BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Paradigma Konstruktivis Metodologi kualitatif berasal dari pendekatan interpretif (subjektif). Pendekatan interpretif ini mempunyai dua varian, yakni konstruktivis dan kritis. Setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing. Salah satu paradigma yang sering digunakan untuk membantu memecahkan masalah penelitian adalah paradigma kontruktivisme. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum postivis. Paradigma konstruktivisme menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri. Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami serta mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti. Pendekatan subjektif muncul karena menganggap manusia berbeda dengan suatu benda. Manusia dianggap bebas dan aktif dalam berperilaku dan memaknai realitas sosial. Realitas merupakan hasil interaksi antarindividu. Jika kaum objektif memandang realitas sosial adalah teratur, dapat diramalkan dan relatif tetap, maka kaum subjektif memandang realitas sosial bersifat cair dan mudah berubah karena interaksi sesama manusia. Pandangan subjektif menekankan penciptaan makna, artinya individu-individu melakukan pemaknaan terhadap segala perilaku yang terjadi. Hasil pemaknaan ini merupakan pandangan manusia terhadap dunia sekitar. Struktur sosial (yang didalamnya terdapat peran –peran, hukumhukum, aturan-aturan, lembaga masyarakat) merupakan hasil negoisasi antar makna, karena itu bukanlah realitas yang tetap dan tidak bebas dari subjektivitas manusia. Struktur sosial adalah produk konstruksi sosial (Kriyantono, 2010: 55). Konstruktivis merupakan sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas individu yang ada, karena telah terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungannya atau orang di sekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Konstruksi seperti ini dikatakan oleh Berger dan Lukman sebagai konstruksi sosial.
6
7
Berger dan Lukman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman “kenyataan” dan “pengetahuan”. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat dalam realitas, yang diakui memiliki keberadaan yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakter yang spesifik. Pengetahuan merupakan realitas sosial masyarakat yang bersifat keseharian, hidup, dan berkembang di masyarakat. Seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksikan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi yang dilakukan secara simultan. Realitas yang dikemukakan oleh Berger dan Lukman ini terdiri dari realitas objektif, simbolik, dan subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif, yang berada di luar individu dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik adalah ekspresi simbolis dari realitas-realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Dalam pendekatan konstruktivis, landasan yang perlu dipegang oleh peneliti adalah bahwa realitas diciptakan dan dilestarikan melalui pemahaman subjektif dan intersubjektif dari para pelaku sosial. Para pelaku sosial dipandang aktif sebagai interpreter-interpreter yang dapat menginterpretasikan aktivitas-aktivitas simbolik mereka. Aktivitas yang dimaksud adalah bahasa misalnya, “makna –makna yang dikejar adalah makna subjektif dan makna konsensus. Makna subjektif adalah makna yang menginterpretasikan secara kolektif, sementara itu makna konsensus dikonstruksikan melalui interaksi-interaksi sosial. Kedua makna tersebut pada hakekatnya merupakan makna-makna yang menunjukkan realitas sosial. Asumsinya adalah bahwa realitas yang berani secara sosial dikonstruksikan melalui kata, simbol, dan perilaku di antara anggotanya. Kata, simbol, dan perilaku akan melahirkan pemahaman akan rutinitas sehari-hari dalam praktek-praktek kehidupan subjek penelitian
(Rejeki,
2004:110).
Sebagai contoh, menyatakan bahwa konsep seorang perempuan atau sebuah quark telah dikonstruksi sama dengan mengatakan bahwa perempuan atau quark itu sendiri juga dikonstruksi. Klaim bahwa entitas – entitas itu diciptakan oleh aktivitas manusia yang disengaja memang lebih kuat. Dalam kasus perempuan, mudah saja mengetahui bagaimana perempuan bisa jadi berubah haluan sehingga dapat dikonstruksi. Konstruksi ini adalah salah satu
skenario
yang
masuk
akal
(namun sama sekali bukan sesuatu yang baru). Kita mulai dengan mengkonstruksi konsep
8
seorang perempuan. Kita memasukkan semua sifat (appurtenance) tradisional feminitas ke dalam konsep ini : kasih sayang, sifat manja, kecerdasan sosial, orientasi arah yang buruk, dan selanjutnya. Secara alami, mereka yang menjadi sasaran konsep ini akan tahu bahwa konsep ini berlaku pada mereka. Pengetahuan ini membuat mereka bertingkah laku sedemikian (sesuai dengan sifat yang masuk kategori konsep), sehingga berbeda tingkah laku mereka akan berbeda jika saja mereka tidak dikategorikan demikian. Mungkin saja konstruksi ini membuat mereka memiliki orientasi arah yang buruk dengan cara meruntuhkan kepercayaan diri mereka. Hasilnya adalah konstruksi sosial yang bukan sekedar dilakukan atas konsep perempuan, tapi juga atas perempuan – perempuan. Perempuan berubah menjadi salah satu jenis makhluk yang tidak akan ada jika pola tertentu aktivitas manusia yang disengaja tidak terwujud (Kukla, 2003:6). Konstruktivisme filosofis bersifat relativisme ontologis tentang entitas dan proses. Kita tidak memikirkan suatu fenomena yang dipelajari ilmuwan sebagai manifestasi yang tidak niscaya dari entitas dan proses yang ada secara objektif. Entitas dan proses teoretis justru dibentuk atau disusun oleh ilmuwan secara post hoc ( setelah entitas atau proses itu sendiri, menunjuk kesesatan berpikir bahwa suatu kejadian yang mengikuti kejadian lain adalah akibatnya). Sisi relativistik kedua konstruktivisme ini erat kaitannya dengan rasionalitas ilmiah. Menurut para rasionalis non relativistic, harus dibuat keputusan ilmiah yang dapat dipertahankan, apalagi jika memang benar. Sesuai dengan standar universal yang mengatur penggunaan
bukti
ilmiah
secara
benar.
