BAB II KAJIAN PUSTAKA
‘In our way of life… with every decision we make, we always keep in mind the Seventh Generation of our children to come… When we walk upon Mother Earth we always plant our feet carefully, because we know that the faces of our future generations are looking up at us from beneath the ground. We never forget them’ (Oren Lyons, Faithkeeper, Onondaga Nation, Earth Day 1993 Pledge)
II.1 Ecological Footprint Istilah ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1992 oleh William Rees, seorang Profesor di University of British Columbia, Kanada. Analisis Ecological Footprint membandingkan kebutuhan manusia terhadap alam dengan kemampuan lingkungan hidup beregenerasi dan mencukupi kebutuhan manusia. Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi lahan dan perairan produktif yang dibutuhkan untuk menghasilkan bahan yang dikonsumsi suatu populasi dan menyerap buangannya. Penghitungan ini seperti analisis siklus hidup dimana konsumsi energi, biomassa, bahan bangunan, air dan sumber daya lainnya dikonversi ke dalam satuan luas lahan yang dinormalisasikan, yang disebut dengan ‘global hectare’ (gha). Ecological Footprint per kapita adalah suatu cara dari membandingkan konsumsi dengan gaya hidup, dan membandingkan dengan kemampuan alam untuk menyediakan kebutuhan konsumsi tersebut. Analisis ini dalam memberi informasi terhadap pengambilan kebijakan dengan mengkaji seberapa besar suatu kawasan populasi menggunakan kurang atau lebih banyak sumber daya daripada yang dapat disediakan secara lokal. Analisis ini dapat pula digunakan sebagai alat untuk mendidik masyarakat mengenai daya dukung lingkungan dan konsumsi yang berlebihan, dengan tujuan perubahan perilaku individu. Ecological Footprint dapat digunakan untuk berpendapat bahwa banyak gaya hidup masa kini ternyata tidak sustainable.
8
Gambar II.1 The ecological worldview. Aliran siklus perekonomian disangga oleh keluaran satu arah dari barang dan jasa lingkungan dari dan menuju lingkungan hidup (aliran "'natural income"). Semua energi dan banyak materi yang melintasi perekonomian, secara tetap tersebar ke “lingkungan” tidak pernah untuk digunakan lagi.
Semua makhluk hidup, baik itu bakteri, hewan atau manusia, mempunyai pengaruh terhadap bumi. Semua makhluk juga bergantung kepada produk dan bantuan alam, baik untuk penyediaan bahan baku maupun untuk menyerap buangan. Pengaruh terhadap lingkungan hidup kita berhubungan dengan ‘jumlah’ dari alam yang kita gunakan atau ‘kesesuaian’ alam untuk menyangga pola konsumsi kita. Jumlah yang dikandung oleh alam bukanlah tidak terbatas, dan jika manusia terus menerus menghabiskan kandungan ini, maka suatu saat tidak akan ada yang dapat diambil lagi. Dengan begitu manusia harus memahami cara yang sesuai untuk hidup dalam batas manfaat yang dimiliki alam, berbagi kemurahan alam dalam hingar-bingarnya keanekaragaman kehidupan di bumi ini. Krisis lingkungan, menurut William Rees, bukan sekedar masalah lingkungan dan teknis belaka tetapi lebih kepada masalah sosial dan perilaku. Maka dari itu hal tersebut hanya dapat diselesaikan dengan bantuan solusi perilaku dan sosial. Di planet bumi yang serba terbatas pada daya dukungnya terhadap manusia, faktor pendorong pemenuhan kebutuhan yang sebagian besar
9
oleh sifat individualis yang mementingkan diri sendiri akan memiliki semua potensi kekacauan bagi ketersanggaan kehidupan. Walau sebenarnya manusia adalah makhluk yang kompetitif tetapi manusia juga adalah makhluk sosial yang kooperatif.
