BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Kajian Teori 2.1.1. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan konfirmasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragamaan, dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam melaksanakan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2003:5). Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asalasalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif akan memungkinkan guru mengelola kelas lebih efektif. Menurut Agus Suprijono (2009:65) menjelaskan bahwa sintaks pembelajaran kooperatif terdiri dari enam komponen utama yaitu:
6
7
Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Fase-fase Perilaku Guru Fase 1 1) Menyampaikan semua tujuan yang ingin Menyampaikan tujuan dicapai selama pembelajaran dan memotivasi dan memotivasi siswa siswa belajar Fase 2 2) Menyajikan informasi kepada siswa dengan Menyajikan informasi jalan demonstrasi. Fase 3 3) Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara Mengorganisasikan membentuk kelompok belajar dan membantu siswa kedalam setiap kelompok agar melakukan transisi secara kelompok-kelompok efisien. belajar Fase 4 4) Membimbing kelompok belajar pada saat Membimbing mereka mengerjakan tugas mereka kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi
5) Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau meminta kelompok presentasi hasil kerja
Fase 6 Memberikan penghargaan
6) Menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation Eggen dan Kuchak (dalam Maimunah, 2005: 21) mengemukakan Group Investigation (GI) adalah strategi belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Group Investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut
siswa
untuk
memiliki
kemampuan
yang baik
dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap
8
anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual. H. Isjoni (2009:87) model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ini dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kesalahannya. Menurut Huda (2011), Group investigation adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Sharan dan Sharan ini lebih menekankan pada pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan teknikteknik pengajaran di ruang kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran baik dari tahap awal sampai akhir pembelajaran termasuk di dalamnya siswa mempunyai kebebasan untuk memilih matei yang akan dipelajari sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Berdasarkan pemaparan mengenai definisi dari Group Investigatioan (GI) diatas, jelas terlihat bahwa Group Investigation (GI) mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berpikir tentang suatu persoalan dan mencari bagaiamana pemecahan dari persoalan tersebut secara mandiri/individual. Dengan demikian
siswa
akan
lebih
terlatih
untuk
selalu
menggunakan
9
keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar siswa dapat tertanam pada diri siswa itu sendiri. Karakteristik
Model
Pembelajaran
Kooperatif
tipe
Group
Investigation Model pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation mempunyai ciri-ciri, yakni sebagai berikut: 1. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa berperan aktif dalam pembelajaran. 2. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan bertindak antara siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang, setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling berdiskusi dan berargumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompak. 3. Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. 4. Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. 5. Pembelajaran kooperatif dengan metode group Investigation suasana belajar terasa lebih aktif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki keberanian
10
dalam mengemukakan pendapat dan berbagai informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran. Kekurangan
dan
Kelebihan
Model
Kooperatif
tipe
Group
Investigation Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, yaitu: a. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan. b. Sulitnya memberikan penilaian personal. c. Tidak semua topik cocok dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation, model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri. d. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang aktif. e. Siswa yang tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami kesulitan saat menggunakan model kooperatif tipe ini. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation selain memiliki kekurangan juga memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1. Secara Pribadi a. Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas b. Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif c. Rasa percaya diri dapat lebih meningkat d. Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah e. Mengembangkan antusiasme dan rasa pada fisik 2. Secara Sosial a. Meningkatkan belajar bekerjasama
11
b. Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru c. Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis d. Belajar menghargai pendapat orang lain e. Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan 3. Secara Akademis a. Siswa terlatih untuk mempertanggung jawabkan jawaban yang diberikan b. Bekerja secara sistematis c. Mengembangkan dan melatih keterampilan fisik dalam berbagai bidang d. Merencakan dan mengorganisasikan pekerjaannya e. Mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat f. Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum Langkah-Langkah Model Kooperatir Tipe Group Investigation Kiranawati (2007), menjabarkan mengenai langkah-langkah metode investigasi kelompok adalah sebagai berikut. 1. Seleksi topik Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang telah digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups). Anggota kelompok terdiri atas dua hingga enam orang. Komposisi kelompok heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik. 2. Merencanakan kerja sama
12
Siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan yang telah dipilih dari seleksi topik. 3. Implementasi Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah (2).
Pembelajaran
harus
melibatkan
berbagai
aktivitas
dan
keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara terus-menerus mengikuti kemajuan setiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan. 4. Analisis dan sintesis Siswa menganalisis dan menyintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah (3) dan merencanakan untuk meringkas dalam penyajian yang menarik di depan kelas. 5. Penyajian hasil akhir Semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut. Presentasi kelompok dikoordinasi oleh guru. 6. Evaluasi Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi setiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup setiap siswa secara individu atau kelompok dalam atau keduanya. 2.1.3.
