BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Teori Perubahan Sosial Perubahan sosial menurut Farley (Sztompka,1993:5) adalah perubahan pola perilaku, hubungan sosial, lembaga dan struktur sosial pada waktu tertentu. Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Dari pengertian para ahli di atas, maka menurut peneliti perubahan sosial secara umum merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Strasser
dan Randall (Sztompka,1993:3)
berbicara
tentang
perubahan, kita membayangkan sesuatu yang terjadi setelah jangka waktu tertentu, kita berurusan dengan perbedaan keadaan yang diamati antara sebelum dan sesudah jangka waktu tertentu. Untuk dapat menyatakan perbedaannya, ciri-ciri awal unit analisis harus diketahui dengan cermat-meski terus berubah. Menurut Hawley (Sztompka,1993:3) perubahan sosial adalah setiap perubahan yang tak terulang dari sistem sosial sebagai satu kesatuan sosial. Sebagaimana yang dikatakan Selo Soemarjan (Soekanto,1990:333-337) yang menjadi ciri-ciri dari perubahan sosial adalah sebagai berikut :
17 Universitas Sumatera Utara
18
a. Tidak ada masyarakat yang berhenti perkembangannya karena setiap masyarakat mengalami perubahan yang terjadi secara lambat atau secara cepat. b. Perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan tertentu akan diikuti dengan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial lainnya. Perubahan sosial yang cepat biasanya akan mengakibatkan disorganisasi yang bersifat sementara karena berada didalam proses penyesuaian. Disorganisasi akan diikuti oleh suatu reorganisasi yang mencakup perumusan kaidah-kaidah dan nilai-nilai baru. c. Perubahan-perubahan tidak dapat dibatasi pada bidang kehendak atau spritual saja, disebabkan mempunyai kaitan timbal balik yang sangat kuat. Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dan dalam setiap proses dan waktu, dampak perubahan tersebut berakibat positif dan juga negatif. Terjadinya perubahan sosial merupakan gejala yang wajar dari kehidupan manusia. Demikian Parson berpendapat perubahan hanya dapat dipahami melalui pemahaman mengenai struktur lebih dahulu. Perubahan sosial terjadi pada masyarakat terutama pada dekade terakhir dapat dikategorikan sebagai perubahan sosial yang disengaja (intended change) dan tidak disengaja (unintended) atau dengan istilah lain contact change dan immanen change. Intended change atau contact change merupakan perubahan sosial yang bersumber dari luar masyarakat baik yang disengaja, melalui agent of change (orang
Universitas Sumatera Utara
19
yang terlihat dalam perubahan tersebut) maupun secara spontan dikombinasikan oleh pihak-pihak dari luar masyarakat (Soerjono Soekanto 1990:349-350). Lebih lanjut apabila diteliti mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap tidak lagi memuaskan. Morris Ginsberg (Soekanto, 1983) menganalisis faktor-faktor terjadinya perubahan adalah sebagai berikut: a. Keinginan-keinginan secara sadar dan keputusan secara pribadi b. Sikap pribadi yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang berubah c. Perubahan struktural dan halangan struktural d. Pengaruh-pengaruh eksternal e. Pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang menonjol f. Unsur-unsur yang bergabung menjadi satu g. Peristiwa-peristiwa tertentu h. Munculnya tujuan bersama Selain itu perubahan sosial juga mendapat hambatan-hambatan. Adapun faktor-faktor penghambat tersebut adalah: a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat c. Sikap masyarakat yang masih tradisional d. Adanya kepentingan-kepentingan yang tertanam dengan kuat sekali atau vasted interest e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
Universitas Sumatera Utara
20
f. Prasangka terhadap hal-hal asing dan baru g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis h. Adat atau kebiasaan Menurut Sztomka, masyarakat senantiasa mengalami perubahan disemua tingkat kompleksitas internalnya. Dalam kajian sosiologis, perubahan dilihat sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak linear. Dengan kata lain, perubahan tidak terjadi secara linear. Pada tingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik, sedangkan pada tingkat mezzo terjadi perubahan kelompok, komunitas, dan organisasi, dan ditingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kekuatan fisik (entity) tetapi seperangkat proses yang saling bertingkah ganda (Sztompka, 2004:21-22) Perubahan juga dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung pada sudut pengamatan. Hal ini disebabkan keadaan sistem sosial itu tidak sederhana, tidak hanya berdimensi tunggal, tetapi muncul sebagai kombinasi atau gabungan hasil keadaan berbagai komponen seperti berikut: a. Unsur-unsur pokok (misalnya: jumlah dan jenis individu, serta tindakan mereka). b. Hubungan antarunsur (misalnya: ikatan sosial, loyalitas, ketergantungan, hubungan antar individu, integrasi). c. Berfungsinya unsur-unsur di dalam system (misalnya: peran pekerjaan yang dimainkan oleh individu atau diperlukan tindakan tertentu untuk melestarikan ketertiban sosial).