Gambar II.2 Ecological Footprint
II.2 Perhitungan Footprint Ecological Footprint adalah suatu sistem pengukuran terhadap beban yang diberikan oleh populasi tertentu kepada alam. Hasil ini menunjukkan luas lahan yang dibutuhkan untuk menyangga suatu tingkat tertentu dari konsumsi sumber daya alam dan buangan limbah oleh populasi tersebut. Ecological Footprint mengukur penggunaan sumber daya alam dalam hubungan seberapa banyak lahan dan perairan produktif yang diperlukan untuk menyangga suatu tingkat konsumsi tertentu. ‘Demand’ tersebut dapat dibandingkan terhadap luas lahan dan perairan yang tersedia sebagai ‘supply’ atau ‘biocapacity’ untuk mendapatkan suatu ukuran kemampuan daya dukung lingkungan. Jika demand melebihi supply, maka hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran tingkat konsumsi
tersebut
tidaklah
dapat
disangga
environmentally sustainable) dalam jangka panjang.
10
oleh
lingkungan
hidup
(not
Untuk menghitung Ecological Footprint, area lahan dan perairan produktif dibagi ke dalam kategori empat tipe dasar (lihat Gambar II.3).
Gambar II.3 Tipe Lahan yang digunakan dalam perhitungan Ecological Footprint • Lahan Bioproduktif - lahan yang digunakan untuk memproduksi hasil pertanian perkebunan, petenakan (penggembalaan), hutan, dan sebagainya. Fungsi lahanlahan ini umumnya dihitung terpisah. •
Perairan Bioproduktif – perairan yang diambil ikan dan makanan lautnya.
• Lahan Energi - area hutan ideal yang dibutuhkan untuk penyerapan emisi karbon untuk menstabilkan tingkat CO2 di atmosfir. • Lahan terbangun – area yang digunakan oleh infrastruktur, seperti bangunan dan jalanan. Sekali difungsikan, lahan tersebut tidak lagi bioproduktif pada tahun tersebut.
Untuk
dapat
membandingkan
antara
wilayah
dengan
kemampuan
bioproduktif, Ecological Footprint dinyatakan dalam global hectares (gha). Satu global hectare ekuivalen dengan satu hektar dari area produktif secara hayati dengan produktifitas rata-rata dunia. Ecological Footprint sengaja dirancang dalam upaya ‘merekam’ dampak ‘siklus hidup’ keseluruhan dari suatu populasi, wilayah, sektor, produk atau aktifitas tertentu yang ditunjukkan dalam kaitan kegunaannya dalam kemampuan hayati utama bumi. Hal ini dalam keadaan dari mana pun sumber daya tersebut berasal, apakah berasal dari lokal ataupun non lokal.
11
Menghitung Footprint adalah menghitung pemakaian sumber daya terbaharui yang ada di bumi (dari sisi ‘manfaatnya’ dan bukan ‘asset’nya). Sumber daya takterbaharui dihitung hanya dari dampak mereka terhadap, atau penggunaan dari, kapasitas bioproduktif dan yang dapat diperbaharui. Footprint hanya meliput permintaan-permintaan kepada lingkungan hidup. Footprint tidak mencoba untuk memasukkan dimensi-dimensi sustainability sosial atau ekonomi. Footprint adalah suatu perkiraan 'snapshot' dari permintaan dan penyediaan daya dukung lingkungan hayati biasanya berdasar pada data setahun. Biocapacity yang tersedia dan eco-efficiency dari perekonomian dapat berubah dari waktu ke waktu, hal ini yang tidak memungkinkan untuk meramalkan atau 'backcast' Footprint dari data yang ada meski dimungkinkan untuk membuat asumsi-asumsi tentang konsumsi di masa depan, dan kemudian menciptakan skenario yang informatif, tetapi bersifat spekulasi. Pemakaian lahan bioproduktif sebagai satu unit agregat membuat Footprint dapat menjadi suatu alat resonan dan tangguh untuk mengukur dan mengkomunikasikan dampak lingkungan dan sustainability. Dalam hal ini dapat diperbandingkan dengan banyak indikator ekonomi seperti Indeks Harga Eceran (RPI) dan GDP. Footprint dapat dihubungkan dengan mengukur beban sendiri seseorang. Seseorang dapat mengetahui berapa beratnya dan perbedaan dari berat yang ideal, tetapi proses pengukuran tidak memberitahu bagaimana caranya menurunkan berat. Tetapi, seseorang dapat berspekulasi bahwa jika melakukan olahraga tertentu dan menghapuskan makanan-makanan mengandung kalori tertentu dari kebiasaan makan, akan terbuang sejumlah kilogram tertentu dari tubuh. Hal yang menjadi dasar perhitungan Ecological Footprint adalah suatu model seri pengukuran. Model ini menjumlahkan beberapa penggunaan dari lahan bioproduktif; lahan bercocoktanam, hutan (baik untuk produksi maupun penyerap karbon), lahan peternakan, lahan yang dibangun, dan perairan. Perkecualianperkecualian terhadap model aditif dibuat untuk jenis-jenis Footprint tertentu dari polusi dan tangkapan air dimana penggunaan ruangnya tumpang-tindih.
