupan
membutuhkan kepekaan terhadap sesama yang membutuhkan perhatian. Selain itu juga dalam hidup bermasyarakat dibutuhakan juga kesetiakawanan dan solidaritas terhadap sesama dimanapun berada. (2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandanganpandangan; Dengan
belajar
secara
kooperatif
siswa
mendapat
kesempatan untuk melatih diri belajar dari sesama baik sikap, keterampilan, informasi-informasi, perilaku sosial maupun pandangan-pandangan.
Siswa
disadarkan
akan
manusia
membutuhkan sesamanya untuk belajar. (3)
Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial; Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan maupun anggota
50
kelompok yang beragam latarbelakang. Kesiapan diri siswa dilatih untuk mudah beradaptasi dengan lingkungan yang baru. (4)
Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen; Dalam pembelajaran kooperatif siswa dibentuk untuk mengembangkan nilai-nilai sosial yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai sosial ini akan mengendap dalam diri siswa sehingga saat hidup bermasyarakat, nilai-nilai sosial yang dimiliki itu diterapkan dalam pergaulannya. Komitmen bersama menjadi hal yang penting dalam penerapan nilai-nilai sosial tersebut.
(5)
Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois; Pembelajaran kooperatif mengajarkan siswa untuk bersedia memikirkan sesamanya. Bukan hanya sekedar mementingkan dirinya sendiri, melainkan ikut serta memikirkan sesamanya yang sangat membutuhkan pertolongan.
(6)
Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa; Pembelajaran kooperatif ini mengajarkan siswa untuk membangun persahabatan dengan latarbelakang yang berbeda, tidak hanya dengan sesama yang se-level, tetapi bersahabat dengan semua kalangan secara akrab sampai pada masa dewasa.
51
(7)
Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling
membutuhkan
dapat
diajarkan
dan
dipraktekkan; Melalui
pembelajaran
kooperatif
siswa
memperoleh
pengalalaman dalam mempraktekkan keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Keterampilan sosial ini sangat memungkinkan untuk dapat diterima dalam sekelompok masyarakat tertentu dengan kebiasaan yang berbeda-beda. (8)
Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia; Siswa mendapatkan nilai bahwa setiap orang memiliki tujuan yang baik terhadap dirinya. Dengan kesadaran bahwa setiap orang memiliki tujuan yang baik pada dirinya, maka ia akan memperlakukan orang lain juga dengan tujuan yang baik pula.
Hubungan
timbal
balik
terjadi
dalam
praktek
pembelajaran kooperatif ini. (9)
Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif; Siswa disarakan bahwa sebuah masalah dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Jalan keluar sebuah masalah bukan hanya dipatok satu saja melainkan ada berbagai macam solusi yang dapat ditempuh.
(10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih baik;
52
Pembelajaran
ini
sangat
berguna
bagi
peningkatan
kesadaran siswa untuk bersedia dengan rela menerima dan menggunakan ide orang lain yang dianggap baik untuk mengatasi berbagai persoalan hidup. (11) Meningkatkan
kegemaran
berteman
tanpa
memandang
perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas. Dalam
sejarah
munculnya
pembelajarann
kooperatif
dimaksudkan untuk menyatukan dan menghubungkan berbagai ras dan etnis di Amerika dalam proses pembelajaran yang sebelumnya diwarnai perbedaan (Slavin, 2005). Pembelajaran kooepratif melatih siswa untuk bisa bergaul, beradaptasi dan menerima orang lain dengan latar belakang yang berbeda. Sedangkan keunggulan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Hesti Setianingsih (2007) adalah (1) Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan kerjasama kelompok; Metode ini memungkinkan siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir kritis. Hal ini disebabkan oleh adanya kesempatan bagi siswa untuk saling bertukar pikiran dalam kelompok, adanya saat-saat saling menggoreksi pendapatpendapat yang belum tepat secara terbuka dalam kelompok. (2) Menyuburkan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari ras yang berbeda;
53
Pengaturan
pengelompokan
yang
heterogen
baik
kemampuan, latar belakang, jenis kelamin, ras, dll merupakan ciri khas metode pembelajran kooperatif ini. Hal ini sesuai dengan
sejarah
dimunculkannya
metode
pembelajaran
kooperatif di Amerika untuk menyatukan berbagai ras dalam dunia pendidikan (Slavin, 2005). (3) Menerapkan bimbingan oleh teman; Dalam pembelajaraan kooepratif tipe STAD ini terutama setelah siswa masuk dalam kerja team dalam kelompok yang heterogen tersebut, masing-masing anggota memastikan anggota
kelompoknya
sudah
memahami
betul
materi
pelajaran yang sudah disampaikan. Jika ada yang belum paham, maka tugas anggota kelompok yang mengertilah yang memberikan penjelasan agar anggotanya menjadi jelas dan semakin memahami isi materi pembelajaran. (4)
Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah. Kesempatan bekerja dalam kelompok digunakan untuk mencari kebenaran ilmiah, sehingga pemahaman yang masih keliru dibantu oleh anggota kelompok yang sudah mengerti agar kebenaran ilmiah dapat dipertanggungjawabkan.
54
d) Kelemahan Menurut Kagan dalam Kauchak (1998) masalah yang muncul dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini di kelas adalah (1) Ramai, biasanya yang dihasilkan dalam interaksi siswa yang produktif. Ketika menerapkan strategi belajar bersama, kita harus berharap agar kelas lebih ramai sedikit karena siswa bekerja dan berbicara dalam kelompok kecil. Namun sesuatu yang berkelebihan, bagaimanapun akan mengganggu guru dan mengganggu fungsi kelompok dan kelas lainnya; (2) Gagal untuk menyatu, biasanya terjadi pada siswa yang terisolasi secara sosial. Dalam kegiatan belajar, siswa duduk diam terisolir dari siswa-siswa lainnya. Belajar bersama mengharuskan mereka berbicara, mendengarkan dan membantu lainya untuk belajar. Proses biasanya dibuat lebih rumit oleh keheterogenan kelompok tersebut; (3) Perilaku
yang
salah,
biasanya
timbul
karena
adanya
ketidaktahuan siswa tentang apa yang harus dilakukan dalam pembelajaran peningkatan
kooperatif. masalah
Hal
ini
manajemen
yang pada
menimbulkan
siswa
sehingga
memerlukan solusi untuk masalah potensial yang menantang, pemikiran lebih, penyusunan dan pengawasan agenda dan pengawasan siswa dengan hati-hati;
55
(4) Penggunaan waktu yang tidak efektif oleh siswa terjadi karena siswa yang bergurau dan bermain sendiri sedangkan siswa lainnya sibuk melakukan aktivitas kelompok. Pengawasan guru yang tidak cermat dalam mengawasi kinerja guru selama pembelajaran kelompok tidak efektif. e) Langkah-langkah Pembelajaran Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah (1) Presentasi kelas Kegiatan pembelajaran dilakukan di kelas dengan tatap muka dengan presentasi kelas. Guru menyampaikan materi pembelajaran secara konvensional dengan media pembelajaran yang sesuai dengan bahan pelajaran. (2) Tim Setelah materi dalam satu kompetensi dasar disampaikan, guru membagi siswa ke dalam kelompok kecil antara 5-6 siswa secara acak dalam arti berbeda kemampuan dan jenis kelaminnya.Siswa yang sudah terbagi dalam kelompokkelompok tadi diberi lembar tugas kerja tim untuk belajar memahami kembali materi yang disampaikan oleh guru. Di
dalam
kelompok
siswa
memastikan
anggota
kelompoknya telah memahami betul materi pelajaran yang disampaikan guru. Jika ada siswa yang belum mengerti sebagian atau bahkan seluruhnya, teman sekelompok yang mengerti segera memberi penjelasan kembali kepada temannya yang belum mengerti.
56
Siswa dengan aktif dan kreatifitasnya berusaha agar anggota kelompoknya memahami isi pelajaran. Siswa yang belum mengerti bertanya dan siswa yang sudah mengerti membantu teman kelompoknya untuk memahami pelajaran. (3) Kuis/Tes Tugas dalam kelompok telah selesai, kemudian guru memberikan tes secara individual. Artinya antar siswa tidak boleh saling membantu menyelesaikan soal tes tersebut. Karena tugas kelompok bukan bekerja sama dalam mengerjakan soal tes tetapi bekerja sama dalam memahami materi pelajaran secara bersama. (4) Umpan balik/Skor kemajuan Individual Kuis selesai dikerjakan kemudian guru menyampaikan umpan balik tujuan kinerja anggota kelompok bahwa jika masing-masing anggota kelompok berusaha keras untuk memahami isi pelajaran maka akan mendapatkan nilai prestasi yang tinggi. Skor kemajuan individual memberikan sumbangan poin kepada kemajuan tim. (5) Rekognisi Tim Rekognisi tim atau penghargaan diberikan oleh guru kepada kelompok yang mengumpulkan skor rata-rata kelompok telah mencapai kriteria yang ditetapkan sebelumnya.
