perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Tinjauan Tentang Program Keluarga Harapan (PKH) a. Definisi Program Keluarga Harapan Secara eksplisit negara melalui konstitusi mengamanatkan bahwa “Negara memelihara fakir miskin dan anak-anak yang terlantar,mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan sosial yang layak yang diatur dengan undangundang” UUD 1945). Sejalan dengan ini, Edi Suharto (2007) mengungkapkan: “Sebagai salah satu bentuk kebijakan sosial dan public goods, pelayanan sosial tidak dapat dan tidak boleh diserahkan begitu saja kepada masyarakat dan pihak swasta. Sebagai lembaga yang memiliki legitimasi publik yang dipilih dan dibiayai oleh rakyat, negara memiliki kewajiban (obligation) dalam memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect) dan menghargai (to respect) hak-hak dasar, ekonomi, dan budaya warganya. Mandat negara untuk melaksanakan pelayanan sosial lebih kuat daripada masyarakat atau dunia usaha. Berdasarkan konvensi internasional, mandat negara dalam pelayanan sosial bersifat ‘wajib’. Sedangkan, mandat masyarakat dan dunia usaha dalam pelayanan sosial bersifat ‘tanggungjawab’ (responsibility). Di samping UUD 1945, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang menjamin hak kelompok masyarakat miskin. Sejalan dengan ketentuan tersebut, kebijakan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan 4 (empat) strategi
utama,
yaitu
perlindungan
sosial,
pemberdayaan
masyarakat,
pemberdayaan UKM dan pembangunan infrastruktur pedesaan. Tanggung jawab negara tersebut, diwujudkan dengan pembentukan Program Keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan atau yang selanjutnya disingkat PKH, merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan sistem perlindungan sosial dan strategi intervensi pengentasan kemiskinan di Indonesia dengan mengadopsi Bantuan Tunai Bersyarat (Conditional Cash Transfers) yang sudah banyak diterapkan di berbagai negara. commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Semakna dengan amanat yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 34 ayat 1 yang berbunyi “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara”, maka PKH harus bisa membuktikan secara empiris sehingga pengembangannya memiliki bukti yang nyata yang bisa dipertanggungjawabkan sebagai wujud nyata dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat 3. Selain UUD 1945 Pasal 34 ayat 3, landasan hukum dari PKH adalah: 1.
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
2.
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional,
3.
UU No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
4.
Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tindak Percepatan Pencapaian Sasaran Program Pro-Rakyat, dan
5.
Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. PKH juga dimaksudkan sebagai bagian dari upaya pencapaian Millennium
Development Goals. Tujuan Pembangunan Milenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan) tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan. Tujuan pembangunan Milenium ditargetkan untuk dapat dicapai pada tahun 2015. Merujuk pada Sistem Jaminan Sosial Nasional berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004, PKH menjadi model jaminan yang unik. Di satu sisi, PKH merupakan bantuan sosial yang dimaksudkan demi mempertahankan kehidupan (life survival) dalam kebutuhan dasar terutama pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, PKH bernuansa pemberdayaan yakni menguatkan rumah tangga miskin agar mampu keluar dari kemiskinannya melalui promosi kesehatan dan mendorong anak bersekolah. Dana yang diberikan kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM) to user agar penerima dapat mengakses secara tunai melalui Kantor Poscommit dimaksudkan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
fasilitas pendidikan dan kesehatan yakni anak-anak harus bersekolah hingga SMP, anak balita harus mendapatkan imunisasi, dan ibu hamil harus memeriksakan kandungan secara rutin (berkala). Fokus persyaratan PKH adalah penurunan kemiskinan, tanggung jawab publik, investasi kapital/modal manusia dan memelihara modal manusia yang ada saat ini. PKH menuntut perubahan perilaku yang membawa manfaat dalam beberapa hal, dan mengasumsikan bahwa uang akan memampukan penerimanya melakukan itu. Dengan kata lain, diasumsikan bahwa bantuan tunai lah yang memastikan penerimanya untuk memeriksakan kesehatan dan sekolah, pelayanan kesehatan dan sekolah tersedia. Bantuan tunai merupakan insentif yang tepat untuk mendorong kehadiran itu dan peningkatan status kesehatan dan kehadiran sekolah akan berdampak pada prestasi sekolah, dan dengan begitu akan memperbaiki kualitas hidup dan membuka berbagai kesempatan dalam hidup. Menurut definisinya, Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan tunai kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM). Sebagai imbalannya KSM diwajibkan memenuhi persyaratan yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan. UPPKH adalah unit pengelola PKH yang dibentuk baik di pusat dan daerah. Di Pusat adalah UPPKH Pusat dan di Daerah adalah UPPKH Kabupaten/ Kota. Peserta PKH adalah KSM yang memenuhi satu atau beberapa kriteria yaitu memiliki Ibu hamil/ nifas, anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, anak usia SD dan SLTP dan anak 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Pendamping PKH adalah pekerja sosial yang direkrut oleh UPPKH melalui proses seleksi dan pelatihan untuk melaksanakan tugas pendampingan KSM penerima program dan membantu kelancaran pelaksanaan PKH.
