BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori Kajian teori merupakan kerangka acuan yang digunakan untuk dijadikan
sebagai acuan dalam penelitian ini. Pada bagian ini akan dibahas mengenai teoriteori yang dikaji antara lain teori-teori tentang IPA, teori tentang keaktifansi dan teori-teori tentang belajar. Juga dikaji hasil-hasil penelitian yang relevan sebelumnya dan dari semuanya disusun sebuah hipotesis tentang penelitian ini. 2.1.1
Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan
atau sains yang semula dari bahasa Inggris ‘science’ (Triyanto, 2010: 136). Kata ‘science’ kata science berasal dari Bahasa Latin ‘science’ yang berarti tahu. Menurut Jujun Suriasumantri dalam Trianto (2010: 136) dalam perkembangan science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi. IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Oleh karena itu dalam menjelaskan hakikat fisika, pengertian IPA dipahami terlebih dahulu. IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati (Kardi dan Nur dalam Trianto 2010: 136). Menurut Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Berdasarkan definisi IPA menurut para ahli di atas, maka yang dimaksud dengan IPA dalam penelitian ini adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan isinya baik makhluk hidup maupun benda mati.
7
8
2.1.1.1 Hakikat IPA di SD Patta Bundu (2006: 11) menyebutkan bahwa pada hakikatnya IPA dapat dipandang dari segi proses, produk dan pengembangan sikap. Adapun penjabaran masing-masing aspek adalah sebagai berikut. 1) IPA sebagai Proses Pengertian IPA sebagai proses disini adalah proses mendapatkan IPA. Proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak usia SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan berbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga anak SD dapat melakukan penelitian sedarhana. Adapun tahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses penelitian eksperimen yang meliputi: (1) observasi, (2) klasifikasi, (3) interpretasi, (4) prediksi, (5) hipotesis, (6) mengendalikan variabel, (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian, (8) inferensi, (9) aplikasi, dan (10) komunikasi. 2) IPA Sebagai Produk IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan biasanya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Dalam pembelajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak siswa memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Pengertian IPA sebagai produk menurut Maslichah Asy’ari (2006: 9) merupakan kumpulan pengetahuan yang tersusun dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori. Fakta terkait pengertian hakikat IPA tersebut merupakan pernyataanpernyataan tentang benda-benda yang ada atau peristiwa-peristiwa yang betulbetul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara obyektif (Iskandar, 2001: 3). Patta Bundu (2006: 11) menjelaskan konsep dalam hakikat IPA sebagai suatu ide yang menyatukan fakta-fakta sains yang berhubungan dan menyatakan prinsip sebagai generalisasi tentang hubungan diantara konsep-konsep sains. Selanjutnya Iskandar (2001: 3) menambahkan bahwa hukum dalam IPA adalah prinsipprinsip yang sudah diterima meskipun bersifat tentatif teteapi mempunyai daya uji yang kuat sehingga dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama. Teori
9
merupakan generasi mengenai berbagai prinsip yang menjelaskan dan meramalkan fenomena alam (Maslichah Asya’ari: 12). 3) IPA Sebagai Pengembangan Sikap Menurut Wynne Harlen (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992: 7) setidak-tidaknya ada Sembilan aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia Sekolah dasar, yaitu: a. Sikap ingin tahu (curiousity) Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah suatu sikap yang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang diamatinya. Kata benar di sini artinya rasional atau masuk akal dan objektif atau sesuai dengan kenyataan. b. Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat mutlak, tetapi masih bersifat sementara atau tentatif. Hal ini disebabkan
keterbatasan
kemampuan
berpikir
maupun
keterbatasan
pengamatan pancaindera manusia untuk menetapkan suatu kebenaran. Jadi, jawaban benar yang mereka peroleh itu sebatas pada suatu “tembok ketidaktahuan”. Sikap anak usia Sekolah Dasar seperti itu dapat dipupuk dengan cara mengajaknya melakukan pengamatan langsung pada objek-objek yang terdapat di lingkungan sekolah. c. Sikap kerja sama (cooperation) Yang dimaksud kerjasama disini adalah untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak. Seorang yang bersikap cooperative ini menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki orang lain mungkin lebih banyak dan lebih sempurna daripada apa yang ia miliki. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Kerjasama ini dapat juga bersifat berkesinambungan. Anak usia Sekolah Dasar perlu dipupuk sikapnya untuk dapat bekerjasama satu dengan yang lain kerjasama itu dapat dalam bentuk kerja kelompok, pengumpulan data maupun diskusi untuk menarik suatu kesimpulan hasil observasi.
10
d. Sikap tidak putus asa (perseverance) Tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak didik yang mengalami kegagalan dalam upaya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak putus asa. e. Sikap tidak berprasangka (open-mindedness) IPA mengajarkan kita untuk menetapkan kebenaran berdasarkan dua kriteria, yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor objektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba sangka. Sikap tidak purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari kebenaran ilmu. f. Sikap mawas diri (self criticism) Objektivitas tidak hanya ditunjukkan di luar dirinya tetapi juga terhadap dirinya sendiri. Itulah sikap mawas diri untuk menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri. g. Sikap bertanggungjawab (responsibility) Sikap bertanggungjawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen ataupun hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan sejujur-jujurnya. h. Sikap berpikir bebas ( independence in thinking) Tugas guru untuk dapat mengembangkan pikiran bebas dari siswa (dan bukan sebaliknya untuk mendiktekan pendapatnya agar sesuai dengan buku teks). Jadi, mencatat atau merekam hasil pengamatan sesuai dengan apa adanya dan membuat kesimpulan dengan hasil kerja mereka sendiri merupakan saat-saat yang penting bagi anak dalam mengembangkan sikap berpikir bebas. i. Sikap kedisiplinan diri (self discipline) Menurut Morse dan Wingo (Hendro Darmodjo dan Jenny R.E. Kaligis, 1992: 8) kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat menngontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku
11
yang dikehendaki dan dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu bentuk pengembangan kedisiplinan diri adalah pengorganisasian kelas termasuk adanya regu-regu kebersihan dan sebagainya yang dapat diatur sendiri oleh siswa. 2.1.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006 ruang lingkup mata pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut: a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas. c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana. d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD Menurut Permendiknas No. 22 tahun 2006, ada tujuh tujuan mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), yaitu: a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkaan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-nya. b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan e. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam f. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
