BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Turnament (TGT) Berbantuan Media “ Pohon Pintar”
2.1.1.1 Pengertian Model pembelajaran Kooperatif Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran menurut Joyce (Trianto, 2011:5) adalah “Suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain”. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Davidson dan Warsham (dalam Isjoni, 2011: 28), “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Slavin (dalam Isjoni, 2011: 15) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam model pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan begitu siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaanpertanyaan yang diberikan pada mereka. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan pembentukan kelompok yang bertujuan untuk menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif.
7
24
2.1.1.2 Unsur-unsur Pokok Model Pembelajaran Kooperatif Ada 4 unsur pokok model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. adanya peserta dalam kelompok, 2. adanya aturan kelompok, 3. adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, dan 4. adanya tujuan yang akan dicapai (Sanjaya, 2009: 241). 2.1.1.2.1
Adanya Peserta dalam Kelompok Peserta pembelajaran kooperatif adalah para siswa yang melakukan kegiatan
belajar secara berkelompok. Pengelompokan siswa bisa dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan, misalnya minat, bakat kemampuan akademis, dst. Pertimbangan apapun yang dipilih dalam mengelompokkan siswa, tujuan pembelajaran harus yang diutamakan. 2.1.1.2.2.
Adanya Aturan Kelompok Aturan kelompok merupakan sesuatu yang telah disepakati oleh pihak-pihak
yang terlibat, baik siswa sebagai peserta didik maupun siswa sebagai anggota kelompok. 2.1.1.2.2
Adanya Upaya Belajar Setiap Anggota Kelompok Upaya belajar merupakan segala aktivitas siswa untuk meningkatkan
kemampuan, baik kemampuan yang telah dimiliki, maupun kemampuan yang baru. Aktivitas belajar siswa dilakukan secara berkelompok, sehingga diantara mereka terjadi saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan. 2.1.1.2.3.
Adanya Tujuan yang Akan Dicapai Aspek tujuan dalam model pembelajaran ini dimaksudkan untuk memberikanb
arah pada perencanaan, pelaksanaan, dan juga evaluasi. Dengan adanya tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami sasaran setiap aktivitas belajar. 2.1.1.3 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemenelemen yang saling berhubungan. Elemen-elemen yang sekaligus merupakan karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi (Nurhadi dan Senduk, 2003: 60). Berikut penjelasan untuk masing-masing elemen. 2.1.1.3.1 Saling Ketergantungan Positif Saling ketergantungan positif adalah hubungan yang saling membutuhkan. Saling ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil yang optimal, yang dicapai melalui:
24
a. saling ketergantungan pencapaian tujuan, b. saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, c. saling ketergantungan bahan atau sumber belajar, d. saling ketergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah. 2.1.1.3.2. Interaksi Tatap Muka Interaksi tatap muka terwujud dengan adanya dialog yang dilakukan bukan hanya antara siswa dengan guru tetapi juga antara siswa dengan siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar. Fakta seperti itu dibutuhkan karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesama siswa. 2.1.1.3.3. Akuntabilitas Individual Pembelajaran kooperatif terwujud dalam bentuk belajar kelompok. Meskipun demikian penilaian tertuju pada penguasaan materi belajar secara individual. Hasil penilaian pada kemampuan individual tersebut selanjutnya disampaikan guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa diantara mereka yang memerlukan bantuan dan yang dapat memberikan bantuan. 2.1.1.3.4. Keterampilan Menjalin Hubungan antar Pribadi Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) dikembangkan. Pengembangan kemampuan tersebut dilakukan dengan melatih siswa untuk bersikap tenggang rasa, sopan, mengkritik ide bukan pribadi, tidak mendominasi pembicaraan, menghargai pendapat orang lain, dst. 2.1.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Game Turnament Metode TGT dikembangkan pertama kali oleh David De Vries dan Keith Edward. Menurut David De Vries dan Keith Edward metode ini merupakan suatu pendekatan kerja sama antar kelompok dengan mengembangkan kerja sama antarpersonal. Dalam pembelajaran TGT peserta didik memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skorbagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran.Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok.
