BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Air Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan. Air juga merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya. Kebutuhan yang pertama bagi terselenggaranya kesehatan yang baik adalah tersedianya air yang memadai dari segi kuantitas dan kualitas yaitu memenuhi syarat kebersihan dan keamanan. Peningkatan kualitas air minum dengan mengadakan pengelolaan terhadap air yang akan digunakan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengelolaan dimulai dari yang sangat sederhana sampai pada pengelolaan yang lengkap, sesuai dengan tingkat kekotoran dari asal air tersebut. Semakin kotor, semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan semakin banyak zat pencemar akan semakin banyak pula teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai air minum (Asmadi, dkk, 2011: 1-2). Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Air bersih adalah air yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kemis, biologis dan radiologis, sehingga
10
apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek samping (Ketentuan Umum Permenkes No. 416/Menkes/PER/IX/1990). Menurut Peraturan Pemerintahan No 20 Tahun 1990 pengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut : a. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu. Contoh air golongan A yaitu mata air pegunungan. b. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. Contoh air golongan B yaitu air sungai. c. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan. Contoh air golongan C yaitu air laut. d. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Philip Kristanto 2002: 71-72). Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Klasifikasi mutu air ditetpakan menjadi empat kelas yaitu: a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
11
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air utnuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air yang mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001). Air yang digunakan sehari-hari untuk minum, memasak, mencuci, dan lain-lain harus memenuhi persyaratan kesehatan. Di Indonesia, air untuk keperluan sehari-hari tersebut diatur dalam peraturan Mentri Kesehatan No. 416 tahun 1990 (Pemenkes untuk air bersih, air kolam renang, air pemandian umum), dan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 (Permenkes untuk air minum). Kedua peraturan tersebut disebutkan bahwa air bersih atau air minum harus memenuhi persyaratan fisik, kimia, mikrobiologi, dan radioaktif. Parameter mikrobiologi merupakan salah satu parameter yang harus mendapat perhatian lebih karena dampak bahaya yaitu menimbulkan penyakit infeksius (Athena, et al, 2004: 135).
12
Persyaratan air minum yang akan dikonsumsi tidak dapat menyebabkan penyakit. Syarat-syarat air minum yaitu : a. Syarat fisik, persyaratan untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa, dan suhu dibawah suhu udara diluarnya. b. Syarat
bakteriologis,
persyaratan
ini
dilakukan
dengan
melakukan
pemeriksaan terhadap bakteri, untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen, yaitu dengan cara memeriksa sampel air, apabila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan. c. Syarat kimia, zat kimia yang terdapat dalam air harus memiliki dosis yang tepat. Zat kimia yang terdapat dalam air yang sesuai dengan dosis yang tepat disajikan dalam Tabel 1: Tabel 1. Dosis Zat Kimia yang Terkandung dalam Air Minum Jenis bahan
Satuan
Kadar Maksimum yang Diperbolehkan Alumunium mg/l 0,2 Besi mg/l 0,3 Kesadahan mg/l 500 Khlorida mg/l 250 Mangan mg/l 0.4 pH mg/l 6,5-8,5 Seng mg/l 3 Sulfat mg/l 250 Tembaga mg/l 2 Amonia mg/l 1,5 Sumber : Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 Sesuai Permenkes Nomor 492/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, ditetapkan bahwa air yang akan dipergunakan sebagai air minum dalam 0/100 ml air, total coliform tinja harus nol, dan apabila untuk air bersih ditetapkan 13
total Coliform 50/100 ml untuk bukan air perpipaan dan 10/100 ml untuk air perpipaan. Menurut Manual Teknis Upaya Penyehatan Air sistem penyediaan air bersih tidak diolah seperti air permukaan, air sumur dangkal atau sumur dalam, jika dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari, idealnya bebas dari golongan coli tinja, dan penilaian menggunakan indikator golongan coli tinja, umumnya sudah cukup untuk memberi petunjuk tingkat pencemaran oleh bakteri patogen dari air. Air minum yang berasal dari mata air dan sumur dalam dapat diterima sebagai air yang sehat, akan tetapi tidak tercemar oleh kotoran-kotoran terutama kotoran manusia maupun binatang. Mata air atau sumur yang ada di pedesaan harus mendapat pengawasan dan perlindungan agar tidak tercemar bahan berbahaya oleh penduduk yang menggunakan air tersebut. Adanya isu kualitas air menjadi semakin kuat dengan semakin banyaknya kegiatan industri yang membuang limbah ke perairan disekitarnya tanpa dilakukan treatment yang seharusnya dilakukan oleh industri tersebut. Masalah ini menjadi lebih besar oleh pesatnya laju pertambahan penduduk (konsumen sumber daya air) dan industri pemakai air permukaan (Chay Asdak, 1995: 527). Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
416/Menkes/per/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak dikonsumsi dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air mempunyai kualitas baik sebagai sumber air minum maupun air baku (air bersih), antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna. Syarat fisik ini diperhatikan sebagai estetika air. Sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya sebagai berikut : 14
a.