Pengertian Kreatifitas Belajar Utami Munandar (1992:47) mendefinisikan: “Kreatifitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengolaborasi suatu gagasan”.
13
Lebih lanjut lagi Utami menekankan bahwa kreatifitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Lingkungan yang merupakan tempat individu berinteraksi itu dapat mendukung berkembangnya kreatifitas, tetapi ada juga yang justru menghambat kreatifitas individu. Kreatifitas yang ada pada individu itu digunakan untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada ketika berinteraksi dengan lingkungannya dan mencari berbagai alternative pemecahannya sehingga dapat tercapai penyesuaian diri secara adekuat. Rogers mendefinisikan kreatifitas sebagai proses munculnya hasilhasil baru ke dalam suatu tindakan (Utami Munandar, 1992:48). Hasilhasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Kreatifitas ini dapat terwujud dalam suasana kebersamaan dan terjadi bila relasi antarindividu ditandai oleh hubungan-hubungan yang bermakna. Drevdahl mendefinisikan kreatifitas sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan baru yang dapat terwujud aktivitas imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang (Hurlock, 1978). Berdasarkan berbagai definisi kreatifitas diatas, disimpulkan bahwa kreatifitas merupakan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan untuk menciptakan sesuatu sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya yang telah ada sebelumnya menjadi suatu karya baru yang dilakukan melalui interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan dan mencari alternative pemecahannya melalui cara-cara berpikir individu untuk mencari berbagai alternative jawaban dalam sebuah persoalan.
14
H. Mohammad Asrori (2009:62) mengelompokkan kreatifitas ke dalam empat kategori yaitu: 1. Product (produk) Menekankan kreatifitas dari hasil karya-karya kreatif, baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang menghasilkan sesuatu yang baru. 2. Person (pribadi) Memandang kratifitas dari segi ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan dengan kreativitas. Ini dapat diketahui melalui perilaku kreatif yang tampak. 3. Process (proses) Menekankan bagaimana proses kreatif itu berlangsung sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujud perilaku kreatif. 4. Press (pendorong) Menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya kreatifitas pada individu. Karakteristik Kreatifitas Piers (Adams, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik kreatifitas adalah seperti di bawah ini (dalam Muhammad Ali, 2006): 1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi 2. Memiliki keterlibatan yang tinggi 3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar 4. Memiliki ketekunan yang tinggi 5. Cendderung tidak puas terhadap kemapanan 6. Penuh percaya diri 7. Memiliki kemandirian yang tinggi 8. Bebas dalam mengambil keputusan
15
9. Menerima diri sendiri 10. Senang humor 11. Memiliki intuisi yang tinggi 12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks 13. Toleran terhadap ambiguitas 14. Bersifat sensitif Tahap-Tahap Kreatifitas H. Mohammad Asrori (2009) mengemukakan proses kreatif berlangsung
mengikuti
tahap-tahap
tertentu.
Tidak
mudah
mengidentifikasi secara persis pada tahap manakah suatu proses kreatif itu sedang berlangsung. Ada empat tahapan proses kreatif yaitu: 1. Persiapan (preparation) Pada tahan ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Individu mencoba memikirkan berbagai alternative pemecahan terhadap masalah yang dihadapi itu. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajagi berbagai kemungkinan jalan yang ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun, pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternative pemecahan masalah. Pada tahap ini masih amat diperlukan pengembangan kemampuan berpikir divergen. 2. Inkubasi (incubation) Pada tahap ini, proses pemecahan masalah “dierami” dalam alam prasadar; individu seakan-akan melupakannya. Jadi, pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya, dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan “mengendapkannya” dalam alam prasadar.
