BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk mencapai kesejahteraan dengan cara memberi nasehat perkawinan pengobatan kemandulan, dan penjarangan kelahiran. Paradigma baru program KB nasional telah berubah visinya dari “Norma Keluarga
Kecil
Bahagia
Sejahtera”
(NKKBS)
menjadi
“MewujudkanKeluargaBerkualitas” (Saifuddin, 2010).
2.2 Kontrasepsi Kontrasepsi menurut BKKBN (2012), adalah alat atau cara untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma.Jenis kontrasepsi ada dua macam, yaitu kontrasepsi yangmengandung hormonal (pil, suntik dan implant) dan kontrasepsi nonhormonal (IUD,Kondom).
2.3 IUD/AKDR (Intra-Uterine Devices) 2.3.1 Definisi IUD AKDR atau IUDadalah suatu benda kecil yang terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga yang dimasukan ke dalalam rahim melalui vagina (BKKBN, 2007).
8
2.3.2
Jenis IUD
Jenis IUD yang dipakai di Indonesia antara lain adalah : a. Copper-T IUD berbentuk T, terbuat dari bahan polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. b. Copper-7 IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. c. Multi load IUD ini terbuat dari plastik (polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang fleksibel. d. Lippes loop IUD ini terbuat dari polyethelene, berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung.
Gambar 2.1 Macam-macam IUD 2.3.3
Cara Kerja Menurut Prawirohardjo (2008), cara kerja kontrasepsi IUD adalah sebagai
berikut : Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
9
IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus. 2.3.4
Indikasi Menurut Prawirohardjo(2011), yang dapat menggunakan IUD adalah : 1) usia
reproduktif, 2) keadaan nulipara, 3)menginginkan menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang, 4) menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi, 5) setelah melahirkan dan setelah keguguran, 6) setelah mengalami abortus dan terlihat tidak adanya infeksi, 7) risiko rendah dari infeksi menular seksual (IMS), 8) tidak menghendaki metode hormonal, 9) tidak menyukai untuk mengingat minum pil setiap hari. 2.3.5
Kontra Indikasi Menurut Prawirohardjo(2008), yang tidak dapat menggunakan IUD adalah : 1)
sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil), 2) Pendarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi), 3) sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis servisitis), 4) tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita penyakit radang panggul (PRP) atau abortus septic, 5) kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rauhim yang dapat mempengaruhi kavum uteri, 6) penyakit trofoblas yang ganas, 7) menderita Tuberculosis (TBC) pelvic, 8) kanker alat genital. 2.3.6
Keuntungan dan Kerugian
10
Menurut (Saifuddin, 2010) Adapun keuntungan dari IUDyaitu sebagai berikut : 1) IUD dapat efektif segera setelah pemasangan, 2) metode jangka panjang, 3) tidak mempengaruhi hubungan seksual, 4) sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingatingat, 5) meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil, 6) tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI, 7) dapat dipasang segera setelah melahirkan atau abortus, 7) dapat digunakan sampai menapouse. Menurut (Saifuddin, 2010) Adapun kerugian dari IUDyaitu sebagai berikut : 1) efek samping yang umum terjadi, seperti perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak, perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih sakit, 2) komplikasi lain: merasa sakit dan kejang, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab anemia, perforasi dinding uterus, 3) tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS, 4) tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau yang sering berganti pasangan, 6) prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelviksdiperlukan dalam pemasangan IUD, 7) sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera setelah pemasangan IUD. Biasanya menghilang dalam 1 - 2 hari, 8) pencabutan IUD hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, 9) mungkin IUD keluar dari uterus tanpa diketahui, 9) perempuan harus memeriksa posisi benang IUD dari waktu ke waktu. 2.3.7
Efek Samping Efek samping menurut (Prawirohardjo, 2008) adalah sebagai berikut; 1) nyeri
pada waktu pemasangan, 2) perdarahan, spoting dan menometroragia, 3) keputihan (fluor albus, lekorea), 4) dapat terjadi infeksi, 5) ekspulsi (IUD keluar dengan sendirinya), 6) dismenorea (nyeri selama haid), 7) disparenia (nyeri sewaktu koitus), 11
8) translokasi (keluarnya IUD dari tempat seharusnya), 9) Kehamilan dengan IUD insitu, 10) IUD tertanam dalam dinding rahim (Embedment). 2.3.8
Waktu pemasangan IUD MenututSarwono (2011) waktu yang tepat untuk pemasangan IUD adalah
sebagai berikut. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau empat minggu pasca persalinan, setelah enam bulan apabila menggunakan metode amenorea laktasi (MAL). Setelah abortus (segera atau dalam waktu tujuh hari) apabila tidak ada gejala infeksi. Selama 1 (satu) sampai 5 (lima) hari setelah senggama yang tidak dilindungi.