Suhu : temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat pula mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahannya terutama apabila temperatur sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah ± 3 0C suhu udara disekitarnya yang dapat memberikan rasa segar, tetapi iklim setempat atau jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur air. Temperatur pada air mempengaruhi secara langsung toksisitas
banyaknya
bahan
kimia
pencemar
dan
pertumbuhan
mikroorganisme. b.
Bau dan rasa : bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahan–bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Timbulnya rasa menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya bahan kimia terlarut, dan rasa menyimpang tersebut umunya sangat dekat dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak normal (Moersidik, 1999). Standard air minum sesuai dengan Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 menyatakan bahwa air minum tidak berbau dan tidak berasa.
c.
Kekeruhan : air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini 15
meliputi tanah liat, lumpur, bahan bahan organik yang tersebar dari partikelpartikel kecil yang tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 2002). Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan Turbidimeter, standard air minum ditetapkan oleh Permenkes RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010, yaitu kekeruhan yang dianjurkan maksimum 5 NTU untuk air minum. Berdasarkan tinjauan tentang standar kualitas fisik air, secara umum dapat dilihat bahwa: a. Penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan akan mengurangi penerimaan
masyarakat
terhadap
air
tersebut,
selanjutnya
dapat
mendorong masyarakat untuk mencari sumber lain yang kemungkinan tidak safe. b. Terdapatnya suhu, intensitas bau, rasa, dan kekeruhan yang melebihi standar yang ditetapkan, dapat menimbulkan kekhawatiran terkandungnya bahan-bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksis terhadap manusia (Totok Sutrisna, 1996: 31). Standar persyaratan kualitas air minum perlu ditetapkan dengan pertimbangan: a. Air minum memenuhi syarat kesehatan mempunyai peranan penting dalam rangka pemeliharaan, perlindungan, dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat. 16
b. Perlu mencegah adanya penyediaan dan atau pembagian air minum yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan (Totok sutrisno, 1996: 25). Kualitas air mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi, dan pemanfaatan air lainnya. Karakteristik fisik terpenting yang dapat memepengaruhi kualitas air yaitu konsentrasi sedimen dan suhu air (Chay Asdak, 1995: 526). Air minum berasal dari berbagai sumber. Air tersebut diproses terlebih dahulu sebelum menjadi air minum. Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2007: 175176) sumber air yang digunkan sebagai air minum yaitu: a. Air hujan Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda yang terdapat di udara. (Arif Sumantri, 2010: 27). Air hujan ditampung sebelum dijadikan air minum, akan tetapi air hujan tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat dijadikan sebagai air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium didalamnya. b. Air sungai dan danau Air sungai dan danau merupakan air permukaan karena menurut asalnya sebagian dari air sungai dan danau ini juga berasal dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dala sungai atau danau. c. Mata air
17
Mata air merupakan air yang keluar dari tanah secara alamiah. Pada umumnya, air yang berasal dari mata air ini belum tercemar oleh kotoran dapat digunakan untuk air minum secara langsung tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Namun karena belum yakin apakah air tersebut murni tidak terdapat kontaminan, maka air sebelum dikonsumsi direbus terlih dahulu. d. Air sumur dangkal Air yang keluar dari dalam tanah, biasa disebut dengan air tanah. Air berasal dari lapisan didalam tanah yang dangkal. Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke tempat yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5-15 meter dari permukaan tanah. Air sumur pompa dangkal ini belum begitu sehat, Karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu, perlu direbus terlebih dahulu sebelum dijadikan air minum. e. Air sumur dalam Air ini berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya 15 meter. Oleh karena itu, sebagian besar air sumur dengan kedalaman seperti ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum secara langsung (tanpa melalui proses pengolahan). Baku mutu air pada sumber air adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di dalam air, tetapi air tersebut tetap dapat digunakan sesuai dengan kriteriannya (Philip kristanto, 2002: 71). Tabel 2. Sumber-sumber Air Minum untuk Kebutuhan Rumah Tangga Sumber Air tanah
Keuntungan Kerugian Dapat dipercayai (suhu Jumlah terbatas konstan) ditemukan) Sumur dangkal (yang Murah Sering tercemar 18
(sukar
digali) Sumur dalam (drilled Kurang tercemar waater) Mata air Murah Air permukaan
Murah
Sungai Danau
Mudah diperoleh Kurang keruh
Reservoir
Persediaan yang terpercaya Sumber : Jeneng Tarigan (1988: 336)