12
Satu isu kunci dalam kalkulasi Footprint dan daya dukung lingkungan adalah penggunaan metode dengan mengagregatkan lahan-lahan yang berbeda kualitas yang dihubungkan dengan perbandingan yang internasional. Lahan-lahan dari produktifitas yang berbeda secara umum (untuk bercocoktanam, peternakan, hutan, laut) di'normalisasi' dengan perkalian dengan faktor-faktor ekuivalen yang berkenaan dengan bioproduktifitas masing-masing. Lahan-lahan yang sudah ekuivalen tersebut kemudian dinyatakan sebagai hektar yang dibakukan dari ratarata produktifitas dunia (atau biasa disebut dengan 'unit lahan'). Penggunaan energi yang diperoleh dari bahan bakar fosil pada umumnya dihitung dalam kaitan dengan emisi gas karbondioksidanya meskipun memungkinkan juga untuk menilai Ecological Footprint dari penggunaan energi dalam kaitan dengan lahan yang diperlukan untuk menghasilkan alternatif bahan bakar hayati secara sustain. Terdapat lagi keuntungan lain dengan melakukan perhitungan Footprint. Keuntungan suatu wilayah dari pengkajian defisit lingkungan hidupnya, karena mengurangi footprint dapat membuat wilayah tersebut menjadi semakin kompetitif. Hal ini yang disimpulkan dalam studi yang disponsori sebuah bank di Swiss, Winners and Losers in Global Competition.
II.3 Daya dukung lingkungan Untuk kalkulasi daya dukung lingkungan negara/regional, yield factor (faktor produksi) lokal dimasukkan. Faktor-faktor ini menunjukkan seberapa lebih rendah atau lebih tinggi hasil per hektar lokal dibandingkan dengan hasil per unit lahan. Selalu ada kemungkinan mengubah hektar dari unit lahan ke dalam hektar ratarata produktif ruang negara/regional baik untuk permintaan dan penyediaan. Dengan demikian memungkinkan untuk menjawab dua pertanyaan; Berapa banyak planet yang akan dibutuhkan, jika setiap orang mengkonsumsi sebanyak seperti rata-rata konsumsi penduduk Wilayah X, dan berapa banyak Wilayah X yang akan dibutuhkan untuk mencukupi permintaan-permintaan yang ada di wilayah itu. Beberapa bagian dari lingkungan hayati harus disisihkan untuk penggunaan oleh selain manusia. Jumlah yang diperlukan dari habitat yang murni
13
tidak diketahui pasti, tetapi pada umumnya di dalam perhitungan footprint, tidak lebih dari 88% dari daya dukung lingkungan yang ada dianggap 'tersedia' untuk digunakan manusia. Dengan Ecological Footprint kita dapat: •
Menghitung berapa banyak lahan biologis produktif yang dimiliki.
•
Menghitung berapa banyak sumber daya alam yang digunakan.
•
Menjalani hidup yang sustainable berarti hidup tidak melebihi dari apa yang tersedia.