2.4 Kunjungan Ulang 2.4.1
Pengertian Kunjungan Ulang Kunjungan ulang pasca pemasangan IUD adalah kunjungan yang selanjutnya
dilakukan wanita setelahpemasangan IUD. Kunjungan ulang ini merupakan bagian kegiatan kontrol yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk memastikan alat kontrasepsi yang terpasang dapat berfungsi dengan baik hingga waktu pencabutan atau melepas (BKKBN, 2007). 2.4.2
Pelayanankunjungan ulang Menurut Ari Sulistyawati, 2014 kunjungan ulang pasca pemasangan IUD
dilakukan : 1) hari ketujuh pasca pemasangan, 2) akhir bulan pertama, 3) akhir bulan ketiga, 4) akhir bulan keenam, 6) sekali setahun atau jika ada keluhan.
12
2.4.3 Tindakan yang dilakukan Mengevaluasi penemuan yang terjadi serta aspek-aspek yang menonjol pada pasca pemasangan IUD. Oleh karena itu, telah banyak dilakukanpengkajian mengenai riwayat ibu dan pemeriksaan lengkap selama kunjunganpada saat pemasangan IUD. Maka kunjungan ulang difokuskan pada pendeteksian komplikasi atau keluhan yang dirasakan.Pada tahap ini, bidan menginventarisasi beberapa masalah yang terjadi beserta aspek yang menonjol yang membutuhkan penanganan dan pemberian KIE.
2.4.4 Tempat dilakukannya kunjungan ulang Kunjungan ulang dapat dilakukan di tempat fasilitas kesehatan yang memiliki tenaga kesehatan yang profesional di bidangnya seperti bidan praktik mandiri, puskesmas, rumah sakit, klinik dan sebagainya(Imbarwati, 2009). Kunjungan ulang dapat diketahui dengan cara: 1) melihat dokumen, 2) bertanya, dan 3) observasi. 2.5 Faktor- faktor Kunjungan Ulang Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan bahwaperilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes). Selanjutnya perilaku itusendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu: 2.5.1 Faktor predisposisi (predisposing factors) Pengetahuan Pengetahuan (knowledge)juga diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung 13
dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek(Notoatmodjo, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Suharti (2010) menyatakan bahwa akseptor IUD yang berpengetahuan rendah akan memiliki sikap yang kurang tentang kunjungan ulang pasca pemasangan IUD, demikian sebaliknya. Apabila akseptor IUD memiliki pengetahuan tinggi akan memiliki sikap yang baik tentang kunjungan ulang pascapemasangan IUD. Sikap Sikap menurut Notoatmojo (2007), adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu baik terhadaprangsangan positif atau rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan aktifitas, akan tetapi merupakan fakor predisposisi bagi seseorang berperilaku. Merupakan respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus objek. Menurut Maramis (2006)sikap merupakan bentuk respon atau tindakan yang memiliki nilai positif dan negatif terhadap suatuobjek atau orang yang disertai dengan emosi.Sikap adalah juga diartikan sebagai respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
(senang-tidak
senang,
setuju-tidak
setuju,
baik-tidakbaik
dan
sebagainya). Sikap akseptor KB IUD terhadap kunjungan ulang pasca pemasangan IUD adalah respon, pandangan, atau perasaan akseptor terhadap kunjungan ulang pasca 14
pemasangan IUD yang dinyatakan dalam tindakan mendukung atau tidak mendukung (Suharti, 2010) Jika semakin senang seseorang melakukan kunjungan ulang untuk pertama kalinya, maka orang tersebut akan datang untuk kunjungan selanjutnya yang diakibatkan rasa senang atas kejadian sebelumnya. Pendidikan Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Demikian pula halnya dengan menentukan pola perencanaan keluarga dan pola dasar penggunaan kontrasepsi serta peningkatan kesejahteraan keluarga. Pendidikan juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan, dengan pendidikan yang tinggi seseorang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau masalah baru seperti penerimaan, pembatasan jumlah anak, dan keinginan terhadap jenis kelamin tertentu. Pendidikan juga akan meningkatkan kesadaran wanita terhadap manfaat yang dapat dinikmati bila ia mempunyai jumlah anak sedikit. Wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung membatasi jumlah kelahiran dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah(Mubarak, 2007). Menurut penelitian Istianah (2010), menunjukkan ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kunjungan ulang KB dengan nilai p < 0.05. Dimana tingkatan pendidikan yang dimiliki oleh seseorang dapat mempengaruhi kunjungan ulang pasca pemasangan alat kontrasepsi, sehingga semakin baik tingkat pendidikan seseorang, maka orang tersebut akan mudah mengerti pentingnya kunjungan ulang pasca pemasangan alat kontrasepsi.
