7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori
2.1.1
Pembelajaran IPA
2.1.1.1 Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk memeragakan kemudian berdiskusi sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar, dengan demikian siswa tidak hanya menghafal ilmu pengetahuan saja, namun siswa juga melihat, mengalami dan melakukan sesuatu. IPA didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan Standar Isi dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu, IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. Pembelajaran yang nyata ada di lapangan dan up to date (yang terbaru). IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu 7
8 dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Ditingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. Dengan demikian, siswa tidak hanya menerima materi saja, namun diberikan kesempatan untuk membuat rancangan IPA nya sendiri dan membuat rancangan itu ke dalam sebuah bentuk karya, dalam hal ini siswa mengembangkan kreativitasnya. 2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA Mendasarkan pada latar belakang pembelajaran IPA, maka Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan. 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi).
9 2.1.1.3 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA memiliki ruang lingkup bahan kajian yang luas, untuk itu perlu ada pembatasan ruang lingkup pembelajaran IPA khusus SD/MI yakni meliputi aspekaspek berikut: 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas. 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bumi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana. 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi) 2.1.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pencapaian tujuan IPA yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tersebut harus dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang berstandar nasional dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Standar kompetensi (SK) merupakan ketentuan pokok untuk dijabarkan lebih lanjut dalam serangkaian kemampuan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan secara efektif. Penjabaran lebih lanjut ke dalam kompetensi dasar. Kompetensi dasar adalah kemampuan minimal yang diperlukan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan efektif Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Oleh karena itu, dalam pembelajaran di satuan pendidikan harus mengacu pada SK dan KD yang diterbitkan oleh BSNP. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang ditujukan bagi siswa kelas V SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini:
10 Tabel 1 SK dan KD Mata Pelajaran IPA Kelas V Semester 2 Standar Kompetensi 6. Menerapkan
sifat-sifat
Kompetensi Dasar
cahaya 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
melalui kegiatan membuat suata karya/model
6.2 Membuat suatu karya/model, misal periskop atau lensa dari bahan sederhana
dengan
menerapkan
sifat-sifat cahaya. (Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi) 2.1.1.5 Karakteristik Siswa Kelas 5 SD Made Wena (2009: 15) menyatakan bahwa “karakteristik siswa berhubungan dengan aspek-aspek yang melekat pada didri siswa, seperti motivasi, bakat, minat, kemampuan awal, gaya belajar, kepribadian , dan sebagainya”. Sedangkan Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 10) menyatakan bahwa “masa usia sekolah dasar merupakan tahapan perkembangan penting dan bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya”. Karena usia sekolah dasar itu berkisar diantara 6-12 tahun, maka seorang guru harus dituntut untuk memahami karakteristik anak. Karakteristik anak usia sekolah dasar secara umum sebagaimana dikemukakan Bassett, Jacka, dan Logan (dalam Mulyani Sumantri dan Johar Permana 2001: 11) berikut ini : 1) mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri, 2) mereka senang bermain dan lebih suka bergembira/riang, 3) mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru, 4) mereka biasanya trgetar perasaannya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan, 5) mereka belajar secara efektif ketika mareka merasa puas dengan situasi yang terjadi, 6) mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anak lainnya. Menurut Piaget (dalam Wina Sanjaya 2011: 262) menyatakan bahwa:
