BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Bagian kajian teori ini akan diuraikan mengenai variabel X1 yaitu metode pembelajaran inquiry dan variabel X2 metode pembelajaran ceramah. Serta variabel Y yaitu hasil belajar IPS. 2.1.1 Mata Pelajaran IPS 2.1.1.1 Pengertian IPS Ahmad Susanto (2013:139), menyatakan bahwa “IPS merupakan perpaduan antara ilmu sosial dan kehidupan manusia yang di dalamnya mencakup antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat, ilmu politik, sosiologi, agama, dan psikologi”. Buchari Alma (2013:141), menyatakan bahwa “IPS sebagai suatu program pendidikan
yang
merupakan
suatu
keseluruhan
yang
pada
pokoknya
mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya dan bahannya diambil dari berbagai ilmu sosial, seperti: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan psikologi”. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa IPS merupakan suatu mata pelajaran yang memadukan antara ilmu sosial dan kehidupan manusia yang di dalamnya mencakup geografi, ekonomi, sejarah, ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan politik. 2.1.1.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran IPS SD Menurut Mutakin dalam Susanto, Ahmad(2013:145), tujuan pembelajaran IPS yaitu (a) memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat ataua lingkungannya melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat, (b) mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memcahkan masalah-masalah sosial, (c) mampu menggunakan metode-metode
dan
proses
berpikir
serta
membuat
keputusan
untuk
menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat, (d) menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu membuat 6
7
analisis yang kritis, selanjutnya mengambil tindakan yang tepat, (e) mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. Menurut BSNP tentang standar isi, dijelaskan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut (a) mengenal konsepkonsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Beberapa uraian pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS yaitu (a) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (b) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (c) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, (d) memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, nasional, dan internasional, (e) mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. BSNP 2006 tentang standar isi, menyatakan bahwa ruang lingkup materi pembelajaran IPS di SD meliputi (1) manusia, tempat, dan lingkungan, (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan, (3) sistem sosial dan budaya, (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. 2.1.1.3 Tema-Tema Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah dasar dengan menyajikan materi yang mengkaji peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu sosial. Pembelajaran IPS di SD, pengorganisasian materinya menganut pendekatan terpadu, artinya materi
8
pelajaran dikembangkan dan disusun tidak mengacu pada disiplin ilmu yang terpisah melainkan mengacu pada aspek kehidupan nyata siswa. Ahmad Susanto (2013:159-160), menyatakan bahwa tema pendidikan IPS di SD diklasifikasikan menjadi 3 besar yang masing-masing memiliki tujuan yang berbeda. Tema tersebut yaitu: 1. Pendidikan IPS sebagai pendidikan nilai yaitu: 1) Mendidikkan nilai-nilai baik yang merupakan norma-norma keluarga dan masyarakat. 2) Memberikan klarifikasi nilai-nilai yang sudah dimiliki siswa. 3) Nilai-nilai inti atau nilai utama, seperti menghormati hak-hak perorangan, kesetaraan, etos kerja, dan martabat manusia sebagi upaya membangun kelas yang demokratis. 2. Pendidikan IPS sebagai pendidikan multikultural yaitu: 1) Mendidik siswa bahwa perbedaan itu wajar. 2) Menghormati perbedaan etnik, budaya, agama yang menjadikan kekayaan budaya bangsa. 3) Persamaan dan keadilan dalam perlakuan terhadap kelompok etnik atau minoritas. 3. Pendidikan IPS sebagai pendidikan global yaitu: 1) Mendidik siswa akan kebhinekaan bangsa, budaya, dan perbedaan di dunia. 2) Menanamkan kesadaran ketergantungan antar bangsa. 3) Menanamkan kesadaram semakin terbukanya komunikasi dan transportasi antarbangsa di dunia. 4) Mengurangi kemiskinan, kebodohan, dan perusakan lingkungan. Dari uraian tersebut bahwa pembelajaran IPS di SD menggunakan pendekatan terpadu dengan tema pendidikan IPS sebagai pendidikan nilai, pendidikan multikultural, dan pendidikan global. 2.1.1 Metode Pembelajaran Inquiry 2.1.2.1 Pengertian Metode Pembelajaran Inquiry Hamruni (2012:88) menyatakan bahwa “metode pembelajaran inquiry yaitu serangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir
9
secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan”. Hamdani (2011:182) menyatakan bahwa “metode pembelajaran inquiry yaitu salah satu cara belajar atau penelaahan yang bersifat mencari pemecahan permasalahan dengan cara kritis, analitis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan karena didukung oleh data atau kenyataan”. Ngalimun (2014:33) menyatakan bahwa “metode pembelajaran inquiry yaitu suatu metode yang membutuhkan siswa menemukan sesuatu dan mengetahui bagaimana cara memecahkan masalah dalam suatu penelitian ilmiah”. Berdasarkan beberapa uraian pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran inquiry yaitu salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis, analitis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah tertentu untuk menemukan dan mencari sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan. 2.1.2.2 Tujuan Utama Penggunaan Metode Pembelajaran Inquiry Joice dan Weil dalam Ngalimun (2014:35) mengatakan bahwa “tujuan umum dari metode pembelajaran inquiry yaitu membantu siswa mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk memunculkan masalah dan mencari jawabannya sendiri melalui rasa keingintahuannya itu”. Jarolimek dalam Ngalimun (2014:35) mengatakan bahwa “tujuan utama pembelajaran dengan
menggunakan metode pembelajaran inquiry
yaitu
mengembangkan sikap dan keterampilan siswa sehingga mereka dapat menjadi pemecah masalah yang mandiri”. Menurut beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan utama penggunaan metode pembelajaran inquiry yaitu membantu siswa mengembangkan disiplin dan keterampilan intelektual untuk memunculkan masalah dan kemudian mencari jawabannya sendiri sehingga dapat menjadi pemecah masalah yang mandiri.