24
Menurut Saco (2006), dalam TGT siswa memainkan permainan-permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka).Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan (reinforcement). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Kiranawati, 2007) Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa TGT merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang melibatkan keaktifan siswa baik individu maupun kelompok dan mengandung unsur permainan dan turnament yang menggembirakan. Ditinjau dari kompetensi yang dapat dikembangkan dalam Model Pembelajaran TGT yaitu sebagai berikut. 1.
Pengetahuan (knowledge) yaitu kesadaran dalam aspek kognitif, dengan menggunakan TGT pengetahuan siswa mengenai materi pelajaran akan lebih mendalam karena dalam TGT ada unsur tutor sebaya.
2.
Pemahaman (understanding) yaitu menyangkut kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Di samping memahami materi pelajaran dengan TGT siswa juga dilatih untuk memahami perasaan orang lain.
3.
Kemampuan (skill) adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Kompetensi ini dapat dengan mudah diperoleh siswa, karena dalam TGT dapat mengembangkan banyak kompetensi diantaranya membuat pertanyaan dan menjelaskan kepada siswa lain.
24
4.
Nilai (value) adalah suatu standar perilaku yang diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Kompetensi ini pada TGT terkandung dalam kejujuran dalam merahasiakan soal masing-masing individu, keterbukaan dalam memberikan penjelasan kepada teman lain dan demokrasinya terlihat ketika berdiskusi untuk menyatukan pendapat yang berbeda.
5.
Sikap (attitude) yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang akan datang dari luar. Kompetensi sikap diperoleh siswa karena dalam TGT siswa belajar dengan kelompok masing-masing tanpa ada tekanan dari guru, sehingga siswa merasa senang dan santai.
6.
Minat (interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Adanya turnamen dalam TGT meningkatkan minat belajar siswa untuk mempelajari materi pelajaran.
2.1.1.5 Komponen dan Pelaksanaan Pembelajaran TGT Menurut Robert E. Slavin (2008), pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu : presentasi di kelas, tim (kelompok), game (permainan), turnamen (pertandingan), dan rekognisi tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. TGT modifikasi dari Robert E. Slavin terdiri dari 5 tahap aktivitas pengajaran sebagai berikut : 2.1.1.5.1 Persiapan Guru mempersiapkan media pembelajaran dan materi yang akan disampaikan beserta Lembar Kerja Kelompok (LKK). Melakukan tanya jawab mengenai pengetahuan awal materi yang akan dipelajari. Kemudian guru mempersiapkan alat-alat untuk permainan, yaitu : kartu permainan yang dilengkapi nomor, skor, dan pertanyaan mengenai materi. 2.1.1.5. 2. Presentasi Kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, dan diskusi yang
24
dipimpin guru. Disamping itu, guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game turnament karena scor game akan menentukan scor kelompok. 2.1.1.5.3. Belajar kelompok (Tim) Guru membagi siswa dalam kelompok – kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 5 orang yang anggotanya heterogen dari kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau etnik yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Pada saat pembelajaran, fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game (turnamen). Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan hasil lembar kerja kelompok. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik. 2.1.1.5.4.Permaian/ Pertandingan (Game/ Turnamen) Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang di dapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan. Masing-masing siswa menyumbangkan poin bagi kelompoknya. 2.1.1.5.5 Rekognisi Tim (Penghargaan Tim) Langkah pertama sebelum memberikan penghargaan kelompok adalah menghitung skor kelompok. Pemberian penghargaan didasarkan atas poin yang didapat oleh kelompok tersebut. Dimana penentuan poin yang diperoleh oleh masing-masing
24
anggota kelompok didasarkan pada jumlah kartu yang diperoleh dengan jawaban yang benar. 2.1.1.6. Kelebihan dan kelemahan TGT 2.1.1.6.1 Kelebihan Model pembelajaran kooperatif Team Games Tournament (TGT) ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menurut Suarjana (2000:10) dalam Istiqomah (2006), yang merupakan kelebihan dari pembelajaran TGT antara lain : 1)
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
2)
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
3)
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
4)
Proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
5)
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
6)
Motivasi belajar lebih tinggi
7)
Hasil belajar lebih baik
8)
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi
2.1.1.6.2 Kelemahan TGT Kelemahan TGT yaitu sebagai berikut. 2.1.1.6.2.1 Bagi guru - Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok. - Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak sehingga melewati waktu yang sudah ditetapkan. Kesulitan ini dapat diatasi jika guru mampu menguasai kelas secara menyeluruh. 2.1.1.6.2.2 Bagi siswa - Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya. Untuk mengatasi kelemahan ini, tugas guru adalah membimbing dengan baik siswa yang mempunyai kemampuan akademik tinggi agar dapat dan mampu menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.