alam
dan
segala
12
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.2 Hasil Belajar 2.1.2.1 Pengertian Belajar. Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Jadi perubahan perilaku adalah hasil belajar. Artinya seorang dikatakan telah belajar, jika ia dapat melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan sebelumnya (Sumiati dan Asra 2009: 38). Menurut Gagne (Sumardjono, 2012: 13) mengartikan pembelajaran sebagai pengetahuan peristiwa yang berada diluar dari pengetahuan siswa, sedangkan menurut Sugandi (2000: 16) Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja. Menurut Slameto (2010: 2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Morgan (Heri, 2012: 5) berpendapat belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan pengalaman. Belajar dalam hal ini merupakan proses yang bisa mengubah tingkah laku seseorang disebabkan adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau adanya proses internal yang terjadi dalam diri seseorang. Berdasarkan pendapat-pendapat mengenai batasan-batasan pengertian belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya pengalaman yang sama dan berulang-ulang dalam situasi tertentu serta berkaitan dengan perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan dan pemahaman. Sedang yang dimaksud pengalaman adalah proses belajar tidak lain adalah interaksi antara individu dengan lingkungannya. 2.1.2.2 Prinsip-Prinsip Belajar Belajar menurut Wingo (Sumiati dan Asra, 2009: 41-43) didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Hasil belajar sepatutnya menjangkau banyak segi
13
Dalam suatu proses belajar, banyak segi yang sepatutnya dicapai sebagai hasil belajar, yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep, kemampuan
menjabarkan
dan
menarik
kesimpulan
serta
menilai
kemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi respon yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu kegiatan tertentu. b. Hasil belajar diperoleh berkat pengalaman Pemahaman dan struktur kognitif dapat diperoleh seseorang melalui pengalaman melakukan suatu kegiatan. Dalam khasanah peristilahan pendidikan, hal ini dikenal dengan “learning by doing-yaitu belajar dengan jalan melakukan suatu kegiatan”. Pemahaman itu bersifat abstrak. Sesuatu yang abstrak akan mudah diperoleh dengan jalan melakukan kegiatankegiatan yang nyata atau konkrit, sehingga orang yang bersangkutan memperoleh pengalaman yang menuntun pada pemahaman yang abstrak. c. Belajar merupakan suatu kegiatan yang mempunyai tujuan Dalam proses belajar, apa yang ingin dicapai sepatutnya dirasakan dan dimiliki oleh setiap siswa. Prinsip belajar pada aktivitas Siswa. Prinsip belajar yang menekankan pada aktivitas siswa antara lain : 1) Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami 2) Belajar merupakan transaksi aktif 3) Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat fital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya 4) Belajar terjadi melalui proses mengatasi hambatan (masalah) sehingga mencapai pemecahan atau tujuan 5) Hanya dengan melalui penyodoran masalah memungkinkan diaktifkanya motivasi dan upaya, sehingga siswa berpengalaman dengan kegiatan yang bertujuan 6) Faktor-faktor yang mempengaruhi Belajar siswa
14
2.1.2.3 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2009: 22). Indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dikuasai anak didik dalam proses belajar mengajar disebut juga dengan hasil belajar. Menurut Purwanto (2009: 44) hasil belajar adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum. Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Menurut Sudjana (2009: 22) "Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya". Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar meliputi tiga domain, yaitu kognitif, efektif, dan psikomotor. Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom (Suprijono, 2009: 5-6) secara garis besar terbagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. a.
Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.
b.
Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.
c.
Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Menurut Nana Sudjana klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom
dibagi menajdi tiga ranah, yaitu 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni (a) pengetahuan atau ingatan, (b) pemahaman, (c) aplikasi, (d) analisis, (e) sintesis, dan (f) evaluasi. 2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni (a) penerimaan, (b) jawaban atau reaksi, (c) penilaian, (d) organisasi, dan (e) internalisasi.
3)
Ranah
psikomotorik
berkenaan
dengan
hasil
belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan
15
perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpreatif. (Nana Sudjana, 22: 2010). Suyono menyatakan bahwa taksonomi Bloom memusatkan perhatian terhadap pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Pengertian kognitif semakna dengan pengetahuan, mengetahui, berpikir atau intelek. Afektif semakna dengan perasaan, emosi, dan prilaku, terkait dengan perilaku menyikapi, bersikap atau merasa, dan merasakan. Sedangkan psikomotorik semakna dengan aturan dan keterampilan fisik, terampil dan melakukan. (Suyono, 167: 2011). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya, dimana kemampuan itu terjadi pada aspek kognitif afektif dan psikomotorik. Mesikpun demikian, dalam penelitian hasil belajar lebih dibatasi pada aspek kognitif, dimana hasilnya di ukur melalui pemberian tes setelah diberikan tindakan tiap siklus. 2.1.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut
Masnur
Muslich
(2008:
207)
faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil belajar siswa adalah: a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yaitu kondisi/keadaan jasmani dan rohani siswa b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan sekitar siswa c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Menurut Suryabrata (Sulistyoningsih, 2010: 13) ada tiga faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor psikis, fisik, dan lingkungan. Adapun papaparannya sebagai berikut: a. Faktor Psikis 1) Kecerdasan Kecerdasan seseorang biasanya diukur dengan menggunakan alat tertentu, salah satunya dengan menggunakan test. Hasil dari pengukuran kecerdasan
16
umumnya dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan yang dikenal dengan sebutan Intelligence Quiotient (IQ). Berbagai penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Secara kasar para ahli menetapkan bahwa orang normal memiliki IQ sekitar 90-110, lebih dari itu termasuk katagori sangat cerdas dan kurang dari 90 maka dianggap kurang atau tidak normal. Dengan demikian, guru diharapkan dapat memahami tingkat kecerdasan tiap siswa agar dapat memperkirakan tindakan yang tepat dalam memperlakukan siswa khususnya dalam proses belajar. 2) Motivasi belajar Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi, motivasi untuk belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Tinggi atau lemahnya motivasi belajar pada tiap siswa dapat ditimbulkan oleh rangsangan dari luar. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrensik. Motivasi intrinsik merupakan motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang, sedangkan motivasi ekstrensik adalah motivasi yang berasal dari luar diri seseorang. Salah satu contoh motivasi ekstrensik adalah motivasi yang berasal dari guru yang dapat berupa penghargaan ataupun pengarahan terhadapnya. 3) Disiplin diri Siswa yang memiliki disiplin dalam belajar memiliki hasil belajar yang baik dibandingkan dengan siswa yang tidak mendisiplinkan dirinya dalam belajar. 4) Konsentrasi Siswa yang memiliki konsetrasi yang baik memiliki hasil tinggi, dibandingkan siswa yang tidak memiliki konsentrasi yang baik. 5) Bakat Manusia telah dibekali dengan bakat yang beragam dari semenjak lahir, ada yang berbakat dalam bidang sosial, eksak, maupun kesenian. Hampir tidak ada orang yang membantah bahwa belajar pada bidang yang sesuai