57
2) Metode Pembelajaran Ceramah a) Pengertian Metode ceramah adalah metode yang paling popular dan banyak dilakukan oleh guru, selain mudah penyajian juga tidak banyak memerlukan media (Mulyani Sumantri dkk, 2000). Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan menganggap bahwa metode ceramah itu mudah dalam penggunaannya dalam proses kegiatan pembelajaran di kelas. Karena dianggap metode yang popular dan banyak dilakukan oleh guru, maka kecenderungan untuk menganggap metode tersebut mudah diterapkan di kelas semakin bertambah juga. Fakta bahwa metode ceramah itu sangat dipengaruhi oleh pribadi guru yang bersangkutan tidak bisa disingkirkan begitu saja. Seorang guru harus memiliki keterampilan yang cukup untuk menggunakan metode ceramah dalam proses belajar di kelas. Hal senada diungkapkan oleh Dimyati dkk (1999) bahwa metode ceramah itu sangat dipengaruhi oleh personalitas guru yaitu suara, gaya bahasa, sikap, prosedur, kelancaran, kemudahan bahasa, keteraturan guru dalam memberikan penejelasan yang idak dapat dimiliki secara mudah oleh setiap guru. Mulyani Sumantri dkk (2000) mendefinisikan metode ceramah sebagai penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara lisan kepada peserta didik.
58
Sedangkan Winarno Surakhmad (1980) mengartikan metode ceramah sebagai sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh seorang terhadap sekelompok pendengar. Alat utama perhubungan dengan kelompok pendengar adalah bahasa lisan. Sementara itu Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi belajar mengajar yang dilakukan melalui penjelasan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap sekelompok peserta didik. Sekanjutnya, metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan ajar atau cara mengajar melalui penjelasan atau penuturan secara lisan oleh guru kepada peserta didik (Widi Rahardjo, 2002). b) Tujuan Setiap metode yang digunakan oleh serang guru dalam proses pembelajaran di kelas pasti sudah ditentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh guru tersebut. Demikian juga metode ceramah yang digunakan guru di kelas memiliki tujuan. Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000) tujuan umum metode ceramah adalah untuk menyampaikan bahan yang bersifat informasi (konsepkonsep, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip) yang banyak dan luas serta untuk penemuan-penemuan yang langka dan belum meluas.
59
Selanjutnya ahli yang sama (Mulyani Sumantri dan Johar Permana) mengemukankan bahwa tujuan khusus metode ceramah adalah (1) Menciptakan landasan pemikiran peserta didik melalui produk ceramah yaitu bahan tulisan peserta didik sehingga peserta didik dapat belajar melalui bahan tertulis hasil ceramah guru; (2) Menyaikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan penting yang terdapat dalam isi pelajaran; (3) Merangsang
peserta
didik
untuk
belajar
mandiri
dan
menumbuhkan rasa ingin tahu melalui pemerkayaan belajar; (4) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan secara gamblang dan menyinggung penjelasan teori dan prakteknya; (5) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya menjelaskan prosedur yang harus ditempuh peserta didik. Selain tujuan yang diungkapkan tersebut di atas, Moedjiono dan Dimyati (1991) juga mengatakan bahwa metode ceramah dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan yang dimaksud adalah: (1) Menghemat biaya penyelenggaraan pendidikan, karena metode ceramah memungkinkan seorang untuk menghadapi sejumlah besar siswa secara serentak:
60
(2) Mengatasi keterbatasan waktu, peralatan dan kelompok siswa yang mempunyai tipe pengamatan auditif; (3) Mengatasi keterbatasan persediaan dan/atau pengadaan bahan pembelajaran yang berisi pokok permasalahan yang harus dipelajari siswa; (4) Mengatasi keterbatasan kemampuan membaca pada diri siswa. c) Keunggulan Setiap metode yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas memiliki keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan. Oleh karena itu Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2000) menunjukkan keunggulan metode ceramah yaitu: (1) Murah dalam arti efisien dalam pemanfaatan waktu dan menghemat biaya pendidikan dengan seorang guru yang menghadapi banyak peserta didik; (2) Mudah
dalam
arti
materi
dapat
disesuaikan
dengan
keterbatasan waktu, karakteristik peserta didik tertentu, pokok permasalahan dan keterbatasan peralatan dan dapat disesuaikan dengan jadwal guru terhadap ketidaktersediaan bahan-bahan tertulis; (3) Meningkatkan daya dengar peserta didik dan menumbuhkan minat belajar dari sumber lain; (4) Memperoleh penguatan bagi guru dan peserta didik yaitu guru memperoleh penghargaan, kepuasan, dan sikap percaya diri
61
dari peserta didik atas perhatian yang ditunjukkan peserta didik dan peserta didik pun merasa senang dan menghargai guru bila ceramah guru meninggalkan pesan dan berbobot; (5) Memberikan wawasan yang luas dari pada sumber lain karena guru dapat menjelaskan topik dengan mengkaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. d) Kelemahan Kemudian Mulyani Sumantri dkk (2000) menungkapkan secara tegas bahwa kelemahan-kelemahan metode ceramah dalam penerapanya adalah (1) Dapat menimbulkan kejenuhan pada peserta didik apalagi bila guru kurang dapat mengorganisasikannya; (2) Menimbulkan verbalisme pada peserta didik; (3) Materi ceramah terbatas pada apa yang diingat guru; (4) Merugikan peserta didik yang lemah dalam keterampilan mendengarkan; (5) Menjejali peserta didik dengan konsep yang belum tentu diingat terus; (6) Informasi yang disampaikan mudah usang dan ketinggalan jaman; (7) Tidak merangsang perkembangan kreativitas peserta didik; (8) Terjadi proses satu arah yaitu dari guru kepada peserta didik.
62
Ahli yang lain mengungkapkan hal yang hampir sama. Menurut Dimyati dkk (1991) menegaskan bahwa kelemahan metode ceramah adalah (1) Cenderung terjadi proses satu arah yang mengakibatkan siswa berperan pasif selama penerapan metode ini jika diterapkan secara murni; (2) Cenderung ke arah pembelajaran berdasarkan guru yang ditandai dengan menempatkan guru sebagai pihak primer dalam proses belajar mengajar dan siswa sebagai pihak sekunder, isi ceramah diwarnai minat dan perhatian guru, kemajuan belajar bergantung pada kecepatan penyajian isi pelajaran oleh guru; (3) Menurunnya perhatian siswa sebagai akibat kejenuhan terhadap panjangnya ceramah; (4) Ingatan
jangka
pendek
dimana
metode
ini
mampu
menghasilkan ingatan dalam diri siswa dalam jangka waktu pendek; (5) Merugikan kelompok siswa tertentu khususnya siswa yang tidak memiliki tipe pengamatan auditif, tidak bisa mencatat, dan merugikan siswa yang mamapu belajar sendiri lebih cepat dari pada diceramahi secara klasikal; (6) Tidak efektif untuk mengajarkan keterampilan psikomotorik dan menanamkan sikap.
63
e) Langkah-langkah Pembelajaran Secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercakup dalam prosedur pemakaian metode ceramah dalam prosses belajar mengajar (Dimyati dkk, 1991). Keempat langkah prosedur tersebut adalah (1) Tahap persiapan ceramah Pada tahap ini yang dilakukan seorang guru adalah mengorganisasikan isi pelajaran yang akan diceramahkan, mempersiapkan
penguasaan
isi
pelajaran
yang
akan
diceramahkan, dan memilih serta mempersiapkan media instruksional dan/atau alat bantu instruksional yang akan digunakan dalam ceramah. (2) Tahap awal ceramah Pada tahap ini seorang guru melakukan peningkatan hubungan guru-siswa secara akrab, peningkatan perhatian siswa untuk belajar lebih giat, penyampaian pokok-pokok isi ceramah secara garis besar. (3) Tahap pengembangan ceramah Tahap ini merupakan tahap kegiatan inti dalam penggunaan metode
ceramah.
