BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari para ahli yang mendukung
penelitian. Beberapa teori dari para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori dalam penelitian ini berisi tentang Karakteristik Pembelajaran IPS, Hasil Belajar, Proses Pembelajaran, Model Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar, dan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Mind Mapping. 2.1.1
Karakteristik Pembelajaran IPS IPS secara terminologi diambil dari istilah social studies yang telah
berkembang di Amerika Serikat dan Inggris. IPS merupakan perwujudan dari pendekatan interdisipliner dari beberapa konsep ilmu-ilmu sosial yang dipadukan dan disederhanakan untuk tujuan pengajaran di sekolah (Sa’dun, 2010: 75). Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya di tingkat dasar dan menengah. Dari pengertian tersebut, IPS merupakan perpaduan antara ilmu sosial dan kehidupan manusia (humaniora) yang di dalamnya mencakup antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, sosiologi, agama, dan psikologi (Susanto, 2013: 139). Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Sa’dun, 2010: 77). Selain itu, siswa diarahkan untuk dapat menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Di masa yang akan datang peserta didik atau siswa akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang untuk dapat 8
9
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan berpikir kritis terhadap kondisi atau kehidupan sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis (Sa’dun. 2010: 76). Hal ini sesuai dengan hakikat IPS, yaitu untuk mengembangkan konsep pemikiran yang berdasarkan realita kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa (Susanto, 2013: 138). Tujuan mata pelajaran IPS dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar (dalam Sa’dun, 2010: 78) yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Sedangkan ruang lingkup mata pelajaran IPS yang tercantum dalam kurikulum, menurut Depdiknas (2006) meliputi aspek-aspek sebagai berikut : (1) manusia, tempat, dan lingkungan, (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (3) sistem sosial dan budaya, (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. 2.1.2 Hasil Belajar Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor (Djamarah, 2008: 13). Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013: 5) hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu. Jadi hasil belajar digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh siswa sebagai pembelajar menguasai bahan yang diajarkan. Hasil belajar siswa bukan hanya sekadar angka yang diberikan oleh guru kepada siswa atas kegiatan belajarnya, namun hasil belajar sebagai ukuran kuantitatif yang
10
mewakili kemampuan yang dimiliki oleh siswa yaitu penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dalam pembagian macam hasil belajar, Gagne (dalam Thobroni, 2015: 20) membagi hasil belajar menjadi lima kategori, yakni a) informasi verbal, b) keterampilan intelektual, c) strategi kognitif, d) sikap, dan e) keterampilan motoris. Menurut Bloom (dalam Thobroni, 2015: 21) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Menurut Wasliman (dalam Susanto, 2013: 12) hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal (dari dalam diri siswa) maupun eksternal (dari luar diri siswa). Senada dengan Wasliman, Slameto (2010, 54-72) juga menjelaskan dua faktor yang mempengaruhi belajar, faktor intern yang dikelompokkan menjadi 3 faktor, yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Faktor ekstern yang dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang dikehendaki maka, dapat diketahui melalui evaluasi. Evaluasi (penilaian) adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria (Purwanto, 2014: 1). Evaluasi (penilaian) dapat dijadikan tindak lanjut dan cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil belajar. Hasil belajar yang diharapkan dari pembelajaran IPS itu sendiri peserta didik harus memperoleh hasil belajar yang tinggi sebagai hasil dari ketuntasan belajar setidaknya mencapai KKM yang ditentukan baik dalam
penguasaan ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa dapat menilai apakah cara belajarnya sudah efektif untuk mencapai hasil dan memperbaiki dan meningkatkannya di masa datang, juga hasil belajar dapat menginformasikan hasil jerih payah siswa dalam belajar. Hasil belajar yang tinggi akan memuaskannya dan semakin memotivasinya untuk ditingkatkan menjadi lebih baik. Hasil belajar
11
yang rendah akan memacu siswa untuk meningkatkan hasil belajarnya. Demikian juga bagi guru hasil belajar adalah cermin hasil kerja guru, guru akan terdorong untuk memperbaiki proses pembelajarannya agar hasil belajar yang dicapai lebih optimal. Hasil belajar yang tinggi akan memuaskan dan memotivasi untuk terus meningkatkan, sedang hasil belajar yang rendah memacu guru untuk memperbaiki pembelajarannya (Purwanto, 2014: 11-12).