17
dengan bakat akan memperbesar kemungkinan berhasilnya usaha itu. Apabila bakat itu mendapat latihan dan pendidikan yang baik, maka bakat akan berkembang menjadi suatu kecakapan nyata dan apabila tidak, maka bakat yang terdapat pada diri seseorang tidak akan berkembang sebagaimana mestinya. 6) Minat Minat atau interest adalah gejala psikis yang berkaitan dengan dengan obyek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang pada individu. Minat yang ada pada seseorang mempunyai hubungan yang menentukan terhadap proses belajar dan hasil yang dicapai, dan minat siswa biasanya berubah-ubah sesuai dengan tujuan pengajaran yang diterimanya, dan banyak siswa yang berminat mengikuti pelajaran yang tujuannya mendorong siswa untuk berimanjinasi,
menyempurnakan
keterampilan
atau
membangkitkan
kreativitas. 7) Percaya diri Siswa yang percaya diri akan kemampuan dirinya memiliki hasil yang baik, dibandingkan dengan siswa yang tidak percaya diri. b. Faktor Fisik 1) Panca Indera yang baik Panca indera yang baik terutama mata dan telinga merupakan gerbang masuknya pengaruh dalam individu. 2) Kesehatan Siswa yang kesehatannya baik dapat menangkap pelajaran dengan baik pula, dibandingkan siswa yang mengalami tidak enak badan. c. Faktor Lingkungan 1) Lingkungan Keluarga Lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Di dalam lingkungan keluarga umumnya yang paling besar peranannya adalah orang tua. Siswa yang mempunyai beban untuk mencari tambahan biaya penghidupan keluarga umumnya hasil belajar yang diraih tergolong rendah karena tidak mempunyai cukup waktu belajar. Begitu juga sebaliknya,
18
biasanya siswa dapat meraih hasil belajar yang lebih baik jika mempunyai waktu penuh untuk belajar dirumahnya. Siswa yang keluarganya mengalami kesulitan ekonomi juga kesulitan mengadakan sarana belajar sehingga menjadi pengambat bagi siswa dalam belajar. 2) Guru dan Metode Mengajar Guru memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembelajaran. Keberhasilan suatu proses pembelajaran juga tergantung pada beberapa faktor yang terdapat dalam diri pengajar tersebut seperti watak, pengalaman, tingkat penguasaan materi pelajaran, serta kemampuannya dalam menyajikan materi pelajaran kepada siswa. Selain itu, metode mengajar yang digunakan guru sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa. Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila ia tidak menguasai satupun metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. Dengan demikian, seorang guru hendaknya menguasai lebih dari satu metode mengajar agar dapat mengantarkan siswa kepada tujuan pembelajaran secara optimal. 3) Sarana dan Prasarana Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, media dan lain-lain. Sedangkan prasarana meliputi gedung sekolah, ruang belajar, perpustakaan dan lain-lain. Apabila sarana dan prasarana tidak menunjang akan dapat menyebabkan proses belajar mengajar terganggu atau tidak optimal. Untuk memperoleh hasil yang baik dari suatu kegiatan belajar perlu didukung oleh alat-alat yang lengkap. Alat-alat yang lengkap ini berfungsi untuk membantu kelancaran bahan pelajaran yang disajikan, sehingga siswa lebih mudah dalam menguasai suatu materi pelajaran. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, baik faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah motivasi, minat dan keaktifan belajar siswa, sedangkan yang termasuk faktor eksternal yaitu metode atau model pembelajaran yang digunakan oleh guru.
19
2.1.3
Keaktifan Belajar
2.1.3.1 Pengertian Keaktifan Keaktifan peserta didik dalam belajar secara efektif itu dapat dinyatakan sebagai berikut: a. Hasil belajar peserta didik umumnya hanya sampai tingkat penguasaan, merupakan bentuk hasil belajar terendah. b. Sumber-sumber belajar yang digunakan pada umumnya terbatas pada guru (catatan penjelasan dari guru) dan satu dua buku catatan. c. Guru dalam mengajar kurang merangsang aktivitas belajar peserta didik secara optimal. (Tabrani, 1989: 128). Keaktifan sendiri merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa di tuntut untuk selalu aktif memproses dan mengolah hasil belajarnya. Untuk dapat memproses dan mengolah hasil belajarnya secara efektif, siswa dituntut untuk aktif secara fisik, intelektual, dan emosional. Sardiman (2009) berpendapat bahwa aktifitas disini yang baik yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktifitas itu harus saling terkait. Kaitan antara keduanya akan membuahkan aktifitas belajar yang optimal. Banyak aktifitas yang dapat dilakukan siswa di sekolah. Beberapa macam aktifitas itu harus diterapkan guru pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Dalam proses belajar aktif pengetahuan merupakan pengalaman priba yang diorganisasikan dan dibangun melalui proses belajar bukan merupakan pemindahan pengetahuan yang dimiliki guru kepada anak didiknya, sedangkan mengajar merupakan upaya menciptakan lingkungan. agar siswa dapat memperoleh pengetahuan melalui keterlibatan secara aktif dalam kegiatan belajar. Sebaiknya itu guru harus memotivasi siswa pada saat pembelajaran berlangsung, dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator pada saat pembelajaran. Guru berperan untuk menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung bagi terciptanya pembelajaran yang bermakna. Siswa harus mengalami dan berinteraksi langsung dengan obyek yang nyata. Jadi belajar harus dialihkan yang semula berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Sekolah merupakan sebuah miniatur dari masyarakat dalam
20
proses pembelajaran harus terjadi saling kerja sama dan interaksi antar komponen. Pendidikan modern lebih menitik beratkan pada aktifitas yang sejati, dimana siswa belajar dengan mengalaminya sendiri pengetahuan yang dipelajari. Dengan mengalami sendiri, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan serta perilaku lainnya termasuk sikap dan nilai. Saat ini pembelajaran diharapkan ada interaksi siswa pada saat pembelajaran. Hal ini agar siswa menjadi lebih aktif dan kreatif dalam belajar. guru berperan sebagai pembimbing dan fasilitator. Untuk melihat keaktifan siswa maka diperlukan suatu patokan atau indikator, Sudjana (2010: 61) menjabarkan indikatorindikator keaktifan siswa sebagai berikut. a. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; b. Terlibat dalam pemecahan masalah; c. Bertanya kepada siswa lain/ kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; d. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperoleh untuk pemecahan masalah; e. Melaksanakan diskusi kelompok; f. Menilai kemampuan dirinya dan hasil yang diperoleh; g. Melatih diri dalam menyelesaikan soal/ masalah; h. Menggunakan/ menerapkan apa yang diperolehnya dalammenyelesaikan tugas/ persoalan yang dihadapi. Memperhatikan karakteristik indikator-indikator yang telah dijabarkan tersebut, maka indikator-indikator tersebut dikelompokan menjadi 3 indikator sesuai dengan aspek yang diukur yakni indikator interaksi, komunikasi, dan relfeksi. Ketiga aspek tersebut dapat mewakili indikator yang dijabarkan oleh Sudjana. 2.1.3.2 Klasifikasi keaktifan siswa Menurut Sardiman (2009) keaktifan siswa dalam belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