Mahal Sering tercemar (persediaan terbats) Tidak dipercayai (sering terkena kontaminasi) Sering keruh Hanya beberapa danau yang memiliki kualitas yang baik Mahal dan pertumbuhan alga yang berlebihan
2. Pencemaran air Berdasarkan Keputusan Mentri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/MENKLAH/1988 pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara atau air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di alam semesta ini tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, namun bukan berarti bahwa semua air sudah tercemar. Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya secara normal disebut dengan pencenaran air. Kebutuhan mahluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batas pencemaran untuk berbagai jenis air juga berbeda. Sebagai contoh air sungai di pegunungan yang belum tercemar tidak dapat digunakan langsung sebagai air minum karena belum memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai air minum (Philip Kristanto, 2002: 72). 19
Air merupakan substrat yang paling parah akibat pencemaran. Berbagai jenis pencemar baik yang berasal dari : a. Sumber domestik (rumah-tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan sebagainya. b. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, serta sumber-sumber lainnya). Sumber pencemar yang memasuki badan air, secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kualitas air, baik untuk keperluan air minum, air industri ataupun keperluan lainnya (Unus Suriawira, 1993: 79). Negara-negara yang masih terbelakang dan sedang berkembang, pencemar domestik merupakan 85% dari seluruh pencemar yang memasuki badan air. Sedangkan untuk Negara-negara yang sudah maju, pencemar dosmestik merupakan jumlah 15% dari seluruh pencemar yang memasuki badan air. Sehinga presentase kehadiran pencemar domsetik di dalam badan air, sering pula dijadikan indikator atau parameter maju tidaknya suatu negara (Unus Suriawira, 1993: 79). Kadar buangan domestik memasuki badan yang tinggi air di Negara yang sedang berkembang mengakibatkan berbagai jenis penyakit, secara epidemik ataupun endemik berjangkit dan merupakan masalah rutin dimana-mana (Unus Suriawira, 1993: 80). Di Indonesia setiap tahun lebih dari 3.500.000 anak-anak di bawah umur 3 tahun diserang oleh berbagai jenis penyakit perut dengan jumlah kematian sekitar 105.000 orang. Jumlah tersebut akan meningkat lebih banyak pada daerah atau tempat yang keadaan sanitasi lingkungannya berada di tingkat yang rendah. 20
Misalnya, pada daerah perkampungan yang padat dengan keadaan selokan, pekarangan, dan tempat-tempat MCK yang tidak teratur dan tidak terpelihara sebagainana mestinya (Unus Suriawira, 1993: 80). Aliran air apabila ditambahkan buangan dosmestik yang berasal dari rumah tangga misalnya, maka pertama-tama daerah aliran air dapat terbagi menjadi lima daerah yaitu: a. Daerah bersih dan jernih, yaitu daerah aliran yang tidak dikenai oleh pengaruh buangan, antara lain ikan akan hidup secara normal dan baik. b. Daerah keruh dan gelap (berwarna) yang diakibatkan oleh adanya penambahan buangan, sehinga didalmnya hanya akan dihuni oleh jenis ikan tertentu secara terbatas (yang tolerans) serta sebagian besar oleh bakteri dan serangga air. c. Daerah septik, kotor, berbau, yang di dalamnya hanya dihuni serangga air, bakteri, plankton, dan sebaginya. d. Daerah perbaikan, yaitu akibat kehadiran pencemar dosmestik yang terdiri dari senyawa organik didalamya akan terjadi proses perombakan oleh bakteri pengguna organik, sehinga nilai kekeruhan, bau, dan septik akan menurun. e. Daerah bersih dan jernih kembali (Unus Suriawira, 1993: 84). Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui: a. Perubahan suhu air. b. Perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen. 21
c. Perubahan warna, bau, dan rasa. d. Timbulnya endapan, kolodial, dan bahan terlarut. e. Keberadaan mikroorganisme. f. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan (Wisnu, 1995: 74). 3.
PDAM Bantul PDAM adalah operator penyediaan air minum di Indonesia. Data Persatuan
Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpemsi) tahun 2013 menyebutkan bahwa hampir setengah dari PDAM di seluruh Indonesia dalam kondisi “kurang sehat” dan “sakit”. Dalam kondisi tersebut kemampuan Pemerintah menyediakan akses air minum aman secara nasional tahun 2013 baru mencapai 67,7% pelayanan. Penyediaan air minum dilakukan melalui sistem perpipaan dan sistem bukan perpipaan. Sistem perpipaan PDAM baru berkontribusi sebanyak 25% hingga tahun 2017 (Anih, dkk, 2015: 100). Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “Tirta Dharma” Kabupaten Bantul merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang beralamat di Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husada No. 83 Bantul Kode Pos 55711. PDAM Kabupaten Bantul didirikan berdasarkan Perda Kabupaten Dati II Bantul No 11 Tahun 1990 yang diundangkan melalui Lembaran Daerah Kabupaten Dati II Bantul No-8 Tahun 1991 seri D tanggal 22 April 1991. Pada umumnya PDAM secara rata-rata nasional mempunyai kinerja yang belum memenuhi harapan. Data Perpamsi tahun 2013 menyebutkan bahwa jumlah pelanggan PDAM baru mencapai 10 juta (25% pelayanan) dengan kapasitas terpasang sebesar 172.000 liter/detik dan kapasitas produksi 124.000 liter/detik 22