Konstruktivis yang menyatakan bahwa mereka menganut semacam relativisme tentang rasionalitas, menolak universalitas standar semacam itu (Kukla, 2003:7). Konstruktivisme dapat juga dibedakan berdasarkan jenis – jenis faktanya. Setiap orang adalah konstruktivis dalam beberapa hal. Hampir dipercaya secara universal bahwa fakta – fakta sosial tertentu-fakta tentang lembaga sosial, bahasa, kelas sosial, pemerintahan, sistem hukum, sistem ekonomi, dan sistem kekerabatan adalah apa yang didasarkan pada tindakan, kepercayaan, dan niat kita sendiri. Semua yang memproklamirkan diri sebagai musuh konstruktivisme tidak ingin mengakui bahwa fakta-fakta linguistik telah dikonstruksi. Seseorang menyebut dirinya konstruktivis karena mereka menganggap cakupan aktivitas konstruktif kita secara signifikan lebih besar daripada cakupan yang diduga pada umumnya. Pembedaan ini adalah kategori – kategori dalam konteks pendebatan tentang konstruktivisme.
9
Sebagai awal, terdapat fakta – fakta ilmiah yakni fakta yang ditemukan atau diciptakan (pada tahap ini, Anda bisa menentukan pilihan Anda) oleh institusi sains. Sedangkan fakta – fakta ilmu sosial disebut fakta – fakta sosial. Fakta ilmiah dan fakta sosial dibedakan
dari
fakta
sehari
–
hari.
Penemuan atau penciptaan fakta sehari – hari ini berlangsung di luar batas – batas kelembagaan
sains
atau
kegiatan
epistemik
professional
lainnya.
Terakhir ada fakta tentang dunia yang tidak dapat diakses dengan metode apapun yang tersedia, namanya fakta noumenal. Fakta noumenal yang dikonstruksi merupakan fakta tentang aktivitas manusia yang tidak bisa diakses oleh pengetahuan manusia. Berbagai pandangan konstruktivis dapat diketahui dengan menegaskan atau menolak sifat konstruksi dari berbagai kombinasi fakta ilmiah, sosial, sehari-hari dan noumenal. Konstruktivisme kuat adalah tesis bahwa semua fakta yang pernah kita punyai telah dikonstruksi. Konstruktivisme sangat kuat adalah tesis yang lebih kuat bahwa semua fakta telah dikonstruksi , tidak ada realitas independen. Konstruktivisme ilmiah adalah tesis yang hanya menegaskan bahwa semua fakta ilmiah dikonstruksi. Konstruktivisme ilmiah tetap terbuka pada pertanyaan apakah fakta sosial atau fakta sehari – hari bersifat independen atau dikonstruksi. Konstruktivisme instrumental sebab konstruktivisme ini mengakui adanya kaitan yang erat dengan pandangan instrumentalis tradisional tentang sains (Kukla, 2003:40). Paradigma ini hampir merupakan antitesis dari paham yang meletakkan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paham ini menyatakan bahwa paham positivisme dan postpositivisme merupakan paham yang keliru dalam mengungkapkan realitas dunia, dan diganti dengan paham yang bersifat konstruktif. Paradigma konstruktivisme (interpretative) memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial dalam setting kehidupan sehari-hari yang wajar atau alamiah, agar bisa menafsirkan bagaimana para pelaku sosial menciptakan dan mengelola dunia sosial mereka (Salim, 2001:42)
2.2 Kajian Pustaka Kerangka Teori adalah suatu kumpulan teori dan model literatur yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Dalam kerangka teori, secara logis dikembangkan, digambarkan dan di elaborasi jaringan–jaringan dari asosiasi antara variabel yang dihasilkan melalui survei atau telaah literatur (Silalahi, 2009: 92).