10
2.1.2.3 Ciri Utama Metode Pembelajaran Inquiry Menurut Hamruni (2012:89), ciri utama metode pembelajaran inquiry yaitu pembelajarannya menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak hanya menerima penjelasan dari guru melainkan aktif menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga guru hanya sebagai fasilitator dan motivator, mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental sehingga dalam pembelajaran siswa tidak hanya dituntut dalam penguasaan materi saja tetapi dapat menggunakan potensi yang ada di dalam dirinya. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ciri utama dari metode pembelajaran inquiry yaitu posisi guru dalam proses pembelajaran, hanyalah sebagai motivator dan fasilitator saja. Kegiatan pembelajaran berpusat kepada siswa untuk menemukan dan mencari informasi tentang materi pembelajaran sehingga potensi dalam diri siswa dapat dikembangkan secara logis, sistematis dan kritis. 2.1.1.4 Prinsip-Prinsip Penggunaan Metode Pembelajaran Inquiry Menurut
Hamruni
(2012:91),
prinsip-prinsip
penggunaan
metode
pembelajaran inquiry yaitu berorientasi pada pengembangan intelektual sehingga kriteria keberhasilan metode pembelajaran inquiry tidak ditentukan oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran tetapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu, prinsip interaksi baik antar siswa, guru dan lingkungan, prinsip bertanya yang dilakukan oleh guru dan kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan dari guru sudah merupakan bagian proses berpikir serta harus digunakan dalam setiap langkah metode inquiry, prinsip belajar untuk berpikir sehingga belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta tetapi
belajar merupakan proses mengembangkan potensi seluruh otak baik otak kanan dan otak kiri, prinsip keterbukaan sehingga siswa perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan nalar dan logikanya. Guru
11
hanya bertugas menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya. Menurut beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa cara belajar dengan menggunakan metode pembelajaran inquiry pada prinsipnya pembelajaran itu merupakan proses berpikir, proses interaksi, dan proses bertanya untuk pengembangkan kemampuan intelektualnya dalam membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan siswa secara terbuka. 2.1.2.5 Sumber-Sumber Pembelajaran Metode Pembelajaran Inquiry Ketersediaan sumber-sumber pembelajaran yaitu topik penting dalam kaitannya dengan penggunaan metode pembelajaran inquiry. Fair dan Kachaturoff dalam Ngalimun (2014:38) mengatakan bahwa “ bahan-bahan pembelajaran dalam semua bentuk harus siap dan dapat dipakai oleh siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya”. Guru dapat menggunakan berbagai macam sumber pembelajaran, antara lain: materi bergambar, buku ajar, kit-kit pembelajaran dari materi-materi yang relevan, peta, barang cetaan, phamlets, program televisi, video tape, film strips, film, dan pembicara tamu. Selain itu, sumber-sumber dan fasilitas umum yang ada di masyarakat, seperti museum, bangunan bersejarah, situs arkeologi, pabrik, pertambangan, tempat pemakaman, bank, dan lain sebagainya dapat dipergunakan sebagai pelengkap buku-buku pelajaran dan aktifitas kelas. Short dan Klassen dalam Ngalimun (2014:39), mengatakan bahwa: Buku-buku teks dan literatur memainkan peranan yang sangat bagus dalam kegiatan inquiry. Mereka menggunakan literatur sebagai fokus sentral dari inquiry, sehingga literatur menjadi fokus utama yang menyebabkan mereka berpikir mendalami isu-isu dan pertanyaan yang mereka munculkan. Apabila literatur bukan merupakan fokus dari kegiatan inquiry, maka siswa menggunakan buku teks sebagai referensi untuk menemukan informasi yang spesifik. Sumber-sumber pembelajaran dalam metode inquiry juga dikemukakan oleh Mathias dalam Ngalimun (2014:39) yang menyatakan bahwa “Siswa juga perlu didorong untuk mengumpulkan datanya sendiri dari sumber-sumber
12
sekunder, atau mengumpulkan data primernya sendiri dengan menghitung dan mengobservasi sesuatu di daerahnya masing-masing”. Du Plass dalam Ngalimun (2014:39), menyatakan bahwa “materi-materi visual seperti: gambar, ilustrasi dan bagan seringkali digunakan dalam pendidikan sosial untuk mengenalkan konsep, menekankan pembelajaran dan untuk memperluas pengertian. Bagan, tabel, gambar dan diagram adalah “devices” pembelajaran yang ampuh”. Ngalimun (2014:39-40), menyatakan bahwa: Materi-materi audio seperti: rekaman-rekaman, tape dan radio dapat digunakan untuk memperkaya program-program pendidikan sosial. Materi-materi yang merupakan perpaduan gambar dan suara seperti film strips dapat juga digunakan untuk memperkaya pembelajaran pendidikan sosial. Film dapat dipergunakan untuk membantu siswa berempati tentang contohcontoh konsep yang berguna, dan mendapatkan kesempatan membuat keputusan. Televisi juga dapat dipergunakan guru dalam meningkatkan kemampuan siswa sebagai pemirsa yang kritis. Komputer juga dapat digunakan untuk menekankan keterampilan dan konsep serta simulasi dan demonstrasi. Dari beberapa pendapat mengenai sumber pembelajaran metode inquiry tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dapat menggunakan dari berbagai sumber. Tetapi hal penting yang harus diingat oleh guru yaitu apapun bentuk sumber belajar dan materi yang akan digunakan serta bagaimana sumber tersebut akan digunakan, maka tujuan pembelajaran itu harus menjadi pertimbangan utama. Sehingga guru harus merancang penggunaan sumber belajar sedemikian rupa hingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2.1.2.6 Kesulitan-Kesulitan dalam Implementasi Metode Pembelajaran Inquiry Metode pembelajaran inquiry merupakan salah satu metode yang dianggap baru. Sebagai suatu metode yang baru, dalam penerapannya mengalami berbagai kesulitan. Hamruni (2012:99-100) menyatakan bahwa ada 3 kesulitan di dalam menerapkan metode pembelajaran inqury. Kesulitan tersebut yaitu metode pembelajaran inquiry merupakan metode pembelajaran yang menekankan kepada proses hasil belajar dan hasil belajar sedangkan selama ini guru sudah terbiasa dengan pola pembelajaran yang lebih menekankan kepada hasil belajar sehingga
13