24
2.1.1.7 Media Pembelajaran 2.1.1.7.1 Pengertian Media pembelajaran Secara etimologi kata ‘media’ berasal dari bahasa Latin, ‘medium’, artinya perantara atau pengantar. Secara umum media diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber kepada penerima. Istilah media sangat populer dalam bidang komunikasi. Proses pembelajaran pada dasarnya juga termasuk di dalamnya karena dalam proses tersebut ada komunikasi, komunikator, dan media komunikasi. Ada berbagai pendapat ahli mengenai media pembelajaran. Gagne dan Briggs (dikutip Arsyad, 2002) menyatakan bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang anatara lain terdiri atas buku, tape recorder, film, foto, grafik, kaset, video, kamera, televisi, komputer dan lain-lain. Dalam Depdiknas (2003) dinyatakan bahwa media pembelajaran adalah media pendidikan yang secara khusus digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu yang sudah dirumuskan. 2.1.1.7.2. Fungsi Media pembelajaran Secara umum, fungsi media adalah sebagai penyalur pesan. Dalam proses pembelajaran, fungsi media adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan efisien serta hasilnya lebih baik.Dalam proses belajar-mengajar, media memiliki fungsi yang sangat penting. Enoch (1992) mengemukakan bahwa penggunaan media dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan minat, membangkitkan motivasi dan rangsangan dalam proses belajar mengajar, serta dapat mempengaruhi psikologis siswa. Secara lebih khusus, Kemp dan Dayton (1985) mengidentifikasi beberapa manfaat media pembelajaran, yaitu : 1)
Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan untuk menghindari penafsiran yang beragam
2)
Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
3)
Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
4)
Pemakaian waktu dan tenaga lebih efisien
5)
Kualitas hasil belajar siswameningkat
24
6)
Proses belajar dapat dilakukan di mana saja kapan saja
7)
Menumbuhkan sikap positif siswa terhadap proses belajar
8)
Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif
2.1.1.7.3 Jenis Media Pembelajaran Ada berbagai penggolongan media. Gerlach (1971)mengklasifikasikan jenis media berdasarkan teknologi yang digunakan, yaitu media tradisional dan media dengan teknologi mutakhir. Media tradisional meliputi (1) media visual diam yang diproyeksikan, (2) media visual yang tak diproyeksikan, (3) Audio, (4) multimedia , (5) visual yang diproyeksikan, (6) media cetak, (7) pemaianan, dan (8) realita. Atmohoetomo (dalam Ruhani, 1997) membagi media pembelajaran menjadi 3 jenis, yaitu media audio, media visual, media audio visual. 2.1.1.7.4 Pengembangan media Pembelajaran Hafni (1985) mengemukakan bahwa media yang akan dipilih hendaknya memiliki karakteristik berikut : 1)
Relevan dengan tujuan
2)
Sederhana, Media yang digunakan hendaknya bisa menyederhanakan hal-hal yang ruwet atau sulit sehingga siswa mudah memahami pesan yang ada dalam media tersebut.
3)
Esensial
4)
Menarik dan menantang.