10
Membangun kerangka teoritis akan membantu meningkatkan pengetahuan dan pengertian peneliti terhadap gejala dan hubungan antar gejala yang diamati. Teori adalah gagasan atau ide untuk memandu orang memahami berbagai hal dan memberikan keputusan mengenai tindakan apa yang harus dilakukan. Teori selalu berubah dari waktu ke waktu. Perubahan teori terjadi ketika orang menemukan hal baru atau mendapatkan perspektif baru. Teori dapat menentukan pola – pola dari peristiwa sehingga kita dapat mengetahui apa yang diharapkan akan terjadi. Teori membantu peneliti memutuskan apa yang penting dan apa yang tidak (Morissan, 2009: 1). Dalam riset kualitatif, dimana proses risetnya berawal dari suatu observasi atau gejala, maka fungsi teori adalah membuat generalisasi-generalisasi yang abstrak melalui proses induksi. Riset kualitatif bersifat menjelajah (exploratory), dimana pengetahuan mengenai persoalan masih sangat kurang atau belum ada sama sekali dan teori-teorinya pun belum ada. Jadi teori sifatnya tidak mengekang si peneliti. Teori berfungsi sebagai pisau analisis, membantu peneliti untuk memaknai data, dimana seorang peneliti tidak berangkat (dilandasi) dari suatu jenis teori tertentu. Peneliti bebas berteori untuk memaknai data dan mendialogkannya dengan konteks sosial yang terjadi. Teori membantu memperkuat interpretasi peneliti sehingga dapat diterima sebagai suatu kebenaran bagi pihak lain (peneliti melakukan blocking interpretation). Karena itu, dalam riset kualitatif tidak dikenal dengan istilah landassan teori. Dari proses pemaknaan data ini, dimungkinkan melahirkan teori-teori baru (Kriyantono, 2010: 46).
2.2.1. Teori Komunikasi Wilbur Schramm mengatakan bahwa manusia itu tidak mungkin tidak berkomunikasi. Manusia dalam kehidupan sehari – hari tidak mungkin tidak berkomunikasi, kendati tengah berada di tengah keramaian kota besar, dan seolah merasa kesepian di kota itu. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia bahkan di tengah suasana masyarakat dimana persaingan makin ketat dalam memperoleh peluang berusaha dan meningkatkan karir, teknik–teknik komunikasi persuasif, taktis dan dialogis makin dibutuhkan. Professor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tiddak mungkin dapat mengembangkan komunikasi (Schramm: 1982).
11
Walaupun istilah komunikasi sudah sangat akrab di telinga, namun membuat definisi mengenai komunikasi teryata tidaklah semudah yang diperkirakan. Stephen W. Little John mengatakan bahwa: communication is difficult to define. The word is abstract and, like most terms, posses numerous meanings (komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata komunikasi bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak arti).
2.2.2 Teori Komunikasi Massa Komunikasi massa adalah sebuah proses yang sering kali utamanya dianggap sebagai individualis, tidak personal, dan terisolasi, sehingga mendorong solidaritas serta rasa kebersamaan yang lebih rendah (Denis McQuail, 2011). Menurut Karlinah dalam Karlinah dkk (1999) menyebutkan fungsi komunikasi massa secara khusus, adalah meyakinkan (to persuade), menganugerahkan status membius (narcotization), menciptakan rasa kebersatuan, privatisasi dan privatisasi dan hubungan parasosial. Komunikasi masssa memiliki kapasitas untuk menyatukan individu yang tersebar di dalam khalayak yang lebih besar atau menyatukan pendatang baru ke dalam komunitas urban dan imigran ke dalam negara baru dengan menyediakan seperangkat nilai, ide dan informasi dan membantu membentuk identitas. Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca/pendengar/penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan, pembaca / pendengar/penonton yang akan coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Banyak definisi tentang komunikasi massa yang dikemukakan para ahli komunikasi. Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik).
Sebab
awal
perkembangannya
saja
komunikasi
massa
berasal
dari
pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa (Nuruddin, 2003: 6) Kemampuan untuk menjangkau ribuan, atau bahkan jutaan, orang merupakan ciri dari komunikasi massa (mass communication), yang dilakukan melalui medium massa seperti televisi atau koran. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan sebuah medium massa untuk mengirim pesan kepada audien yang luas untuk tujuan memberi informasi, menghibur atau membujuk. Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan bentuk – bentuk komunikasi lainnya adalah sama.
12
Ciri-ciri komunikasi massa adalah sebagai berikut (Nuruddin, 2003:16) : a. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga. Media massa hanya bisa muncul karena gabungan kerjasama dengan beberapa orang. b. Komunikan
dalam
komunikasi
massa
bersifat
heterogen.
Artinya penonton televisi itu beragam pendidikan, umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi, jabatan, kepercayaan dan agama yang berbeda pula. c.