banyak guru yang merasa keberatan untuk mengubah pola mengajarnya, sejak lama tertanam dalam budaya belajar siswa yang hanya menerima materi pelajaran dari guru sehingga sulit mengubah pola belajar mereka dengan menjadikan belajar sebagai proses berpikir, berhubungan dengan sistem pendidikan kita yang dianggap tidak konsisten. Contohnya, sistem pendidikan menganjurkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya menggunakan pola pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir melalui anjuran penggunaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), namun di lain pihak sistem evaluasi masih menggunakan sistem Ujian Akhir Nasional (UAN) yang berorientasi pada pengembangan aspek kognitif. Hal ini tentu bisa menambah kebingungan guru sebagai pelaksana kegiatan di lapangan. Guru akan mengalami kebingungan antara melaksanakan pola pembelajaran dengan menggunakan inquiry sebagai metode
pembelajaran
mengembangkan
pola
yang
menekankan
pembelajaran
yang
pada
proses
diarahkan
belajar,
atau
siswa
dapat
agar
mengerjakan atau menjawab soal-soal hafalan. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran inquiry mengalami kesulitan karena cara berpikir guru masih klasikal yang menganggap sebagai sumber belajar utama sehingga pola pikir siswa untuk memecahkan suatu masalah masih sulit untuk dibentuk. Selain itu ketidakjelasan sistem pendidikan yang ada di Indonesia membuat guru menjadi bingung mengenai pola pembelajaran yang akan digunakan. 2.1.2.7 Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Inquiry Keunggulan metode pembelajaran inquiry menurut Hamruni (2012:100101) yaitu (a) menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelajaran menggunakan metode ini dianggap lebih bermakna, (b) memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya, (c) sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku lewat pengalaman, (d) mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, sehingga siswa memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
14
Keunggulan metode pembelajaran inquiry menurut Marsh dalam Ngalimun (2014:41) yaitu (a) ekonomis dalam menggunakan pengetahuan hanya pengetahuan yang relevan dengan sebuah isu yang diamati, (b) metode ini memungkinkan siswa dapat memandang konten (isi) dalam sebuah cara yang lebih realistik dan positif karena mereka dapat menganalisis dan menerapkan data untuk pemecahan masalah, (c) secara instrinsik, metode ini sangat memotivasi siswa. Siswa akan termotivasi oleh dirinya sendiri untuk merefleksi isu-isu tertentu, mencari data-data yang relevan dan membuat keputusan-keputusan yang sangat berguna bagi dirinya sendiri, (d) metode ini juga memungkinkan hubungan guru dan siswa lebih hangat karena guru lebih bertindak sebagai fasilitator pembelajaran. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa keuntungan metode pembelajaran inquiry yaitu (a) menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang sehingga pembelejaran menggunakan metode ini dianggap lebih bermakna, (b) memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajarnya, (c) sesuai dengan perkembangan psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku lewat pengalaman, (d) mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, sehingga siswa memiliki kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar, (e) ekonomis dalam menggunakan pengetahuan hanya pengetahuan yang relevan dengan sebuah isu yang diamati, (f) metode ini memungkinkan siswa dapat memandang konten (isi) dalam sebuah cara yang lebih realistik dan positif karena mereka dapat menganalisis dan menerapkan data untuk pemecahan masalah, (g) secara instrinsik, metode ini sangat memotivasi siswa. Siswa akan termotivasi oleh dirinya sendiri untuk merefleksi isu-isu tertentu, mencari data-data yang relevan dan membuat keputusan-keputusan yang sangat berguna bagi dirinya sendiri, (h) metode ini juga memungkinkan hubungan guru dan siswa lebih hangat karena guru lebih bertindak sebagai fasilitator pembelajaran. Kelemahan metode pembelajaran inquiry menurut Hamruni (2012:101) yaitu (a) sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa, (b) tidak mudah
15
mendesainnya, karena terbentur pada kebiasaan siswa, (c) terkadang dalam implementasinya memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan. Kelemahan metode pembelajaran inquiry menurut Marsh dalam Ngalimun (2014:41) yaitu (a) metode ini memerlukan jumlah jam pelajaran kelas yang banyak dan juga waktu di luar kelas dibandingkan dengan metode pembelajaran lainnya, (b) metode ini memerlukan proses mental yang berbeda, seperti perangkat analitik dan kognitik. Hal ini mungkin kurang berguna untuk semua bidang pelajaran, (c) metode ini dapat berbahaya bila dikaitkan dengan beberapa problema inquiry terutama isu-isu kontroversial, (d) siswa lebih menyukai metode bab per bab yang tradisional, (e) metode ini sulit untuk dievaluasi dengan menggunakan tes prestasi tradisional, seperti akan mengevaluasi proses pemikiran yang digunakan oleh siswa ketika sedang mengerjakan program-program inquiry. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelemahan metode pembelajaran inquiry yaitu (a) sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa. Hal itu diakibatkan sulitnya mengadakan evaluasi dengan menggunakan tes prestasi tradisional, (b) tidak mudah mendesainnya, karena terbentur pada kebiasaan siswa dan siswa lebih menyukai metode bab per bab yang tradisional, (c) terkadang dalam implementasinya memerlukan waktu yang panjang, sehingga guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan, (d) metode ini memerlukan proses mental yang berbeda, seperti perangkat analitik dan kognitik. Hal ini mungkin kurang berguna untuk semua bidang pelajaran, (e) metode ini dapat berbahaya bila dikaitkan dengan beberapa problema inquiry terutama isu-isu kontroversial. 2.1.2.8 Peranan Guru dalam Metode Pembelajaran Inquiry Menurut Maxim dalam Ngalimun (2014:42), peranan guru dalam metode pembelajaran inquiry yaitu (1) menimbulkan rasa keingintahuan dan minat siswa terhadap sebuah topik dan membuat siswa sadar akan masalah, (2) mengizinkan siswa untuk memutuskan masalah spesifik apa yang mereka ingin kaji dalam bidang itu, (3) membantu siswa mengumpulkan data dan bekerja ke arah pemecahan masalah tersebut bagi siswanya, (4) bertindak sebagai seorang guide
16