21
a. Visual activities Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, dan mengamati orang lain bekerja. b. Oral activities Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan
pertanyaan,
memberi
saran,
mengemukakan
pendapat,
wawancara, diskusi dan interupsi. c. Listening activities Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan musik, pidato. d. Writing activities Menulis cerita, menulis laporan, karangan, angket, menyalin. e. Drawing activities Menggambar, membuat grafik, diagram, peta. f. Motor activities Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun. g. Mental activities Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan. h. Emotional activities Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain. Dengan demikian bisa kita lihat bahwa keaktifan siswa sangat bervariasi, peran gurulah untuk menjamin setiap siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalam kondisi yang ada. Guru juga harus selalu memberi kesempatan bagi siswa untuk bersikap aktif mencari, memperoleh, dan mengolah hasil belajarnya. 2.1.3.3 Prinsip-Prinsip Keaktifan Menurut W. Gulo (2002) prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam usaha menciptakan kondisi belajar supaya siswa dapat mengoptimalkan aktivitasnya dalam pembelajaran. Prinsip–prinsip tersebut adalah :
22
a. Prinsip motivasi, di mana guru berperan sebagai motivator yang merangsang dan
membangkitkan
motif-motif
yang
positif
dari
siswa
dalam
pembelajarannya. b. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan bahan baru dengan apa yang telah diperoleh siswa sebelumnya. Dengan perolehan yang ada inilah siswa dapat memperoleh bahan baru. c. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubunghubungkan seluruh aspek pengajaran. d. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegaiatan intelektual. e. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kegiatan bahwa ada perbedaan perbedaan tertentu di dalam diri setiap siswa, sehingga mereka tidak diperlakukan secara klasikal. f. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru. g. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka terhadap masalah dan mempunyai kegiatan untuk mampu menyelesaikannya. Berdasarkan uraian di atas, dalam membangun suatu aktivitas dalam diri para siswa, hendaknya guru memperhatikan dan menerapkan beberapa prinsip di atas. Dengan begitu para siswa akan terlihat keaktifannya dalam belajar dan juga mereka dapat mengembangkan pengetahuannya. Jadi siswalah yang berperan pada saat pembelajaran sedang berlangsung. Guru hanya membuat suasana belajar yang menyenangkan, agar siswa bisa aktif dalam pembelajaran, jadi mereka tidak hanya diam pada saat pelajaran sedang berlangsung. 2.1.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keaktifan Gagne dan Briggs (Martinis, 2007: 84) menyebutkan bahwa keaktifan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar siswa adalah 1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian peserta didik, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran; 2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada peserta didik); 3)
23
Mengingatkan kompetensi belajar kepada peserta didik; 4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari); 5) Memberikan petunjuk kepada peserta didik cara mempelajari; 6) Memunculkan aktifitas, partisipasi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, 7) Memberikan umpan balik (feedback); 8) Melakukan tagihan-tagihan kepada peserta didik berupa tes sehingga kemampuan peserta didik selalu terpantau dan terukur; 9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran. Keaktifan dapat ditingkatkan dan diperbaiki dalam keterlibatan siswa pada saat belajar. Hal tersebut seperti dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman (2009) cara untuk memperbaiki keterlibatan siswa diantaranya yaitu abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar mengajar, tingkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar mengajar, serta berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang akan dicapai. Selain memperbaiki keterliban siswa juga dijelaskan cara meningkatkan keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar. Cara meningkatkan keterlibatan atau keaktifan siswa dalam belajar adalah mengenali dan membantu anak-anak yang kurang terlibat dan menyelidiki penyebabnya dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa, sesuaikan pengajaran dengan kebutuhankebutuhan individual siswa. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa untuk berfikir secara aktif. 2.1.4 Model Project Based Learning 2.1.4.1 Pengertian Model Project Based Learning Menurut Buck Institute for Education (BIE) (Khamdi, 2007) “Project Based Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruksi belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai dan realistik. Project-based Learning (PjBL) adalah sebuah model kegiatan dikelas yang berbeda dengan biasanya. Kegiatan pembelajaran PjBL berjangka waktu lama, antardisiplin, berpusat pada siswa dan terintegrasi dengan masalah dunia nyata (Harun, 2006).
24
Suparno
(2007:
126)
memaparkan
bahwa
PjBL
merupakan
pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk bekerja dalam kelompok dalam rangka membuat atau melakukan suatu proyek bersama, dan mepresentasikan hasil dari proyek itu. Sejalan dengan hal tersebut, Wina (2009: 42) menyebutkan bahwa PjBL merupakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melalukan kerja proyek, maksudnya siswa diberi tugas untuk membuat suatu proyek sesuai dengan apa yang dipelajari. Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Project Based Learning merupakan pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa (student centered) dan menempatkan guru sebagai motivator dan fasilitator, dimana siswa diberi peluang bekerja secara otonom mengkonstruksi belajarnya. Adapun sintak pada Project Based Learning (PjBL) dijelaskan sebagai berikut. Tabel 2.1 Sintak Model Project Based Learning No 1
Tahap-Tahap Penentuan proyek
Keterangan Pada langkah ini, peserta didik menentukn tema/ topik proyek berdasarkan tugas proyek yang akan dikerjakan, baik secara kelompok ataupun mandiri.
2
Menyusun rencana Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan proyek
penyelesaian proyek dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya.
3
Menyusun jadwal
Melalui pendampingan guru, peserta didik dapat
proyek
melakukan penjadwalan semua kegiatan yang telah dirancangnya.
4
Monitoring
Guru memonitoring peserta didik dalam menyelesaikan proyek yang diberikan.
5
Publikasi hasil
Hasil proyek berupa produk baik itu berupa produk
proyek
karya tulis, karya seni, karya teknologi dipresentasikan dan dipublikasikan kepada peserta didik yang lain
6
Evaluasi proses dan
Guru dan peserta didik di akhir pembelajaran
hasil proyek
melakukan refleksi terhadap aktivitas da tugas proyek.