16
Proses inkubasi ini dapat berlangsung lama (berhari-hari) sampai kemudian timbul inspirasi atau gagasan untuk pemecahan masalah. 3. Iluminasi (illumination) Tahap ini sering disebut sebagai tahap timbulnya “insight”. Pada tahan ini sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan-gagasan baru itu. Ini timbul setelah diendapkan dalam waktu yang lama atau bisa juga sebentar pada tahap inkubasi. 4. Ferifikasi (verification) Pada tahap ini, gagasan-gagasan yang telah muncul itu dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pada tahap ini pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Firasat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus dikuti oleh sikap hati-hati. Dan, imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas. Cara Mengukur Kreatifitas Menurut Utami Munandar (1995:58) pengukuran kreatifitas dapat menggunakan pengukuran secara non-test dengan pendekatan Checklist (daftar lis). H.M. Sukardi (2008:172) mengemukakan Checklist (daftar lis) adalah salah satu alat evaluasi yang termasuk alat ukur ranting. Alat ini banyak digunakan oleh para guru karena dua alasan, yaitu alat paling sederhana cara pembuatannya, selain itu penggunaannya juga mudah sehingga
dengan
sedikit
mendapat
training,
guru
sudah
bisa
menggunakannya. Cross dan Groundlund, 1973 (dalam H.M Sukardi)
17
mengemukakan daftar lis yaitu satu set daftar karakteristik atau kriteria yang memerulakan jawaban sederhana, misalnya dengan tanda cek (√), apabila setiap item dalam daftar telah terpenuhi sesuai dengan skor yang sudah ditentukan. Dalam daftar lis yang akan digunakan oleh peneliti berisi kategori kreatifitas menurut H. Mohammad Asrosi (2009:62) yaitu process (proses), press (dorongan), product (produk), dan person (pribadi), dan daftar lis yang akan digunakan berupa lembar observasi atau lembar pengamatan kreatifitas dalam pembelajaran. 2.1.4. Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2010: 22) adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hasil belajar merupakan wujud dari keberhasilan belajar yang menunjukkan kecakapan dalam penguasaan materi pengajaran. Hasil Belajar menurut Bloom (Agus Suprijono, 2011:7) mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowlwedge
(pengetahuan,
ingatan),
comprehension
(pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima),
responding
(memberikan
organizations
(organisasi),
psikomotorik
meliputi
respons),
characterization
initiatory,
valuing
(nilai),
(karakterisasi).
Domain
pre-routine,
dan
rountinized.
Psikomotorik juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
18
Hasil belajar menurut Winkel (Purwanto, 2011: 45), adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Blom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel, 1996: 244). Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hal yang diharapkan dari pembelajaran yang telah ditetapkan dalam rumusan perilaku tertentu sebagai akibat dari proses belajarnya. Berdasarkan berbagai definisi hasil belajar diatas, disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan baik itu kemampuan atau keterampilan yang dimiliki siswa setelah mengalami aktivitas dari proses belajar yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Dan hasil belajar menurut Winkel di atas yang digunakan oleh peneliti untuk dijadikan ukuran dalam mencapai tujuan pembelajaran dalam meningkatkan kreatifitas dan hasil belajar siswa. 2.1.5. Pengertian IPA IPA adalah kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya (Pendidikan IPA II, 1991). Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Namun dalam hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang terjadi di alam.
19
Tujuan IPA di Sekolah Dasar Secara umum Sekolah Dasar diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah (UUSPN, 1989). Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pendidikan dan pengajaran dari berbagai disiplin ilmu agama, kesenian dan keterampilan. Salah satu disiplin ilmu itu adalah IPA. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Menurut Wynne Harlen 1987, (Pendidikan IPA II 1991:7) setidaktidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah Dasar yaitu: 1. Sikap ingin tahu (coriousity) Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah disini maksdunya adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. 2. Sikap ingin mendapatkan sesuai yang baru (originality) Sikap ini bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat final atau mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentative. Orang mempunyai sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru adalah orang yang ingin menguak tembok ketidaktahuannya itu untuk memperoleh sesuatu yang original meskipun ia tahu akan sampai ketembok ketidaktahuan berikutnya. 3. Sikap kerjasama (cooperation)
20
Yang dimaksud dengan cara kerjasama disini adalah kesempatan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Oleh karena itu untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama
dengan
orang
lain.
Kerjasama
ini
bersifat
berkesinambungan. 4. Sikap tidak putus asa (presevernce) Adalah tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak-anak didik yang mengalami kegagalan dalam upayanya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus asa. 5. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness) Sejak awalnya IPA mengajarkan kepada kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kriteria, yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadi orang tidak lagi purba sangka. Sikap purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran itu. 6. Sikap mawas diri (self criticism) Seorang ilmuwan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri. 7. Sikap betanggung jawab (responsibility) Berani mempertanggung jawabkan apa yang telah diperbuatnya adalah sesuatu yang mulia. Sikap bertanggung jawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen atau hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain dengan sejujurjujurnya.
21
8. Sikap berpikir bebas (independence in tingking) Katakana merah kalau memang bunga mawar itu berwarna merah, katakan biru kalau air laut berwarna biru. Itulah gambaran berpikir bebas. 9. Sikap kedisiplinan diri (self discipline) Morse dan Wingo 1969 (pendidikan IPA II, 1991) mengatakan bahwa kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang dikehendaki dan yang dapat diterima oleh masyarakat.