ketika siswanya belajar sehingga guru dapat membantu setiap masalah penelitian tertentu atau setiap masalah yang berkaitan dengan interpretasi data yang belum dibahas, (5) mendorong kelompok-kelompok mengembangkan teknik-teknik yang kreatif dalam berbagi pendapat tentang temuan-temuannya dengan orang lain. Dobey dan Schafer dalam Ngalimun (2014:42), menyatakan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry tingkat tinggi dikaitkan dengan guru yang (1) memfasilitasi sejumlah besar aktivitas yang digerakkan siswa, (2) menunjukkan kurangnya aktivitas yang diarahkan guru, (3) memberikan isi informasi yang kurang substansinya. Hamdani (2011:183) menyatakan bahwa peranan guru di dalam metode pembelajaran inquiry yaitu (1) merencanakan pelajaran sehingga pelajaran terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa, (2) menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi siswa untuk menyelesaikan masalah, (3) memerlukan cara penyajian yaitu cara enaktif, ikonik, dan simbolik, (4) apabila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoretis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor. Wood dalam Ngalimun (2014:43) menyatakan bahwa peranan guru yaitu: Mendorong pembelajaran mandiri dengan cara: menimbulkan rasa keinginantahuan siswa, menanyakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, menanyakan pertanyaanpertanyaan yang menekankan keputusan-keputusan yang harus dibuat oleh siswa, mendorong partisipasi individual dalam diskusi, menjaga agar diskusi tetap relevan dengan topik, bertindak sebagai seorang penantang, mempromosikan penggunaan beberapa sumber informasi, dan mendorong siswa menjadi kreatif dan spekulatif dalam berpikir. Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa peranan guru dalam metode pembelajaran inquiry yaitu merencanakan dan menyajikan materi yang dapat menimbulkan rasa keingintahuan siswa melalui pertanyaanpertanyaan yang terbuka untuk mendukung siswa memecahkan masalah sehingga pola pikir yang kreatif dapat terbentuk. Peran guru hanyalah sebagai fasilitator dan pembimbing yang membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah.
17
2.1.2.9 Langkah-Langkah Pelaksanaan Metode Pembelajaran Inquiry Hamdani (2012:186) menyatakan bahwa
langkah-langkah metode
pembelajaran inquiry yaitu: 1. Menemukan masalah. 2. Pengumpulan data untuk memperoleh kejelasan. 3. Pengumpulan data untuk mengadakan percobaan. 4. Perumusan keterangan yang diperoleh. 5. Analisis proses inquiry. Ngalimun (2014:36-37) menyatakan bahwa langkah-langkah metode pembelajaran inquiry yaitu: 1. Penerimaan dan pendefinisian masalah Proses ini dimulai ketika siswa menerima dan mengidentifikasi sebuah masalah yang membutuhkan penjelasan. 2. Pengembangan hipotesis Setelah situasi yang membingungkan disajikan, siswa mulai mengembangkan hipotesis. Hipotesis yang potensial ditulis di papan tulis, kemudian dianalisa dan didiskusikan, penilaian juga dibuat terhadap hipotesis mana yang tampaknya perlu dipertimbangkan. 3. Pengumpulan data Setelah hipotesis ditetapkan, siswa mengumpulkan data untuk menguji hipotesis
tersebut.
Dalam
mengumpulkan
data
ini,
siswa
perlu
mempertimbangkan penggunaan bermacam-macam buku dan berbagai materi lainnya yang ditemukan dalam majalah, artikel yang ada di koran, perpustakaan sekolah ataupun perpustakaan umum, melalui wawancara pribadi, dan dari berbagai sumber lainnya. 4. Pengujian hipotesis Setelah semua data dikumpulkan dan dicermati, tahap selanjutnya yaitu membedakan
antara
penjelasan-penjelasan
yang
menyesatkan
dengan
penjelasan yang memadai atau cocok. Berdasarkan bukti-bukti yang telah diperoleh, siswa perlu mengidentifikasi penjelasan atau kesimpulan yang dapat dipertahankan. Di dalam langkah ini keterampilan berpikir siswa mulai
18
digunakan untuk menganalisis, mensintesa, menolak hipotesis atau menerima hipotesis berdasarkan bukti-bukti yang telah ada. 5. Penarikan kesimpulan sementara Metode pembelajaran inquiry secara keseluruhan tidaklah dianggap lengkap jika siswa belum menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi. Langkah ini melibatkan siswa untuk menarik suatu kesimpulan. Hamruni (2012:95-99) menyatakan bahwa langkah-langkah metode pembelajaran inquiry yaitu: 1. Orientasi Pada langkah ini, guru mengkondisikan siswa agar siap melaksanakan proses pembelajaran dengan cara merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam langkah orientasi ini yaitu: 1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. 2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. Pada langkah ini, dijelaskan langkah-langkah inquiry serta tujuan setiap langkah, mulai dari langkah merumuskan masalah sampai dengan merumuskan kesimpulan. 3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa. 2. Merumuskan masalah Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan yaitu persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Dikatakan teka-teki karena masalah itu tentu ada jawabannya, dan siswa didorong untuk mencari jawaban yang tepat. Proses mencari jawaban itulah yang sangat penting dalam metode pembelajaran inquiry. Melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merumuskan masalah yaitu:
19
1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji. Sehingga guru sebaiknya tidak merumuskan sendiri masalah pembelajaran dan hanya memberikan topik yang akan dipelajari saja. 2) Masalah yang dikaji mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. Artinya guru perlu mendorong agar siswa dapat merumuskan masalah yang menurut guru jawaban sebenarnya sudah ada, tinggal siswa mencari dan mendapatkan jawabannya secara pasti. 3) Konsep-konsep dalam masalah yaitu konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui proses inquiry, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah. 3. Mengajukan hipotesis Hipotesis yaitu jawaban sementara dari suatu permasalahan yang sedang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak lahir. Potensi itu dimulai dari kemampuan untuk menebak atau mengira-ngira suatu permasalahan. Perkiraan sebagai hipotesis bukan sembarang perkiraan tapi harus memiliki landasan berpikir yang kokoh sehingga hipotesis yang dimunculkan bersifat rasional dan logis. Kemampuan berpikir logis itu sendiri akan sangat dipengaruhi oleh kedalaman wawasan yang dimiliki serta keluasan pengalaman. 4. Mengumpulkan data Mengumpulkan data yaitu aktivitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Tugas dan peran guru dalam langkah ini yaitu mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan.