(idle capacity 48 liter/detik). Tingakat SDM yang rendah, yang memiliki sertifikat profesi menambah permasalahan kinerja yang dihadapi oleh PDAM dalam memberikan pelayanannya. Kinerja tersebut diatas, masih dibawah jika dibandingkan dengan Negara tetangga ASEAN (Filiphina, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Malaysia (Anih, dkk, 2015: 100). PDAM Bantul mempunyai beberapa sumber air baku yang terdiri dari air permukaan (Sungai Progo dan Sungai Oya), sumur dalam, mata air, dan sumur dangkal. Unit pengolahan dari sumber sungai progo berada di Kamijoro, Sendangsari, Pajangan, Bantul dengan kapasitas produksi 50 L/dt. Pengolahan air di PDAM Bantul Instalasi Kamijoro Pajangan Bantul Yogyakarata menggunakan air baku dari air permukaan yaitu Sungai Progo. Air baku adalah sumber air yang akan diolah pada Instalasi pengolahan air. Pengecekan perbedaan kualitas air baku dengan stadar peraturan pemerintah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelayakannya untuk diolah dengan IPA (Instalasi Pengolahan Air). IPA yang dimaksud adalah IPA Sendangsari Pajangan Bantul milik PT. JAYAKUSUMA EMINDO yang memiliki kapasitas produksi sebesar 50 l/dt. Air baku pada pengolahan air ini berasal dari Sungai Progo yang berlokasi dekat dengan Instalasi pengolahan air. Pengolahan air baku menjadi air minum terdiri dari beberapa proses. Proses pengolahan air meliputi proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi yang disertai dengan pemberian desinfektan dalam air yang berfungsi untuk membunuh bakteri. Media pada unit filtrasi terdiri dari lapisan paling bawah adalah kerikil atau pasir kuarsa dengan diameter besar dengan ketebalan berkisar 40-50 cm. 23
Kemudian diatas krikil ada lapisan karbon aktif yang berfungsi untuk menyerap bau serta untuk menyegarkan air dengan ketebalan 20-30 cm. Lapisan diatas karbon yaitu pasir kuarsa (silikasa). Menurut Asmadi, dkk (2011: 84) pasir silika adalah silika alami dengan jenis batuan tinggi, dipakai sebagai media filter dengan ukuran tertentu yang dinyatakan oleh ukuran efektif (efektif size) dan koefisien keseragaman (uniformity coefficient). Total media filter yang digunakan sekitar ±2 meter, tujuan dengan ketebalan berbagai media tersebut air yang difiltrasi agar memenuhi standard baku mutu KEMENKES No.492/2010. 4.
Klorinasi Klorinasi adalah proses yang terjadi didalam air menggunakan senyawa khlor
untuk mematikan mikroorganisme dalam air, karena oksigen yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehinga rusak. Klorin adalah disenfektan yang paling banyak digunakan karena efektif pada konsentrasi rendah, murah, dan membentuk residual jika digunakan pada dosis yang tepat. Senyawa khlor yang dapat digunakan sebagai desinfektan adalah hipoclorit dan natrium, kloramin, klor dioksida, dan senyawa kompleks dari khlor (Asmadi, dkk, 2011: 94-95). Klorinasi adalah proses pemberian klorin ke dalam air yang telah menjalani proses filtrasi dan merupakan langkah yang maju dalam proses purifikasi air. Klorin banyak digunakan dalam pengolahan limbah industri, air kolam renang, dan air minum di Negara-negara sedang berkembang karena sebagai disenfektan, biayanya relatif lebih murah, mudah, dan efektif. Senyawa-senyawa khlor yang umum digunakan dalam proses klorinasi antara lain gas klorin, senyawa 24
hipoklorit, klor dioksida, bromine klorida, dihidroisosianurate dan kloramin. Salah satu manfaat dari klorin yaitu memiliki sifat bakterisidal dan germisidal serta dapat mengontrol perkembangan alga dan organisme pembentuk lumut yang dapat mengubah bau dan rasa pada air (Arif sumantri, 2010: 46-47). Kemampuan disenfektan klorin berasal dari sifat propestisnya sebagai oksidator kuat. Klorin mengoksidasi enzim yang berfungsi sebagai proses metabolis pada mikroorganisme. Dua jenis reaksi yang terjadi jika khlorin dibubuhkan kedalam air, yaitu hidrolisis dan ionisasi. Reaksi hidrolisis yang terjadi adalah : Cl2 + O2
HOCl + HCl
Dan reaksi ionisasi yang terjadi adalah: HOCl
OCl- + H+
Khlorin merupakan senyawa oksidator kuat yang berbahaya jika masuk kedalam tubuh manusia. Pemberian khlorin pada pengolahan air harus sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Menurut Asmadi, dkk, (2011: 98) dosis khlor adalah jumlah khlor yang ditambahkan pada air untuk menghasilkan residu spesifik pada akhir waktu kontak. Dosis khlor yang dibutuhkan pada proses pengolahan ditentukan dengan uji labiratorium. Dosis khlor bervariasi tergantung pada kualitas air, temperatur, dan kondisi iklim yang lain. Apabila sisa khlor di bawah batas yang ditetapkan dapat menyebabkan kehadiran bakteri Coliform, namun apabila dosis melebihi batas yang ditetapkan dapat mengganggu kesehatan. Permenkes No 736/2010 menyatakan bahwa sisa khlor yang terdapat dalam jaringan peripaan distribusi air yang diinginkan dalam reservoir agar 25
memenuhi syarat kesehatan sebagai air yang layak diminum maksimlal 1 mg/l dan sisa khlor pada titik jarak terjauh minimal 0,2 mg/l.