11 Perkembangan kognitif setiap individu berlangsung dalam tahapan-tahapan tertentu, tahapan-tahapan perkembangan kognitif itu, menurut piaget terdiri 4 fase perkembangan yaitu: 1. Sensori motor yang berkembang dari mulai lahir sampai 2 tahun 2. Pra-operasional, mulai dari 2 sampai 7 tahun 3. Operasional konkret, berkembang dari 7 sampai 11 tahun 4. Operasional formal, yang dimulai dari 11 sampai dengan 14 tahun ke atas. Dengan memperhatikan karakteristik anak usia sekolah dasar yang berkisar antara usia dari 7-11 tahun. Siswa kelas 5 SDN Tukinggedong sebagian berusia 10 tahun, maka siswa kelas 5 termasuk dalam kelas tinggi tetapi anak usia kelas 5 SD masih berada pada masa operasional konkret. Dikatakan operasional konkret, karena pada masa ini pikiran anak terbatas pada objek-objek yang ia jumpai dari pengalaman-pengalaman langsung, misalnya tentang beratnya, warnanya, dan strukturnya. Maka seorang guru tidak begitu saja mengembangkan pengajaran di sekolah kelasnya. Guru dituntut dalam mengembangkan sistem pengajarannya, tidak menyimpang dari sistem psikologis yang ada. Kenyataan ini menjadi alasan kuat mengapa sistem pengajaran yang dikembangkan guru diharapkan akan semakin dapat melayani kebutuhan peserta didik secara individual dan pengajaran itu benar-benar menjadi menarik dan bermakna. Berdasarkan pendapat di atas maka dismpulkan bahwa dalam kegiatan belajar anak sekolah dasar memiliki karateristik yang berbeda-beda, karakteristik ini sangat menentukan proses keberhasilan pembelajaran selanjutnya. Siswa kelas 5 SDN Tukinggedong secara alamiah itu rasa ingin tahu terhadap sesuatu yang belum diketahui itu tinggi, karakteristik yang lainnya yaitu lebih senang bermain. Hal ini ada kaitannya dengan model yang digunakan peneliti dalam proses pembelajaran, karena di dalam model itu terdapat suatu permainan. Sehingga karakteristik anak kelas 5 ini sesuai dengan model yang digunakan peneliti. 2.1.1.6 Konsep Sifat Cahaya Sulistyanto (2008) “Benda-benda yang ada di sekitar kita dapat kita lihat apabila ada cahaya yang mengenai benda tersebut. Cahaya yang mengenai benda akan dipantulkan oleh benda ke mata sehingga benda tersebut dapat terlihat. Cahaya berasal
12 dari sumber cahaya. Semua benda yang dapat memancarkan cahaya disebut sumber cahaya. Cahaya dihasilkan dari sumber-sumber cahaya, di antaranya adalah matahari, lampu, senter, dan bintang. Cahaya memiliki sifat-sifat tertentu di antaranya adalah merambat lurus, menembus benda bening, dapat dipantulkan, dan dibiaskan. Cermin datar adalah cermin yang permukaan pantulnya datar. Cermin cekung adalah cermin yang pemukaan pantulnya berupa cekungan. Cekungan ini seperti bagian dalam dari bola. Cermin cembung adalah cermin yang permukaan pantulnya berupa cembungan. Apabila cahaya merambat melalui dua medium yang berbeda kerapatannya maka cahaya akan mengalami pembelokan atau pembiasan. Cahaya putih akan mengalami pembiasan dan terurai menjadi berbagai macam warna, yaitu merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Warna-warna yang membentuk cahaya putih disebut spektrum cahaya”. Menurut Azmiyawati (2008), ”sifat-sifat bayangan pada cermin sebagai berikut: (1) cermin datar: maya, tegak, dan sama besar, (2) cermin cembung: maya, tegak, dan diperkecil dan (3) cermin cekung: maya, tegak, dan diperbesar (jika benda dekat dengan cermin cekung) dan nyata, terbalik (jika benda jauh dari cermin cekung)”. 2.1.2
Metode Demonstrasi
2.1.2.1 Pengertian Metode Sumantri dan Permana (2001:114) menyatakan bahwa “metode merupakan caracara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan”. Menurut
Winataputra (2004:4.4) menyatakan bahwa metode mengajar
merupakan salah satu komponen yang harus ada dalam kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya metode mengajar ini merupakan cara atau teknik yang digunakan guru dalam melakukan interaksi dengan siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dengan memperhatikan beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode adalah suatu cara kerja yang teratur, sistematik dan terpikir baik-baik untuk mengemplementasikan suatu kegiatan oleh pengajar guru memudahkan tercapainya tujuan.