2.1.3 Proses Pembelajaran Hamalik (dalam Hosnan, 2014: 18) mengatakan bahwa pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Rombepajung (dalam Thobroni, 2015: 17) berpendapat bahwa pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui pelajaran, pengalaman, atau pengajaran. Knowles (dalam Hosnan, 2014: 4) menyatakan bahwa pembelajaran adalah cara pengorganisasisan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yaitu suatu kegiatan yang sengaja dirancang oleh guru dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang tersedia agar peserta didik dapat belajar demi tercapainya tujuan pendidikan. Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan modelmodel pembelajaran apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran (Hosnan, 2014: 18). Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada bagaimana proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif. Menurut Winkel (dalam Purwanto, 2014: 39) proses pembelajaran adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Jadi, dari proses pembelajaran itu akan terjadi kegiatan interaksi antara guru
12
dengan siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan yang optimal. Agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan optimal, guru harus dapat menciptakan suasana yang kondusif dan membuat pembelajaran menjadi efektif dan menyenangkan. Diperlukan inovasi dan kreasi pembelajaran untuk penguasaan terhadap materi yang dikelola dan ditampilan secara profesional, dari hati dan bukan paksaan, logis, dan menyenangkan serta dipadukan dengan pendekatan personal-emosional terhadap peserta didik akan menjadikan proses pembelajaran yang ingin dicapai terwujud (Shoimin, 2014: 1920). Dari pernyataan tersebut, mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Melalui proses pembelajaran juga akan mempengaruhi kualitas pembelajaran termasuk di dalamnya adalah hasil belajar siswa. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang ideal, bukan tugas yang ringan bagi seorang guru. Mengingat akan hal tersebut, guru yang mengajar di depan kelas harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar yaitu: (1) perhatian, (2) aktivitas, (3) apersepsi, (4) peragaan, (5) repetisi, (6) korelasi, (7) konsentrasi, (8) sosialisasi, (9) individualisasi, (10) evaluasi (Slameto, 2010: 35). Proses
pembelajaran
yang ideal
diharapkan dan sesuai
dengan
karakteristik pembelajaran IPS yaitu pembelajaran yang didukung oleh interaksi yang baik antara komponen-komponen pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Guru
harus
merancang pembelajaran
aktif
yang
berarti
pembelajaran yang terpusat pada siswa (student centered), yang dalam proses pembelajarannya siswa dilibatkan secara aktif
dalam rangka pengembangan
berbagai potensi siswa (Sa’dun, 2010: 237). Dengan begitu proses pembelajaran sebagai upaya menyampaikan pengetahuan kepada siswa dan menyiapkan menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan, pemahaman serta kemampuan berpikir kritis dapat tercapai. Melalui proses pembelajaran hendaknya dapat membantu peserta didik memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai,
13
cara berpikir, serta cara belajar yang baik dan benar dengan arahan dan bimbingan guru (Susanto, 2013: 156). 2.1.4 Model Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar Model
pembelajaran
adalah
langkah-langkah
pembelajaran
dan
perangkatnya (seperangkat langkah-langkah pembelajaran) untuk mencapai tujuan pembelajaran. Atau, pola yang diikuti untuk merancang pembelajaran (Sa’dun, 2010: 158). IPS sebagai salah satu bidang studi yang bertujuan untuk membekali peserta didik dalam mengembangkan penalaran disamping aspek nilai dan moral, banyak berisi materi sosial yang sifatnya hafalan sehingga pengetahuan dan informasi yang diterima peserta didik hanya sebatas produk hafalan. Berdasarkan hal tersebut, maka membawa konsekuensi terhadap proses belajar mengajar yang didominasi oleh pendekatan ekspositori, terutama guru menggunakan metode ceramah dan siswa cenderung pasif. Alternatif untuk mengajarkan IPS kepada peserta didik secara aktif adalah dengan menggeser pendekatan ekspositoris ke arah pendekatan partisipatoris (Winataputra, 2009: 9.5). Pendekatan partisipatoris merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat melibatkan peserta didik secara aktif, menyenangkan, dan merangsang motivasi perkembangan intelektual. Aktivitas siswa tersebut dapat diukur dari kegiatan mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan, memberikan argumentasi, mengerjakan tugas, dan ikut serta dalam memberikan umpan balik kepada guru untuk perbaikan proses pembelajaran yang mengarah pada tercapainya efektifitas pencapaian tujuan (Winataputra, 2009: 9.17). Jadi, dari penjelasan tersebut, peran guru dalam pembelajaran IPS memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan cara mengaktifkan siswa dalam belajar. Diperlukan partisipasi peserta didik secara aktif dan kreatif melalui penggunaan model pembelajaran yang interaktif. Model pembelajaran interaktif merujuk kepada bentuk diskusi dan saling berbagi antar peserta didik. Menurut Seaman dan Fellenz (dalam Hosnan, 2014: 186) mengemukakan bahwa diskusi dan saling berbagi akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan reaksi terhadap gagasan, pengalaman, pandangan, dan pengetahuan guru atau