Pesannya bersifat umum. Pesan – pesan dalam komunikasi massa itu tidak ditujukan kepada satu orang atau satu kelompok masyarakat tertentu. Pesannya ditujukan pada khalayak yang plural.
d. Komunikasinya berlangsung satu arah. Dalam media cetak seperti koran komunikasi hanya berjalan satu arah. Kita tidak bisa langsung memberikan respon kepada komunikatornya (media massa yang bersangkutan). Kalaupun bisa, sifatnya tertunda. Jadi komunikasi yang hanya berjalan satu arah itu akan memberi konsekuensi umpan balik (feedback) yang sifatnya tertunda atau tidak langsung (delayed feedback). e. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan Dalam komunikasi massa itu ada keserempakan dalam proses penyebaran pesan – pesannya. Serempak disini berarti khalayak bisa menikmati media massa tersebut hampir bersamaan. f. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis Peralatan teknis yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik (mekanik atau elektronik). g. Komunikasi massa dikontrol oleh Gate Keeper Gate Keeper atau sering disebut pentapis informasi sangat berperan dalam penyebaran informasi melalui media massa. Gate Keeper berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan lebih mudah dipahami dan untuk menginterpretasikan pesan, menganalisis, menambah data dan mengurangi pesan – pesannya. Kini pernyataan tentang fungsi komunikasi massa bagi masyarakat disandingkan dengan fungsi media massa pada tingkatan individu. Kita lakukan pergantian dari wide angle lens (sudut pandang lensa jauh) kepada close up lens (sudut pandang lensa dekat) dan kita
13
fokuskan pada bagaimana individu menggunakan media komunikasi massa. Dengan perkataan lain, kita berpindah dari analisis makro ke analisis mikro. Pada setiap tingkatan individu kita, ia melakukan pendekatan fungsional yang diberi nama uses and gratification model. Dalam bentuk paling sederhana, uses and gratification model adalah memosisikan khalayak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media (Dominick, 2000:40). Pengharapan dan ketakutan (terutama yang kedua) yang berlebihan dalam literatur umum dan penelitian mengenai pengaruh media terhadap anak-anak, terlepas dari isu kekerasan dan kejahatan. Banyak penelitian telah dilakukan terhadap penggunaan dan respon anak-anak kepada media (terutama televisi) dari awal hingga kini (misalnya Himmelweit et al, 1958; Schramm et al, 1961; Noble, 1975; Brown, 1976; Carlsson dan von Feilitzen, 1998; Buckhingham, 2002; Livingstone, 2002). Di antara ide-ide yang diungkapkan dan diuji mengenai efek yang tidak dinginkan adalah pengharapan dari media berikut ini (McQuail, 2011:243) : -
Peningkatan dalam isolasi sosial
-
Pengurangan waktu terhadap pekerjaan rumah
-
Sifat pasif yang semakin meningkat
-
Berkurangnya waktu untuk bermain dan berolahraga (penggantian)
-
Mengurangi waktu untuk membaca (karena televisi)
-
Melemahkan otoritas orang tua
-
Pengetahuan dan pengalaman seksual secara dini
-
Kebiasaan makan tidak sehat dan obesitas
-
Dukungan akan kecemasan terhadap citra diri yang berujung pada anoreksia
-
Kecenderungan depresif
Efek yang menguntungkan yang dilekatkan pada media termasuk: -
Persyaratan sebagai basis untuk interaksi sosial
-
Mempelajari mengenai dunia yang lebih luas
-
Mempelajari sikap dan perilaku prososial
-
Efek pendidikan
-
Membantu membentuk identitas
-
Membangun imajinasi
14
Banyak hipotesis di atas dapat didukung sebagai masuk akal menurut teori pembelajaran sosial dan jumlah yang telah diteliti (lihat Perse, 2001). Tidak ada kesimpulan umum yang mungkin dan tidak ada satupun yang dapat dianggap benar-benar terbukti atau benar-benar salah. Pengalaman penelitian mengingatkan kita untuk berhati-hati terhadap banyak pengaruh lain yang berkontribusi terhadap salah satu dari efek ini. Penggunaan media yang berlebihan sering kali dinilai sebagai sesuatu yang berbahaya dan tidak sehat (terutama bagi anak-anak), mendorong kecanduan, keterasingan dari realitas, mengurangi kontak sosial, pengalihan dari pendidikan, dan pergeseran aktivitas yang lebih berguna. Televisi telah menjadi tertunduh utama, tetapi film dan komik dahulu juga dianggap demikian, sementara video game, komputer dan internet telah menjadi pelaku kriminal terakhir. Terdapat pertanyaan mengenai masa depan khalayak, terutama dalam sorotan perubahan teknologi komunikasi, menghasilkan kekayaan dan interaktivitas (Livingstone, 2003). Salah satu proposisi adalah bahwa khalayak (sekelompok pengguna) akan menjadi semakin terpecah belah dan semakin terfragmentasi dan kehilangan identitas nasional, lokal atau budaya.