Keser & Karagoca (2010: 325-327)
25
2.1.4.2 Ciri-ciri Project Based Learning BIE (Susanti, 2008) menyebutkan ciri-ciri Project Based Learning diantaranya adalah: isi, kondisi, aktivitas dan hasil. Keempat ciri-ciri itu adalah sebagai berikut: 1) Isi difokuskan pada ide-ide siswa yaitu dalam membentuk gambaran sendiri bekerja atas topik-topik yang relevan dan minat siswa yang seimbang dengan pengalaman siswa sehari-hari. 2) Kondisi dalam pengertian ini merupakan kondisi untuk mendorong siswa mandiri, yaitu dalam mengelola tugas dan waktu belajar. 3) Aktivitas adalah suatu strategi yang efektif dan menarik, yaitu dalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan memecahkan masalahmasalah menggunakan kecakapan. Aktivitas juga merupakan bangunan dalam menggagas pengetahuan siswa dalam mentransfer dan menyimpan informasi dengan mudah. 4) Hasil di sini adalah penerapan hasil yang produktif dalam membantu siswa mengembangkan kecakapan belajar dan mengintegrasikan dalam belajar yang sempurna, termasuk strategi dan kemampuan untuk mempergunakan kognitif strategi pemecahan masalah. Juga termasuk kecakapan tertentu, disposisi, sikap dan kepercayaan yang dihubungkan dengan pekerjaan produktif, sehingga secara efektif dapat menyempurnakan tujuan yang sulit untuk dicapai dengan model-model pengajaran yang lain. 2.1.4.3 Tahap-Tahap Project Based Learning Anita (2007: 25) merumuskan langkah-langkah PjBL dalam 3 tahapan, yakni: 1) Tahap perencanaan proyek Tahap ini terdiri dari merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; menetukkan topik yang dibahas; mengelompokan siswa dalam kelompokkelompok kecil berjumlah 4-5 siswa secara heterogen; merancang dan menyusun LKS; merancang kebutuhan sumber belajar; menetapkan rancangan penilaian.
26
2) Tahap pelaksanaan Pada tahap ini, siswa dalam kelompok melaksanakan proyek dengan melakukan investigasi atau berpikir dengan kemampuannya berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki. Kemudia diadakan diskusi kelompok. Sementara guru membimbing siswa yang mengalami kesulitan dengan bertindak sebagai fasilitator. 3) Tahap penilaian Pada tahap ini, guru melakukan evaluasi terhadap hasil kerja masingmasing kelompok. Berdasarkan penilaian tersebut, guru dapat membuat kesimpulan dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang telah dilakukan dan mengampil tindakan bagian mana yang perlu dilakukan perbaikan. Menurut Ericka Backer (2011:4) Project Based Learning memiliki delapan tahapan kegiatan pembelajaran. Delapan kegiatan pembelajaran Project Based Learning tersebut meliputi: Pertama, mendeskripsikan konsep/materi yang sedang dipelajari. Guru menugaskan siswa untuk menggambarkan atau mendeskripsikan konsep yang sedang dipelajari. Misal siswa sedang belajar materi ekosistem, siswa ditugaskan untuk mendeskripsikan unsur-unsur biologis, geografis, dan fisik yang ada di sebuah ekosistem dan bagaimana ketiga unsur tadi berinteraksi. Kedua, menentukan permasalahan. Guru mengarahkan siswa untuk membentuk sebuah pertanyaan dengan melihat deskripsi konsep yang sudah siswa buat. Siswa diarahkan untuk mengidentifikasi permasalahan kecil yang menyangkut suatu sistem secara utuh. Ketiga, mengkaji permasalahan.Dengan menggunakan pemikiran yang lebih mendalam, siswa diajak untuk memahami permasalahan sebagai langkah awal untuk menemukan solusi yang efektif. Siswa bekerja secara kooperatif dengan teman-temannya untuk mencari tahu apa yang mereka butuhkan bukan hanya menentukan apa saja yang sudah mereka ketahui. Guru berperan sebagai fasilitator dengan memberikan beberapa sumber informasi
27
yang bisa digunakan oleh siswa, menyempurnakan pertanyaan yang diajukan oleh siswa, dan menghubungkan siswa dengan ahli terkait. Keempat, memahami pihak-pihak yang terlibat. Siswa melakukan diskusi dengan ahli yang terkait. Kelima,
menentukan
pemecahan
masalah/solusi.
Solusi
atas
pemecahan masalah yang diambil harus berlandaskan keputusan bersama dengan
memperhitungkan
aspek
keterbatasan
dan
kemudahan.