14
kelompok, serta mencoba mencari alternatif dalam berpikir. Didalamnya terdapat bentuk-bentuk diskusi kelas, diskusi kelompok kecil, atau pengerjaan tugas berkelompok, dan kerjasama siswa secara berpasangan. Pengembangan model pembelajaran interaktif dalam IPS dapat dilakukan oleh guru pada semua pokok bahasan, yaitu dengan memperhatikan sembilan hal yakni: (1) motivasi, (2) pemusatan perhatian, (3) latar belakang siswa dan konteksitas materi pelajaran, (4) perbedaan individual siswa, (5) belajar sambil bermain, (6) belajar sambil bekerja, (7) belajar menemukan, (8) pemecahan permasalahan, serta (9) hubungan sosial (Winataputra, 2009: 9.18). Ada beberapa model pembelajaran yang dipandang cocok untuk pembelajaran IPS, diantaranya adalah model-model rumpun sosial antara lain: investigasi kelompok, bermain peran, jurisprudensial inkuiri, kooperatif, IPS terpadu, sosial science inquiry dan model pembelajaran lainnya yang dibangun untuk pendidikan nilai dan karakter (Sa’dun, 2010: 186). Model-model tersebut dianggap sangat tepat karena sesuai dengan substansi dan karakteristik pendidikan IPS. Salah satu model interaktif yang cocok dan sesuai dengan pembelajaran IPS seperti yang telah diuraikan diatas adalah dengan menggunakan model kooperatif yaitu model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Mind Mapping. 2.1.5
Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Mind Mapping Pada sub unit Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Mind
Mapping akan menguraikan tentang Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif, Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran Kooperatif Tipe Mind Mapping, Teori yang Mendasari, dan Penerapan Model pada Pembelajaran. 2.1.5.1 Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Menurut Solihatin (dalam Hosnan, 2014: 235) cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-5 orang dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Dengan struktur siswa yang heterogen maka dibutuhkan sikap saling menghargai dan menghormati antar anggota, untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Sikap tersebut
15
harus dimiliki oleh setiap anggota kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Cooperative Learning mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hasan, dalam Hosnan, 2014: 235). Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini dilakukan dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan (Shoimin, 2014: 45). Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4—6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Dari pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif
merupakan
suatu
model
pembelajaran
yang
menempatkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, sehingga memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri dan belajar bertukar pikiran mengenai tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. 2.1.5.2.Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif Roger dan David Johnson (dalam Thobroni, 2015: 238) mengatakan bahwa ada lima unsur dalam Cooperative Learning agar pembelajaran mencapai hasil yang maksimal adalah sebagai berikut. 1) Prinsip ketergantungan positif, yaitu guru perlu menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. 2) Tanggung jawab perseorangan, yaitu siswa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas di kelompoknya secara baik. 3) Tatap muka yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling bersinergi yang
16
menguntungkan semua kelompok. 4) Komunikasi antaranggota, yaitu sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat. Jadi, dapat dikatakan pada prinsip ini adalah melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. 2.1.5.