Di sisi lain, jenis baru integrasi berdasarkan interaktivitas mungkin akan
mengganti hilangnya bentuk lama dari pengalaman bersama. Lebih banyak pilihan untuk pembentukan khalayak berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari kesamaan kesukaan tersedia untuk lebih banyak orang, dan akan terdapat lebih banyak kebebasan dan pilihan. Kini pernyataan tentang fungsi komunikasi massa bagi masyarakat disandingkan dengan fungsi media massa pada tingkatan individu. Kita lakukan pergantian dari wide angle lens (sudut pandang lensa jauh) kepada close up lens (sudut pandang lensa dekat) dan kita fokuskan pada bagimana individu menggunakan media komunikasi massa. Dengan perkataan lain, kita berpindah dari analisis makro ke analisis mikro. Pada setiap tingkatan individu kita melakukan pendekatan fungsional yang diberi nama uses and gratification
model.
Dalam bentuk paling sederhana, uses and gratification model adalah memposisikan khalayak anggota memiliki kebutuhan atau dorongan tertentu yang dipuaskan oleh sumber media dan non media (Dominick, 2000:40). Kebutuhan aktual dipuaskan oleh media yang disebut media gratifications. Sejumlah peneliti mengklasifikasikan berbagai penggunaan dan kepuasan ke dalam empat kategori
15
sistem : cognition (pengetahuan), diversion (hiburan), social utility (kepentingan sosial), dan withdrawal (pelarian). Cognition(kognisi/pengetahuan). Kognisi mendasari tindakan seseorang untuk mengetahui sesuatu. Seseorang menggunakan media massa untuk memperoleh informasi tentang sesuatu, kemudian dia menggunakan media sebagai bagian dari kognisi. Lebih jauh, kognisi yang dimiliki individu dalam menggunakan media secara langsung sama dengan fungsi pengawasan (surveillance function) pada tingkat analisis makro. Alasan-alasan ini merupakan bentuk current events (peristiwa-peristiwa terkini) dari kepuasan kognitif mereka. Ada pula orang-orang yang mengemukakan alasan-alasan menggunakan media sebagai berikut: (1) Saya ingin belajar bagaimana melakukan sesuatu, yang sebelumnya tak pernah dilakukan. (2) Saya ingin memuaskan rasa ingin tahu saya. (3) Media membuat saya ingin belajar lebih tentang sesuatu. (4) Media memberi saya ide-ide. Pernyataan-pernyataan tersebut mengilustrasikan bentuk kognisi kedua bagi pengguna media untuk memuaskan hasrat memperoleh pengetahuan. Diversion (hiburan). Kebutuhan dasar lainnya pada manusia adalah hiburan. Hiburan dapat diperoleh melalui beberapa bentuk yang dikemukakan para peneliti sebagai berikut: (1) Stimulation atau pencarian untuk mengurangi rasa bosan atau melepaskan diri dari kegiatan rutin. (2) Relaxation (santai) atau pelarian dari tekanan dan masalah. (3) Emotional release (pelepasan emosi) dari perasaan dan energi yang terpendam. Social utility (kepentingan sosial). Pakar psikologi mengidentifikasi penetapan integrasi sosial, mencakup kebutuhan untuk memperkuat hubungan dengan keluarga, teman, dan yang lainnya dalam masyarakat. Fungsi media untuk memenuhi kebutuhan ini disebut social utility. Kebutuhan ini diperoleh melalui pembicaraan atau diskusi tentang sebuah program televisi, film terbaru atau program radio siaran terbaru. Media menjadi conversational currency (pembicaraan topik yang hangat). Media memberikan kesamaan landasan untuk pembicaraan masalah sosial.
16
Withdrawal (pelarian). Orang menggunakan media tidak hanya untuk tujuan santai, tetapi juga sebagai withdrawal (pelarian). Orang menggunakan media massa untuk mengatasi rintangan antara mereka dan orang-orang lain atau menghindari aktivitas lain. Elemen dasar seluruh isi media massa, baik itu hasil liputan seperti berita, laporan pandangan mata, atau hasil analisis berupa artikel opini, adalah bahasa (verbal dan non verbal). Isi instagram menggabungkan bahasa tulisan, gambar, dan bunyi-bunyian (audiovisual). Dengan bahasa para pengguna mengkonstruksikan setiap realitas yang dialaminya.