15
Alat kontrasepsi Sebelumnya Kontrasepsi merupakan suatu cara atau metode yang bertujuan untuk mencegah pembuahan sehingga tidak terjadi kehamilan. Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program kontraspesi untuk mengendalikan
pertumbuhan
jumlah
penduduk
dan
untuk
meningkatkan
kesejahteraaan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan kelahiran.Pemakaian alat kontrasepsi sebelumnya akan mempengaruhi dalam melakukan kunjungan ulang. Karena terkait dengan informasi yang diperoleh sebelumnya, sehingga perbedaan penggunaan alat kontrasepsi terkait dengan intensitasnya melakukan kunjungan ulang terhadap alat kontrasepsi yang akan di pakai (Manuaba, 2010). 2.5.2 Faktor pemungkin (enabling factors) Ketersediaan IUD Pelayanan
tenaga
kesehatan
tak
lepas
dari
ketersediaan
fasilitas
yangdimilikinya. Semakin lengkap fasilitasnya, berpengaruh terhadap kemungkinan perubahan sikap masyarakat untuk melakukan kunjungan pada tenaga kesehatan selain mendapatkan informasi yang tepat. Salah satunya ketersediaan IUD yang mempengaruhi kunjungan. Informasi Informasi adalah adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan
16
dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun nonelektronik (BKKBN, 2011). Menurut
penelitian
Imbarwati (2009)menyatakan bahwa informasi yang diperoleh sangat mempengaruhi akseptor untuk melakukan kunjungan ulang, dimana semakin baik informasi yang diterima maka akseptor akan melakukan kunjungan ulang pasaca pemasangan IUD sebesar (59,3%).Dengan adanya informasi yang jelas maka peserta KB mengerti terhadap pentingnya kunjungan ulang pasca pemasangan IUD. 2.5.3 Faktor penguat (reinforcing factors) Dukungan tenaga kesehatan Tenaga kesehatan merupakan role model dari masyarakat. Yang merupakan panutan penting dalam pengambilan keputusan terutama dalam kesehatan masyarakat. Terlebih dalam memberikan motivasi. Motivasi atau dukungan yang kuat mempengaruhi perilaku masyarakat, sehingga dukungan dirasa sangat penting untuk melakukan perubahan kesehatan masyarakat menuju kearah yang lebih baik. Semakin baik motivasi dan informasi yang diberikan tenaga kesehatan, maka meningkatkan kunjungan ulang akseptor pasca pemasangan KB.Penelitian Budiadi N, Wijayanegara H, Aliansy D (2013), menemukan bahwa akseptor IUD yang mendapat dukungan bidan sebanyak 86 (94,4%), dan 62 (68,1%) responden non IUD yang mendapat dukungan bidan. Dukungan suami
17
Menurut Prawirohardjo (2008) ikatan suami istri yang kuat sangat membantu ketika keluarga menghadapi masalah, karena suami/istri sangat membutuhkan dukungan dari pasangannya. Menurut House (1994, dalam penelitian Prabandani 2009) dukungan suami merupakan salah satu sumber dukungan sosial yang berasal dari lingkugan keluarga. Dukungan sosial memiliki 4 jenis yang berbeda yang disesuaikan dengan situasi yang dibutuhkan.Hal itu disebabkan orang yang
paling bertanggung jawab terhadap
keluarganya adalah pasangan itu sendiri.
Dukungan Emosional Mencakup ungkapan simpati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang membutuhkan sehingga dukungan tersebut memberikan rasa aman dan rasa mengasihi.
Dukungan Penghargaan Meliputi ungkapan hormat, dorongan untuk maju serta membantu seseorang untuk melihat segi-segi positif yang ada dalam dirinya dengan keadaan orang lain, sehingga orang tersebut dapat merasakan penghargaan dirinya.
Dukungan Instrumental Meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan yang dibutuhkan oleh seseorang misalnya meberikan penyediaan sarana atau memberikan pernyataan yang bersifat memotivasi.
Dukungan Informatif
18
Mencakup pemberian nasehat secara langsung, saran-saran petunjuk dan umpan balik. Penelitian Nilawatidkk (2015)mengatakan bahwa ada hubungan dukungan suami dengan kepatuhan akseptor KB suntik dalam melakukan kunjungan ulang suntik. Dukungan tersebut akan berimplikasi terhadap kunjungan ulang pasca pemasangan KB, sehingga semakin tinggi dukungan suami maka semakin rutin kunjungan yang dilakukan akseptor KB.
19