20
5. Menguji hipotesis Menguji hipotesis yaitu proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis yaitu mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. 6. Merumuskan kesimpulan Merumuskan kesimpulan yaitu proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan. Menurut beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah metode pembelajaran inquiry yaitu a. Orientasi a) Guru menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa. b) Guru menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa untuk mencapai tujuan. c) Guru menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar. d) Guru membentuk siswa ke dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang. b. Merumuskan masalah a) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa bukan oleh guru. b) Guru mendorong siswa agar masalah yang dikaji mengandung teka-teki yang jawabannya pasti. c) Guru memastikan bahwa konsep-konsep dalam masalah yaitu konsep– konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. c. Mengajukan hipotesis a) Guru mendorong kemampuan siswa untuk menebak atau mengira-ngira suatu permasalahan.
21
d. Mengumpulkan data a) Guru mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. e. Menguji hipotesis a) Guru mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. f. Merumuskan kesimpulan a) Guru mampu menunjukkan pada siswa data yang relevan untuk mencapai kesimpulan yang akurat. 2.1.3 Metode Pembelajaran Ceramah 2.1.3.1 Hakikat Metode Pembelajaran Ceramah Udin S. Winataputra (2003:4.18), menyatakan bahwa “metode ceramah merupakan suatu cara penyajian bahan atau penyampaian bahan pelajaran secara lisan dari guru”. Hamdani (2011:156), menyatakan bahwa “metode ceramah berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan fakta yang ditutup dengan tanya jawab antara guru dan siswa”. Sagala dalam Isriani Hardini (2012:14), menyatakan bahwa metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada siswa”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa metode ceramah yaitu suatu cara penyajian materi yang berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan fakta secara lisan dari guru kepada siswa. Menurut
Udin
S.
Winataputra (2003:4.18),
karakteristik
metode
pembelajaran ceramah, yaitu (1) lebih bersifat pemberian informasi, berupa fakta atau ingatan, (2) sistem pembelajaran klasikal, (3) jumlah siswa relatif banyak, (4) lebih banyak satu arah, (5) lebih diutamakan gaya guru dalam berbicara, intonasi, improvisasi, semangat dan sistematika pesan. Menurut Udin S. Winataputra (2003:4.18), pengalaman belajar dari metode pembelajaran ceramah, yaitu (1) berlatih mendengarkan dan menyimak, (2) mengkaji apa yang diceramahkan, (3) pemahaman konsep, (4) pemahaman prinsip, (5) pemahaman fakta, (6) proses mencatat bahan pelajaran.
22
2.1.3.2 Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran Ceramah Menurut Udin S. Winataputra (2003:4.18), keunggulan dari metode pembelajaran ceramah, yaitu (a) ekonomis waktu dan biaya, (b) sasaran siswa relatif banyak, (c) bahan pelajaran sudah dipilih atau dipersiapkan, (d) guru dapat mengulangi secara mudah. Menurut Udin S. Winataputra (2003:4.18), kelemahan dari metode pembelajaran ceramah, yaitu (a) sulit untuk siswa yang tidak terbiasa mendengarkan dan mencatat, (b) kemungkinan menimbulkan verbalisme, (c) sangat kurang memberikan kesempatan kepada siswa, (d) guru sebagai buku pelajaran, (e) cenderung belajar ingatan. Menurut Isriani Hardini (2012:15), kelemahan dari metode pembelajaran ceramah, yaitu (a) metode ceramah tidak dapat memberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah sehingga proses menyerap pengetahuannya kurang tajam, (b) metode ceramah kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keberanian mengemukakan pendapatnya, (c) metode ceramah kurang cocok dengan tingkah laku kemampuan anak yang masih kecil, (d) keberhasilan peserta didik tidak teratur. Menurut uraian pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kelemahan metode pembelajaran ceramah, yaitu (a) sulit untuk siswa yang tidak terbiasa mendengarkan dan mencatat, (b) kemungkinan menimbulkan verbalisme, (c) guru sebagai buku pelajaran, (d) cenderung belajar ingatan, (e) tidak dapat memberikan kesempatan untuk berdiskusi memecahkan masalah sehingga proses menyerap pengetahuannya kurang tajam, (f) kurang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keberanian mengemukakan pendapatnya, (g) kurang cocok dengan tingkah laku kemampuan anak yang masih kecil, (h) keberhasilan peserta didik tidak teratur. 2.1.3.3 Kemampuan Guru untuk Menunjang Efektivitas Penggunaan Metode Pembelajaran Ceramah Menurut Udin S. Winataputra (2003:4.19), kemampuan guru yang perlu disiapkan untuk menunjang efektivitas penggunaan metode ceramah, yaitu (1) teknik ceramah memungkinkan dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa,
23