Tabel 3. Pengaruh Khlor Bebas pada Beberapa Tingkat Konsentrasi Konsentrasi Khlor (ppm) 3,5
Dampak bagi Kesehatan Mengganggu indra pembau
15 30
Iritasi pada mata Menimbulkan batuk
60
Membahayakan
Sumber : (R. Mursyid, 1991 dalam Elma, Rony, dan Chairul, 2015: 36) Senyawa khlor yang sering digunakan sebagai disenfektan adalah hypoklorit dari kalsium dan natrium, kloramin, khlor dioksida, dan senyawa kompleks dari khlor. Senyawa khlor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik tertentu membentuk senyawa bau. Beberapa bagian khlor akan tersisa yang disebut dengan sisa khlor (Asmadi, dkk, 2011: 95-96) 5. Cara Kerja Khlorin dalam Membunuh Kuman Khlorin didalam air akan berubah menjadi asam klorida. Zat ini kemudian dinetralisasi oleh sifat basa dari air sehingga akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion hipoklorit. Khlorin sebagai disenfektan terutama bekerja dalam bentuk asam hipoklorit (HOC1) dan sebagian kecil dalam bentuk ion hipoklorit (OC1’). Klorin dapat bekerja efektif sebagai disenfektan jika berada dalam air dengan pH 26
sekitar 7. Apabila nilai pH air lebih dari 8,5 maka 90% dari asam hipoklorit tersebut akan mengalami ionisasi menjadi ion hipoklorit. Dengan demikian, manfaat desinfektan yang dimiliki klorin menjadi lemah atau berkurang (Arif Sumantri 2010: 47). Menurut Asmadi, dkk, (2011: 94) senyawa khlor dapat mematikan mikroorganisme dalam air. Penambahan khlorin dalam air akan memurnikan air dengan cara merusak struktur sel organisme, sehingga kuman akan mati. Namun demikian proses tersebut banyak akan berlangsung bila khlorin mengalami kontak langsung dengan organisme tersebut. Jika air mengandung lumpur, bakteri dapat bersembunyi di dalamnya dan tidak dapat dicapai oleh khlorin. Proses khlorinasi terjadi dengan penambahan khlor pada air yang mengandung senyawa nitrogen yang akan membentuk senyawa kloramine disebut khlor terikat. Pembentukan khlor terikat ini tergantung pada pH, pada pH normal khlor terikat (NCl3) tidak akan terbentuk kecuali jika break point klorination telah terlampaui. Pada air yang bebas senyawa organik akan terbentuk khlor bebas yaitu asam hipoklorus (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl) yang berfungsi dalam proses disenfeksi. Kondisi optimum untuk proses disenfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl, adanya OCl akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini akan tercapai pada pH <5 (Asmadi, dkk, 2011: 96). Urutan tahap klorinasi menurut Hartomo dan Widiatmoko (1994: 31): 1)
Penguraian khlor oleh reduktor (belum nampak ada residu khlor).
2)
Terbentuk kompleks organik.
27
3)
Terjadi reaksi dengan ammonia / senyawa bernitrogen, membentuk kloroamina.
4)
Penguraian khloroamina / khloroorganik.
5)
Terbentuk khlor bebas dan kompleks kloorganik sesudah breakpoint (titik terendah penurunan residu karena reaksi tahap 4). Proses
klorinasi
yang
mengandung
bahan-bahan
organik
dengan
konsentrasi tinggi akan membentuk senyawa halogen organik yang mudah menguap, (volatile halogenated organics), bisa disingkat dengan VHO. Senyawasenyawa VHO tersebut sebagian besar ditemukan dalam bentuk trihalomethane (THM). Proses klorinasi baik dengan gas klorin, natrium hipoklorit (NaClO), maupun dengan klor dioksida (ClO2) ditemukan adanya senyawa THM. Sebelum mengalami proses klorinasi, kendungan bahan organik air tersebut telah dihilangkan dan hasil analisis sebelumnya menunjukkan ketiadaan THM. Kadar THM maksimum yang terdeteksi adalah 41,8 ug/L. Beberapa jenis desinfektan alternatif yang menghasilkan THM dalam konsentrasi yang sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali yaitu klorin bebas, klorin dioksida, kloramin dan ozon (Arif Sumantri, 2010: 49-51). 6. Coliform Golongan bakteri coli merupakan jasad indikator dalam substrat air, bahan makanan, dan sebagainya untuk kehadiran jasad berbahaya, yang mempunyai persamaan sifat Gram negatif berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan mampu memfermentasikan kaldu laktosa pada teperatur 37 0C dengan membentuk asam dan gas di dalam waktu 48 jam (Unus Suriawira, 1993: 74).