Guru
menjelaskan kepada siswanya bahwa solusi yang didambil harus berdasarkan kriteria berikut ini yaitu hasil rangkuman beberapa solusi yang memungkinkan berdasarkan pertanyaan siapa, apa, dimana, kapan, dan bagaimana; mempertimbangkan aspek positif dan negatif; berbasis pendapat pihak yang terlibat/ahli terkait; dan tingkat kesulitan dari masing-masing solusi. Keenam, merencanakan proyek. Secara berkolaboratif siswa dan guru menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek yang meliputi timeline, deadline, alat bahan, dan cara kerja. Ketujuh, melaksanakan proyek. Proyek dilaksanakan juga secara kolaboratif antarsiswa dalam kelompok. Pada tahapan ini guru memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Guru menggunakan rubrik yang dapat merekam seluruh aktivitas siswa untuk mempermudah proses monitoring. Selain itu, guru juga mencatat kesulitan apa saja yang siswa hadapi. Kedelapan, menyimpulkan, mengevaluasi, dan merefleksi. Pada tahapan ini guru memberikan penilaian terhadap proyek yang sudah dibuat siswa. Guru dan siswa saling berdiskusi dalam menyimpulkan, mengevaluasi, dan merefleksi kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan. Tahapan terakhir ini berguna untuk memperbaiki kinerja selama proses pembelajaran sehingga pada akhirnya ditemukan suatu cara yang efektif untuk ke depannya dalam membentuk sebuah proyek yang baik. Dari tahapan-tahapan tersebut yang telah dipaparkan di atas, kemudian peneliti kembangkan menjadi lima tahapan sebagai berikut:
28
1) Menentukan proyek yang akan dilakukan. Pada tahap ini guru memberikan proyek kepada siswa, menentukan batasan-batasan dan menentukan tujuan utama dari proyek. 2) Menentukan kerangka waktu. Tahap ini merupakan tahap menentukan berapa lama proyek akan dikerjakan, memeriksa tujuan proyek yang akan diteliti dan menyediakan tempat yang sesuai untuk proyek. Penentuan kerangka waktu proyek disesuaikan dengan persiapan pencarian referensi pendukung materi. 3) Merencanakan kegiatan apa yang akan dilakukan. Pada tahap ini guru memilih beberapa kegiatan yang sesuai, menggambarkan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa. 4) Merencanakan penilaian. Setelah siswa melakukan kegiatan pada tahapan ini nantinya guru meninjau atau menuliskan beberapa tujuan penilaian, merencanakan alat-alat penilaian apa saja yang akan digunakan, menambahkan penilaian dalam kerangka waktu. Penilaian ini juga mencakup penguasaan materi oleh siswa. 5) Memulai proses project dengan siswa. Tahap ini adalah tahap pengerjaan proses project dengan mendiskusikan tujuan dikelas, melaksanakan, melihat dan mendengarkan pekerjaan apa yang dilakukan, mengingatkan siswa untuk tidak membuang-buang waktu pengerjaan proyek, menambah atau mengurangi kegiatan untuk memperkuat kecakapan dalam kelompok dan kecakapan dalam mengelola dan mendiskusikan beberapa perbaikan. 6) Gambaran akhir proses project. Tahap ini memberikan hasil akhir dalam suatu forum khusus, yaitu mendiskusikan atau menuliskan hal-hal yang penting dari proses project yang telah dilakukan, menganjurkan perbaikan untuk proses project selanjutnya. 2.1.4.4 Kelebihan Project Based Learning Project Based Learning adalah penggerak yang unggul untuk membantu siswa belajar melakukan tugas-tugas otentik dan multidisipliner, menggunakan sumber-sumber yang terbatas secara efektif dan bekerja dengan orang lain. Pengalaman di lapangan baik dari guru maupun siswa bahwa
29
Project Based Learning menguntungkan dan efektif sebagai pembelajaran selain itu memilki nilai tinggi dalam peningkatan kualitas belajar siswa. Anatta (dalam Susanti, 2008) menyebutkan beberapa kelebihan dari Project Based Learning diantaranya sebagai berikut: 1) Meningkatkan motivasi, dimana siswa tekun dan berusaha keras dalam mencapai proyek dan merasa bahwa belajar dalam proyek lebih menyenangkan daripada komponen kurikulum yang lain. 2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dari berbagai sumber yang mendeskripsikan lingkungan belajar berbasis proyek membuat siswa menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks. 3) Meningkatkan kolaborasi, pentingnya kerja kelompok dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikan keterampilan komunikasi.
Teori-teori
kognitif
yang
baru
dan
konstruktivistik
menegaskan bahwa belajar adalah fenomena sosial, dan bahwa siswa akan belajar lebih didalam lingkungan kolaboratif. 4) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber, bila diimplementasikan secara baik maka siswa akan belajar dan praktik dalam mengorganisasi proyek, membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. 2.1.4.5 Kekurangan Project Based Learning Menurut (Susanti, 2008) berdasarkan pengalaman yang ditemukan di lapangan Project Based Learning memiliki beberapa kekurangan diantaranya: 1) Kondisi kelas agak sulit dikontrol dan mudah menjadi ribut saat pelaksanaan proyek karena adanya kebebasan pada siswa sehingga memberi peluang untuk ribut dan untuk itu diperlukannya kecakapan guru dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang baik. 2) Walaupun sudah mengatur alokasi waktu yang cukup masih saja memerlukan waktu yang lebih banyak untuk pencapaian hasil yang maksimal.
30
2.1.5 Media Pembelajaran 2.1.6.1
Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti ’tengah’, ’perantara’, atau ’pengantar’. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT (Association of Education and Communication Technology) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Disamping sebagai sistem penyampai atau pengantar, media yang sering diganti dengan kata mediator, dengan istilah mediator media menunjukkan fungsi atau perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak utama dalam proses belajar, yaitu siswa dan isi pelajaran. Ringkasnya, media adalah alat yang menyampaikan atau mengantarkan pesan-pesan pengajaran (Arsyad, 2010). Pengertian media pembelajaran adalah paduan antara bahan dan alat atau perpaduan antara software dan hardware (Sadiman, dkk, 1996). Media pembelajaran bisa dipahami sebagai media yang digunakan dalam proses dan tujuan pembelajaran. Pada hakikatnya proses pembelajaran juga merupakan komunikasi, maka media pembelajaran bisa dipahami sebagai media komunikasi yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut, media pembelajaran memiliki peranan penting sebagai sarana untuk menyalurkan pesan pembelajaran (Warsita, 2008). Media dapat dibagai dalam dua kategori, yaitu alat bantu pembelajaran (instructional aids) dan media pembelajaran (instructional media). Alat bantu pembelajaran atau alat untuk membantu guru (pendidik) dalam memperjelas materi (pesan) yang akan disampaikan. Oleh karena itu alat bantu embelajaran disebut juga alat bantu mengajar (teaching aids). Misalnya OHP/OHT, film bingkai (slide) foto, peta, poster, grafik, flip chart, model benda sebenarnya dan sampai kepada lingkungan belajar yang dimanfaatkan untuk memperjelas materi pembelajaran.