(2) memberikan ilustrasi yang sesuai dengan bahan pelajaran, (3) menguasai materi pelajaran, (4) menjelaskan pokok-pokok bahan pelajaran secara sistematik, (5) menguasai keseluruhan siswa dalam kelas. Menurut Dra. Sumiati (2009:99), untuk menambah tingkat keefektifan diperlukan kemampuan memberi penjelasan. Hal yang harus diperhatikan dalam memberi penjelasan, yaitu (1) kejelasan bahasa, baik dalam memilih kata-kata, susunan kalimat, maupun menghindari kekaburan memberikan batasan pengertian terhadap istilah baru, (2) menggunakan contoh secara memadai dan relevan dengan ide, konsep atau generalisasi apa yang dijelaskan. Disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa yang diberi penjelasan, (3) melakukan penekanan terhadap bentuk-bentuk informasi tertentu. Penekanan ini dapat dilakukan dengan menggunakan suara, dengan pengulangan penjelasan, mencari kata atau ungkapan lain yang mempunyai arti sama, dengan tindakan, dengan menggunakan gambar atau demonstrasi. Tujuan penekanan ini untuk menarik perhatian terhadap apa yang dijelaskan, (4) penyusunan materi pembelajaran yang dijelaskan harus logis dan jelas, (5) menggunakan umpan balik. Beberapa uraian pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam menunjang keefektifan metode ceramah, yaitu
(1) memberikan
ilustrasi yang sesuai dengan bahan pelajaran, (2) menguasai materi pelajaran, (3) menjelaskan pokok-pokok bahan pelajaran secara sistematik, (4) menguasai keseluruhan siswa dalam kelas, (5) kejelasan bahasa, baik dalam memilih katakata, susunan kalimat, maupun menghindari kekaburan memberikan batasan pengertian terhadap istilah baru, (6) teknik ceramah memungkinkan dapat membangkitkan minat dan motivasi siswa dengan melakukan penekanan menggunakan suara, dengan pengulangan penjelasan, mencari kata atau ungkapan lain yang mempunyai arti sama, dengan tindakan, dengan menggunakan gambar atau demonstrasi, (7) menggunakan umpan balik. 2.1.3.4 Kondisi Siswa yang Perlu Diperhatikan dalam Metode Pembelajaran Ceramah Menurut Udin S. Winataputra (2003:4.19), kondisi siswa yang perlu diperhatikan untuk menunjang pembelajaran dengan menggunakan metode
24
ceramah, yaitu (1) kemampuan mendengarkan dan mencatat bahan pelajaran, (2) kemampuan awal yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari, (3) kondisi yang berhubungan dengan perhatian dan motivasi dalam belajar. 2.1.3.5 Langkah-Langkah Metode Pembelajaran Ceramah Menurut Udin S. Winataputra (2003:3.14-3.20), langkah-langkah metode pembelajaran ceramah, yaitu: 1. Menciptakan kondisi awal pembelajaran yang baik 1) Menciptakan suasana belajar yang demokrasi. 2) Menciptakan kesiapan belajar siswa. 2. Melaksanakan tes awal atau apersepsi 1) Mengajukan pertanyaan sehubungan dengan bahan pelajaran sebelumnya atau yang akan dipelajari. 2) Memberikan komentar terhadap jawaban yang diberikan oleh siswa. 3) Membangkitkan motivasi dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran. 3. Memberitahukan tujuan dan garis besar materi yang akan dipelajari. Pentingnya memberitahukan tujuan dan garis besar materi yang akan dipelajari sebelum memulai pembelajaran yaitu agar siswa mengetahui yang harus dicapai. 4. Menyampaikan alternatif belajar yang akan ditempuh. Dalam tahapan ini, guru perlu menyampaikan kepada siswa tentang kegiatan belajar yan harus ditempuh siswa dalam mempelajari topik-topik tersebut. Contohnya siswa disuruh diam memperhatikan penjelasan guru dan mencatat apa yang dijelaskan oleh guru. 5. Membahas materi atau menyajikan bahan pelajaran. 6. Asosiasi dan pemahaman bahan pelajaran melalui keterhubungan antara materi yang sedang dipelajari dengan situasi nyata atau dengan bahan pelajaran yang lain. 7. Aplikasi bahan pelajaran yang telah dipelajari dengan cara tertulis, seperti mengerjakan soal. 8. Menyimpulkan bahan pelajaran yang telah dipelajari.
25
Menurut Isriani Hardini (2012:16), langkah-langkah yang baik dalam metode ceramah, yaitu: 1. Menjelaskan tujuan pembelajaran terlebih dahulu kepada siswa. 2. Kemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas. 3. Memancing pengalaman siswa yang cocok dengan materi yang akan dipelajari. Caranya dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menarik perhatian mereka. 4. Perhatian siswa dari awal sampai akhir harus terpelihara. 5. Menyajikan pelajaran secara sistematis. 6. Membangkitkan motivasi belajar secara terus menerus selama pelajaran berlangsung. 7. Menarik kesimpulan dari semua pelajaran yang telah diberikan. 8. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi materi pelajaran yang telah diberikan. 9. Melaksanakan penilaian secara komprehensif untuk mengukur perubahan tingkah laku. Menurut Dimyati dan Moedjiono dalam Miftah Rosyadi (2012:18) secara garis besar terdapat 4 langkah yang tercangkup dalam prosedur pemakaian metode ceramah dalam proses belajar mengajar yang meliputi: 1. Tahap persiapan ceramah. 1) Mengorganisasikan isi pelajaran yang akan disampaikan. 2) Mempersiapkan pengusaan isi pelajaran yang akan diceramahkan. 3) Memilih dan mempersiapkan media instruksional dan atau alat bantu instruksional yang akan digunakan. 2. Tahap awal ceramah. 1) Meningkatkan hubungan guru-siswa. 2) Meningkatkan perhatian siswa. 3) Mengemukakan pokok-pokok isi ceramah. 3. Tahap pengembangan ceramah. 1) Guru memberikan keterangan secara singkat dan jelas. 2) Guru mempergunakan papan tulis.