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Mind Mapping Salah satu penggagas pembelajaran mind mapping adalah Tony Buzan (Huda, 2015:307). Menurut Buzan (2007: 4) Mind Map adalah cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak. Mind map adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikiran kita. Dengan meminta siswa untuk membuat peta pikiran memungkinkan mereka mengidentifikasi dengan jelas dan kreatif mengenai apa yang mereka pelajari. Peta pikiran atau mind mapping ini jauh lebih mudah daripada metode pencatatan tradisional karena peta pikiran ini dapat mengaktifkan kedua belahan otak, cara ini menyenangkan dan kreatif. Mind map melibatkan kedua sisi otak karena mind map menggunakan gambar, warna, imajinasi (wilayah otak kanan) bersamaan dengan kata, angka, dan logika (wilayah otak kiri) dalam Buzan (2007: 60). Pemetaan yang jelas dapat membantu menghindari miskonsepsi yang dibentuk siswa. Menurut Shoimin (2014:105), Mind Mapping merupakan teknik pemanfaatan seluruh otak dengan menggunakan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Yang diperlukan untuk membuat mind map sangat sederhana, yaitu: kertas kosong tak bergaris, pena dan pensil warna, otak, serta imajinasi. Tujuh langkah dalam membuat mind map yaitu: (1) mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang sisi panjangnya diletakkan mendatar, (2) gunakan
17
gambar atau foto untuk ide sentral, (3) gunakan warna, (4) hubungkan cabangcabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke satu dan dua, dan seterusnya. (5) buat garis hubung yang melengkung, (6) gunakan satu kata kunci untuk setiap garis, (7) gunakan gambar. DePorter (dalam Shoimin, 2014: 106) mengemukakan beberapa kiat dalam membuat peta pikiran (mind mapping). Kiat-kiat tersebut adalah: 1. Tulis gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan lingkuplah dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain. 2. Tambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama. Jumlah cabang-cabanmgnya akan bervariasi, tergantung dari jumlah gagasan atau segmen. Gunakan warna yang berbeda untuk tiap-tiap cabang. 3. Tulislah kata kunci atau frasa pada tiap-tiap cabang yang dikembnagkan untuk detail. Kata-kata kunci adalah kata-kata yang menyampaikan inti sebuah gagasan dan memicu ingatan pembelajar. 4. Tambahkan simbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik lagi.
Kelebihan Model Mind Mapping yaitu : (1) cara ini cepat, (2) dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dalam pemikiran, (3) proses menggambar diagram dapat memunculkan ide-ide yang lain, (4) diagram yang sudah terbentuk dapat menjadi panduan untuk menulis. 2.1.5.4 Teori yang Mendasari Teori yang melandasi model pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivistik. Pada teori konstruktivistik ini lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya (Thobroni, 2015: 98).
2.1.5.5 Penerapan Model pada Pembelajaran Model pembelajaran kooperatif sangat tepat dengan keadaan Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, ras, agama dan kondisi geografis yang berbeda, seperti yang diungkapkan Hosnan (2014: 234), setiap siswa yang ada dalam kelompok pembelajaran cooperative learning mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan angota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan
18
kesetraan gender. Pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran bukan menjadi masalah. Belajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif semua siswa akan didorong untuk berhasil yang dipengaruhi oleh kelompoknya, karena dalam kelompok tersebut siswa mengerjakan tugas dan tanggung jawab secara bersama-sama. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan di SD adalah model pembelajaran kooperatif mind mapping. Model pembelajaran mind mapping adalah cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali keluar otak dengan teknik penyusunan catatan demi membantu siswa menggunakan seluruh potensi otak secara optimal dan mengembangkan gaya belajar visual. Dengan adanya kombinasi warna, simbol, cabang melengkung, bentuk dan sebagainya sehingga memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima. Mind mapping yang terbaik adalah dengan menggunakan banyak gambar dan simbol, biasanya akan tampak seperti karya seni. Memanfaatkan gambar pada pembuatan mind mapping akan memudahkan pemahaman siswa terhadap suatu materi. Gambar digunakan dalam pembuatan mind mapping karena otak memiliki kemampuan alami untuk pengenalan visual, bahkan sebenarnya pengenalan yang sempurna. Inilah yang akan menyebabkan siswa akan lebih mengingat dan memahami informasi yang diperoleh jika menggunakan gambar untuk menyajikannya. Mind mapping menggunakan kemampuan otak akan pengenalan visual untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya. Buzan (2007: 9) menegaskan dengan kombinasi warna, gambar dan cabang-cabang melengkung, peta pikiran lebih merangsang secara visual daripada metode pencatatan tradisional yang cenderung linear dan satu warna sangat sesuai digunakan dalam menunjang pembelajaran IPS di SD Negeri 5 Ngraji karena sesuai dengan karakteristik siswa SD yang menyukai warna dan gambar serta sesuai dengan karakteristik mata pelajaran IPS yang sebagian besar mengandung konsep-konsep abstrak yang tidak mudah dipahami oleh siswa.