31
2.1.6.2
Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Levie & Lentsz (Sanaky, 2009), mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: Fungsi Atensi, Fungsi Afektif, Fungsi Kognitif, Fungsi Kompensatoris.Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pelajaran peserta didik tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata kuliah yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Media visual yang diproyeksikan dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada mata kuliah yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi materi perkuliahan semakin besar. Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan peserta didik ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras. Fungsi kognitif media visual terlihat dari lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Fungsi kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali. Dengan kata lain, media pembelajaran berfungsi untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan teks atau disajikan secara verbal. Sudjana dan Rivai (2002), mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu: a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
32
b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa sehingga memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran. c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar pada setiap jam pelajaran. d. Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan mendemonstrasikan, memamerkan, dll. 2.1.6.3
Macam-Macam Media Pembelajaran
Media pembelajaran banyak sekali jenis dan macamnya. Menurut Anderson (1998) beberapa media yang paling akrab dan hampir semua sekolah memanfaatkan adalah media cetak (buku) dan papan tulis. Selain itu, banyak juga sekolah yang telah memanfaatkan jenis media lain seperti gambar, model, overhead projektor (OHP) dan obyek obyek nyata. Sedangkan media lain seperti kaset audio, video, VCD, slide (film bingkai), powerpoint serta program pembelajaran komputer masih jarang digunakan meskipun sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar guru. Meskipun demikian, sebagai seorang guru alangkah baiknya Anda mengenal beberapa jenis media pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar mendorong kita untuk mengadakan dan memanfaatkan media tersebut dalam kegiatan pembelajaran di kelas. 2.1.6.4
Kriteria Memilih Media Pembelajaran Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan,
melainkan didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa akibat panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Ibrahim (1982) mengemukakan bahwa secara umum kriteria yang
33
harus dipertimbangkan dalam pemilihan media pembelajaran diuraikan sebagai berikut: 1) Tujuan Tujuan pembelajaran apa (standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang hendak dicapai. Apakah tujuan itu masuk ranah kognitif, afektif, psikomotor, atau kombinasinya. Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya. Jika visual, apakah perlu gerakan atau cukup visual diam. Jawaban atas pertanyaan itu akan mengarahkan pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio, visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya. 2) Sasaran didik Siapa sasaran didik yang akan menggunakan media. Bagaimana karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya, bagaimana motivasi dan minat belajarnya Dengan demikian, media harus sesuai benar dengan kondisi mereka. 3) Karakteristik media yang bersangkutan Bagaimana karakteristik media tersebut. Apa kelebihan dan kelemahannya, sesuaikah media yang akan dipilih itu dengan tujuan yang akan dicapai. Pemilihan media diikuti dengan pemahaman setiap kriteria media tersebut, karena kegiatan memilih pada dasamya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum menentukan jenis media tertentu, perlu memahami dengan baik bagaimana karaktristik media tersebut. 4) Waktu Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa lama waktu yang tersedia/yang dimiliki. Pertanyaan lain adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses pembelajaran.
34
5) Biaya Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media. Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh sebab itu, faktor biaya menjadi kriteria yang harus dipertimbangkan. Media yang mahal belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan belajar dibandingkan media sederhana dan murah. 6) Ketersediaan Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita. Adakah media yang dibutuhkan itu diperoleh dengan mudah, misalnya di sekolah atau di pasaran. Media dapat dibuat sendiri, jika hendak membuat sendiri maka perlu memperhatikan beberapa hal berikut: kemampuan, waktu tenaga dan sarana untuk membuatnya. 7) Konteks penggunaan Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal. Dalam hal ini diperlukan perencanaan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran. 8) Mutu Teknis Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah ada, misalnya program audio, video, grafis atau media cetak lain. 2.1.6.5
Power Point
Power Point merupakan salah satu program dalam Microsoft Office. Microsoft Office Power Point merupakan program aplikasi yang dirancang secara khusus untuk menampilkan program multimedia. Hal ini sebagaimana dikemukakan Riyana (2008) sebagai berikut: Program Microsoft Office Power Point adalah salah satu software yang dirancang khusus untuk mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan,
35
mudah dalam penggunaan dan relative murah karena tidak membutuhkan bahan baku selain alat untuk menyimpan data. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Microsoft Office Power Point adalah perangkat lunak yang mampu menampilkan program multimedia dengan menarik, mudah dalam pembuatan, penggunaan serta relatif murah. Riyana (2008) mengatakan Microsoft Office Power Point memiliki kemampuan untuk menggabungkan berbagai unsur media seperti pengolahan teks, warna, gambar, grafik, serta animasi. Terdapat tiga tipe penggunaan Microsoft Office Power Point yaitu personal presentation, stand alone dan web besed. Pada
umumnya Microsoft Office
Power
Point digunakan
untuk
presentasi dalam classical learning, karena Microsoft Office Power Point merupakan program aplikasi yang digunakan untuk kepentingan presentasi. Berdasarkan pola penyajian yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa Microsoft Office Power Point yang digunakan untuk presentasi dalam classical learning disebut personal presentation. Microsoft Office Power Point pada pola penyajian ini digunakan sebagai alat bantu bagi guru untuk menyampaikan materi dan kontrol pembelajaran terletak pada guru. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Herlanti (Munadi, 2010: 150) yang menyebutkan keunggulan multimedia PowerPoint yakni: (1) mampu menampilkan objek-objek yang sebenarnya tidak ada secara fisik atau diistilahkan
dengan
imagery.
Secara
kognitif
pembelajaran
dengan
menggunakan mental imagery akan meningkatkan retensi siswa dalam mengingat materi-materi pelajaran, (2) Mampu mengembangkan materi pembelajaran terutama membaca dan mendengarkan secara mudah, (3) memiliki kemampuan dalam menggabungkan semua unsur media seperti teks, gambar, video, grafik, tabel, suara dan animasi menjadi satu kesatuan penyajian yang terintegrasi, (4) dapat mengakomodasi peserta didik sesuai dengan modalitas belajarnya terutama bagi mereka yang memiliki tipe visual, auditif, kiestetik, atau yang lainnya, karena menurut Riyana & Susilana (2007: 100) secara umum, modalitas belajar siswa dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu visual, auditif dan kinestetik. Daryanto (2010) juga mengemukakan bahwa
36
Software Microsoft PowerPoint sangat berguna dalam mendukung kesuksesan sebuah presentasi. Daryanto (2010) juga menambahkan bahwa, dalam Microsoft PowerPoint, kita dapat memasukan elemen-elemen seperti gambar atau movie, yaitu salah satu elemen yang sangat mudah untuk di mengerti oleh audience. Selain keunggulan-keunggukan tersebut, Ms Powerpoint juga memiliki kekurangan dankeunggulan lain terkait berbagai fitur yang ada di dalamnya. Berikut dijabarkan kekurangan dan kelebihan Ms Powerpoint menurut Sunarto (2007: 17). 1) Kekurangan Microsoft Office PowerPoint ini hanya dapat dijalankan/dioperasikan pada sistem operasi Windows saja. 2) Kelebihan Jendela PowerPoint dilengkapi dengan menu-menu dan tombol-tombol toolbar yang memungkinkan para pengguna dapat mengoperasikannya dengan mudah. Kelebihan ini ditunjang dengan fitur-fitur lain yang dibutuhkan dalam sebuah aplikasi presentasi. Fitur yang dimiliki Microsoft Office PowerPoint adalah : 1) Terdapat fasilitas Undo dan Redo; 2) Menampilkan struktur presentasi; 3) Mengirimkan file presentasi ke word untuk diedit/diubah sebagai handout presentasi; 4) Menambahkan header (kepala halaman) dan footer (kaki halaman) ke slide presentasi; 5) Dapat menambahkan grafik, tabel, clipt art, music, film dan lainnya ke dalam slide presentasi; 6) Menggunakan Task Pane untuk membuat presentasi baru, mencari dokumen, menggunakan design template, layout, serta menambahkan efek transisi dan animasi; 7) Menampilkan presentasi dengan menggunakan layar komputer, overhead projector atau yang biasa disebut OHP, atau melalui web.