2.1.1.8. Pohon Pintar Menurut kamus Bahasa Indonesia Dekdibud (1988 : 686, 691) pengertian pohon adalah: tumbuhan yang berbatang keras dan besar. Dan bahagian yang permukaan atau yang dianggap pangkal, dasar. Sedangkan pengertian pintar yaitu: pandai, cakap, cerdik, banyak akal dan mahir mengerjakan sesuatu. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan permainan mengenal angka melalui pohon pintar yaitu suatu alat permainan menggunakan
sebatang pohon yang telah dibentuk semenarik mungkin serta
menggunakan angka sehingga dapat membantu anak dalam meningkatkan potensi dan kecerdasan, kreativitas yang ada dalam diri anak agar berkembang secara optimal sesuai dengan pertumbuhan dan aspek perkembangan anak.
24
2.1.1.8.1 Cara membuat Pohon Pintar Permainan mengenal angka warna buah melalui pohon pintar membutuhkan bermacam – macam bahan dan alat seperti dibawah ini : a. Bahan : Batang pohon yang memiliki ranting, papan kayu/triplek, paku, kertas,
isolasi, kartu angka b. Alat
: Gergaji, paku, kuas, pelubang kertas
Langkah-langkah membuat pohon pintar sebagai berikut : a. Menyiapkan bahan dan alat b. Memilih Batang pohon dengan memiliki jumlah ranting kurang lebih sepuluh. Jika memang membutuhkan ranting yang banyak, bisa ditambah dengan melilitkan kawat. Kawat ditutupi menggunakan kertas warna coklat. Rekatkan dengan isolasi. c. Gergaji papan kayu/triplek untuk alas batang pohon. d. Paku papan kayu dan batang pohon hingga rapi. e. Untuk kartu angka, buatlah lingkaran dengan menggunakan tutup gelas dari kertas manila. Lingkaran tersebut dibuat berlobang untuk meletakkan pada ranting pohon. f.
Angka ditulis anak sendiri ketika akan mulai permainan
2.1.1.8.2
Penyajian Pohon Pintar
Penyajian atau pelaksanaan dari permainan FPB melalui ‘pohon pintar’ dilaksanakan secara kelompok dengan metode praktek langsung dan pemberian tugas.. Adapun cara penyajian dari permainan ini adalah sebagai berikut : 1)
Guru menyediakan alat peraga atau media yang digunakan.
2)
Guru memperkenalkan permainan FPB dan KPK dengan ‘pohon pintar’ kepada anak dengan menggunakan metode tanya jawab.
3)
Guru menjelaskan cara memainkan alat permainan tersebut kepada anak dengan cara memperagakannya serta menetapkan aturan bermain, adapun cara memainkannya adalah : Anak disuruh mengambil angka dan meletakkan kepada guru angka berapa yang ia ambil, Lalu anak menggantungkannya ke pohon pintar, Anak disuruh mengambil kartu angka yang paling banyak pada KPK, dan mengambil kartu
24
angka sedikit pada FPB .Diibaratkan anak sedang panen. Panen melimpah pada KPK, dan panen sedikit pada FPB. 4)
Guru menetapkan aturan bermain kepada anak agar anak dapat bermain dengan tertib sesuai aturan yang telah disepakati bersama.
5)
Guru mempersilahkan atau menyuruh anak memainkan alat permainan tersebut secara bergiliran.
6)
Guru memberikan motivasi atau bimbingan serta penghargaan kepada anak dalam melaksanakan permainan.
2.1.2
Hasil Belajar Matematika
2.1.2.1 Hasil Belajar Konsep tentang belajar telah banyak didefinisikan oleh para pakar psikologi. Gagne dan Barliner (1983: 252)menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisasi mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman. Morgan et.al. (1986: 140) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil daripraktik atau pengalaman. Sedangkan Slavin (1994: 152) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Gagne (1997: 3) menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia, yang berlangsung selama periode tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan. Dari keempat pengertian tersebut tampak bahwa konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama yaitu : 1)
Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.
2)
Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman.