19
2.1.6 Sintaks Model Cooperative Learning Tipe Mind Mapping Berikut ini langkah-langkah (sintaks) proses pembelajaran Cooperative Learning Tipe Mind Mapping menurut Shoimin (2014: 106) yang dijelaskan dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1 Sintaks Model Cooperative Learning Tipe Mind Mapping N
Langkah-Langkah
Langkah-Langkah Model Cooperative
O.
Model Mind
Learning Tipe Mind Mapping
Mapping(Shoimin, 2014: 106): Kinerja Guru 1.
Guru
mempersiapkan Siswa menyiapkan
semua yang dibutuhkan 2.
3.
Menyampaikan
tujuan Guru
Kinerja Siswa
diri
menyampaikan Siswa
pembelajaran yang ingin tujuan pembelajaran
memperhatikan
dicapai
penjelasan guru
Menyampaikan
materi Guru
pembelajaran
menyampaikan Siswa
materi pembelajaran
mengamati
penjelasan dan
guru
menanyakan
hal-hal yang belum dipahami 4.
Membentuk
kelompok Guru
(masing-masing
membentuk Siswa berkelompok
beberapa kelompok yang dengan
kelompok terdiri dari 2 terdiri dari 2 orang siswa sebangku orang)
setiap kelompok.
teman
20
5.
Guru meminta seorang Guru meminta seorang Masing-Masing dari pasangan tersebut dari pasangan tersebut kelompok menceritakan
materi menceritakan
bekerja
materi sesuai arahan guru
yang baru diterima dari yang baru diterima dari guru, dan pasangannya guru, dan pasangannya mendengar
sembari mendengar
sembari
membuat catatan kecil, membuat catatan kecil, kemudian berganti peran. kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok Begitu juga kelompok lainnya 6
Seluruh
lainnya siswa
secara Guru
bergantian/diacak
teman
siswa Seluruh
mengkomunikasikan
menyampaikan wawancaranya
meminta
siswa
secara
hasil hasil diskusinya.
bergantian/diacak
dengan
menyampaikan
pasangannya,
hasil
diskusinya
sampai sebagian siswa
dengan
sudah
pasangannya,
menyampaikan
hasil wawancara
sampai
teman
sebagian
siswa
sudah
menyampaikan hasil diskusi 7.
Guru
Guru
Siswa menanyakan
mengulangi/menjelaskan
mengulangi/menjelaskan
materi
kembali materi yang
kembali
sekiranya belum dipahami
sekiranya
siswa
8.
Kesimpulan/penutup
materi
yang sekiranya
yang belum
belum dipahami
dipahami siswa Guru bersama dengan siswa menyimpulkan apa yang telah dipelajari.