Universitas Sumatera Utara
21
d. Pemeliharaan batas (misalnya: kriteria untuk menentukan siapa saja yang termasuk anggota sistem, syarat penerimaan individu dalam kelompok, dan sebagainya) e. Subsistem (misalnya: jumlah dan jenis seksi, segmen, atau divisi khusus yang dapat dibedakan) Lingkungan (misalnya: keadaan alam atau lokasi geopolitik) Terciptanya keseimbangan
atau kegoncangan,
konsensus
atau
pertikaian, harmoni atau perselisihan, kerja sama atau konflik, damai atau perang, kemakmuran atau krisis dan sebagainya, berasal dari sifat saling mempengaruhi dari keseluruhan ciri-ciri sistem sosial yang kompleks itu. Kemungkinan perubahan yang mungkin terjadi, adalah sebagai berikut : a. Perubahan komposisi (misalnya, migrasi dari satu kelompok ke kelompok lain, menjadi anggota satu kelompok tertentu, pengurangan jumlah penduduk karena kelaparan, demobilisasi gerakan sosial, bubarnya suatu kelompok). b. Perubahan
struktur
(misalnya:
terciptanya
ketimpangan,
kristalisasi
kekuasaan, munculnya ikatan persahabatan, terbentuknya kerja sama atau hubungan kompetitif) c. Perubahan fungsi (misalnya, spesialisasi dan diferensiasi pekerjaan, hancurnya
peran
ekonomi
keluarga,
diterimanya
peran
baru
yang
diindoktrinasikan oleh sekolah atau universitas).
Universitas Sumatera Utara
22
d. Perubahan batas (misalnya, penggabungan beberapa kelompok, atau suatu kelompok oleh kelompok lain, mengendurnya kriteria keanggotaan kelompok dan demokratisasi keanggotaan, dan penaklukan). e. Perubahan hubungan antarsubsistem (misalnya, penguasaan rezim politik atas organisasi ekonomi, pengendalian keluarga dan keseluruhan kehidupan privat oleh pemerintah totaliter) f. Perubahan lingkungan (misalnya, kerusakan ekologi, gempa bumi, munculnya wabah atau virus HIV, lenyapnya system bipolar internasional). Adakalanya perubahan hanya terjadi sebagian, sebatas ruang lingkupnya, tanpa menimbulkan akibat besar terhadap unsur lain dari sistem. Sistem sebagai keseluruhan tetap utuh, tak terjadi perubahan menyeluruh atas unsur-unsurnya meski didalamnya terjadi perubahan sedikit demi sedikit. Namun, pada kesempatan lain, perubahan mungkin mencakup keseluruhan (atau sekurangnya mencakup inti) aspek sistem, menghasilkan perubahan menyeluruh, dan menciptakan sistem baru yang secara mendasar berbeda dari sistem yang lama. Alfred dalam (Sztompka, 2004) menyebutkan masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang tetap, tetapi sebagai proses, bukan objek semu yang kaku tetapi sebagai aliran peristiwa terus menerus tiada henti. Diakui bahwa masyarakat (kelompok, komunitas, organisasi, dan bangsa) hanya dapat dikatakan ada sejauh dan selama terjadi sesuatu didalamnya seperti adanya tindakan, perubahan, dan proses tertentu yang senantiasa bekerja.
Universitas Sumatera Utara
23
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik (George Ritzer, 2007:395).
2.2. Teori Cultural Lag W.F. Ogburn merupakan ilmuwan pertama yang melakukan penelitian terinci mengenai proses perubahan yang sedang terjadi. Beliau telah mengemukakan beberapa teori, suatu yang terkenal mengenai perubahan dalam masyarakat yaitu Cultural Lag (artinya ketinggalan kebudayaan) adalah perbedaan antara tarif kemajuan dari berbagai bagian dalam kebudayaan dari suatu masyarakat. Sumbangan dari William F Ogburn yang paling terkenal terhadap bidang sosiologi adalah konsepnya tentang ketinggalan budaya (cultural lag). Konsep itu mengacu kepada kecenderungan dari kebiasaan-kebiasaan sosial dan pola-pola organisasi sosial yang tertinggal di belakang (lag behind) perubahan kebudayaan materiil.Pemikiran-pemikiran Ogburn dapat digolongkan dalam pendekatan perilaku (behaviorisme). Maka, Ogburn dalam karyanya Social Change with Respect to Culture and Original Nature, mengemukakan: a. Perilaku manusia merupakan produk warisan sosial atau budaya, bukan produk faktor-faktor biologis yang diturunkan lewat keturunan. b. Kenyataan sosial pada dasarnya terdiri atas pola-pola perilaku individu yang nyata dan konsekuensi-konsekuensinya.