Fungsi lainnya dari tanda adalah mencapai suatu tujuan. Untuk kepentingan si pengguna (informan), tanda berfungsi : (1) Untuk menyadarkan (sense) follower akan sesuatu yang dinyatakannya untuk kemudian supaya memikirkannya. (2) Untuk menyatakan perasaan (feeling) atau sikap dirinya terhadap suatu objek. (3) Untuk memberitahukan (convey) sikap informan terhadap khalayaknya. (4) Untuk menunjukkan tujuan atau hasil yang diinginkan oleh si informan, baik disadari atau tidak. Bagi kepentingan follower, tanda berfungsi : (1) Menunjukkan (indicating) pusat perhatian (2) Memberi ciri (characterizing) (3) Membuat dirinya sadar akan permasalahan (realizing) (4) Memberi nilai (valuing) positif atau negative (5) Mempengaruhi (influencing) khalayak untuk menjaga atau mengubah status quo (6) Untuk mengendalikan suatu kegiatan (fungsi), dan (7) Untuk mencapai suatu tujuan (purposing) yang ingin dicapainya dengan memakai kata-kata tersebut.
Kraus dan Davis mengelompokkan cara media mengkonstruksikan realitas sosial ke dalam lima cara, yaitu : -
Pencitraan
-
Pembuatan realitas komunikasi
-
Penganugerahan status
-
Pembuatan peristiwa buatan
17
-
Agenda setting
Dengan dalilnya yang terkenal, “world outside and pictures in our heads.”, Walter Lippmann sudah sejak lama menyadari fungsi media sebagai pembentuk gambaran realitas yang sangat berpengaruh terhadap khalayak. Fungsi media, menurutnya adalah pembentuk makna (the meaning construction of the press); bahwasanya interpretasi media massa terhadap berbagai peristiwa secara radikal dapat mengubah interpretasi orang tentang suatu realitas dan pola tindakan mereka. Walaupun secara tidak khusus menyebut fungsi bahasa dalam menentukan gambaran suatu realitas, Lippman tentu tak bisa membantah bahwa penggambaran itu pasti dilakukan melalui bahasa, baik itu verbal ataupun non verbal. Sementara media adalah wahana dimana bahasa itu didayagunakan dalam mengkonstruksikan realitas.
2.2.3 Teori New Media Media baru adalah berbagai perangkat teknologi komunikasi yang berbagi ciri yang sama yang mana selain baru dimungkinkan dengan digitalisasi dan ketersediaannya yang luas untuk penggunaan pribadi sebagai alat komunikasi. Kontribusi pokoknya adalah untuk menjembatani jurang lebar yang terbuka antara dunia publik dan privat, antara dunia kehidupan dan dunia sistem serta organisasi. Jurang ini dapat bertambah akibat jalan dari jalan tol elektronik baru. Media baru dapat membantu merekatkan kembali individu setelah efek tercerai – berai akibat dari efek modernisasi. Terdapat pertanyaan mengenai masa depan khalayak, terutama dalam sorotan perubahan teknologi komunikasi, menghasilkan kekayaan dan interaktivitas (Livingstone, 2003). Salah satu proposisi adalah bahwa khalayak (sekelompok pengguna) akan menjadi semakin terpecah belah dan semakin terfragmentasi dan kehilangan identitas nasional, local atau budaya. Di sisi lain, jenis baru integrasi berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari pengalaman bersama. Lebih banyak pilihan untuk pembentukan khalayak berdasarkan interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari pengalaman bersama.
Lebih
banyak
pilihan untuk
pembentukan khalayak
berdasarkan
interaktivitas mungkin akan mengganti hilangnya bentuk lama dari kesamaan kesukaan tersedia untuk lebih banyak orang, dan akan terdapat lebih banyak kebebasan dan pilihan (Hal. 155)
18
Dari serangkaian teknologi baru yang memusingkan, internet muncul di pertengahan 1990-an sebagai medium massa baru yang amat kuat. Apakah internet itu? Ia adalah jaringan kabel dan telepon dan satelit yang menggabungkan komputer. Dengan beberapa kali mengklik tombol mouse kita akan masuk ke lautan informasi dan hiburan yang ada di seluruh dunia. Perbedaan signifikan dari media massa adalah internet bersifat interaktif. Internet mempunyai kapasitas untuk memampukan orang berkomunikasi, bukan sekedar melakukannya
secara
menerima pesan belaka, dan mereka real
time
(Morissan,
bisa
2009:262)
Internet berasal dari jaringan computer Departemen Pertahanan AS yang diciptakan pada 1969 yang disebut ARPAnet, singkatan dari Advanced Research Project Agency Network yang hanya menautkan empat komputer, di Universitas California di Los Angeles (UCLA), Universitas California di Santa Barbara, Universitas Utah dan Lembaga Penelitian Stanford (Stanford Research Institute/SRI). Pesan Internet pertama, antara UCLA dan SRI, juga merupakan pesan pertama yang gagal. Selama lebih dari dua dasawarsa setelah itu, hanya seidkit akademikus dan ahli komputer yang melakukan online. Melakukan log masuk (log on), mengirim e-mail, dan menggali informasi mengharuskan pemakai mengetik rangkaian panjang perintah-perintah yang rumit. Kemudian pada tahun 1991, sebuah tim di European Particle Physics Laboratory (CERN) yang dipimpin oleh Tim Berners Lee mengembangkan sistem komputer yang berhubungan melalui pranala (hyperlink) yang mereka sebut World Wide Web. Dua tahun kemudian, Mosaic yang merupakan peramban (browser) pertama dengan grafik antarmuka (graphic interface), dibuat menggunakan web semudah menunjuk dan mengklik. Itu adalah permulaan revolusi komunikasi (Hernandez. 