menyajikan
isi
Tahap pelajaran
ini
seorang
yang
telah
guru
melakukan
diorganisasikan
sebelumnya. Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan guru adalah memberikan keterangan secara singkat dan jelas,
64
penggunaan papan tulis sebagai upaya visualisasi, memberikan kerangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata-kata yang lebih jelas, merinci dan memperluas pelajaran, mencari balikan (feedback) sebanyak-banyaknya selama berceramah. (4) Tahap akhir ceramah Tahap akhir ceramah atau tahap kesimpulan merupakan kegiatan terakhir dari guru dalam pemakaian metode ceramah. Hal yang dilakukan oleh guru adalah: membuat rangkuman dari garis-garis besar isi pelajaran yang diceramahkan; menjelaskan hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran berikutnya; menjelaskan tentang kegiatan pada pertemuan berikutnya. f) Syarat-syarat penerapan metode ceramah Untuk dapat menetapkan apakah metode ceramah sesuai diterapkan dalam situasi tertentu, maka seorang guru harus memperhatikan kapan kewajaran ceramah itu digunakan. Menurut Winarno S (1980) metode ceramah dikatakan wajar dipakai apabila: (1) Seorang penatar akan menyampaikan fakta (kenyataan) atau pendapat dimana tidak terdapat bahan bacaan yang merangkum fakta atau pendapat tersebut;
65
(2) Seorang penatar harus menyampaikan fakta kepada kelompok pendengar yang besar jumlahnya sehingga metode-metode yang lain tidak mungkin dipakai; (3) Penatar adalah pembicara yang bersemangat dan akan merangsang kelompok untuk melaksanakan sesuatu; (4) Seseorang akan menyimpulkan pokok yang penting yang telah dipelajari oleh kelompok untuk memungkinkan anggota kelompok melihat lebih jelas hubungan antara pokok yang satu dengan yang lain; (5) Seseorang yang akan memperkenalkan pokok yang baru dalam rangka menghubungkannya dengan hasil interaksi yang telah terjadi sebelumnya. Selajutnya, Dimyati dkk (1991) menungkapkan bahwa syaratsyarat metode ceramah sesuai digunakan apabila: (1) Tujuan dasar pengajaran adalah menyampaikan informasi baru; (2) Isi pelajaran langka misalnya penemuan baru; (3) Isi pelajaran harus diorganisasikan dan disajikan dalam sebuah cara khusus untuk kelompok tertentu; (4) Membangkitkan minat terhadap mata pelajaran; (5) Isi pelajran tidak diperlukan untuk diingat dalam waktu yang lama; (6) Untuk mengajar penggunaan metode mengajar yang lain dan pengarahan penyelesaian tugas-tugas belajar.
66
Kemudian Dimyati dkk (1991) menulis bahwa metode ceramah tidak sesuai digunakan apabila: (1) Tujuan pengajaran bukan tujuan perolehan informasi; (2) Isi pelajaran perlu diingat dalam jangka waktu yang lama; (3) Isi pelajaran kompleks, rinci, atau abstrak; (4) Pencapaian tujuan yang mempersyaratkan partisipasi siswa; (5) Tujuan kognitif tingkat tinggi yang mencakup analisis, sistesis, atau evaluasi; (6) Para siswa yang inteligensi atau pengalaman pendidikannya rata-rata atau dibawah rata-rata e. Prestasi Belajar 1) Pengertian Nasution S (1982) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai, dari suatu usaha dalam mengikuti pendidikan dan latihan tertentu. Winkel WS (1983) mendefinisikan prestasi belajar sebagai hasil suatu penilaian di bidang pengetahuan
(kognitif),
ketrampilan (psikomotor) dan sikap (afektif) sebagai hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai. Prestasi belajar adalah tingkat ketercapaian tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP), atau dalam perangkat perencanaan kegiatan pembelajaran lainnya (Boediono, 1994).
67
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalaui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru ( Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, 2005). Berdasarkan definisi prestasi belajar di atas dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah tingkat hasil belajar yang dicapai setelah mengikuti pendidikan atau latihan di bidang pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), keterampilan (psikomotor) yang sesuai dengan tujuan pendidikan dan atau tujuan pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes dalam bentuk angka nilai. 2) Fungsi Prestasi Belajar Prestasi belajar memiliki beberapa fungsi. Zaenal Arifin (1991) mengemukakan bahwa fungsi prestasi belajar adalah a) Indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik; Ukuran kualitas dan jumlah pengetahuan yang telah dikuasai oleh
peseta
didik
setelah
mengikuti
prose
pembelajaran
ditunjukkan dengan prestasi belajar dalam bentuk angka-angka nilai. Ukuran yang telah dicapai peserta didik ini akan menjadi bahan evaluasi bagi guru untuk memperbaiki cara mengajarnya dan bagi peserta didik untuk memperbaiki cara belajar dengan meningkatkan waktu untuk belajar agar pengetahuan semakin lengkap diperoleh pada pelajaran berikutnya.
68
b) Lambang pemuasan hasrat ingin tahu (curiosity) ; Prestasi belajar dalam bentuk angka nilai itu merupakan salah satu bentuk lambang pemuasan ingin tahu (curiosity) pebelajar terhadap apa yang dipelajari. Prestasi yang tinggi akan memuaskan rasa keingintahuan terhadap sesuatu, tetapi jika prestasi belajar rendah akan besar kemungkinan keingintahuan tidak terpuaskan. c) Data yang dijadikan indikator daya serap (kecerdasan) peserta didik; Hal ini berkaitan erat dengak kualitas, kuantitas dan keingintahuan peserta didik. Prestasi belajar yang sudah dicapai setelah mengikuti serangkaian tes akan dijadikan ukuran/tanda daya serap peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan. Selain itu daya serap juga dilihat sebagai bentuk dari kecerdasan seorang peserta didik. Prestasi yang tinggi merupakan indicator daya serap siswa terhadap materi pembelajaran tinggi juga. d) Bahan informasi dalam inovasi pendidikan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan sebagai feedback dalam meningkatkan mutu pendidikan; Prestasi belajar siswa dapat dijadikan sebagai informasi atau sebagai bahan evaluasi bagi pendidik untuk meningkatkan mutu pendidikan pada kualitas yang lebih tinggi. Jika prestasi siswa menunjukkan nilai yang rendah maka akan dicari solusi yang tepat
69
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Jika prestasi siswa sudah menunjukkan kualitas yang tinggi maka akan dicari solusi untuk tetap mempertahakan prestasi belajar siswa agar tetap tinggi bahkan usaha untuk semakin meningkatkan pretasi belajar tersebut. e) Indikator eksternal dan internal dari suatu institusi pendidikan. Eksternal artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator kesuksesan peserta didik di masyarakat sedangkan internal bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikan. 3) Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Dimyati
dkk
(2002)
menyatakan
bahwa
prestasi
belajar
dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern yang dialami dan dihayati siswa yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah: sikap siswa terhadap proses belajar; motivasi belajar; konsentrasi belajar; kemampuan mengolah bahan ajar; kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar; kemampuan menggali hasil belajar yang telah disimpan; kemampuan untuk berprestasi atau unjuk hasil belajar; rasa percaya diri siswa; intelegensi; keberhasilan belajar; kebiasaan belajar. Faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu guru sebagai pembimbing belajar siswa, sarana dan prasarana belajar, kondisi pembelajaran, kebijaksanaan penilaian, kurikulum yang diterapkan dan lingkungan sosial siswa.
70
Singgih D. Gunarso (1983) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dikategorikan menjadi faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor intern masih dibagi menjadi 2 bagian yaitu faktor fisik dan faktor non fisik (psikis). Faktor fisik terdiri dari susunan syaraf, kesehatan jasmani dan kesehatan indra. Adapun faktor psikis meliputi: a) Intelegensi, yaitu suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu yang timbul; b) Minat, yaitu kesadaran seseorang bahwa suatu obyek, hal atau situasi mempunyai sangkut paut dengan dirinya; c) Sikap, yaitu kesiapan diri seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu; d) Bakat, yaitu kemampuan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan ketrampilan yang relatif umum atau khusus; e) Motivasi, yaitu faktor dalam merangsang perhatian. Faktor ekstern meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga mempengaruhi pencapaian prestasi belajar maksudnya adalah suasana atau kondisi yang mendukung dan berpengaruh terhadap baik buruknya prestasi belajar pesrta didik. Faktor keluarga ini antara lain, keadaan sosial keluarga, jumlah anggota keluarga, keharmonisan keluarga.
71
Sekolah merupakan tempat berlangsungnya aktivitas proses belajar mengajar mempunyai pengaruh yang besar terhadap usaha untuk mencapai prestasi belajar. Faktor mempengaruhi pencapaian prestasi belajar terhadap peserta didik di sekolah yaitu a) Guru, merupakan pribadi yang bertanggung jawab dalam menyampaikan materi pelajaran, sikap dalam mengajar, metode yang digunakan dalam memberikan pelajaran, maupun bahasa yang dipakai; b) Teman sekelas, merupakan teman sepergaulan peserta didik dalam lingkungan sekolah sangat mempengaruhi pencapaian prestasi belajar; c) Lingkungan sekolah, lingkungan sekolah yang baik akan mendukung kelancaran proses belajar sehingga peserta didik mendapatkan prestasi belajar yang baik seperti yang diinginkan; d) Fasilitas sekolah, fasilitas sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar, karena dengan fasilitas yang terbatas maka pengetahuansiswa terbatas pula. Misalnya buku-buku perpustakaan, alat-alat laboratorium, alat-alat peraga, media pembelajaran. Lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi pencapaian nilai belajar siswa. Faktor masyarakat antara lain: adat istiadat yang berlaku, sikap dan sifat masyarakat, aktivitas organisasi dan sebagainya.