13 2.1.2.2 Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Syah, 2000). Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran (Djamarah, 2000). Karena dengan anak mendemonstrasikan materi pelajaran, menyebabkan peserta didik menjadi terkesan, sehingga pembelajaran tersebut akan mempunyai masa ingatan (retention spam) yang lebih lama dibandingkan dengan pembelajaran yang bersifat hafalan Menurut Permana (2001:132), metode demonstrasi diartikan sebagai cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang memahami atau ahli dalam topik bahasan yang harus didemonstrasikan. Adapun tujuan penggunaan metode demonstrasi adalah : 1. Mengajarkan suatu proses atau prosedur yang harus dimiliki peserta didik atau dikuasai peserta didik. 2. Mengkonkritkan informasi atau penjelasan kepada peserta didik. 3. Mengembangkan kemampuan pengamatan pandangan dan penglihatan para peserta didik secara bersama-sama. Menurut
Aminuddin
Rasyad (2002:8), metode
demonstrasi adalah
cara
pembelajaran dengan meragakan, mempertunjukkan atau memperlihatkan sesuatu di hadapan murid di kelas atau di luar kelas. Winataputra, (2004:4) metode demontrasi merupakan metode mengajar yang menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukan secara langsung objeknya atau caranya melakukan sesuatu untuk mempertunjukkan proses tertentu. Berdasar definisi dan uraian di atas, metode demontrasi merupakan metode yang dapat memberikan pengalaman belajar siswa, dimana penerapan metode demontrasi
14 dapat menghemat waktu belajar, percobaan langsung dapat dilakukan oleh guru (dengan melibatkan siswa sekaligus membimbing siswa secara kelompok/kelas untuk melakukan pengamatan secara langsung diselingi dengan diskusi. 2.1.2.3 Langkah-langkah Penggunaan Metode Demonstrasi 2.1.2.3.1. Tahap Persiapan Pada tahap persiapan ada beberapa hal yang harus dilakukan: Rumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir. Persiapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilakukan. Lakukan uji coba demonstrasi. 2.1.2.3.2. Tahap Pelaksanaan I. Langkah pembukaan. Sebelum demonstrasi dilakukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya: a). Aturlah tempat duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memperhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan. b). Kemukakan tujuan apa yang harus dicapai oleh siswa. c). Kemukakan tugas-tugas apa yang harus dilakukan oleh siswa, misalnya siswa ditugaskan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dari pelaksanaan demonstrasi. II. Langkah pelaksanaan demonstrasi. a). Mulailah demonstrasi dengan kegiatan-kegiatan yang merangsang siswa untuk berpikir, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan yang mengandung teka-teki sehingga mendorong siswa untuk tertarik memperhatikan demonstrasi. b). Ciptakan suasana yang menyejukkan dengan menghindari suasana yang menegangkan. c). Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya demonstrasi dengan memerhatikan reaksi seluruh siswa. d)
Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dari proses demonstrasi itu.
III. Langkah mengakhiri demonstrasi.
15 Apabila demonstrasi selesai dilakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan tugas-tugas tertentu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan demonstrasi dan proses pencapaian tujuan pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrasi itu atau tidak. Selain memberikan tugas yang relevan, ada baiknya guru dan siswa melakukan evaluasi bersama tentang jalannya proses demonstrasi itu untuk perbaikan selanjutnya. 2.1.2.4 Kekuatan Metode Demonstrasi Kekuatan dari metode demonstrasi (Permana 2001) adalah sebagai berikut : 1. Membuat pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit dan menghindari verbalisme, 2. Memudahkan peserta didik memahami bahan pelajaran, 3. Proses pengajaran akan lebih menarik, 4. Merangsang peserta didik untuk lebih aktif mengamati dan dapat mencobanya sendiri, 5. Dapat disajikan bahan pelajaran yang tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang lain. Pembelajaran dengan pendekatan dengan metode demontrasi merupakan pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk berbuat sebagai layaknya seorang ilmuwan, agar dapat melakukan, merasakan, dan menemukan sendiri pengetahuan dalam lingkungan kehidupannya. Dengan menerapkan metode ini dalam pembelajaran IPA, siswa akan lebih memahami dan mengingat materi yang dipelajari karena siswa tersebut menerapkan teori tersebut dalam kegiatan nyata sehingga akan lebih menyenangkan dan menarik dan bermakna bagi siswa. Pemilihan penggunaan
metode demontrasi diharap
siswa ikut aktif secara