2007:34). Pentagon membangun jaringan untuk bertukar informasi dengan kontraktor militer dan universitas yang melakukan riset militer. Pada 1983, National Science Foundation, yang diberi tugas mempromosikan sains, mengambil alih proyek ini. Jaringan National Science Foundation ini menarik lebih banyak pengguna, banyak diantaranya yang punya jaringan internal sendiri. Misalnya, kebanyakan universitas yang bergabung dengan jaringan NSF punya jaringan komputer intrakampus. Jaringan NSF kemudian menjadi konektor untuk ribuan jaringan lainnya. Untuk sistem backbone yang menghubungkan jaringan – jaringan, Internet adalah nama yang tepat. Pada 1996, Internet telah tumbuh dengan lalu lintas data yang padat. Para teknisi
19
jaringan universitas mendesain backbone berkecepatan tinggi untuk menghubungkan jaringan-jaringan riset. Jaringan ini dinamakan Internet dan mulai dijalankan pada 1999, membawa data dengan kecepatan 2,4 gigabits per detik – empat kali lebih cepat ketimbang pendahulunya. Konsorsium yang memiliki internet mencakup 203 universitas riset, 526 akademi, dan 551 komunitas universitas. Penggunaannya tak lagi sekadar berbagi informasi tetapi juga pembelajaran jarak jauh. Bahkan dengan upgrade sampai 10 gigabits per detik pada 2003, tetap terjadi kepadatan arus data (Vivian, 2008:266). Sekitar tahun 1995 itulah anak-anak muda mulai melakukan online dalam jumlah besar. Gallup survei pada tahun 1995 menemukan 9 persen remaja mengatakan bahwa mereka telah menggunakan Internet sebelumnya,dibandingkan 94 persen yang telah mendengarkan radio, dan 93 persen yang telah menonton televisi. Pada tahun 1997, 55 persen remaja mengatakan mereka pernah menggunakan Internet dalam hidupnya, meskipun hanya 29 persen yang memiliki akses di rumah. Saat ini , Internet berdiri dengan kokoh sebagai bentuk baru media massa, bergabung dengan televisi, radio dan media cetak. ( Hernandez, 2007:34)
2.2.4 Teori Intrapersonal Communication Komunikasi
intrapribadi
adalah
komunikasi
yang
terjadi di dalam
komunikator atau lazim disebut komunikasi dengan diri sendiri. Misalnya, Anda bertanya kepada diri sendiri, ‘Dalam situasi ini, apa yang sebaiknya saya lakukan? Dalam komunikasi intrapribadi, Anda bertindak sebagai komunikator dan sekaligus komunikan, orang kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Komunikasi intrapribadi
merupakan dasar komunikasi antarpribadi. Ketika berbicara dengan
orang lain, sesungguhnya Anda telah merampungkan suatu proses berkomunikasi dengan diri sendiri, ‘Apa yang ingin saya tanyakan? Pesan apa yang akan saya sampaikan? Bagaimana sebaiknya cara menyampaikannya?‘ Proses ini berlangsung dengan cepat, nyaris tanpa disadari lagi, kecuali ketika Anda pertama kali belajar berbicara atau pertama kali menggunakan bahasa asing yang belum terlalu Anda kuasai (Vardiansyah, 2004: 30). Terjadinya proses komunikasi di sini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya. Objek
20
dalam hal ini bisa saja dalam bentuk benda, kejadian alam, peristiwa, pengalaman, fakta yang mengandung arti bagi manusia, baik yang terjadi di luar maupun dalam diri seseorang. Objek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam pikiran manusia setelha mendapat rangsangan dari panca indera yang dimilikinya. Hasil kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi pada gilirannya akan memberi pengaruh pada pengetahuan, sikap dan perilaku seseorang. Dalam proses pengambilan keputusan, seringkali seseorang dihadapkan pada pilihan ya atau tidak. Keadaan seperti ini membawa seseorang pada situasi berkomunikasi dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung ruginya suatu keputusan yang akan diambil. Cara ini hanya bisa dilakukan dengan metode komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri. Melalui komunikasi dengan diri sendiri, orang dapat berpikir dan mengendalikan diri bahwa apa yang ingin dilakukan mungkin saja tidak menyenangkan orang lain. Jadi komunikasi dengan diri sendiri dapat meningkatkan kematangan berpikir sebelum menarik keputusan. Ia merupakan proses internal yang dapat membantu dalam menyelesaikan suatu masalah (Cangara,1998:30). Kita melakukan komunikasi intrapersonal apabila kita berbicara dengan diri kita sendiri untuk mengembangkan pemikiran dan ide – ide kita sendiri. Komunikasi intrapersonal ini mendahului ucapan atau tindakan kita. (Vivian,2008:450).