72
4) Aspek-Aspek Prestasi Belajar Prestasi belajar dapat ditunjukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang memuat aspek kemampuan kognitif, afektif, atau psikomotorik. Tujuan pembelajaran ini tidak selalu ada semua aspek tadi hal ini tergantung dari materi pelajaran yang disampaikan. Tetapi juga kadang dalam tujuan pembelajaran semua aspek tadi ada dalam tujuan pembelajaran. Perubahan perilaku yang diharapakan dari siswa sebagai prestasi belajar tergantung pada aspek-aspek apa yang dipelajari oleh siswa. Apabila siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah penguasaan konsep. Apabila siswa belajar tentang keterampilan, maka prestasi yang ditunjukkan adalah keterampilan. Apabila siswa mempelajari tentang sikap yang baik maka prestasi belajar akan nampak dalam sikap. Pencapaian prestasi belajr ini tidaklah sama antara siswa yang satu dengan siswa yang
lainnya.
Hal
ini
dipengaruhi
oleh
factor-faktor
yang
mempengaruhi belajar siswa. Aspek-aspek perubahan perilaku yang dicapai oleh siswa sebagai prestasi belajar merupakan akibat dari belajar. Bloom dkk (dalam Dimyati, 2002) menggolongkan jenis perilaku (kemampuan internal) akibat belajar. Penggolongan ini dikenal dengan nama taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom terdiri dari 3 (tiga) aspek, yaitu kognitif, afektif, psikomotorik. Berikut ini akan ditelaah secara singkat mengenai 3 (tiga) ranah dalam taksonomi Bloom.
73
a) Ranah Kognitif yang terdiri dari (1) Pengetahuan Pengetahuan mencakup kemampuan mengingat hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip atau metode. Pengetahuan adalah kemampuan yang paling dasar dalam ranah kognitif. Dalam domain ini siswa mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat kabar. (2) Pemahaman Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap arti dan makna tentang hal yang dipelajari. Kemampuan ini adalah kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, memahami isi pokok, mengartikan tabel, dan sebagainya. Kemampuan memahami
merupakan kegiatan mental
intelektual yang mengorganisasikan materi yang telah diketahui dan dipelajari untuk disesuaikan ke dalam struktur kognitif yang ada sehingga menjadikan struktur kognitif yang lama menjadi
berubah. Hal
ini
berarti bahwa orang
yang
bersangkutan mengalami perubahan dalam perilaku. Peristiwa inilah yang disebut dengan mengerti atau memahami.
74
Memahami adalah kemampuan untuk menguraikan secara benar tentang objek yang diketahui. Setelah diuraikan kemudian dapat menginterpretasikan objek tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari. (3) Penerapan Penerapan mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Penerapan
merupakan
kemampuan
untuk
menggunakan
konsep, prinsip, prosedur atau teori yang sudah dimiliki untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu. Kemampuan penerapan meliputi kemampuan memecahkan masalah, membuat bagan, menggunakan konsep, kaidah, prinsip, metode, dan sebagainya. Kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real. Kemampuan penerapan dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain. (4) Analisis Analisis mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Analisis merupakan kemampuan untuk menguraikan atau menjabarkan suatu bahan atau materi ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen yang lebih kecil.
75
Kemudian hasil penguraian atau penjabaran suatu materi atau bahan ke dalam unsur-unsur atau komponen-komponen yang kecil tadi dihubungkan kembali dengan cara menyusun dan mengorganisasikan sehingga saling berkaitan satu sama lain. (5) Sintesis Sintesis mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pola baru. Sintesis yaitu menunjukkan pada suatu kemampuan untuk mengumpulkan, meletakkan mengorganisasikan atau menghubungkan bagian-bagian semua unsur yang diketahui kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan utuh. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada. Contoh kemampuan ini adalah kemampuan menyusun karangan, rencana, program kerja dan sebagainya. (6) Evaluasi Evaluasi yaitu kemampuan untuk mengambil keputusan, menyatakan pendapat atau memberi penilaian atau justifikasi berdasarkan kriteria tertentu yang telah ada baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif terhadap suatu materi atau objek tertentu. Evaluasi mencakup kemampuan untuk membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Contoh kemampuan ini adalah kemampuan untuk menilai mutu sebuah karangan berdaasarkan norma.
76
b) Ranah afektif Menurut Krathwohl (dalam Anas Sudijono,2001), ranah afektif meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Penerimaan berkaitan dengan kepekaan seseorang dalam menerima sebuah rangsangan (stimulus) yang berasal dari luar dirinya. Selain menerima tercakup juga kemampuan mengontrol dan menyeleksi rangsangan dari luar untuk perkembangan dirinya. Partisipasi
aktif
memungkinkan
pebelajar
untuk
menanggapi dan ikut serta secara aktif melalui cara-cara tertentu dalam proses pembelajaran. Penilaian dan penentuan sikap ini memungkinkan siswa untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu yang baru, baik atau buruk. Dari penilaian terhadap sesuatu yang baru tersebut diikuti oleh sikap
menolak atau menerima
sesuatu yang baru tersebut. Organisasi dan pembentukan pola hidup memiliki makna bahwa
siswa
mengatur,
mengabungkan,
mengkaitkan,
menghubungkan, membandingkan setiap perbedaan yang ada, kemudian memecahkan masalah yang muncul dari proses penghubungan tersebut. Selanjutnya dari hasil pemecahan masalah, siswa menemukan suatu pola sistem nilai yang baru dan digunakan sebagai kebaikan hidup.
77
c) Ranah Psikomotorik Menurut Ibrahim R dkk (1991) Ranah psikomotorik meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas. Persepsi mengacu pada penggunaan
panca indera untuk
memeproleh kesadaran akan suatu objek/atau gerakan dan mengalihkannya ke dalam kegiatan atau perbuatan. Kesiapan siswa untuk memberikan respon secara mental, fisik,
maupun
perasaan
untuk
suatu
kegiatan.
Gerakan
terbimbing/respon terbimbing menunjuk pada situasi dimana siswa diberi respon sesuai dengan contoh perilaku/gerakan-gerakan yang telah diperlihatkan/didemonstrasikan sebelumnya. Gerakan terbiasa ditunjukkan dengan respon fisik terhadap apa yang telah dipelajari dan menjadi kebiasaan. Gerakan kompleks/respon yang kompleks dimana siswa memberikan respon atau penampilan perilaku/gerakan yang cukup rumit dengan terampil dan efisien tanpa kesalahan. Penyesuaian pola gerakan mengacu kepada kemampuan siswa untuk mengadaptasikan respon atau perilaku/gerakan yang sudah dimiliki dengan situasi yang baru. Sedangkan kreatifitas menunjuk pada kemampuan siswa menciptakan dan menampilkan perilaku/gerakan yang unik setelah menguasai gerakan/perlaku yang terlatih.
78
Idealnya prestasi belajar siswa dikatakan sempurna jika prestasi belajarnya meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor. Faktor kognitif lebih menekankan pada pengetahuan, pengenalan, dan ketrampilan serta kemampuan intelektual. Faktor afektif menekankan pada perubahan sikap, nilai dan perkembangan moral dan keyakinan. Sedangkan faktor psikomotorik menekankan hubungan dengan keterampilan motorik. Namun dalam penelitian ini, prestasi belajar yang diukur peneliti hanya satu aspek saja, yaitu aspek kognitif. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian ini nilai yang digunakan untuk mengetahui indikator prestasi belajar adalah nilai dalam bentuk angka-angka yang menunjukkan pemahaman terhadap konsepkonsep atau prinsip-prinsip dari materi pelajaran yang disampaikan dalam pembelajaran di kelas. Sebab yang lain karena didukung oleh materi pelajaran yang menuntut siswa untuk memahami sebuah konsep atau beberapa prinsip materi pelajaran. 5) Cara Mengukur Prestasi Belajar Cara mengukur prestasi belajar siswa adalah melalui prosedur penilaian atau tes. Adapun bentuk tes dapat berwujud tes lisan, tes tertulis atau tes perbuatan. Untuk menentukan hasil belajar benar-benar telah tercapai atau belum, diperlukan adanya suatu alat untuk mengukurnya yaitu tes atau penilaian. Tes merupakan prosedur yang sistematis, artinya:
79
a) Item-item dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu; Setiap butir soal tes ditata sesuai dengan pola tertentu sesuai dengan silabus atau tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan agar tes yang dilakukan tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran. b) Aturan administrasi dan pemberian skor atau angka dilakukan dengan jelas dan dispealisasikan secara terperinci. Tes yang dilakukan secara jelas dan fokus baik untuk kepentingan administrasi maupun kepentingan siswa dengan patokan penilaian yang jelas dan dimengerti oleh guru maupun siswa. Webster‟s dalam Suharsimi Arikunto (1998) menyatakan bahwa tes merupakan sederetan pertanyaan atau latihan alat lain yang digunakan
untuk
mengukur
ketrampilan,
pengetahuan,
bakat,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes juga memiliki beberapa kegunaan. Anas Sudijono (2001) menegaskan bahwa fungsi tes adalah a) Sebagai alat pengukur terhadap perkembangan peserta didik. Tes berguna untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.