28
Kelompok jasad yang digunakan sebagai indikator dalam pengujian air minum adalah kelompok jasad yang berbentuk Coliform. Coliform adalah semua bakteri aerob dan fakultatif anaerob, Gram negatif, tidak membentuk spora dan berbentuk batang yang dapat memfermentasi laktosa dengan pembentukan pada suhu 35 0C dalam waktu 48 jam (Jeneng Tarigan, 1988: 340). Bakteri Coliform terdiri dari empat genus, yaitu Escherichia, Enterobacter, Klebisella, dan Citrobacter. Bakteri Coliform adalah golongan bakteri interestinal, yaitu hidup dalam saluran pencernaan manusia. Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Salah satu golongan bakteri Coliform yaitu bakteri E. coli merupakan bakteri yang termasuk dalam family Enterobactericeae. Sekitar 10% bakteri ini terdapat di dalam usus manusia dan hewan lain. Bakteri ini sebagai indikator kebereradaan organisme patogen di air tawar (Langsing, John, dan Donanld,1999: 876). Bakteri Coliform merupakan parameter mikrobiologis terpenting bagi kualitas air minum. Menurut Fardiaz, 1993 dalam Ristiati (2004: 5), bakteri Coliform dapat dibedakan menjadi dua yaitu : a. Colifrom Fecal adalah anggota dari Coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,5 0C, misalnya E.coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia karena E.coli sering disebut sebagai coliform fecal. b. Coliform non-fecal, misalnya Enterobacter aeroginosa yang biasanya ditemukan pada hewan atau tanaman yang telah mati.
29
Uji kualitatif Coliform secara lengkap terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) uji penduga, (2) uji penguat, (3) uji lengkap. Uji penduga juga meruapakan uji kuantitatif Coliform menggunakan metode MPN. Uji kualitatif Coliform tidak harus selalu dilakukan secara lengkap, tergantung dari berbagai faktor misalnya waktu, mutu contoh yang diuji, biaya, tujuan analisis dan faktor-faktor lainnya (Srikandi Fardiaz, 1993:69). 7. Escherichia coli Menurut Songer dan Post (2008 dalam Sari, 2011:4) klasifikasi dari Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom
: Bakteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli
E. coli merupakan penghuni saluran pencernaan (coliform fecal) manusia dan hewan, maka digunakan secara luas sebagai bioindikator pencemaran lingkungan. Bakteri ini juga mengakibatkan banyak infeksi pada saluran pencernaan makanan (enterik) manusia dan hewan. E. coli dapat hidup diberbagai substrat dan melakukan fermentasi asam campuran dalam kondisi anaerob (Suriawaria, 1996 dalam Feny 2013: 8).
30
E.coli memiliki sel berbentuk batang yang memiliki panjang sekitar 2 mikrometer (μm) dan diameternya 0,5 μm, dengan volume sel 0,6-0,7 μm. Memiliki kapsul dan mikrokapsul. E.coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yag nyata (Kusuma,2010: 1). E.coli tumbuh pada temperatur 15-45 oC dengan suhu optimum 37 oC. Escherichia coli merupkan bakteri yang termasuk dalam family enterobacteriaceae. E.coli adalah bakteri Gram negatif dan bersifat fakultatif anaerob, dengan tipe metabolisme fermentatif dan respiratif, ada yang bersifat motil dengan flagella peritrik dan ada juga yang nonmotil, dan nonspora. Jumlah bakteri E. coli untuk air minum sesuai dengan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 yaitu dalam setiap 100 ml air terdapat 0 total bakteri E. coli. Penentuan kehadiran bakteri dalam air berdasarkan kebutuhannya, dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya jenis yang berbahaya sebagai penyebab penyakit dan penghasil toksin. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri E. coli yaitu: a. Temperatur Variasi suhu adalah salah satu hal faktor tekanan penting terhadap kehidupan mikroorganisme di lingkungan. Sebagai contoh, kenaikan suhu akan menginduksi respon bakteri terhadap panas, sementara sel harus beradaptasi pada kondisi suhu tersebut (Noor, 2013: 899). E. coli yang ada di air hidup pada suhu 30 0C (Gallagher, 2012: 838). b. pH
31
E.coli tumbuh optimum pada pH 6-7, dengan rentang pH dari 4 sampai 7. E. coli mampu bertahan hidup pada pH dibawah 3,6 di lingkungan. Fakta membuktikan bahwa organisme ini akan mengalami kematian secara lambat pada kondisi pH tersebut. Sebagai contoh jumlah E. coli akan mati 100 kali setelah dua bulan pada inkubasi pH 4,5 (ESR, 2011: 1). 8. Analisis Kualitas Air a. Mikroorganisme Patogen yang Terkandung dalam Air Mikroorganisme yang bersifat patogen terhadap
manusia
dapat
disebarluaskan dengan perantaraan air, misalnya bakteri, virus, dan protozoa. Mikroorganisme-mikroorganisme ini biasanya tumbuh baik dalam pencernaan manusia dan keluar bersama feses, sehingga mungkin mencemari sumber-sumber air minum. Bila sumber air minum tidak mengalami proses pengolahan maka patogen-patogen dapat memasuki hospes dengan perantara air (Jeneng tarigan, 1988: 337). Mikroorganisme patogen mungkin akan menginfeksi inang atau host yang rentan (mudah terinfeksi) dan kadang-kadang menyebabkan infeksi nyata dengan menimbulkan gejala klinik yang dengan mudah dapat dideteksi. Pertumbuhan penyakit tergantung dari beberapa faktor antara lain dosis infeksi (infections dose), inang, dan faktor-faktor lingkungan. Tetapi, beberapa jenis organisme kemungkinan sebagai organisme patogen dan menyebabkan penyakit hanya terhadap beberapa individu tertentu (Said, 2005: 66).