3)
Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku seseorang karena proses pengalaman dan bersifat permanen.Belajar memiliki berbagai unsur yang saling kait mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku (Gagne, 1997: 4).Unsur-unsur tersebut antara lain :1) pembelajar,dapat berupa peserta didik, pembelajar,warga belajar, dan peserta pelatihan. 2) Rangsangan (stimulus). 3) Memori yang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 4) Respon yaitu tindakan yang dihasilkan dari aktualisasi memori.
24
Menurut Winkel (1991: 28) meyataka bahwa hasil belajar adalah bukti keberhasilan dan usaha yang dilakuakan dan merupakan kecakapan yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dengan angka. Selanjutnya Soemantri (2001: 1) mengatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu indikator dari perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengalami proses belajar dimana untuk mengungkapnya biasanya menggunakan suatu alat penilaian yang ditetapkan sekolah oleh guru. Sejalan dengan pendapat tersebut Mappa (1988: 20) berpendapat bahwa hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam bidang studi tertentu yang menggunakan tes standar alat ukur keberhasilan belajar seorang siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu yang belajar, bukan saja perubahan yang mengenai pengetahuan, tetapi juga kemampuan untuk membentuk kecakapan dalam bersikap. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran dalam waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan alat evaluasi tertentu. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Benyamin S. Bloom (gay, 1985 : 72-76; Gage dan Berliner, 198:457- 60) mengusulkan tiga taksonomi yang disebut ranah belajar, yaitu : 1) Ranah Kognitif yang berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual. 2) Ranah Afektif yang berhubungan dengan perasaan sikap, minat dan nilai 3) Ranah Psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Alat evaluasi ini dikenal dengan instrument evalausi. Penggunaa alat evaluasi ini adalah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik sesuai kenyataan yang di evaluasi. Ada dua jenis alat evaluasi dalam pembelajaran yaitu : 1)
Tes
adalah penilaian komprenhensive terhadap seseorang individu atau usaha
keseluruhan usaha evaluasi program. Ada dua jenis alat yang digunakan dalam program pembelajaran :
24
Tes baku (standard) artinya tes tersebut telah melalui validasi dan reliabilitas
a.
untuk suatu tujuan tertentu b.
Tes
buatan
guru umumnya
belum distadirisasi tetapi
harus
telah
laku
seperi
dipertimbangkan factor validasi dan reliabilitasnya. 2)
Non
tes
digunakan
untuk
menilai
aspek-aspek
tingkah
sikap,minat,perhatian, karakteristik dan lain- lain yang sejenis. Dalam menggunakan alat evaluasi dikenal dengan teknik evaluasi . Teknik- teknik ini adalah : 1) Teknik Tes : a. Tes tulisan : obyektif tes : i) Benar/salah ii)Pilihan berganda iii) Menjodohkan iv Melengkapi b. Lisan : i) satu penguji menilain satu calon ii)Satu penguji menilai sekelompok iii)Kelompok penguji menilai satu calon iv)kelompok penguji menilai sekelompok calon c. Tindakan : i) Perorangan ii) kelompok 2) Teknik Non tes : untuk menilai aspek- aspek tingkah laku seperti sikap minat, perhatian, dan karakteristik lain yang sejenis. Jenis non tes ini adalah : a. Observasi : pengamatan kepada tingkah laku pada suatu situasi tertentu melalui observasi langsung dan tidak langsung b. Wawancara : Berkomunkasi langsung antara yang menginterview dengan yang diinterview c. Studi Kasus : mempelajari individu dalam periode tertentu secara terus menerus untuk melihat perkembangannya. d. Rating Scale :(skala penilaian) : salah satualat penilaian yang menggunakan skala yang telah didsusun dari ujung yang negative sampai yang ujung positif