langsung sehingga penanaman konsep akan mampu tertanam kuat, sehingga akan sangat membantu tujuan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA tentang sifat-sifat cahaya pada kelas 5 SD Negeri Tukinggedong. 2.1.2.5 Kelemahan Metode Demonstrasi Walaupun memiliki beberapa kelebihan, namun metode demonstrasi ini juga memiliki beberapa kelemahan-kelamahan. Menurut Syaiful Bahri Djamarah ( 2000 : 57 ), ada beberapa kelemahan metode demonstrasi yaitu anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan
16 dipertunjukkan, tidak semua benda dapat didemonstrasikan, sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan. Dari pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa kelemahan metode demonstrasi adalah tidak semua benda dan materi pembelajaran yang bisa didemonstrasikan dan metode ini tidak efektif bila tidak ditunjang oleh keterampilan guru secara khusus. Meskipun metode ini memiliki banyak kelemahan-kelemahan, penulis melihat metode ini sangat bagus sekali apabila diterapkan dalam pembelajaran IPA tentang sifatsifat cahaya, karena siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru mengenai sifatsifat cahaya, tetapi siswa juga dapat langsung mempraktekkan tentang sifat-sifat cahaya yang dipelajari. Hal ini akan menghilangkan kejenuhan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Agar pelaksanaan metode demonstrasi berjalan baik, alangkah baiknya guru memperhatikan hal-hal berikut : 1. rumuskan tujuan instruksional yang dapat dicapai oleh siswa, 2. susun langkah-langkah yang akan dilakukan dengan demonstrasi secara teratur sesuai dengan skenario yang direncanakan, 3. persiapkan peralatan atau bahan yang dibutuhkan sebelum demonstrasi dimulai dan atur sesuai skenario yang direncanakan, 4. teliti terlebih dahulu alat dan bahan yang akan digunakan agar demonstrasi berhasil dilakukan, 5. perhitungkan waktu yang dibutuhkan sehingga kita dapat memberikan keterangan dari siswa bisa mengajukan pertanyaan apabila ada keraguan. Selama demonstrasi berlangsung hendaknya guru memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. apakah demonstrasi dapat diikuti oleh setiap siswa, 2. apakah demonstrasi yang dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah dilakukan, 3. apakah keterangan yang diberikan dapat didengarkan dan dipahami oleh siswa, 4. apakah siswa telah diberikan petunjuk mengenai hal-hal yang perlu dicatat, 5. apakah waktu yang tersedia dapat digunakan secara efektif dan efisien.
17 2.1.3
Lembar Kerja Siswa ( LKS )
2.1.3.1 Pengertian Lembar Kerja Siswa ( LKS ) Menurut Surachman yang dikutip oleh Sumarni (2004 : 15-16) LKS merupakan jenis hand out yang dimaksudkan untuk membantu siswa belajar secara terarah. Menurut Slamet (dalam Sumarni: 2004:15) pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal berupa kemampuan awal siswa dan faktor eksternal berupa pendekatan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran
dapat
dilakukan dengan
menggunakan media LKS. Cara penyajian materi pelajaran dalam LKS meliputi penyampaian materi secara ringkas kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif misalnya latihan soal, diskusi, dan percobaan sederhana.tanggal 24 Lembar kerja siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran yang digunakan sebagai pedoman di dalam pembelajaran serta berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik dalam kajian tertentu untuk membantu peserta didik dalam belajar secara terarah. LKS sangat baik dipergunakan dalam rangka strategi heuristik maupun ekspositorik. Dalam strategi heuristik LKS dipakai dalam metode penemuan terbimbing, sedangkan dalam strategi ekspositorik LKS dipakai untuk memberikan latihan pengembangan. Selain itu LKS sebagai penunjang untuk meningkatkan aktifitas siswa dalam proses belajar dapat mengoptimalkan hasil belajar Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa LKS adalah media cetak yangterdiri dari satu atau dua lembar atau lebih yang diberikan kepada setiap siswa disatu kelas dengan tujuan untuk melakukan aktivitas belajar mengajar. LKS harus disusun dengan tujuan dan prinsip yang jelas. Adapun tujuan penyusunan LKS adalah : 1. Memberikan pengetahuan dan sikap serta ketrampilan yang perlu dimiliki siswa, 2. Mengecek tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah disajikan, 3. Mengembangkan dan menerapkan materi pelajaran yang sulit dipelajari. Adapun prinsip-prinsip dalam penyusunan LKS adalah sebagai berikut : 1. Tidak dinilai sebagai dasar perhitungan rapor, tetapi hanya diberi penguat bagi yang berhasil menyelesaikan tugasnya serta diberi bimbingan bagi siswa yang mengalami kesulitan. 2. Mengandung permasalahan.