2.2.5
Teori Konstruksi Identitas Teori Identitas sosial ini dipelopori oleh Henri Tajfel (1995). Menurut teori
ini, identitas sosial seseorang ikut membentuk konsep diri dan memungkinkan orang tersebut menempatkan diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan – hubungan sosial yang rumit (Sarwono, 2005: 90). Kita mendapatkan sebagian besar identitas kita dari konstruksi yang ditawarkan dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagian di dalamnya, seperti
keluarga,
komunitas,
subkelompok
budaya,
dan
berbagai
ideologi
berpengaruh. Tidak peduli apakah hanya ada satu dimensi atau beberapa dimensi identitas-gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin – maka identitas itu dijalankan atau dilaksanakan menurut atau berlawanan dengan norma-norma dan harapan terhadap identitas bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kita adalah selalu berada dalam ‘proses untuk menjadi’ (the process of becoming), yaitu ketika kita
21
memberikan tanggapan terhadap konteks dan situasi yang mengelilingi kita. Identitas merupakan tindakan yang selalu berubah setiap saat (Morissan, 2009: 85). Menurut teori ini, identitas sosial seseorang sering ikut membentuk konsep diri dan memungkinkan orang tersebut menempatkan diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan-hubungan sosial yang rumit (Sarwono, 2005: 90). Kita mendapatkan sebagian identitas kita dari konstruksi yang ditawarkan dari berbagai kelompok sosial dimana kita menjadi bagian di dalamnya seperti keluarga, komunitas, sub kelompok budaya, dan berbagai ideologi berpengaruh. Tidak peduli apakah hanya da satu dimensi atau beberapa dimensi identitas gender, kelas sosial, ras, jenis kelamin, maka identitas itu dijalankan atau dilaksanakan menurut atau berlawanan dengan norma-norma dan harapan terhadap identitas bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas kita adalah selalu berada dalam ‘proses untuk menjadi’ (the process of becoming), yaitu ketika kita memberikan tanggapan terhadap konteks dan situasi yang mengelilingi kita. Identitas merupakan tindakan yang selalu berubah setiap saat. 2.2.5 Teori Identitas Diri George Herbert Mead mengatakan setiap manusia mengembangkan konsep dirinya melalui (an organism having self) interaksi dengan orang lain dalam masyarakat dan itu dilakukan lewat komunikasi. Jadi kita mengenal diri kita lewat orang lain, yang menjadi cermin yang memantulkan bayangan kita. Charles Horton Cooley menyebut konsep diri itu sebagai the looking glass self, seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa wajah kita jelek. Kedua, kita Membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka menganggap kita tidak menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu (Rakhmat, 1998: 99). Dengan mengamati diri kita, dan memberikan gambaran tentang penilaian diri kita itulah yang disebut konsep diri. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekadar gambaran desktiptif, tetapi juga penilaian Anda tentang diri Anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang Anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda. Seperti definisi menurut Anita Taylor, konsep diri sebagai “all you think and
22
feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself” (1977:98). Ada dua komponen konsep diri yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem). Secara signifikan ditentukan oleh apa yang seseorang pikirkan mengenai pikiran orang lain terhadapnya, jadi menekankan pentingnya respon orang lain yang diinterpretasikan secara subjektif sebagai sumber primer data mengenai diri. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi, Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang dipenuhi sendiri. Kesan yang orang lain miliki tentang diri kita dan cara mereka bereaksi terhadap kita sangat bergantung pada cara kita berkomunikasi dengan mereka, termasuk cara kita berbicara dan cara kita berpakaian. Proses umpan balik ini dapat berubah arah. Ketika kita melihat orang lain bereaksi terhadap kita dan kesan yang mereka miliki tentang kita, kita boleh jadi mengubah cara kita berkomunikasi karena reaksi orang lain itu tidak sesuai dengan cara kita memandang diri kita. Jadi citra yang anda miliki tentang diri anda dan citra yang orang lain miliki tentang diri anda berkaitan dalam komunikasi (Mulyana, 2005: 11).
2.2.6 Kerangka Pemikiran Komunikasi Massa
Media Baru
Penggunaan Instagram
Komunikasi Intrapersonal
Konstruksi Identitas
Identitas Diri