32
Tabel 4. Penyakit Bawaan Air yang Disebabkan oleh Bakteria. N o 1 2 3 4 5
Agen bakteria
Penyakit utama
Salmonella typhi
Demam Typhoid (Tiphus) Demam paratyphoid
Salmonella paratyphi Shigella Vibrio chlerae
Dysentri basiler kholera
Enteropathogenie E.coli Yersina enterocolitica Champyloba cter jejuni Legionella pneuomphia Mycobacterium tubercolosis
Gastroenteritis
10
Leptospira
Leptospirosis
11
Opportunistik bakteria
Variabel
6 7 8 9
Reservoir utama
Gastroenteritis Gastroenteritis Penyakit pernapasan akut Tubercolosis
Daerah yang diserang Tinja manusia Saluran Gastrointestinal Tinja manusia Saluran Gastrointestina Tinja manusia Intestine bawah Tinja manusia Saluran Gastrointestinal Tinja manusia Saluran Gastrointestinal Tinja manusia Saluran Gastrointestinal Kotoran hewan Saluran atau manusia Gastrointestinal Air panas Paru-paru Dahak/ludah atau Paru-paru pernapasan manusia Air kencing dan Umum kotoran hewan Air alam Umumnya saluran pencernaan
Sumber : Sobsey dan Olson 1983 dalam Nusa Idaman Said dan Ruliasih Marsidi (2005: 69). b. Indikator Pencemaran oleh Mikroorganisme Tingkat pencemaran oleh mikroorganisme di dalam air dapat ditentukan dengan menggunakan mikroorganisme indikator. Mikroorganisme indikator ini adalah jenis mikroba yang kehadirannya dapat menjadi petunjuk terdapatnya pencemaran oleh tinja, yang erat kaitannya dengan kemungkinan terdapat patogen. Pengukuran air bersih secara bakteriologis dilakukan dengan melihat keberadaan organisme golongan coli (Coliform) sebagai indikator yang paling 33
umum. Walaupun hasil pemeriksaan bakteri dalam sampel air menunjukkan adanya bakteri patogen, tetapi memberi kesimpulan bahwa kehadiran bakteri coli dengan jumlah tertentu dalam air, dapat digunakan sebagai indikator adanya jasad patogen. Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali tidak boleh mengandung bakteri coli melebihi batas-batas yang telah ditentukan (Sutrisno, 1991: 23). Tabel 5. Kualitas Air Bersih dan Air Minum Berdasarkan Pemenkes dan Kemenkes. Kualitas Mikrobiologis
Air Bersih (Permenkes 416/1990)
Air Minum (Permenkes 492/ 2010)
Coliform
50 (bukan air perpipaan) 10 (air perpipaan)
0
Escherichia coli
0
0
Sumber: Permenkes No. 416/Men.Kes/Per/IX/1990 dan Permenkes No. 492/Menkes/Per/VI/2010. Sebagai indikator untuk menentukan syarat mikrobiologis air minum adalah golongan Coliform terutama Escherichia coli sebagai organisme patogen yang berasal dari kotoran. Menurut Fardiaz (1992) beberapa pemilihan bakteri Esherichia coli sebagai indikator yaitu: 1) Bakteri E.coli dapat digunakan sebagai indikator pencemaran kotoran manusia dan hewan. 2) Bakteri E.coli dapat tumbuh dalam saluran pencernaan manusia. 3) Bakteri E.coli dapat hidup lebih lama dibandingkan dengan bakteri patogen lainnya. 4) Bakteri E.coli dapat menunjukkan adanya mikroorganisme lain dalam air.