Universitas Sumatera Utara
24
c. Perubahan-perubahan kebudayaan materiil terbentang mulai dari penemuan awal. Sedangkan kebudayaan nonmateriil, yang akhirnya berkonsekuensi harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan-kebudayaan materiil. d. Kebudayaan nonmateriil yang tidak mampu mengejar kecepatan perubahan dalam kebudayaan materiil yang terus melaju. Hasilnya adalah suatu ketegangan yang terus meningkat antara budaya materiil dengan nonmateriil. “Teori ketertingalan kebudayaan” ini melibatkan dua variabel yang telah menunjukkan penyesuaian pada waktu tertentu. Tetapi karena penciptaan atau penemuan baru, salah satu variabel berubah lebih cepat dari pada variabel lain. Dengan kata lain, bila laju perubahan bagian-bagian yang saling tergantung dari satu kebudayaan tidak sama, maka kita berhadapan dengan kondisi ketertinggalan kebudayaan, dan penyesuaian selanjutnya “kurang memuaskan” dengan tujuan yang dicapai mula-mula. Ketidakmampuan menyesuaikan diri yang dikemukakan Ogburn ini berakibat bagi kualitas hidup manusia. Ia menyatakan ada dua jenis penyesuaian sosial. Pertama, penyesuaian antara berbagai bagian kebudayaan. Kedua, penyesuaian antara kebudayaan dan manusia. Masalah penyesuaian manusia terlihat dalam berbagai jenis ketegangan dan perampasan hak, kejahatan, pelacuran, dan berbagai masalah sosial lain yang merupakan tanda-tanda ketidakmampuan menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial. Munculnya ketimpangan kebudayaan (cultural lag); kondisi ini terjadi manakala unsur-unsur kebudayaan tidak berkembang secara bersamaan, salah satu
Universitas Sumatera Utara
25
unsur kebudayaan berkembang sangat cepat sedangkan unsur lainnya mengalami ketertinggalan. Ketertinggalan yang terlihat mencolok adalah ketertinggalan alam pikiran dibandingkan pesatnya perkembangan teknologi, kondisi ini terutama terjadi pada masyarakat yang sedang berkembang seperti Indonesia. Untuk mengejar ketertinggalan ini diperlukan penerapan sistem dan pola pendidikan yang berdisiplin tinggi. Contoh: akibat kenaikan harga BBM pemerintah mengkonversi bahan bakar minyak menjadi gas dengan cara mensosialisasikan tabung gas ke masyarakat. Namun berhubung sebagian masyarakat belum siap, terkait dengan kenyamanan dan keamanan penggunaan tabung gas maka masyarakat kebayakan menolak konversi tersebut. Kondisi demikian menunjukkan adanya ketertinggalan budaya (cultural lag) oleh sebagian masyarakat terhadap perubahan budaya dan perkembangan kemajuan teknologi. Teori Materialis yang disampaikan oleh William F. Ogburn pada intinya mengemukakan bahwa: a. Penyebab dari perubahan adalah adanya ketidakpuasan masyarakat karena kondisi sosial yang berlaku pada masa yang mempengaruhi pribadi mereka. b. Meskipun unsur-unsur sosial satu sama lain terdapat hubungan yang berkesinambungan, namun dalam perubahan ternyata masih ada sebagian yang mengalami perubahan tetapi sebagian yang lain masih dalam keadaan tetap (statis). c. Perubahan teknologi akan lebih cepat dibanding dengan perubahan pada perubahan budaya, pemikiran, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma yang menjadi alat untuk mengatur kehidupan manusia. Oleh karena itu, perubahan
Universitas Sumatera Utara
26
seringkali menghasilkan kejutan sosial yang yang apada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru, meskipun terjadi konflik dengan nilainilai tradisional.