37
Layaknya Ms. Word, Ms. PowerPoint juga merupakan program pengolahan kata namun berberda dengan Ms. Word. Ms. PowerPoint merupakan program pengolah kata sekaligus menampilkannya dengan menarik dan unik bahkan dapat diiringi suara. Program ini banyak membantu kegiatan manusia seperti mempermudah mempresentasikan suatu hal maupun barang. Dalam dunia pendidikan Ms. PowerPoint juga sering digunakan bahkan ketika pendidik hendak menjelaskan materi yang dirasa tak dapat dihadirkan secara nyata maka Ms. PowerPoint akan dipilih. Mengkaji teori tersebut, maka penelitian ini menggunakan media PowerPoint untuk memudahkan penyampaian materi sekaligus menarik perhatian siswa serta memfasilitasi siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. 2.2
Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe PjBL (Project Based
Learning), telah dilakukan peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh Ivo Aulia Putri Yanti (2013) yang berjudul “Implementasi model Project Based Learning untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sumber daya alam (Penelitian tindakan kelas pada siswa ke kelas IV di SDN 2 Cibodas). Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model project based learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada siswa kelas IV SDN 2 Cibodas mengalami peningkatkan yakni dari siklus I dengan prosentase 79, 31 sedangkan pada siklus II ketutansan sebesar 85,79. Laporan hasil penelitian yang dilakukan oleh Linawati (2014) dengan judul Peningkatan aktivitas belajar siswa pada sub tema macam-macam sumber energi yang melalui penerapan model Project Bassed Learning menunjukkan adanya peningakatan. Penerapan model PjBl telah terbukti meningkatkan keaktifan yakni siklus I sebesar 36. 36% dengan kategori cukup aktif, 41.81 kategori aktif dan pada siklus prosentase keaktifan siswa adalah 50.90% dan 49.08%. Penelitianpenelitian tersebut telah menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran Project Based Learning (PjBL) dapat membantu meningkatkan keaktifan pada siswa di jenjang sekolah dasar.
38
Hasil penelitian lain tentang keberhasilan meningkatkan hasil belajar siswa dengan berbantuan media power point adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Ni Wayan Widya Yanti (2013). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran PBL berbantuan power point. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Bhaktiyasa Singaraja tahun pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa yaitu dari 75,90 dengan ketuntasan klasikal 54% pada Siklus I menjadi 81,13 dengan ketuntasan klasikal 100% pada siklus II, hambatanhambatan yang ditemui dalam proses pembelajaran yaitu siswa belum sepenuhnya dapat mengikuti model pembelajaran yang diterapkan, fasilitas yang masih terbatas untuk penggunaan media power point di SMA Bhaktiyasa Singaraja, alokasi waktu yang terbatas untuk setiap pertemuan, keterbatasan buku penunjang yang dimiliki siswa, adapun solusi yang dapat diberikan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut yaitu menekankan kembali langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan, menyusun jadwal untuk penggunaan ruangan multimedia, menyusun RPP dengan baik, dan setiap akhir pertemuan guru memberikan siswa tugas untuk mencari materi di internet maupun buku penunjang lainnya. Penelitian yang telah dilakukan tersebut telah menunjukkan bahwa PjBL terbukti dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar IPA dibeberapa sekolah. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model PjBL berbantuan powerpoint untuk meningkatkan hasil belajar dan keaktifan pada siswa kelas IV SD Negeri Ngrambitan Blora. Berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yakni hanya berfokus pada 1 variabel, penelitian ini tidak hanya berfokus meningkatkan pada 1 variabel hasil belajar IPA saja, tetapi juga berfokus untuk meningkatkan keaktifan siswa, kemudian selain meningkatkan keaktifan dan hasil belajar, penelitian ini akan dilaksanakan pada waktu, tempat dan subjek yang berbeda pula, yakni penelitian ini akan dilaksanakan di kelas IV SD Negeri Ngrambitan Semester II tahun pelajaran 2015/2016. Penerapan model PjBL dalam penelitian ini juga dibantu dengan media powerpoint tujuannya adalah untuk
39
menarik perhatian siswa sekaligus membuat siswa tetap focus ketika guru menjelaskan materi ajar, dengan demikian pembelajaran model PjBL berbantuan media powerpoint menjadi ciri dari penelitian ini. 2.3
Kerangka Pikir Pembelajaran IPA di kelas IV masih menggunakan metode ceramah yang
konvensional, guru belum memberikan kegiatan yang bisa membuat siswa berinteraksi aktif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan masih ada siswa yang belum bisa mendapat hasil belajar yang memuaskan dan tidak fokus dalam pembelajaran. Hal ini mengakibatkan 16 siswa (57.14%) dari 28 siswa hasil belajarnya masih dibawah KKM (65) khususnya untuk mata pelajaran IPA nilai rata-rata kelas mendapat 60 dan kurang memenuhi KKM (65). Diduga kuat rata-rata nilai kelas yang rendah tersebut karena pembelajaran yang masih konvesional yakni sebesar 62,5, dalam pembelajaran guru masih mendominasi kelas dengan menggunakan metode ceramah, sehingga siswa kurang aktif pada proses pembelajaran dan akibatnya hasil belajar siswa yang menjadi rendah. Dalam mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan perbaikan
proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PjBL (Project Based Learning) berbantuan media powerpoint. Penggunaan model PjBL (Project Based Learning) berbantuan media powerpoint akan dilakukan atau diterapkan oleh guru pada siklus I, dan bilamana pada siklus I hasil belajar siswa belum maksimal atau meningkat secara signifikan, maka akan dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan pada siklus I dan melakukan pembelajaran PBjL (Project Based Learning) pada siklus ke II. Diharapkan setelah menerapkan pembelajaran dengan model PjBL (Project Based Learning) tersebut maka siswa akan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, serta keterampilan guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran juga dapat meningkat. Berdasarkan uraian tersebut dapat digambarkan melalui gambar bagan berikut ini.
40
Guru menggunakan metode ceramah
Kegiatan Awal
Keaktifan dan hasil belajar siswa rendah.
Siklus I : Guru menggunakan model PjBL berbantuan media Powerpoint Tindakan Siklus II : Guru menggunakan model PjBL berbantuan media Powerpoint
keaktifan dan hasil belajar siswa kelas IV SD meningkat sesuai dengan KKM yang ditentukan.
Kondisi Akhir
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
2.4
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kerangka pikir di atas dapat dirumuskan hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah penggunaan model pembelajaran PjBL (Project Based Learning) berbantuan media PowerPoint dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.