80
b) Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran. Tes berguna untuk mengetahui seberapa jauh tujuan program pengajaran yang telah ditentukan, telah dapat dicapai. Ahli lain, seperti Mustaqim dkk (2010), menungkapkan bahwa fungsi tes adalah a) Untuk mengukur hasil belajar; Tes yang dilakukan terhadap peserta didik setelah menempuh pembelajaran dalam waktu tertentu untuk mengukur sejauh mana perkembangan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa yang telah mengikuti proses pembelajaran kemudian diukur kemampuannya. Kemampuan tersebut nampak dalam bentuk angka-angka nilai yang diperoleh setiap peserta didik. b) Untuk mengadakan evaluasi terhadap perbuatan mengajar; Seorang pendidik juga bisa menilai atau mengevaluasi kinerja mengajarnya dengan tes yang diberikan kepada peserta didik tersebut. Evaluasi tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki cara mengajar, pemilihan metode dan media pembelajaran yang tepat, bahkan penyusunan soal tes yang tidak terlalu sukar tetapi juga tidak terlalu mudah pada masa berikutnya. c) Sebagai alat untuk memunculkan motivasi; Nilai hasil tes dapat digunakan untuk memunculkan motivasi pada pembelajaran berikutnya. Jika nilai tesnya tinggi, akan memunculkan motivasi untuk tetap memertahankan atau bahkan
81
semakin terpacu untuk meningkatkannya. Jika hasil tesnya belum memuaskan dijadikan sebagai dorongan untuk tetap berusaha semaksimal mungkin dalam belajar demi mendapatkan nilai yang tinggi. d) Untuk menyadarkan peserta didik akan kemampuannya; Serangkaian soal-soal tes juga dimaksudkan agar siswa disadarkan akan kemampuannya. Usaha perserta didik dalam pembelajaran akan diuji ketika menjawab sejumlah pertanyaan yang disediakan oleh pendidiknya. Kemampuan siswa akan diketahui dengan ukuran nilai yang sudah diperoleh dengan menjawab soal-soal tes. e) Sebagai petunjuk dalam usaha belajar (semangat belajar); Tes yang dilakukan dapat pula digunakan sebagai pedoman untuk tetap semangat belajar. Saat akan menghadapi tes akan sangat mungkin peserta didik berusaha dengan sebaik-baiknya dengan semangat agar bisa menjawab sejumlah pertanyaan yang telah disediakan dengan tepat. Semangat peserta didik untuk mendapatkan
nilai
yang
maksimal
sebagai
bentuk
dari
kemampuannya dalam belajar tertentu. f) Sebagai dasar untuk menentukan penghargaan atau hadiah. Tes yang dilakukan adakalanya diikuti dengan penghargaan, hadiah, atau reward. Peserta didik yang mencapai nilai tertentu akan diberikan penghargaan. Penghargaan ini diberikan dengan syarat peserta didik dapat mencapai nilai tertentu agar bisa memperoleh hadiah.
82
Sedangkan fungsi tes menurut Hasan dkk (1991) adalah a) Untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar yang telah dikuasai oleh seseorang atau sekelompok peserta didik pada aspek-aspek yang diukur; Melalui
kemampuan siswa untuk menjawab sebuah atau
bebrapa tes yang disediakan, siswa dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan materi pelajaran yang telah dilaksanakan sesuai dengan aspek-aspek yang diukur, baik ranah kognitif, ranah afektif, maupun ramah psikomotor. b) Untuk pengembangan proses belajar mengajar dan pengambilan keputusan mengenai peserta didik; Bagi guru yang mengajar tes dilakukan sebagai evaluasi bagi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Guru mengadakan remedial bagi yang belum mencapai target nilai sesuai ketetapan. Selain itu tes, khususnya tes akhir semester, sebagai dasar bagi guru untuk penentuan pengisian nilai rapor serta menentukan perserta didik yang bersangkutan naik kelas atau tidak. c) Sebagai
informasi
kepada
orangtua
tentang
kemajuan
perkembangan belajar anak mereka; Hasil tes yang diperoleh siswa lewat proses tes sebagi kontrol bagi orang tua untuk melihat perkembangan kemajuan belajar anaknya. Jika hasil tes yang diperoleh anaknya memungkinkan anak tesebut untuk tetap tinggal kelas maka orang tua pun harus ikut dalam membimbing anaknya untuk belajar lebih baik.
83
d) Sebagai alat evaluasi bagi kedudukan sekolah di mata masyarakat terutama berhubungan dengan UAN. Kedudukan sekolah juga dilihat oleh masyarakat luas sehingga jika peserta didiknya dalam menempuh ujian akhir nasional banyak yang tidak lulus memungkinkan sekolah akan rendah kedudukannya di mata masyarakat. Masyarakat akan melihat bahwa kualitas pendidikan sekolah yang bersangkutan tidak bagus dan ini akan mengurangi daya tarik sekolah yang bersangkutan. Selain fungsi tes akan dikemukakan juga bentuk/jenis-jenis tes. Purwanto (1986) mengemukakan tes hasil belajar dibagi ke dalam 2 (dua) macam yaitu: a) Tes yang telah distandarisasi (standardized test) Tes ini merupakan tes yang telah mengalami proses standarisasi dimana tes tersebut telah divalidasi dan direliabiliasi sehingga tes tersebut benar-benar valid dan reliabel untuk suatu tujuan dan bagi suatu kelompok tertentu. b) Tes buatan guru (teacher-made test) Tes buatan guru merupakan tes yang dibuat guru berdasarkan isi dan tujuan khusus untuk kelas atau sekolah di tempat guru mengajar. Tes buatan guru terdiri dari (1) Tes lisan (oral test) Tes lisan yaitu tes yang dilakukan secara langsung antara pengetes (tester) dan yang dites (testi) serta hasilnya dapat diketahui pada saat yang sama juga.
84
(2) Tes tertulis (written test) Tes tertulis adalah tes yang disajikan kepada siswa secara tertulis dan siswa pun menjawabnya secara tertulis juga. Tes tertulis ini masih dibagi lagi menjadi tes: (a) Essay Tes essay adalah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan
yang jawabannya berupa karangan (essay) atau
kalimat yang panjang-panjang dengan jumlah soal yang terbatas lima sampai sepuluh butir saja. (b) Objektif Tes objektif adalah tes yang dibuat sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif dan dinilai oleh siapapun akan menghasilkan skor yang sama. Tes objektif dapat berupa: Completion type test dan Selection type test. Completion type test terdiri dari tes melengkapi (Completion test) dan mengisi titik-titik dalam kalimat yang dikosongkan (fill-in). Sedangkan Selection type test terdiri dari tes benar-salah (true-false), pilihan berganda (multiple choise) dan menjodohkan (matching). Menurut Anas Sudijono (2001) alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik ada 2 (dua), yaitu a) Tes hasil belajar dalam bentuk uraian; Tes uraian sering disebut juga tes subjektif yaitu salah satu bentuk tes hasil belajar yang memiliki karakteristik berupa
85
pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban uraian atau paparan kalimat yang cukup panjang; menuntut pemberian jaawaban
penjelasan,
komentar,
penafsiran,
perbandingan,
pembedaan; jumlah butir soal cukup terbatas antara lima sampai sepuluh soal; pertanyaan butir soal diawali dengan kata-kata „jelaskan….;
terangkan….;
uraikan…..;
mengapa….;
bagaimana….; atau kata-kata lain yang serupa dengan itu. Tes uraian dapat digolongkan menjadi tes uraian berbentuk bebas atau terbuka dan tes uraian berbentuk terbatas. Tes uraian berbentuk bebas atau terbuka memungkinkan peserta didik untuk menjawab petanyaan seluas-luasnya sesuai kemampuannya dalam merumuskan,
mengorganisasikan
dan
menyajikan
jawaban.
Sedangkan tes uraian berbentuk terbatas dimana peserta didik hanya menjawab pertanyaan sesuai dengan kehendak tester yang terarah dan dibatasi. Sementara itu Mustaqim dkk (2010) mengatakan bahwa tes uraian bisa berbentuk tulisan tetapi juga bisa berbentuk lisan. b) Tes hasil belajar dalam bentuk objektif Tes objektif juga dikenal dengan tes jawaban pendek, yaitu salah satu bentuk tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal yang dijawab oleh peserta didik dengan jalan memilih salah satu atau lebih di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing butir, atau dengan menuliskan
86
(mengisikan) jawaban berupa-kata-kata atau simbol tertentu pada tempat yang telah disediakan untuk masing-masing butir. Tes objektif dibedakan menjadi tes objektif berbentuk benarsalah (ture-false test); menjodohkan (matching test), melengkapi (completion test), isian (fill in test), dan pilihan ganda (multiple choise test). Sementara Rakhmat C dkk (1999) ada 3 (tiga) jenis tes yaitu a) Tes tertulis (written test) Dalam tes tertulis pertanyaan atau persoalan-persoalan disajikan secara tertulis dan siswa menjawab pertanyaanpertanyaan atau persoalan-persoalan yang disajikan tersebut secara tertulis juga. b) Tes lisan (oral test) Tes lisan dilakukan dimana tester (guru) mengajukan persoalan secara lisan dan testi (siswa) menjawab pertanyaanpertanyan tersebut secara lisan pula dalam suasana komunikasi langsung. c) Tes tindakan (performance test) Test ini disajikan dalam bentuk tugas. Testi melakukan sesuatu kegiatan berdasarkan instruksi atau petunjuk tertentu dan tester mengamati keterampilan testi dalam menyelesaikan tugas tersebut.