Berikut Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA kelas 4 di SD yang merupakan standar minimum secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Semester II Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya 7. Memahami gaya dapat mengubah gerak dan/atau bentuk suatu benda
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah gerak suatu benda 7.2 Menyimpulkan hasil percobaan bahwa gaya (dorongan dan tarikan) dapat mengubah bentuk suatu benda
22
Standar Kompetensi 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari
Kompetensi Dasar 8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya 8.2 Menjelaskan berbagai energi alternatif dan cara penggunaannya 8.3 Membuat suatu karya/model untuk menunjukkan perubahan energi gerak akibat pengaruh udara, misalnya roket dari kertas/baling-baling/pesawat kertas/parasut 8.4 Menjelaskan perubahan energi bunyi melalui penggunaan alat musik
Bumi dan Alam Semesta 9. Memahami perubahan kenampakan permukaan bumi dan benda langit
9.1 Mendeskripsikan perubahan kenampakan bumi 9.2 Mendeskripsikan posisi bulan dan kenampakan bumi dari hari ke hari
10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
10.1 Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut) 10.2 Menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor) 10.3 Mendeskripsikan cara pencegahan kerusakan lingkungan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
11. Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,
11.1 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan
23
Standar Kompetensi teknologi, dan masyarakat
Kompetensi Dasar 11.2 Menjelaskan hubungan antara sumber daya alam dengan teknologi yang digunakan 11.3 Menjelaskan dampak pengambilan bahan alam terhadap pelestarian lingkungan
Pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA kelas 4 semester 2 diatas, yang akan diteliti adalah pada Standar Kompetensi (SK) 8. Memahami berbagai bentuk energi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari dan Kompetensi Dasar (KD) 8.1 Mendeskripsikan energi panas dan bunyi yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat-sifatnya. 2.1.6. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Dalam Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) menurut Kiranawati (2007), diawali dengan guru mengajak siswa untuk menggali pengetahuan siswa dengan bertanya jawab mengenai materi IPA tentang energi panas dan energi bunyi. Guru memberikan materi pembelajaran dan memberikan masalah umum yang akan dipecahkan oleh siswa. Siswa memilih berbagai subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang telah digambarkan lebih dahulu oleh guru. Selanjutnya, siswa membentuk kelompok secara heterogen (tiap kelompok yang terdiri dari 4-5 orang). Siswa beserta guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan yang telah dipilih dari seleksi topik. Guru menjelaskan langkah-langkah dalam berdiskusi.
24
Setelah mendengarkan penjelasan gari guru, siswa melaksanakan rencana pembelajaran dalam kelompok. Siswa dalam kelompok berdiskusi mengenai topik permasalahan yang akan dipecahkan dalam kelompok dengan penemuan. Setelah itu, siswa menganalisis dan menyintesis berbagai informasi yang diperoleh. Masing-masing kelompok mempersiapkan hasil diskusi kelompok untuk presentasi. Kemudian, semua kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari. Perwakilan kelompok siswa melakukan presentasi hasil diskusi kelompok. Pada akhir pembelajaran, melakukan evaluasi pembelajaran dengan lembar observasi yang akan dikerjakan oleh siswa secara individu. Kemudian guru memberikan motivasi kepada siswa sebagai penutup pembelajaran. 2.2.
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation untuk memecahkan masalah pembelajaran IPA yang mengacu ke arah yang hampir sama dengan penelitian yang penulis lakukan. Penelitian tersebut antara lain: Sutanto (2012), pada penelitian yang berjudul Upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPA melalui model pembelajaran group investigation (GI) di kelas V SD N Gejayan, kec. Pakis, kab.Magelang tahun ajaran 2011/2012. Menyimpulkan: Pembelajaran menggunakan metode Group investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gaya, gerak. Saran yang dapat disampaikan peneliti berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah guru dalam melakukan pembelajaran hendaknya menggunakan metode Group Investigation (GI) agar
25