18 3. Sebagai alat pengajaran 4. Mengecek tingkat pemahaman 5. Pengembangan dan penerapannya 6. Semua permasalahan sudah dijawab dengan benar setelah selesai pembelajaran. 2.1.3.2 Peran dan Fungsi Lembar Kerja Siswa ( LKS ) Peran LKS sangat besar dalam proses pembelajaran karena dapat meningkatkan aktifitas siswa dalam belajar dan penggunaannya dalam pembelajaran geografi dapat membantu guru untuk mengarahkan siswanya menemukan konsep-konsep melalui aktifitasnya sendiri. Disamping itu LKS juga dapat mengembangkan ketrampilan proses, meningkatkan aktifitas siswa dan dapatmengoptimalkan hasil belajar. Lembar kerja siswa mempunyai fungsi antara lain: 1. Untuk tujuan latihan Siswa diberikan serangkaian tugas/aktivitas latihan. Lembar kerja seperti ini sering digunakan untuk memotivasi siswa ketika sedang melakukan tugas latihan. 2. Untuk menerangkan penerapan (aplikasi) Siswa dibimbing untuk menuju suatu metode penyelesaian soal dengan kerangka penyelesaian dari serangkaian soal-soal tertentu. Hal ini bermanfaat ketika kita menerangkan penyelesaian soal aplikasi yang memerlukan banyak langkah. Lembaran kerja ini dapat digunakan sebagai pilihan lain dari metode tanya jawab, dimana siswa dapat memeriksa sendiri jawaban pertanyaan itu. 3. Untuk kegiatan penelitian Siswa ditugaskan untuk mengumpulkan data tertentu, kemudian menganalisis data tersebut. Misalnya dalam penelitian statistika. 4. Untuk penemuan Dalam lembaran kerja ini siswa dibimbing untuk menyelidiki suatu keadaan tertentu, agar menemukan pola dari situasi itu dan kemudian menggunakan bentuk umum untuk membuat suatu perkiraan. Hasilnya dapat diperiksa dengan observasi dari contoh yang sederhana. 5. Untuk penelitian hal yang bersifat terbuka
19 Penggunaan lembaran kerja siswa ini mengikut sertakan sejumlah siswa dalam penelitian dalam suatu bidang tertentu. Secara umum, manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan LKS dalam proses belajar mengajar adalah: mempermudah guru dalam mengelola dan mengatur proses belajar yaitu dari kondisi ”guru sentris” menjadi kondisi ”siswa sentris” yang lebih menekankan pada aktivitas siswa dalam proses belajar baik aktivitasnya sendiri maupun dalam kelompok kerja dapat membantu guru dalam mengarahkan siswanya untuk dapat menemukan konsep-konsep yang ada dalam materi untuk mengembangkan keterampilan proses, mengembangkan sikap ilmiah serta membangkitkan minat siswa terhadap alam sekitarnya Menurut Darmojo dan Kaligis (1994), LKS yang baik haruslah memenuhi berbagai persyaratan misalnya syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis. a. Syarat didaktik Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai salah satu bentuk sarana berlangsungnya proses belajar-mengajar haruslah memenuhi persyaratan didaktik, artinya suatu LKS harus mengikuti asas belajar-mengajar yang efektif, yaitu : 1. memperhatikan adanya perbedaan individual, sehingga LKS yang baik itu adalah yangdapat digunakan baik oleh siswa yang lamban, yang sedang maupun yang pandai 2. menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga LKS dapat berfungsi sebagai petunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu 3. memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa 4. dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa 5. pengalaman belajarnya ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa (intelektual,emosional dan sebagainya), bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran. b. Syarat konstruksi
20 Yang dimaksud dengan syarat konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan yang padahakikatnya haruslah tepat guna dalam arti dapat dimengerti oleh peserta didik. a. menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan peserta didik b. menggunakan struktur kalimat yang jelas c. memiliki taat urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik d. menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka e. tidak mengacu pada buku sumber yang diluar kemampuan keterbacaan peserta didik f. menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaaan pada peserta didik untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS g. menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek h. lebih banyak menggunakan ilustrasi daripada kata-kata, sehingga akan mempermudah peserta didik dalam menangkap apa yang diisyaratkan LKS i. memiliki tujuan belajar yang jelas serta manfaat dari pelajaran itu sebagai sumber motivasi j. mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya. c. Syarat teknis 1. Tulisan a) menggunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi b) menggunakan huruf tebal yang agak besar, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah c) menggunakan tidak lebih dari 10 kata dalam satu baris d) menggunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban peserta didik e) mengusahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi.