21
2.2
Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Darmayoga tahun 2013, dalam
penelitian yang berjudul “Pengaruh Implementasi Metode Mind Mapping terhadap Hasil Belajar IPS ditinjau Dari Minat Siswa Kelas IV SD Sathya Sai Denpasar”, menunjukkan bahwa model pembelajaran Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas IV SD Sathya Sai Denpasar. Lebih lanjut dapat dilihat bahwa hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode pembelajaran Mind Mapping berbeda dengan kemampuan hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional. Rata-rata skor hasil belajar IPS siswa yang mengikuti metode pembelajaran Mind Mapping adalah 73,05 sementara rata-rata skor hasil belajar siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional adalah 60,63. Kaitannya dengan penelitian ini adalah kesamaan penggunaan model mind mapping dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 5 Ngraji semester II tahun ajaran 2015/2016 akan tetapi terdapat perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan peneliti adalah peningkatan proses dan hasil belajar yang tidak ditinjau dari minat siswa sebagai variabel pengendalinya, subjek yang diambil dan karakteristik siswa berbeda. Penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Sang Ayu Pt. Diah Geminastiti tahun 2014, dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Mind Mapping Berbantuan Media Gambar Terhadap Hasil Belajar Ips Siswa Kelas V Gugus VII Kecamatan Gianyar”. Adapun hasil penelitiannya adalah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif Mind Mapping berbantuan media gambar dengan siswa yang dibelajarkan melalui penerapan pembelajaran konvensional siswa kelas V Gugus VII kecamatan Gianyar. Ratarata hasil belajar IPS pada kelompok eksperimen = 79,41 sedangkan rata-rata hasil belajar IPS siswa pada kelompok kontrol dengan penerapan pembelajaran konvensional = 64,93 Jadi model pembelajaran kooperatif mind mapping berbantuan media gambar memberikan pengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa
22
kelas V Gugus VII Kecamatan Gianyar. Kaitannya dengan penelitian ini adalah terdapat kesamaan penggunaan model pembelajaran kooperatif Mind Mapping dalam pembelajaran IPS untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa kelas IV SDN 5 Ngraji semester II tahun ajaran 2015/2016 akan tetapi, terdapat perbedaan yaitu pada penelitian ini karena penelitian yang dilakukan peneliti adalah proses dan hasil belajar, peneliti juga tidak berbantuan media gambar, subjek yang diambil dan karakteristik siswa juga berbeda. Penelitian yang berjudul “Penggunaan Model Mind Map Dalam Peningkatan Pembelajaran IPS Kelas IV SD Negeri 1 Kalirancang Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Tahun 2012/2013” yang dilakukan oleh Undung Suci Rejeki tahun 2013 menyimpulkan terdapat peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SD Negeri 1 Kalirancang Tahun Ajaran 2012/2013 dengan menggunakan model Mind Map. Terbukti dengan model Mind Map suasana kelas menjadi menyenangkan serta antusias siswa belajar dengan model Mind Map menyebabkan proses pembelajaran meningkat dan hasil evaluasi siswa juga meningkat yaitu sebanyak 90% dari jumlah siswa mencapai standar nilai 70. Kaitannya dengan penelitian ini adalah ada kesamaan penerapan model pembelajaran Mind Mapping dalam pembelajaran IPS dan peningkatan proses dan hasil belajar. Akan tetapi, terdapat perbedaan yaitu pada penelitian yang dilakukan berbeda subjek dan karakteristik siswa. Berikut ini disajikan tabel 2.2 mengenai kajian hasil penelitian yang relevan sebagai berikut:
23
Tabel 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan N
Nama
Tahun
o
Peneliti
Penelitian
1
I
Wayan 2013
.
Darmayoga
Variabel yang diteliti
a. Metode
Mape
Subjek
l
Penelitian
IPS
Siswa kelas IV
pembelajaran
SD Sathya Sai
mind mapping
Denpasar tahun
b. Hasil
belajar
pelajaran
siswa c. Minat
2012/2013 belajar
siswa 2
Sang
Ayu 2014
.
Pt.
Diah
a. Model
Geministiti
IPS
Siswa kelas V
pembelajaran
Gugus
kooperatif mind
Kecamatan
mapping
Gianyar
VII
b. Media gambar c. Hasil
belajar
siswa 3
Undung
.
Suci Rejeki
2013
a. Model
b.
c.
IPS
Siswa kelas IV
pembelajaran
SD
Negeri
mind mapping
Kalirancang
Proses
Kecamatan
pembelajaran
Alian
Hasil belajar
Kabupaten
1
Kebumen Tahun Ajaran 2012/2013.
4
Irma Estri H 2016
.