26
3) Guru memberi keterangan ulang dengan menggunakan istilah atau kata-kata lain yang lebih jelas. 4) Guru merinci dan perluas pelajaran. 5) Guru memberi balikan (feedback) sebanyak-banyaknya selama berceramah. 6) Guru mengatur alokasi waktu ceramah. 4. Tahap akhir ceramah. 1) Pembuatan
rangkuman
dari
garis-garis
besar
isi
pelajaran
yang
diceramahkan. 2) Penjelasan hubungan isi pelajaran yang diceramahkan dengan isi pelajaran berikutnya. 3) Penjelasan tentang kegiatan pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa langkahlangkah pembelajaran metode pembelajaran ceramah yaitu: 1. Kegiatan awal 1) Guru memberi salam, berdoa dan presensi siswa. 2) Guru menyampaikan tujuan pembelaajaran. 3) Guru melakukan apersepsi berupa memberi pertanyaan seputar koperasi. 2. Kegiatan inti 1) Guru menyampaikan materi dengan ceramah. 2) Guru memberikan tugas kepada siswa yang harus dikerjakan. 3) Guru dan siswa membahas tugas yang dikerjakan. 4) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai ketidakjelasan materi. 3. Kegiatan penutup 1) Guru bersama siswa menyimpulkan materi dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. 2) Guru menyampaikan materi di pertemuan yang akan datang. 2.1.4 Hasil Belajar 2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar Nawawi dalam Ahmad Susanto (2013:5) menyatakan bahwa “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi
27
pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”. Oemar Hamalik dalam Rusman (2012:123) menyatakan bahwa “hasil belajar dapat terlihat dari terjadinya perubahan persepsi dan perilaku termasuk juga perubahan perilaku”. Rusman (2012: 123) menyatakan bahwa “hasil belajar yaitu sejumlah pengalaman yang diperoleh oleh siswa mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Ahmad Susanto (2013:5) menyataka bahwa ”hasil belajar yaitu perubahanperubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar”. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yaitu tingkat keberhasilan siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimana keberhasilan tersebut diperoleh melalui tes dan dinyatakan dalam skor. 2.1.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Wasliman dalam Ahmad Susanto (2013:12) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi 2 yaitu (1) faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa yang memengaruhi hasil belajarnya. Faktor internal, meliputi kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan, (2) faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang memengaruhi hasil belajar. Faktor ekstrenal, meliputi keadaan keluarga , sekolah, dan masyarakat. Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar. Keadaan keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Munadi dalam Rusman(2012:124) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu (1) faktor internal meliputi faktor fisiologis seperti kondisi kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan yang lelah dan capek,
28
tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi siswa dalam menerima materi pelajaran dan faktor psikologis yang meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa, (2) faktor eksternal meliputi faktor lingkungan berupa lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban, dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruang yang memiliki ventilasi udara yang kurang tentunya akan berbeda suasana belajarnya dengan yang belajar di pagi hari yang udaranya masih segar dan di ruang yang cukup mendukung untuk bernafas lega dan faktor instrumental merupakan faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor-faktor instrumental ini berupa kurikulum, sarana, dan guru. Dari pendapat 2 tokoh tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada 2 yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal, terdiri dari faktor fisiologis yang meliputi kondisi fisik dan kesehatan serta faktor psikologis yang meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar siswa. Sedangkan faktor ekstrenal terdiri dari faktor lingkungan yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat serta faktor instrumental yang meliputi kurikulum, sarana, dan guru. 2.1.4.3 Klasifikasi Hasil Belajar Menurut Bloom dalam Rusman (2012:125), hasil belajar diklasifikasikan menjadi 3 yaitu domain kognitif yang berkenaan dengan kemampuan dan kecakapan-kecakapan intelektual berpikir. Domain kognitif menurut Bloom dalam Rusman (2012:125) terdiri dari 6 kategori yaitu (1) pengetahuan yaitu jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk dapat mengenali atau mengetahui adanya konsep-konsep, fakta, prinsip atau istilah tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya, (2) pemahaman yaitu jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk memahami atau mengerti tentang materi pelajaran yang disampaikan guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain, (3) penerapan yaitu jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk
29
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode, prinsip, dan teori-teori dalam situasi baru dan konkret, (4) analisis yaitu jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk menguraikan suatu situasi atau keadaan tertentu ke dalam unsur-unsur
atau
komponen
pembentukannya.
Kemampuan
analisis
dikelompokkan menjadi 3 yaitu analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi, (5) sintesis yaitu jenjang kemampuan yang menuntut
siswa untuk
menghasilkan sesuatu
yang
baru
dengan
cara
menggabungkan berbagai faktor. Hasil yang diperoleh dapat berupa tulisan, rencana atau mekanisme, (6) evaluasi yaitu jenjang kemampuan yang menuntut siswa untuk dapat mengevaluasi suatu situasi, keadaan, pernyataan atau konsep berdasarkan kriteria tertentu. Domain kognitif menurut Lorin Anderson dalam Rusman (2012:126) terdiri dari 6 kategori yaitu (1) mengingat, taksonominya mengurutkan, menjelaskan,
mengidentifikasi,
menamai,
menempatkan,
mengulangi,
menemukan kembali, dsb, (2) memahami, taksonominya menafsirkan, meringkas, mengklasifikasikan, membandingkan, menjelaskan, memaparkan, dsb, (3) menerapkan,
taksonominya
melaksanakan,
menggunakan,
menjalankan,
melakukan, mempraktikkan, memilih, menyusun, memulai, menyelesaikan, mendeteksi, dsb, (4) menganalisis, taksonominya menguraikan, membandingkan, mengorganisasikan, menyusun ulang, mengubah struktur, mengerangkakan, menyusun
outline,
mengintegrasikan,
membandingkan,
membedakan,
manyamakan, dsb, (5) mengevaluasi, taksonominya menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji, membenarkan, menyalahkan, dsb, (6) berkreasi, taksonominya merancang, membangun, merencanakan, memproduksi, menemukan,
membaharui,
menyempurnakan,
memperkuat,
memperindah,
mengubah, dsb. Domain afektif, berkenaan dengan sikap, kemampuan, dan penguasaan segi-segi emosional, yaitu perasaan, sikap, dan nilai. Domain psikomotor, berkenaan dengan suatu keterampilan-keterampilan atau gerakan fisik.