2.3. Penelitian Terdahulu yang Menjadi Acuan Penelitian-penelian yang pernah dilakukan berhubung dengan polarisasi sosial ekonomi masyarakat pertambangan antara lain: penelitian yang dilakukan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: 20013) dengan judul penelitian “Kajian Persepsi
Masyarakat
di
Kabupaten
Mandailing
Natal
Terhadap
Kegiatan
Pertambangan” dengan Dr. Maxensius Tri Sambodo, Drs. Mochammad Nadjib dan Ahmad Helmy Fuady sebagai peneliti. Penelitian tersebut melihat bahwa kehadiran kegiatan pertambangan di suatu provinsi memiliki dampak yang penting bagi pembangunan dan menggerakan ekonomi masyarakat. Sorikmas Mining (SM), yang memperoleh kontrak karya pada tahun 1998, hingga kini dianggap belum memberikan konstribusi nyata kepada kesejahteraan masyarakat dan pembagunan wilayah kabupaten tersebut. Padahal, fakta tersebut terkait dengan status perubahan yang masih dalam tahap eksplorasi dan baru melangkah menuju tahapan konstruksi dan produksi. Periode eksplorasi yang panjang ini sesungguhnya sangat terkait dengan perubahan status wilayah konsensi perusahaan yang termasuk Taman Nasional Batang Gadis. (Salam, Abdul: 2004) yang melihat dampak sosial-kultur yang ditimbulkan oleh adanya perusahaan pertambangan terhadap masyarakat dan strategi-strategi adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat berkenaan dengan kehadiran perusahaan
Universitas Sumatera Utara
27
tersebut. Kehadiran industri pertambangan
di tengah-tengah masyarakat telah
memberikan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dari penelitian yang dilakukan, dampak yang ditimbulkan oleh kehadiran pertambangan tersebut adalah pengaruh industri terhadap kehidupan masyarakat, pendidikan, perubahan dalam kehidupan keluarga, hubungan kekrabatan, kehidupan keagamaan dan sistem kepercayaan, adat istiadat, memudarnya suku penduduk asli, mata pencaharian, pendapatan dan pengeluaran keluarga, kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial, lingkungan alam, pertanahan, dan dampaknya terhadap migrasi penduduk. (Silton, Ali: 2011) yang melakukan penelitian mengenai dampak aktivitas pertambangan bahan galian C terhadap kondisi kehidupan masyarakat desa. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif didukung oleh pendekatan kualitatif. Kehadiran industri pertambangan pada umumnya memberikan dampak negatif pada aspek sosio-ekonomi dan ekologi. Pada aspek sosio-ekonomi, tingkat kesempatan kerja pertanian mengalami penurunan seiring dengan semakin menurunnya luas lahan pertanian yang dimiliki oleh masyarakat, sedangkan kesempatan kerja non pertanian meningkat seiring dengan terbukanya lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pihak industri pertambangan. Namun, kesempatan kerja dibidang pertambangan belum mampu dijangkau oleh masyarakat lokal karena rendahnya pendidikan. Hal ini menimbulkan tingkat persaingan dan memicu terjadinya konflik antara pihak masyarakat dengan perusahaan pertambangan.
Universitas Sumatera Utara
28
Aspek sosio-ekologi aktivitas pertambangan menyebabkan penurunan kualitas hidup seperti terjadinya perubahan pada kondisi udara yang terasa semakin panas, berdebu dan terlihat gersang. Sumber air mengalami kekeringan pada saat kemarau aktivitas blasting dan kendaraan truk menimbulkan kebisingan dan keretakan pada bangunan rumah. Selain itu menimbulkan penyakit saluran pernafasan pada masyarakat. (Helfina, Metha, Nasution: 2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh kehadiran perusahaan tambang PT. Agincourt Resources (PT.AR) terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Kelurahan Aek Pining Kecamatan Batang Toru. Kahadiran perusahaan tambang PT. Agincourt Resources (PT.AR) khusunya unit pertambangan emas menguntungkan bagi masyarakat sekitarnya karena dapat memberikan dampak ekonomi dan sosial secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat lokal dan kemajuan pembangunan daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan dampak kehadiran perusahaan tambang emas terhadap struktur ekonomi masyarakat lokal. Penelitian ini berazaskan pendekatan kuantitatif dengan metode studi kolerasi spearman. Dengan responden sebanyak 88 orang, laki-laki 70 (orang), perempuan 18 (orang). Berdasar uji statistik, diperoleh hasil dari nilai koefisien (korelasi) sebesar 0,9992516 (sangat kuat). Penelitian ini dapat diterima dimana hubungan antara variabelnya secara signifikan sangat berarti sehingga pernyataan ini adalah bukti ada hubungan antara pengaruh kehadiran PT. AR dengan perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat.
Universitas Sumatera Utara