87
Kemudian Moein dkk (1991) mengungkapkan ada 3 (tiga) jenis tes yaitu a) Tes tertulis (paper-pencil test) Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan menggunakan lembaran kertas dan alat tulis untuk menguji kemampuan peserta didik melalui ulangan-ulangan dan ujian-ujian. b) Tes lisan (oral test) Oral tes yaitu tes yang soal-soalnya dikemukakan secara lisan dan dijawab pula oleh peserta didik secara lisan. c) Tes tindakan (performance test) Tes tindakan yaitu tes yang digunakan untuk menguji kemampuan peserta didik dalam melakukan sesuatu atau sejumlah perbuatan,
misalnya
mendemonstrasikan
kemampuannya
melakukan gerakan, melakukan praktik di laboratorium, dll. Di atas telah diungkapkan mengenai fungsi dan jenis tes, sekarang ada baiknya juga dalam penelitian ini diungkapkan mengenai tujuan dilaksanakannya tes. Menurut Hasan dkk (1991) tujuan diadakan tes adalah untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan dalam memberikan penilaian tentang kegiatan (belajar) yang telah dilakukan dan mengambil keputusan oleh yang berwenang (guru). Menurut Tuckman (dalam Rakhmat C dkk, 1999) tujuan diadakan tes adalah
88
a) Untuk meningkatkan objektifitas pengamatan guru; Sebuah
penilaian
dengan
mengunakan
tes
lebih
memungkinkan untuk objektif dan akurat karena penilaian didasarkan pada data objektif tentang kemampuan siswa sebagaimana tertuang dalam skor hasil tes. b) Agar siswa dapat bertingkah laku dalam situasi relatif terkontrol; Adanya pelaksanaan tes yang dilakukan pada suatu tempat dan waktu tertentu, serta dengan menggunakan aturan-aturan tertentu yang harus ditaati oleh siswa. Siswa menaati langkahlangkah pengerjaan soal dan waktu yang sudah ditetapkan serta guru dapat mengamati secara langsung siswa menjawab soal. c) Untuk mengukur sampel kemampuan-kemampuan siswa; Perilaku yang diungkap tidak mencakup semua perilaku siswa, melainkan hanya perilaku-peilaku tertentu saja sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin diukur. d) Data hasil tes dapat dijadikan bahan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil belajar dengan tujuan pembelajaran serta tolok ukurnya; Dengan menggunakan tes perubahan-perubahan perilaku yang terjadi pada diri siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil tes yang sudah dianalisis akan diketahui sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan, apakah sudah mencapai kriteria atau belum.
89
e) Untuk mengungkap aspek-aspek perilaku yang tidak dapat dilihat; Perilaku-perilaku hasil belajar tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dengan adanya tes hasil belajar, dalam batas-batas tertentu aspek-aspek perilaku dapat dilihat dan diungkap walaupun tidak semua. f) Untuk mendeteksi karakteristik-karakteristik dan komponenkomponen perilaku; Adanya tes seorang guru dapat mengetahui
kemampuan-
kemampuan atau penguasaan-penguasaan bahan ajar dalam masing-masing unit pelajaran atau setiap topik pelajaran. g) Data hasil tes dapat digunakan untuk meramalkan perilaku atau prestasi mendatang; Data tes hasil prestasi yang dicapai oleh siswa sekarang dipengaruhi oleh pretasi belajar sebelumnya dan akan mendasari prestasi berikutnya. Dalam batas-batas tertentu tes dapat menghasilkan data yang bisa digunakan untuk meramalkan prestasi siswa pada waktu mendatang. h) Hasil tes merupakan data balik tentang keberhasilan program pengajaran dan informasi untuk pembuatan keputusan. Data hasil tes dapat digunakan untuk melihat sejauh mana keberhasilan program pengajaran yang telah dilakukan. Data hasil tes tersebut dijadikan dasar pertimbangan dalam menentukan tingkat kelulusan siswa.
90
Dalam penelitian ini, jenis tes yang digunakan adalah tes objektif tertulis berbentuk pilihan ganda (multiple choise). f. Pendidikan Kewarganegaraan 1) Pengertian Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang studi yang bersifat interdisipliner ilmu-ilmu sosial yang secara struktural bertumpu pada disiplin ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik untuk aspek hak dan kewajiban (Abdul Aziz dkk, 2011). Menurut Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005, Pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas terampil dan kerkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Menurut
Ahmah
Haris
Bhakti
(2009)
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang secara umum bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia, sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan
91
kewarganegaraan
yang
memadai
dan
memungkinkan
untuk
berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depdiknas, 2005). 2) Visi dan Misi Pendidikan Kewarganegaraan Menurut BSNP (2006)
visi mata pelajaran PKn adalah
terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Kemudian misi mata pelajaran ini adalah membentuk warga negara yang baik, yakni warga negara yang sanggup melaksanakan hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sesuai dengan Undang – Undang Dasar 1945 (BSNP, 2006). 3) Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai karakteristik sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara. Warga negara yang sanggup melaksanakan
hak dan kewajiban
dalam kehidupan
berbangsa, dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 4) Hakekat Pendidikan Kewarganegaraan Hakekat pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengembangkan dan membina sikap („effective education‟) mulai dari tingkatan yang belum tahu terhadap nilai sampai siswa menyadari dan melakukan nilai moral dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari.
92
5) Peranan Pendidikan Kewarganegaraan Hamid Darmadi (2010) mengemukakan bahwa peranan Pendidikan Kewarganegaraan adalah : a) Membina, mengembangkan dan melestarikan konsep, nilai, moral, dan norma Pancasila secara dinamis dan bertanggungjawab; b) Membina dan mengembangkan jati diri manusia Indonesia yang seutuhnya, agar berkepribadian pancasila dan melek politik yang mampu menjadi insan teladan dan narasumber dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; 6) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menurut BSNP (2006) adalah: a) Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan kreatif, dalam menanggapi isu kewarganegaraan sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaran; b) Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan masyarakat, berbangsa dan bernegara; c) Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan normanorma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara;
93
d) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; e) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturandunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam Tesisnya, Ahmad Haris Bhakti (2009) mengatakan bahwa tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah agar peserta didik dapat : a) Mengembangkan pengetahuan dan kemampuan memahami dan menghayati nilai-nilai Pancasila dalam rangka pembentukan sikap dan perilaku sebagai pribadi, anggota masyarakat dan warga negara yang bertanggung jawab; b) Memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air; c) Mempunyai pola pikir, sikap dan perilaku yang berasaskan nilai, moral dan nilai Pancasila serta UUD 1945; d) Menjadi warga negara Indonesia yang memiliki politik, cinta pembangunan dan dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 7) Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan BSNP (2006) mengemukakan bahwa ruang lingkup atau isi mata pelajaran PKn yaitu yang mencakup dimensi politik, hukum, dan moral. Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek – aspek:
94
a) Persatuan dan Kesatuan Bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan,
cinta
lingkungan,
kebanggaan
sebagai
bangsa
Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan; b) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan – peraturan daerah, norma – norma dalam kehidupan bangsa dan negara, sistem hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan Internasional; c) Hak Asasi Manusia, meliputi: hak dan kewajiban anak; hak dan kewajiban
anggota
masyarakat;
instrumen
nasional
dan
internasional HAM; pemajuan, penghormatan, dan perlindungan HAM; d) Kebutuhan Warga Negara meliputi: hidup gotong royong, harga diri
sebagai
warga
masyarakat,
kebebasan
berorganisasi,
kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warganegara; e) Konstitusi
Negara
meliputi:
proklamasi
kemerdekaan
dan
konstitusi yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi; f) Kekuasaan
dan
Politik,
meliputi:
pemerintahan
desa
dan
kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintah pusat,
95
demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi; g) Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara; Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara; Pengamalan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari; Pancasila sebagai ideologi terbuka; h) Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan Internasional dan Organisasi Internasional, dan mengevaluasi globalisasi. Ahmad Haris Bakti (2009) mengatakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan adalah a) Nilai moral dan norma bangsa Indonesia serta perilaku yang
diharapkan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara; b) Kehidupan idiologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan di negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 8) Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berfungsi untuk membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter baik, serta setia pada bangsa dan Negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Selain itu juga berfungsi sebagai pengikat
96
untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam latar belakang tentang budaya persatuan yang dapat mendukung tetap berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (BSNP, 2006). Fungsi Pendidikan kewarganegaraan menurut Hamid Darmadi (2010) adalah a) Mendidik siswa dengan tatanan konsep, nilai, norma dan moral berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; b) Membentuk, membina,
dan mengembangkan potensi serta
kualifikasi peserta didik; c) Membentuk totalitas diri peserta didik yang berjiwa atau berkepribadian Pancasila dan UUD 1945; d) Membina dan membentuk warganegara Indonesia yang baik, cinta bangsa dan negara, serta memiliki ketahanan fisik dan nofisik yang tinggi. 9) Rambu-Rambu Pendidikan Kewarganegaraan Rambu – rambu penyusunan berpatokan pada Undang–Undang Pendidikan yang diterapkan di masing – masing satuan pendidikan, yaitu mengacu pada Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan, serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP (2006).