21 2. Gambar Gambar yang baik untuk LKS adalah yang dapat menyampaikan pesan/isi dari gambar tersebutsecara efektif kepada penguna LKS. Yang lebih penting adalah kejelasan isi atau pesan darigambar itu secara keseluruhan. 3. PenampilanPenampilan adalah hal yang sangat penting dalam sebuah LKS. Apabila suatu LKS ditampilkandengan penuh kata-kata, kemudian ada sederetan pertanyaan yang harus dijawab oleh pesertadidik, hal ini akan menimbulkan kesan jenuh sehingga membosankan atau tidak menarik.Apabila ditampilkan dengan gambarnya saja, itu tidak mungkin karena pesannya atau isinyatidak akan sampai. Jadi yang baik adalah LKS yang memiliki kombinasi antara gambar dan tulisan. 2.1.4
Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam
2.1.4.1 Pengertian Belajar Para ahli telah merumuskan dan membuat tafsiran yang berbeda-beda tentang belajar. Menurut Slameto (1995:2) berpendapat bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Menurut Conny R. Semiawan (1999/2000:245) berpendapat bahwa :Belajar merupakan aktifitas pengalaman yang menghasilkan perubahan pengetahuan, perilaku yang bersifat permanen”. Sedangkan menurut Sdaffer (dalam Heri Triluqman:2007) menyatakan bahwa “Belajar merupakan tingkah laku yang relatif menetap, sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktik”. Belajar dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu agar individu tersebut mengalami perubahan di dalam dirinya. Perubahan tersebut adalah dari hasil latihan atau aktivitas yang dilakukan. Sifat dari perubahan itu adalah relatif tetap. 2.1.4.2 Pengertian Hasil Belajar Menurut Winkel (dalam Purwanto, DR, 2008) “Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Sedangkan pengertian
22 belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. 2.1.4.3 Tujuan dan Fungsi Hasil Belajar Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan di sekolah mengarahkan semua komponen seperti metode mengajar, media, materi, alat evaluasi, dan sebagainya dipilih sesuai tujuan pendidikan.. 2.2.
Hasil Penelitian yang Relevan Supriadi, Yusup. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa tentang Sifat-Sifat
Cahaya
dan
Pemanfaatannya
Melalui
Metode
Demonstrasi.
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Kelas V B SDN Ciaruteun Ilir 03 Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Tahun Pelajaran 2010-2011). Berdasarkan hasil ulangan harian dan pree test nilai rata-rata mata pelajaran IPA di kelas V B SDN Ciaruteun Ilir 03 Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor hasil belajar siswa masih rendah terutama tentang sifat-sifat cahaya dan pemanfataannya. Hal lain yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa penggunaan media atau alat peraga yang kurang tepat bahkan tidak pernah menggunakan alat peraga. Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini secara khusus untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada topik sifat-sifat cahaya dan pemanfaatanya dan mengetahui aktivitas siswa pada pembelajaran IPA di kelas V B SDN Ciaruteun Ilir 03 Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini digunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dengan desain pembelajaran kelompok dengan subjek siswa kelas V B SDN Ciaruteun Ilir 03 Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Jumlah siswa 28 orang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 15 orang perempuan. Berdasarkan hasil analisis dari hasil tes yang dilakukan pada akhir pembelajaran setiap siklus hasil belajar siswa pada pelajaran IPA dengan metode demonstrasi mengalami peningkatan yang signifikan dari sebelumnya. Hal ini terlihat dari hasil jawaban LKS kerja kelompok pada siklus I dengan nilai rata-rata 7,57 pada siklus II
23 meningkat menjadi 8,85, sedangkan hasil pre test dengan rata-rata sebesar 5,39, post test siklus I rata-rata sebesar 6,57, pada post test siklus II rata-rata 8,18 pada kegiatan test akhir rata-rata menjadi 8,75. Dan berdasarkan hasil jawaban dari observasi siswa, siswa semuanya termasuk kategori baik terhadap pembelajaran IPA melalui metode demonstrasi serta menggunakan alat peraga. Melalui metode demonstrasi siswa bebas menyampaikan dan melaporkan pendapat, gagasan dan ide mereka dalam kerja kelompok terutama yang berhubungan dengan kehidupan yang mereka alami. Dengan demikian dapat disimpulkan pembelajaran IPA menggunakan metode demontrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan dapat meningkatkan aktivitas siswa. Purnamasari, Elis. Peningkatan Hasil Belajar IPA pada Topik Cahaya Melalui Penggabungan Metode Demonstrasi dan Eksperimen secara Sekuensial pada Siswa Kelas V SDN Cintarakyat 1 Kecamatan Samarang Kabupaten Garut. Rendahnya hasil belajar IPA siswa disebabkan karena kurang efektifnya penerapan metode pembelajaran yang digunakan. Sehingga siswa menjadi bosan dengan metode pembelajaran yang digunakan, dimana dalam pembelajaran IPA lebih sering digunakan metode ceramah, karena media yang sangat terbatas. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dengan menggunakan penggabungan metode demonstrasi dan eksperimen secara sekuensial, pembelajaran sains tidak hanya sekedar teori. Tujuan dari penggunaan penggabungan metode demonstrasi dan eksperimen adalah untuk mengetahui gambaran tentang hasil belajar IPA topik cahaya di SD. Metode penelitian ini adlah Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian ini adalah peserta didik kelas V SDN Cintarakyat 1. Pengambilan data dilakukan melalui tes, observasi, angket, dan wawancara. Setelah dilaksanakan penelitian, ditemukan hasil belajar IPA ranah kognitif meningkat dari tiap siklus (siklus I = 0,43 (sedang), siklus II = 0,70 (tinggi), dan siklus III = 0,71 (sangat tinggi)). Sedangkan hasil belajar ranah afektif (siklus I = 61,50%, siklus II = 70%, dan siklus III = 98,80%), dan ranah psikomotor (siklus I = 75,60%, siklus II = 83,20%, dan siklus III = 86,60). Penggabungan metode demonstrasi dan eksperimen terlaksana dengan baik. Susilawati, Sinta. Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar siswa pada Mata Pelajaran IPA tentang Konsep Pesawat Sederhana di Kelas V Sekolah Dasar. Salah satu tujuan pembelajaran IPA di SD adalah agar siswa mampu
24 mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dan karakteristik pembelajarannya yang dilakukan dengan menggunakan berbagai macam cara (teknik) misalnya, observasi, eksplorasi, dan Demonstrasi. Kegiatan pembelajaran dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA khususnya materi Pesawat Sederhana belum memuaskan. Hasil perolehan nilai rata-rata hanya 58, sementara KKM yang harus dicapai siswa adalah 70. Hal ini dikarenakan rendahnya keterlibatan dan keaktifan siswa dalam pembelajaran disamping model pembelajaran yang digunakan guru cenderung teacher centered. Kondisi nyata tersebut ditemui pada pembelajaran IPA di SDN Cijawura 06. Berdasarkan kenyataan tersebut, perlu diadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menggunakan metode pembelajaran Demonstrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perencanaan, pelaksanaan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi Pesawat Sederhana melalui penerapan metode pembelajaran Demonstrasi. Perbaikan pembelajaran melalui Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan dalam dua siklus pembelajaran, masing-masing siklus terdiri atas empat langkah dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Tindakan, (3) Obseravsi, dan (4) Refleksi. Perencanaan pembelajaran dengan menerapkan metode Demonstrasi harus disusun secara cermat berdasarkan ciri khusus melalui langkah-langkah merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,membuktikan hipotesis dengan Demonstrasi siswa secara kelompok,
mempresentasikan
hasil
Demonstrasi
dan
menyimpulkan.
Adapun
pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan metode Demonstrasi tentang Pesawat Sederhana dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing. Sedangkan hasil belajar siswa menunjukkan adanya peningkatan, yaitu pada siklus I perolehan nilai rata-rata siswa adalah 66 dan nilai rata-rata pada siklus II adalah 77 Persentase KKM pada siklus I adalah 47% dan pada siklus II adalah 97 %.
25 2.3
Kerangka Berpikir
PBM Guru menggunakan metode ceramah
Hasil belajar semakin Meningkat
Hasil belajar rendah
Perbaikan dengan Metode Demonstrasi Berbantuan LKS
Pemantapan Metode Demonstrasi
Hasil Belajar Meningkat
Berbantuan LKS Gambar 1 Skema Kerangka Berpikir Tentang Hubungan Metode Demonstrasi Berbantuan LKS dan Hasil Belajar IPA tentang Sifat-sifat Cahaya 2.4
Hipotesis Tindakan Dalam uraian kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan yang diajukan
adalah dengan menggunakan metode demonstrasi berbantuan LKS diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 semester 2 SD Negeri Tukinggedong pada Tahun Pelajaran 2012/2013.