24
e. check list hampir menyerupai rating scale hanya pada check list tidak disusun kriterium dari yang positf ke negative cukup kemungkinankemungkinan jawaban yang akan kita minta dari yang dinilai f. Inventori : memilih alternative jawabab diantara setuju, kurang setuju, atau tidak setuju 2.1.2.2 Matematika Istilah “matematika berasal dari Bahasa Yunani, “mathein” atau “manthenein” yang berarti mempelajari. Kata “matematika juga diduga erat hubungannya dengan kata dari bahasa sansekerta, “medha” atau “madya” yang berarti kepandaian, ketahuan, atau intelegensi. Menurut Sutawijaya(1997) dalam Aisyah (2007), matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang)dan penalaran deduktif. Sedangkan menurut Rusefendi (1989) dalam Subarinah (2006), matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak terdefinisikan, definisi-definisi, aksiomaaksioma, dan dalili-dalil yang dibuktikan kebenarannya sehingga matematika disebut sebagai ilmu deduktif Subarinah (2006) menyatakan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya. Hal ini berarti belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari konsep-konsep abstrak yang disusun dengan menggunkan simbol dan merupakan bahasa yang eksak serta penalaran deduktif Pembelajarn matematika pada hakekatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan siswa melaksanakan kegiatan belajar matematika. Pembelajaran matematika di tingkat SD dihararapkan dapat mengembangkan kreativitas dan kompetensi siswa . Model belajar matematika diorientasikan untuk membuat matematika menjadi pelajaran yang bermakna. Adapun tori belajar matematika antara lain:
24
1) Teori Belajar Burner. Bruner mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan
supaya
pendidikan
memberikan
perhatian
pada
pentingnya
pengembangan berfikir. Menurut Burner dalam Aisyah (2007), terdapat tiga model tahapan perkembangan kognitif manusia yaitu : tahap enaktif, tahap Ikonik, dan tahap Simbolik 2) Teori Belajar Dienes. Teori belajar Dienes pada prinsipnya sangat relevan dengan dengan tori perkembangan kognitif Piaget dan konsep Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM). Dienes dalam Subarinah (2006) berpendapat bahwa konsep-konsep matematika akan mudah dipahami apabila malalui tahapan tertentu yang dibedakan dalam 6 tahapan yaitu : 1) Permainan Bebas (Free Play), 2) Permainan menggunakan Aturan (Games), 3) Permainan Kesamaan Sifat (searching for communalities), 4) Permainan Representasi (Representation), 5) Permainan dengan Simbolik (Symbolization), 6) Permainan dengan Formalisasi (Formalization) 3) Teori Belajar Van Hiele. Van Hiele melakukan penelitian tentang perkembangan kognitif siswa dalam memahami geometri. 2.2
Penelitian yang Relevan Dalam penelitian ini penulis menggunakan kajian beberapa penelitian yang telah
dilakukan para penulis sebelumnya yang terdiri dari : 1)
Rodhy melalui PTK yang berjudul “penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Rantau Badauh pada materi pecahan” Berdasarkan PTK yang dilakukan oleh Rodhy guru SMP Negeri 1 Rantau badauh ,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) siswa memberikan respon yang positif dalam pembelajaran matematika dengan model kooperatif tipe TGT; (2) rata-rata hasil belajar siswa yang memperoleh nilai 65,0 meningkat dari 42% siswa pada evaluasi 1 menjadi 57% pada evaluasi 2. 2)
Dwi Setyorini melaui PTK yang berjudul “Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas X SMA Negeri 9 Malang.”