97
g. Materi Pelajaran untuk Penelitian ini Menurut BSNP (2006) materi pembelajaran semester 1/gasal bagi kelas XI yang berlangsung di tingkat SMA/MAN untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:
Pokok Bahasan Kekuasaan dan politik
Kekuasaan dan politik
Kekuasaan dan politik
Tabel 1 Materi pelajaran kelas XI semester 1 Standar Kompetensi Dasar Kompetensi Menganalisis 1. Mendiskripsikan pengertian budaya budaya politik; politik di 2. Menganalisis tipe-tipe budaya pilitik Indonesia yang berkembang dalam masyarakat indonesia; 3. Mendeskripsikan pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik; 4. Menampilkan peran serta budaya politik partisipan Menganalisis 1. Mendiskripsikan pengertian dan budaya prinsip-prinsip budaya demokrasi ; demokrasi 2. Mengidentifikasi ciri – ciri masyarakat menuju madani; masyarakat 3. Menganalisis pelaksanaan demokrasi madani di Indonesia sejak oerde lama, oerde baru dan reformasi; 4. Menampilkan perilaku budaya demokrasi dalam kehidupan sehari – hari Menampilkan 1. Mendeskripsikan pengertian dan sikap pentingnya keterbukaan dan keadilan keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan dan keadilan bernegara; dalam 2. Menganalisis dampak penyelengaraan kehidupan pemerintahan yang tidak transparan: berbangsa 3. Menunjukan sikap keterbukaan dan dan keadilan dalam kehidupan berbangsa bernegara dan bernegara
98
Namun yang dijumpai oleh peneliti dalam penelitian ini, materi yang disampaikan kepada siswa adalah materi untuk kelas X semester 1/gasal tingkat SMA/MAN. Materi pokok yang disampaikan dalam penelitian ini adalah menganalisis sistem politik di Indonesia. Berikut ini materi berdasarkan silabus KTSP 2006 untuk mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. a) Standar kompetensi Menganalisis system politik di Indonesia b) Kompetensi dasar 1) Mendeskripsikan suprastruktur dan infra struktur politik di Indonesia 2) Mendeskripsikan perbedaan system politik di berbagai Negara 3) Menampilkan peran serta dalam system politik di Indonesia c) Indikator 1) Mendeskripsikan pengertian system politik Indonesia; 2) Mendeskripsikan supra struktur poltik Indonesia; 3) Mendeskripsikan infrastruktur politik; 4) Menguraikan dinamika politik di Indonesia; 5) Menunjukkan kelebihan dan kelemahan system politik yang dianut Indonesia 6) Mendeskripsikan perbedaan system politik Indonesia dengan Negara liberal dan komunis; 7) Mengindentifikasi ciri-ciri masyarakat politik ;
99
8) Menunjukkan perilaku politik yang sesuai dengan aturan; 9) Mensimulasikan salah satu kegiatan politik yag diselenggarakan oleh pemerintah (pemilu); 10) Berperan serta secara aktif dalam system politik di Indonesia; Dalam pengembangannya sekolah juga memiliki modul yang disusun sendiri oleh pihak sekolah yaitu pembelajaran tentang Dinamika Politik di Indonesia. a) Standar kompetensi Menampilkan sikap positif terhadap dinamika politik Indonesia b) Kompetensi dasar Menguraikan hakekat dinamika politik Indonesia c) Indikator 1) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara tepat definisi dinamika politik Indonesia; 2) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan 4 (empat) periode dinamika politik Indonesia; 3) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan pertama; 4) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara benar dinamika politik Indonesia pada masa berlakunya konstitusi RIS;
100
5) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara benar dinamika politik Indonesia pada masa berlakunya UUDS 1950; 6) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan Demokrasi Terpimpin; 7) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara benar dinamika politik Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru; 8) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara benar dinamika politik Indonesia pada masa reformasi; 9) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara benar proses demokratisasi menuju masyarakat madani di Indonesia; 10) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan secara tepat definisi masyarakat madani; 11) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurangkurangnya 3 (tiga) ciri-ciri demokratisasi; 12) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan 4 (empat) ciri-ciri utama demokratisasi; 13) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekuarangkurangnya 5 (lima) ciri-ciri masyarakat madani di Indonesia;
101
14) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekuarngkurangnya 7 (tujuh) nilai/kultur demokrasi; 15) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menjelaskan secara tepat masa berlakunya UUD 1945; 16) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menguraikan bentuk Negara yang pernah diterapkan di Indonesia; 17) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menerangkan secara tepat bentuk pemerintahan yang pernah diterapkan di Indonesia; 18) Melalui diskusi, siswa dapat menguraikan menyebutkan 5 (lima) isi dekrit Presiden 5 Juli 1959; 19) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurangkurangnya 5 (lima) penyimpangan yang terjadi pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin; 20) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyerbukan sekurangkurangnya 4 (empat) penyimpangan yang terjadi pada masa orde baru; 21) Melalui diskusi dan ceramah, siswa dapat menyebutkan sekurangkurangnya 5 (lima) hasil perjuangan politik masa reformasi; 2. Hasil Penelitian yang Relevan a. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Haris Bhakti (2009) menunjukan bahwa
prestasi
Kewarganegaraan
belajar yang
siswa diajar
pada dengan
mata
pelajaran
mengunakan
Pendidikan pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih baik/tinggi dari pada prestasi belajar siswa
102
yang diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan pengaruh yang signifikan antara penggunaan strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tipe Jigsaw terhadap prestasi belajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan; 2) perbedaan pengaruh yang signifikan prestasi belajar pendidikan kewarganegaraan antara siswa yang memiliki minat belajar tinggi dengan minat belajar rendah; 3) interaksi pengaruh yang signifikan antara strategi pembelajaran dan minat belajar siswa terhadap prestasi belajar mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. b. Penelitian yang dilakukan oleh M Kusumasari (2009) bahwa nilai prestasi belajar Ekonomi siswa sebelum diberikan pembelajaran dengan model STAD adalah 66,675. Setelah diberikan pembelajaran model STAD nilai prestasi belajar ekonomi siswa meningkat menjadi 81,075. Atau terdapat selisih sebesar 14,4. Artinya pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik (lebih efektif) dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada peningkatan prestasi belajar ekonomi dalam penggunaan metode STAD (Student Teams Achievement Division).