(Peneliti)
a. Model
IPS
Cooperative Learning
Siswa kelas 4 SD
Tipe
Mind Mapping
Negeri
5
Ngraji semester II tahun ajaran
24
b. Proses
2015/2016
pembelajaran c. Hasil
belajar
siswa
Berdasarkan tabel hasil penelitian yang relevan tersebut, bisa kita cermati bahwa ada peneliti yang mempunyai tiga variabel yaitu metode pembelajaran mind mapping, hasil belajar, serta minat belajar pada mata pelajaran IPS kelas 4, letak perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah adanya variabel proses pembelajaran, subjek dan tahun pelajaran juga berbeda. Ada peneliti yang hanya mempunyai dua variabel saja yaitu model pembelajaran mind mapping dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS di kelas 5, letak perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah ditambahnya variabel yaitu proses pembelajaran, semester dan tahun pelajaran serta subjek penelitian yang berbeda. Namun ada satu penelitian yang mempunyai kesamaan dengan penelitian yag dilakukan dengan yang peneliti lakukan yaitu sama-sama menambahkan variabel proses pembelajaran, tetapi subjek penelitian dan tahun pelajaran berbeda. 2.3
Kerangka Pikir Proses pembelajaran merupakan kegiatan interaksi antara guru dengan
siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan yang optimal. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pema Hendri (2014) di SD Negeri Simbaturagung 01 Pati, kenyataannya komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa tidak dapat berlangsung seperti yang diharapkan. Guru menggunakan model pembelajaran yang tidak bervariasi yaitu dengan berceramah. Siswa menerima informasi tanpa adanya kegiatan praktek. Siswa kurang memiliki kreatifitas, dan kurang berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran terutama pada mata pelajaran IPS, sehingga mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa. Kondisi ini memerlukan suatu perbaikan, salah satunya dengan menerapkan model Cooperative Learning Tipe Mind Mapping. Penerapan model Cooperative Learning Tipe Mind Mapping akan
25
membantu guru untuk menciptakan suasana kelas yang aktif dan menyenangkan, serta membantu siswa untuk menggali pengetahuan dan kemampuannya dalam menyerap materi pelajaran sehingga siswa lebih tertarik dan semangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, sehingga masalah yang ada di kelas 4 SD Negeri 5 Ngraji dapat terselesaikan dengan baik. Langkah-langkah model Cooperative Learning Tipe Mind Mapping adalah: (1) menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, (2) menyampaikan materi pelajaran, (3) untuk mengetahui daya serap siswa, guru membentuk kelompok yang beranggotakan 2 orang, (4) guru meminta seorang dari pasangan tersebut menceritakan materi yang baru diterima dari guru, dan pasangannya mendengar sembari membuat catatan kecil, kemudian berganti peran. begitu juga kelompok lainnya, (5) seluruh siswa secara bergantian/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya, sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancara, (6) guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa, (7) kesimpulan/penutup. Penjelasan secara rinci disajikan melalui skema 2.1 berikut:
26
Pembelajaran IPS
Pembelajaran Konvensional
Menggunakan metode ceramah yang tidak bervariasi sehingga siswa kurang aktif
Guru mendominasi proses pembelajaran
Penilaian Hasil Belajar
Tes Formatif
Hasil belajar rendah (
Pembelajaran IPS
2. Menyampaikan materi pembelajaran 3. Membentuk kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 2 orang) 4. Guru
meminta
seorang
dari
pasangan
tersebut
Guru menjadi fasilitator
menceritakan materi yang baru diterima dari guru, dan
Penilaian proses
pasangannya mendengar sembari membuat catatan kecil,
belajar
kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya 5. Seluruh siswa secara bergantian/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya, sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancara 6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa
Hasil Belajar Tinggi ≥ KKM (≥ KKM 70
Hasil belajar tinggi Proses pembelajaran meningkat Penilaian hasil belajar
7. Kesimpulan/penutup Tes Formatif
Tes formatif Guru menjadi fasilitator
Penilaian Hasil Belajar
Skema 2.1
Skema Kerangka Pikir
27
2.4.
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut: 1. Dengan menerapkan model Cooperative Learning Tipe Mind Mapping dapat meningkatkan proses pembelajaran IPS pada siswa kelas 4 SD Negeri 5 Ngraji semester II tahun ajaran 2015/2016 secara signifikan. 2. Peningkatan proses pembelajaran melalui model Cooperative Learning Tipe Mind Mapping dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD Negeri 5 Ngraji semester II tahun ajaran 2015/2016 secara signifikan.