II.4 Defisit Lingkungan Hidup Sedangkan untuk keperluan World Economic Forum, tingkat kompetitif dikaji melalui survey yang ekstensif terhadap pemimpin bisnis dari seluruh dunia mengenai tingkat pendidikan pekerja, kualitas infrastruktur, kestabilan politik, reabilitas lembaga keuangan, dukungan pemerintah dan biaya produksi yang berlaku di Negara masing-masing. Indikator tingkat kompetisi dihitung dengan pembobotan bagi berbagai isu dan mengagregatkan hasilnya. Kemudian tingkat kompetisi ini dihadapkan dengan defisit lingkungan hidup yang diukur dengan perhitungan footprint. Salah satu kunci temuan adalah bahwa Negara tanpa defisit lingkungan hidup akan lebih mungkin untuk kompetitif. Pada kenyataannya, hampir semua Negara tanpa defisit lingkungan hidup ternyata kompetitif, dan juga Negaranegara yang tidak mengalami konflik internal yang parah. Harus diakui, terdapat Negara-negara yang kompetitif selagi menjalani keadaan defisit lingkungan hidup. Contohnya adalah Swiss, Belanda, Singapore, dan Jepang. Negara-negara yang beruntung karena telah terlebih dahulu mengumpulkan asset finasial pada saat ekspansi masih mudah dilakukan. Dengan keunggulan financial ini, mereka masih dapat mengakses sumber daya alam. Tetapi diantara Negara-negara yang meraih tingkat kompetitifnya baru-baru ini, tidak ada yang memiliki defisit lingkungan hidup.
14
II.5 Sustainable Development Sustain berasal dari akar kata Latin sustinere, dimana “sus” berarti ke atas atau bangkit, dan “tinere” adalah bertahan, berarti menyangga. Maka makna mensustain adalah sesuatu yang dipertahankan keberadaannya, disangga, dijaga atau diperpanjang, atau didukung sebagai sesuatu yang tepat, sah atau adil. Berdasarkan kamus, tindakan yang sustainable adalah tindakan yang dapat dipertahankan atau didukung keberadaannya. Sebelum membuat segala sesuatu tindakan yang sustainable, harus dipahami dimana titik keberadaannya saat ini, kemana arah yang harus ditempuh dan bagaimana mengetahui bahwa tindakan tersebut telah mencapai tujuan.
Gambar II.4 Lingkungan, masyarakat dan ekonomi (kiri) pandangan tradisional terhadap hubungan antara ekonomi, lingkungan dan masyarakat; (kanan) model ‘Boneka Rusia’ – keberadaan yang dikehendaki.
Menurut Stanley R. Euston dan William E. Gibson, Etika Sustainability adalah: “In seeking a public philosophy of sustainability, we clearly affirm sustainability itself as a moral value. We interpret sustainability broadly to mean a condition in which natural systems and social systems survive and thrive together indefinitely. Sustainability represents a distinctively contemporary imperative, stemming from persistent, unfulfilled claims of solidarity and justice, a deepening understanding of the interrelatedness of life, and the stark realities of the destruction of nature. Today it becomes a
15
basic human responsibility to ensure that both natural and human systems are sustained in a condition of health - for the sake of earth and people.”
Sebagai nilai sentral dan panduan untuk tindakan dalam lingkup publik dan pribadi, dari kutipan tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa persyaratan dan implikasi sustainability meliputi: •
Kepedulian terhadap generasi yang akan datang
•
Menghargai nilai-nilai lingkungan hidup
•
Bertanggungjawab menjaga kelestarian alam
•
Kembali kepada nilai-nilai keadilan
•
Menghargai hak-hak komunitas
•
Kembali kepada demokrasi dan dialog warga
Dalam laporan Our Common Future (1987), the Bundtland Commission menyatakan sebagai berikut; “Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.“ Aktifitas ekonomi seringkali diwarnai sikap kapitalis yang mengeruk sumber daya alam sebanyak-banyaknya, dan melangkahi tingkat regeneratif biologis yang akan menurunkan kemampuan daya dukung lingkungan, sehingga mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi di masa datang.
16