103
3. Kerangka Pikir Gambar 1 Kerangka pikir
STAD
Terpusat pada siswa Memotivasi Mendukung Pemahaman jangka panjang Kritis Kerjasama Dialog Merangsang kreativitas
Proses Pembelajaaran
Ceramah
Prestasi Belajar Terpusat pada guru Komunikasi 1 arah Siswa pasif Retensi pendek Psikomotor dan afektif kurang dikembangkan Kurang kreativitas Materi hanya terbatas pada guru
Proses pembelajaran dimana siswa berada dalam kondisi terlibat pengalaman intelektual, emosional dan fisik untuk mencapai prestasi belajar. Siswa secara aktif untuk mengembangkan kemampuannya baik intelektual, emosional maupun fisik. Proses pembelajaran di kelas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) metode pembelajaran, yaitu metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dan metode ceramah. Pembelajaran kooperatif tipe Student Team-Achievement Division (STAD) merupakan tipe pembelajaran yang mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Pembelajaran ini diawali dengan penyampaian informasi seperti biasa dengan
104
menggunakan ceramah. Namun, setelah guru menyampaikan informasiinformasi tersebut, kemudian siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mendiskusikan materi yang baru disampaikan tersebut. Tipe pembelajaran kooperatif ini mengkondisikan situasi belajar agar siswa saling memotivasi supaya dapat saling mendukung dan membantu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Siswa yang sudah memahami isi pembelajaran, membantu siswa dalam kelompoknya agar dapat mengerti juga isi pembelajaran. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk memperlajari materi. Mereka boleh bekerja sama setelah guru menyampaikan materi, secara berpasangan, membandingkan, mendiskusikan setiap ketidaksesuaian, dan saling membantu jika ada yang salah dalam memahami materi pelajaran (Slavin, 2005). Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa menjadi subjek dalam proses pembelajaran, kemampuan siswa untuk berkreativitas dalam belajar mendapatkan tempat yang baik. Seluruh proses pembelajaran bukan lagi berpusat pada guru sebagai satu-satunya sumber ilmu dalam proses pembelajaran. Seluruh proses dalam pembelajaran kooperatif ini berpusat pada siswa. Siswa yang berperan aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dalam kelompoknya saling berbagi pengetahuan dengan anggota kelompoknya. Selain itu dalam pembelajaran tipe STAD sangat dimungkinkan adanya dialog yang efektif antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru. Adanya kesempatan untuk berdialog merupakan langkah awal untuk berproses dalam
105
belajar. Dialog mengajarkan pada siswa untuk saling mendengarkan pendapat siswa yang lain dan bisa jadi terjadi perbedaan pendapat. Dialog ini melatih siswa untuk belajar saling menerima perbedaan sebagai kekayaan dalam hidup agar menjadi lebih indah dan perbedaan bukanlah suatu malapetaka yang harus dibuang dan dihindari. Karena siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran maka pemahaman siswa terhadap suatu informasi relatif lama dan semakin dikembangkan. Ketika siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, maka pengalaman ini menjadi miliknya sendiri yang tidak bisa dimiliki oleh orang lain. Saat siswa mengalami sendiri apa yang dipelajari, maka pengalamannya dalam mempelajari materi pembelajaran akan mengendap di dalam dasar inti dirinya sendiri. Pengalaman yang mengendap sangat dalam ini, akan tidak mudah hilang begitu saja, tetapi akan terbawa sampai waktu yang lama. Adanya pengalaman belajar yang mengendap dalam, maka siswa menjadi kritis terhadap pendapat-pendapat sesama temannya. Siswa yang kritis akan mendorong mereka untuk mencari titik temu perbedaan itu, namun juga bisa meluruskan pendapat sesama kelompoknya yang keliru. Sikap kritis siswa ini sangat dibutuhkan ketika mereka terjun langsung dalam dunia di luar kelasnya. Kalau di dalam kelas hanya terbatas pada substansi dari materi pembelajaran, tetapi saat mereka di luar kelas, sikap kritis bukan lagi terbatas pada isi pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe STAD juga mengajarkan kepada siswa untuk saling bekerja sama satu sama lain. Siswa diberi kesempatan untuk bekerja
106
sama dalam memahami isi materi pembelajaran. Kerja sama ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dalam hal memahami isi materi pemebalajaran. Kerja sama yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran ini bukalah kerja sama dalam mengerjakan soal tes, tetapi bekerja sama dalam memahami isi pembelajaran. Saat menjawab soal tes, tetap sendiri-sendiri, dan tidak boleh bekerja sama. Siswa juga diberi kesempatan untuk berkreativitas dalam belajar. Mereka dapat mengembangkan isi pembelajaran dengan mengambil dari berbagai sumber yang ada dengan bebas. Mereka berkesempatan untuk menyampaikan pandapatnya kepada teman kelompoknya dengan bahasa mereka, dengan gaya mereka sendiri sehingga memungkinkan untuk mudah dimengerti oleh temannya. Kreativitas dalam mengembangkan isi pembelajaran ini pun tentu sangat berguna sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan sebleum pembelajaran dimulai dapat tercapati dan bahkan tidak hanya tercapai tetapi semakin dikembangkan oleh siswa sendiri. Setelah kegiatan pembelajaran berlangsung siswa diberi tes tentang materi pembelajran yang sudah disampaikan, dikembangkan dalam kelompok, dipahami bersama dalam kelompok kecil. Soal-soal tes berdasarkan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan di tambah dengan pengembanganpengembangan materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam mengerjkan soal-soal tes ini, tidak ada lagi kerja sama, tidak ada lagi kelompok-kelompok.
Yang
ada
adalah
hasil
kerja
dikelompokkan dari yang terendah sampai yang tertinggi.
individu
yang
107
Dalam penelitian Slavin tahun 2005, hasil-hasil penelitian menunjukkan teknik-teknik pembelajaran
kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan
hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif. Metode kedua yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode
ceramah. Seperti dikatakan oleh Moedjiono dan Dimyati (1999) bahwa metode ceramah merupakan salah satu metode pembelajaran yang sudah lama digunakan oleh guru dengan alasan keterbatasan waktu dan buku teks. Oleh karena itu, metode ini lebih banyak digunakan oleh guru. Dikatakan metode yang sudah lama digunakan, karena metode ini sudah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat panjang. Berdasarkan pengalaman yang panjang dalam penggunaan metode ceramah ini, maka disadari bahwa metode ceramah menempatkan guru pada posisi primer dalam proses pembelajaran sehingga siswa hanya berada pada posisi sekunder yang menjadikan mereka pasif dalam kegiatan pembelajaran. Siswa kurang atau bahkan tidak mengembangkan kreativitas secara optimal karena materi pembelajaran hanya diperoleh dari guru yang mungkin ingatan dan pengetahuannya juga terbatas. Posisi sekunder ini memang membuat siswa terjebak dalam suasana yang datang, duduk, diam, dan dengar. Siswa diandaikan sebagai sebuah gelas yang kosong yang siap diisi dengan air ilmu pengetahuan yang baru. Guru sebagai sumber ilmu baru mentransfer pengetahuannya kepada siswa.
108
Posisi primer yang disandang guru dalam pembelajaran menggunakan metode ceramah ini bisa diartikan bahwa guru merupakan pebelajar utama. Apa yang dimengerti oleh guru kemudian ditransfer kepada siswa. Jika guru memiliki pemahaman yang terbatas kemungkinan besar juga siswa mendapatkan informasi yang sedikit. Guru memiliki pengetahuan banyak pun akan diterima sedikit oleh siswa, terutama siswa yang belajarnya cenderung untuk bergerak (kinestetis) atau melihat (visual). Dalam pembelajaran yang menggunakan metode ceramah komunikasi terjadi satu arah yaitu dari guru kepada siswa. Siswa sebagai penerima informasi dan guru sebagai pemberi informasi. Siswa hanya diberi kesempatan yang terbatas untuk berekspresi tentang apa yang diketahuinya. Bahkan siswa tidak mendapatkan kesempatan untuk berbicara. Situasi semacam ini membuat siswa menjadi tidak terbiasa mengungkapkan gagasannya dengan bebas dan berani, bahkan siswa terbentuk untuk menerima saja tanpa ada kesempatan untuk mengungkapkan pendapat secara bebas. Kondisi siswa yang hanya sebagai penerima tersebut mengakibatkan kemampuan psikomotor dan afektif siswa menjadi tidak dikembangkan dan diperhatikan dalam kegiatan pembelajaran. Siswa hanya mendengarkan penuturan lisan dari seorang guru mengenai informasi-informasi yang ada sehingga siswa menjadi pasif. Kemampuan psikomotor dan afektif hanya bisa dikembangkan
jika
ada
kesempatan
yang
luas
bagi
siswa
untuk
mengembangkannya. Oleh karena itu dalam pembelajaran yang menggunakan metode ceramah segi kemampuan ini kurang dilatih.
109
Siswa dikondisikan untuk mendengarkan mengakibatkan siswa kurang memiliki kreativitas dalam menggali informasi, kurang berinteraksi, dan kurang mengembangkan materi pembelajaran. Kurangnya kreativitas ini menyebabkan proses pembelajaran menjadi monoton dan membosankan, khususnya bagi siswa yang tipe belajarnya bukan tipe pendengar. Pembelajaran ini juga sangat memungkinkan siswa mendapatkan informasi yang ada dan segera hilang dalam waktu yang relatif singkat. Retensi yang pendek seperti ini disebabkan siswa kurang mengalami pengalaman proses belajar. Siswa kurang berkesempatan untuk berkreativitas sehingga pengalaman belajarnya tidak membekas dalam dirinya. Metode klasik ini tidaklah semudah yang dibayangkan oleh setiap orang. Karena dalam kenyataan metode ini orang guru harus memiliki keterampilan menjelaskan dan harus mampu memilih serta menggunakan alat bantu instruksional yang tepat agar terjadi peningkatan manfaat ceramah dalam pembelajaran (Dimyati dkk, 1991). Kedua metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran di kelas penelitian ini sama-sama menghasilkan output yaitu prestasi belajar. Guru sebagai pendidik dan pengajar akan memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapai serta dengan metode apa yang sesuai untuk diterapkan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum kegiatan proses pembelajaran dilaksanakan di kelas. Hasil belajar yang disebut sebagai prestasi belajar dengan menggunakan kedua metode ini akan dikaji secara empiris. Bagaimanapun hasilnya, apakah hasilnya sama atau berbeda, akan diketahui setelah penelitian ini selesai.
110
4.
Hipotesis a. Ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap peningkatan prestasi belajar siswa. b. Ada pengaruh metode ceramah terhadap penigkatan prestasi belajar siswa. c. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode pembelajaran kooperatif tipe pembelajaran STAD dan ceramah terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.