siswa lebih aktif, kreatif, inovatif, dan senang. Dalam mendemonstrasikan gambar didalam kelas agar anak tidak jenuh dan dapat menggunakan miniature yang berhubungan dengan materi agar gambar lebih menarik. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan hasil belajar dari tiap siklus dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70. Pada pe mbelajaran IPA dengan materi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dengan menggunakan metode Group Investigation (GI) adapun hasilnya yaitu pada pra siklus ketuntasan belajar hanya dicapai oleh 7 anak dari seluruh siswa ( 21 siswa) yaitu sebesar 33% dengan rata- rata 58. Sedangkan pada siklus I ketuntasan belajar dapat dicapai oleh 14 siswa dari seluruh siswa (21 siswa) yaitu sebesar 66 % dengan rata-rata 69. Hal ini menunjukkan peningkatan ketuntasan belajar yang dicapai siswa yaitu sebesar 33%. Sama halnya pada siklus II, dari siklus I dengan ketuntasan sebesar 66%, pada siklus II dapat meningkat menjadi 95% jadi mengalami kenaikan ketuntasan sebesar 31% dengan nilai rata-rata 83. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Pembelajaran menggunakan metode Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V Semester II SD Negeri Gejayan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun 2011/2012. Sudarmono (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Metode Group Investigation berpengaruh terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada mata pelajaran IPA kelas III SDNegeri 1 Kemiri Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung tahun pelajaran 2011/2012. Menyimpulkan bahwa penggunaan metode Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
siswa.Pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan
melakukan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan kegiatan mengajar guru. Dalam kegiatan ini, aktvitas siswa berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar nampak dari hasil ulangan harian siswa yang mulanya hanya 66 kemudian meningkat menjadi 88. Sedangkan
26
hasil analisis data dari keaktifan siswa yaitu pada kondisi awal hanya 51 %, siklus I mencapai persentase 77 %, dan siklus II dengan persentase 89 %. Dari beberapa kajian tentang penelitian tindakan kelas di atas, bisa dijadikan acuan penelitian dalam memilih model pembelajaran dalam mengatasi permasalahan pembelajarn khususnya pelajaran IPA. Dimana dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dari beberapa penelitian di atas, terlihat bahwa cara tersebut dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa. Dengan acuan yang sudah didapat dari peneliti-peneliti sebelumnya dan melihat permasalahan yang berada di lapangan, maka peneliti dalam penelitian tindakan kelas khususnya mata pelajaran IPA ini mengambil judul Upaya Peningkatan Kreatifitas Dan Hasil Belajar IPA Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) Siswa Kelas 4 Di SD Negeri Sidorejo Lor 06 Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014. 2.3.
Kerangka Pikir Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) memberi kesempatan kepada siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan atau memecahkan masalah secara bersama. Selain itu pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam pembelajaran IPA. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe Group Investigation (GI) dimulai dengan seleksi topik. Selanjutnya perencanaan kerja sama mengenai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan yang telah dipilih dari seleksi topik yang akan dilakukan dalam kelompok heterogen yang telah dibentuk. Kemudian implementasi yaitu pelaksanaan rencana belajar yang telah direncanakan oleh kelompok dalam pemecahan masalah. Kemudian dilakukan analisis dan sintesis informasi yang akan digunakan dalam penyajian hasil pemecahan masalah.
27
Langkah berikutnya adalah penyajian hasil akhir dengan melakukan presentasi hasil oleh masing-masing kelompok. Pada tahap ini diharapkan terjadi intersubjektif dan objektivikasi pengetahuan yang telah dibangun oleh suatu kelompok. Berbagai persepktif diharapkan dapat dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu kelompok. Seyogyanya diakhir pembelajaran dilakukan dengan evaluasi. Evaluasi dapat memasukkan assesmen individual atau kelompok. Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir ini, diringkas dalam gambar sebagai berikut:
28
Kondisi awal
Pra siklus: Guru belum menggunakan model pembelajaran konvensinal
1. Kreatifitas belajar rendah 2. Hasil belajar belum mencapai KKM
Siklus I 1. Kreatifitas belajar meningkat, belum mencapai indikator 2. Hasil belajar meningkat, KKM belum tercapai
Siklus I dan siklus II: Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)
Tindakan
Siklus II 1. Kreatifitas belajar meningkat, sudah mencapai indikator 2. Hasil belajar meningkat, KKM sudah tercapai
Kondisi akhir
Langkah-langkah model pembelajaran tipe GI: 1. Seleksi topik 2. Merencanakan kerja sama 3. Implementasi 4. Analisis dan sintesis
Tahap pelaksanaan penelitian: 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan tindakan 3. Pengamatan/observasi 4. refleksi
5. Penyajian hasil akhir 6. Evaluasi
Gambar 2.1 Skema kerangka pikir
29
2.4.
Hipotesis Tindakan Dengan mengacu pada landasan teori dan
kerangka
berpikir
sebagaimana yang telah diuraikan di atas, penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut: 1. melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif Tipe Group Investigation (GI) maka dapat meningkatkan kreatifitas siswa kelas 4 mata pelajaran IPA Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di SDN Sidorejo Lor 06, pada pokok bahasan “energi panas dan energi bunyi”. 2. Melalui peningkatan kreatifitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), maka hasil belajar siswa kelas 4 mata pelajaran IPA Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 di SDN Sidorejo Lor 06, pada pokok bahasan “energi panas dan energi bunyi” akan meningkat.