34
9. Metode MPN (Most Probable Number) Menurut Alaerts dan Santika (1984: 246-247), tes mikrobiologi adalah tes untuk mendeteksi adanya sejenis bakteri dan sekaligus menaksir konsentrasinya. Metode yang tersedia terdapat 3, yaitu Standart Plate Count (SPC), metode dengan tabung fermentasi (the multiple tube fermentation technique, MPN), serta metode penyaringan pada membran (the membrane filter technique). Metode MPN (Most Probable Number) menggunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung Durham yang diletakkan dalam posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik pembentuk gas. Dalam metode MPN dilakukan dengan pengenceran berseri. Pengenceran pada umumnya digunakan tiga atau lima seri tabung (Srikandi Fardiaz, 1992: 126). Uji kualitatif E. coli secara lengkap terdiri dari Uji penduga (presumptive test), Uji penguat (confirmed test) dan Uji pelengkap (completed test). Uji penduga juga merupakan uji kuantitatif Coliform menggunakan metode MPN. Metode MPN berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ristiati (2004: 6-7). Bakteri golongan coli dari bakteri golongan coli fecal (berasal dari tinja hewan berdarah panas) dan bakteri non fecal coli dapat dibedakan dengan pekerjaan dibuat Duplo, dimana satu seri diinkubasi pada suhu 37 0C (untuk golongan coli) dan satu seri diinkubasi pada suhu 42 0C (untuk golongan coli
35
fecal). Bakteri golongan coli non fekal tidak dapat tumbuh dengan baik pada suhu 420 C, sedangkan golongan coli fecal dapat tumbuh dengan baik pada suhu 42 0C. Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan tidak adanya Coliform dalam 100 ml air minum. Akan tetapi United States Enviromental Protection Agency (USEPA) lebih longgar persyaratan uji Coliform mengingat Coliform belum tentu menunjukkan adanya kontaminasi feses manusia, apalagi adanya patogen. USEPA mensyaratkan presence/absence test untuk Coliform pada air minum, dimana dari 40 sampel air minum yang diambil paling banyak 5% boleh mengandung Coliform. Apabila sampel yang diambil lebih kecil dari 40, maka hanya satu sampel yang boleh positif mengandung Coliform. Meskipun demikian, USEPA mensyaratkan pengujian indikator sanitasi lain seperti protozoa Giardia lamblia
dan
bakteri
Legionella.
Namun
berdasarkan
Permenkes
No.
492/Menkes/Per/IV/2010 untuk air minum kandungan Coliform 0 per 100 ml air. 10.
Distribusi Air ke Pelanggan Sistem distribusi air bersih adalah sistem yang langsung berhubungan
dengan konsumen, yang mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran, tekanan tersedia, sistem pemompaan (bila diperlukan), dan reservoir distribusi. Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan pompa yang membawa air yang telah diolah dari instalasi pengolahan menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang mengkonsumsi air. Sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah (reservoir distribusi), digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari 36
suplai instalasi, meter air untuk menentukan banyak air yang digunakan, dan keran kebakaran. Dua hal penting yang harus diperhatikan pada sistem distribusi adalah tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang memenuhi (kontinuitas pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari instalasi pengolahan. Tugas pokok sistem distribusi air bersih adalah menghantarkan air bersih kepada para pelanggan yang akan dilayani, dengan tetap memperhatikan faktor kualitas, kuantitas dan tekanan air sesuai dengan perencanaan awal. Air yang sudah jernih dan aman akan dalirkan melalui pipapipa ke rumah konsumen. Proses distribusi ini perlu diperhatikan adanya waktuwaktu dalam sehari dimana pemakaian air memuncak dan menurun. Cuaca yang panas atau dingin akan mempengaruhi fluktuasi (Arif Sumantri, 2010: 51) Faktor yang ditambahkan oleh para pelanggan adalah ketersedian air setiap waktu. Menurut (Kamala, 1999: l97) suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem yaitu: 1) Continuous system, dalam sistem ini air minum yang disuplai ke konsumen mengalir terus menerus selama 24 jam. Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap saat dapat memperoleh air bersih dari jaringan pipa distribusi di posisi pipa manapun. Sedang kerugiannya pemakaian air akan cenderung akan lebih boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, maka jumlah air yang hilang akan sangat besar jumlahnya. 2) Intermitten system, dalam sistem ini air bersih disuplai 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam pada sore hari. Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat mendapatkan air dan perlu menyediakan tempat penyimpanan air 37
dan bila terjadi kebocoran maka air untuk fire fighter (pemadam kebakaran) akan sulit didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar karena kebutuhan air untuk 24 jam hanya disuplai dalam beberapa jam saja. Sedang keuntungannya adalah pemborosan air dapat dihindari dan juga sistem ini. B. Kerangka Berpikir Kualitas air minum di Indonesia memenuhi persyaratan yang tertuang dalam Permenkes No. 736/Menkes/Per/VI/2010 mengenai baku mutu sisa khlor pada air jaringan perpipaan serta Pemenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010 yang merupakan persyaratan air minum jika dilihat dari kandungan bakteriologinya, karena itu dilakukan pengujian Coliform dan Escherichia coli pada sampel air hasil pengolahan PDAM Bantul Instalasi Kamijoro yang dikonsumsi masyarakat. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel, yaitu jarak perpipaan distribusi air, sisa khlor, jumlah Coliform, dan E.coli.
38
39