30
Dari pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa klasifikasi hasil belajar itu ada 3 yaitu kognitif mengenai tentang pengetahuan, afektif mengenai tentang sikap, dan psikomotorik mengenai keterampilan. 2.1.4.4 Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa. Penilaian hasil belajar siswa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penilaian tes berupa aspek kognitif. Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa pilihan ganda. Penilaian hasil belajar oleh guru dilakukan secara berkesinambungan yang bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar siswa serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Prosedur penilaian hasil belajar dalam penelitian ini , yaitu (1) memilih standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada di silabus, (2) mengembangkan indikator untuk mengetahui ketercapaian KD, (3) membuat kisi-kisi soal, (4) melaksanakan tes, (5) mengolah hasil tes tersebut untuk mengetahui keberhasilan dalam pembelajaran. 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian oleh Nuryani (2012) “Effektivitas Penggunaan Metode Inkuiri dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Siswa Kelas IV SD N Tegal Panggung Danurejan Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa penerapan metode inkuiri lebih efektif dalam pembelajaran dan menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada mata pelajaran IPS siswa kelas IV SD N Tegal Panggung Danurejan Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012. Penelitian oleh Evi Nuraini (2012) “Pengaruh Penggunaan Metode Inkuiri Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Cepit Sewon Bantul Tahun Ajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa penerapan metode inkuiri memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar IPS siswa kelas IV SD N Cepit Sewon Bantul tahun ajaran 2011/2012. Penelitian oleh Diah Wulandari (2012) “Pengaruh Penggunaan Metode Inkuiri Terhadap Hasil Belajar IPA Materi Cahaya dan Sifat-Sifatnya Pada Kelas V SD Negeri Mranggen Tengah Kecamatan Bansari Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” menyimpulkan hasil belajar IPA materi
31
cahaya dan sifat-sifatnya pada kelas V SD Negeri Mranggen Tengah yang menggunakan metode inkuiri lebih tinggi dibandingkan yang menggunakan metode konvensional. Penelitian oleh Purwanto (2012) “Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Menerapkan Pembelajaran Berbasis Inkuiri Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 1 Ngembak Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Semester I Tahun Ajaran 2011/2012” menyimpulkan bahwa metode pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD N 1 Ngembak. Hal itu terbukti dari persentase siklus I yang hanya 60,71% menjadi 85,71% pada siklus II. Penelitian oleh Ninik Satiyem (2013) “Upaya Peningkatan Hasil Belajar PKn Melalui Metode Inkuiri Pada Siswa Kelas V Semester I SD Negeri Bawang Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014” menyimpulkan bahwa pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD N Bawang dalam pembelajaran PKn. Hal itu terbukti dari persentase siklus I 65,25% menjadi 91,5% pada siklus II. Data tentang penelitian yang relevan akan diperjelas dalam tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Hasil Penelitian yang Relevan Peneliti
Variabel
Subjek
Jenis
X
Y
Penelitian
Penelitian
Metode
Hasil Belajar
Kelas 4
Eksperimen
Inkuiri
IPS
SD
Metode
Hasil Belajar
Kelas 4
Inkuiri
IPS
SD
Diah Wulandari
Metode
Hasil Belajar
Kelas 5
(2012)
Inkuiri
IPA
SD
Nuryani (2012) Evi Nuraini (2012)
Purwanto (2012)
Pembelajaran Hasil Belajar Berbasis
IPA
Eksperimen Eksperimen
Kelas 5
Penelitian
SD
Tindakan
32
Inkuiri
Kelas (PTK)
Ninik Satiyem
Metode
Hasil Belajar
Kelas 5
Penelitian
(2013)
Inkuiri
PKn
SD
Tindakan Kelas (PTK)
Berdasar Tabel 1, dapat terlihat dengan jelas bahwa terdapat perbedaan mata pelajaran, kelas dan jenis penelitian. Tetapi perlakuan yang digunakan untuk meningkatkan
hasil
belajar
sama
yaitu
dengan
menggunakan
metode
pembelajaran inquiry. Dari beberapa penelitian tersebut walaupun berbeda-beda tetapi menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan di SD Negeri 1 Mudal untuk mengetahui perbedaan pengaruh penerapan metode inquiry dengan metode ceramah terhadap hasil belajar IPS kelas 4 SD Negeri 2 Mudal semester II tahun Pelajaran 2013/2014. 2.3 Kerangka Pikir IPS merupakan salah satu mata pelajaran terpenting bagi siswa SD. Dikatakan terpenting karena pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Metode inquiry merupakan salah satu metode pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis, analitis, dan ilmiah dengan menggunakan langkah-langkah yang mencakup orientasi,
merumuskan masalah, mengajukan hipotesis,
mengumpulkan data, menguji hipotesis serta merumuskan kesimpulan untuk menemukan dan mencari sendiri jawaban dari masalah yang dipertanyakan. Sehingga dalam metode inquiry kemampuan analisis siswa terbentuk. Di dalam pembelajaran dengan menggunakan metode inquiry, guru memberikan masalah yang berkaitan dengan materi. Masalah yang diberikan oleh guru tersebut masih harus dirumuskan oleh siswa sendiri karena masalah yang diberikan oleh guru masih bersifat umum. Dari masalah tersebut, siswa mencari sendiri jawaban dari masalah yang diberikan. Pengetahuan yang diperoleh siswa sendiri akan lebih tertanam dalam pikiran siswa sehingga hasil belajar siswa juga dapat meningkat.
33
2.4 Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara penerapan
metode
pembelajaran
inquiry
dengan
metode
pembelajaran
konvensional terhadap hasil belajar IPS pada siswa kelas 4 SD N Mudal Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali semester II tahun pelajaran 2013/2014”.