24
Berdasarkan PTK yang dilakukan oleh Dwi Setyorini guru SMA Negeri 9 Malang kelas X diperoleh hasil penelitian yaitu pada siklus I banyaknya siswa yang tuntas belajar dalam subpokok bahasan menentukan besar sudut antara garis dan bidang dalam ruang dimensi tiga adalah 64,71%, sedangkan pada siklus II banyaknya siswa yang tuntas belajar dalam subpokok bahasan menentukan besar sudut antara dua bidang dalam ruang dimensi tiga adalah 82,35%. Aktivitas siswa selama pembelajaran kooperatif tipe TGT secara keseluruhan mendapat penilaian dari observer sebesar 62,5% pada siklus I dan pada siklus II sebesar 82,29%. Dalam analisis persentase skor rata-rata observer tersebut menunjukkan bahwa aktivitas siswa termasuk dalam kategori “baik” untuk siklus I dan kategori “sangat baik” untuk siklus II. Aktivitas guru selama pembelajaran kooperatif tipe TGT secara keseluruhan mendapat penilaian dari observer sebesar 71,82% pada siklus I dan pada siklus II sebesar 83,33%. Dalam analisis persentase skor rata-rata observer tersebut menunjukkan bahwa aktivitas guru termasuk dalam kategori baik untuk siklus I dan kategori sangat baik untuk siklus II. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMA Negeri 9 Malang untuk mata pelajaran matematika adalah 75. Berdasarkan ketuntasan pembelajaran di SMA Negeri 9 Malang, pelaksanaan pembelajaran dikatakan berhasil apabila sekurangkurangnya 75% siswa mendapat nilai minimal 75. 3)
Febriana Dheni Purnasari dalam PTK yang berjudul Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Melalui Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament (TGT) Terhadap Pokok Bahasan Pecahan pada Siswa Kelas IV SDN Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo Tahun Pelajaran 2011/2012 Berdasarkan PTK yang dilakukan oleh Febrina Dheni Purnasari pada Siswa kelas IV
SDN Negeri 3 Karangrejo Kecamatan Selomerto Kabupaten Wonosobo menunjukkan bahwa penggunaaan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournament dapat meningkatkan hasil belajar matematika. hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada mata pelajaran matematika dapat meningkatan prestasi belajar siswa dari siklus I dengan persentase sebesar 28,40% dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 11 siswa dari 12 siswa. Hal ini menunjukan adanya ketuntasan yang baik karena pada pra siklus jumlah siswa yang tidak tuntas sebanyak 5 siswa dengan presentase 42 % kemudian pembelajaran pada siklus II juga
24
memberikan hasil yang baik, yakni dengan tingkat kelulusan sebesar 100% dengan jumlah keseluruhan siswa mengalami ketuntasan hasil belajar pada pokok bahasan pecahan. Bila dibandingkan dengan kondisi pra siklus hingga siklus II, maka terjadi peningkatan sebesar 42 %. Dilihat dari berbagai penelitian seperti tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. .Sehingga peneliti akan mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul peningkatkan hasil belajar matematika dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan berbantuan media pohon pintar pada siswa kelas 5 SD negeri Gerlang Semester 1 tahun Pelajaran 2013/2014.
2.3
Kerangka Berfikir Upaya yang diperlukan untuk mendorong siswa aktif dalam kegiatan belajar di
kelas selalu bergantung pada guru. Keaktifan siswa belum berkembang selama proses pembelajaran
yang berdampak pada prestasi belajar siswa masih rendah dalam
mempelajari materi KPK dan FPB. Hal ini yang menjadi indikator perlunya upaya untuk membantu siswa agar dapat mempelajari materi KPK dan FPB dengan lebih baik sesuai dengan tujuan pembelajaran.Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih mendorong keaktifan, kerjasama dan tanggung jawab dalam diri siswa. Selain itu tercipta susana pembelajaran yang menyenangkan. Melalui penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT hasil belajar siswa kelas 5 SDN Gerlang semester 1 Tahun pelajaran 2013/2014 dapat meningkat. Berdasarkan paparan di atas, maka kerangka penelitian tindakan kelas ini dapat digambarkan sebagai berikut:
24
Kondisi awal
Model pembelajaran masih berorientasi pada guru sehingga siswa kurang aktif selama kegiatan pembelajaran akibatnya prestasi belajar siswa masih rendah
Evaluasi awal
Tindakan
Penjelasan tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT •Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT .•Refleksi dari hasil siklus mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT Pemilihan media pembelajaran
Kondisi akhir
Peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SDNegeri Gerlang semester 1 tahun pelajaran 2013/2014
Evaluasi akhir
Evaluasi efek
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas diduga melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan media pohon pintar dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Gerlang semester 1 tahun pelajaran 2013/2014 2.4
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka berfikir di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan berbantuan media pohon pintar dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 5 SD Negeri Gerlang semester 1 tahun pelajaran 2013/2014
24
24
.