Penyelenggaraan PKH bersifat multisektor baik di Pusat
maupun di Daerah yang melibatkan instansi pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga Desa serta masyarakat. Tujuan umum PKH adalah untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta merubah perilaku KSM yang commit to user relatif kurang mendukung peningkatan kesejahteraan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs). Secara khusus, tujuan PKH terdiri atas: 1) Meningkatkan status sosial ekonomi KSM; 2) Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, anak balita dan anak usia 5-7 tahun yang belum masuk sekolah dasar dari KSM; 3) Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi anak-anak KSM; 4) Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak KSM. Selain itu, PKH menjamin hak-hak warga miskin dalam hal kesehatan, hak disini diwujudkan melalui pemberian bantuan berupa uang tunai agar warga miskin yang mendapatkan PKH dapat memeriksakan kesehatannya di pelayanan kesehatan yang ada, selain itu di bidang kesehatan, mereka juga memperoleh pelayanan berupa diberikan pemeriksaan untuk ibu hamil tiga kali selama masa kehamilan, memberikan balita vitamin dan pelayanan kesehatan terkait dengan kondisi kesehatan peserta. Program PKH dilaksanakan secara berkelanjutan yang dimulai dengan uji coba di beberapa propinsi. Tujuan uji coba adalah untuk menguji berbagai instrumen yang diperlukan dalam pelaksanaan PKH, seperti antara lain metode penentuan sasaran, validasi data, verifikasi persyaratan, mekanisme pembayaran, pengaduan masyarakat. Pasca uji coba, PKH diharapkan dapat dilaksanakan di seluruh provinsi setidaknya sampai dengan tahun 2015, sesuai komitmen pencapaian MDGs. Selama periode tersebut, target penerima (beneficiaries) akan ditingkatkan secara bertahap hingga mencakup seluruh KSM. Peserta PKH yang masih memenuhi kriteria dan persyaratan dimungkinkan menerima bantuan selama maksimal 6 tahun. Untuk itu, setiap 3 tahun akan dievaluasi dalam rangka resertifikasi terhadap status kepesertaan. Apabila setelah resertifikasi 3 tahun peserta dinilai tidak lagi memenuhi persyaratan, maka KSM dikeluarkan sebagai penerima PKH (exit strategy). Namun jika sebelum 3 tahun menurut hasil verifikasi status kemiskinan oleh UPPKH Pusat bersama BPS ditemukan bahwa KSM sudah meningkat to user kesejahteraannya dan atau tidak commit lagi layak sebagai KSM sesuai kriteria yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
ditetapkan, maka yang bersangkutan dikeluarkan dari kepesertaan PKH pada akhir tahun yang berjalan. Apabila setelah 6 tahun kondisi KSM masih berada di bawah garis kemiskinan, maka untuk exit strategy PKH berkoordinasi dengan program terkait
lainnya
ketenagakerjaan,
untuk
rujukan
perindustrian,
(referral
system),
perdagangan,
seperti
pertanian,
antara
lain
pemberdayaan
masyarakat. Pada rencana awal pelaksanaan PKH telah disusun tahapan cakupan penerima termasuk pendanaannya yang dimulai sejak tahun 2007 hingga setidaknya 2015. Dalam proses perjalanan PKH hingga 2009 target tersebut belum dapat tercapai karena berbagai alasan antara lain tidak tersedianya data yang sesuai dengan kriteria, keterbatasan dana APBN. Dalam rangka memperluas cakupan sasaran, pengembangan PKH tetap dilaksanakan khususnya pada perluasan kecamatan di provinsi yang telah melaksanakan PKH. PKH memberikan bantuan tunai kepada KSM dengan mewajibkan KSM tersebut mengikuti persyaratan yang ditetapkan program.
b. Ketentuan Penerima Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) Penerima bantuan PKH adalah KSM sesuai dengan kriteria BPS dan memenuhi satu atau beberapa kriteria program yaitu memiliki Ibu hamil/nifas, anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD, anak usia SD dan SLTP dan anak 15- 18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar. Sebagai bukti kepesertaan PKH diberikan kartu peserta PKH atas nama Ibu atau perempuan dewasa. Kartu tersebut digunakan untuk menerima bantuan PKH. Selanjutnya kartu PKH dapat berfungsi sebagai kartu Jamkesmas untuk seluruh keluarga penerima PKH tersebut sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas 2009. Penggunaan bantuan PKH ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, karenanya bantuan akan lebih efektif dan terarah, jika penerima bantuannya adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (dapat nenek, tante/bibi, atau kakak perempuan). Dalam kartu peserta PKH yang tercantum adalah nama ibu/wanita yang commit to user mengurus anak, bukan kepala rumah tangga. Pengecualian dari ketentuan di atas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
dapat dilakukan pada kondisi tertentu, misalnya bila tidak ada perempuan dewasa dalam keluarga maka dapat digantikan oleh kepala keluarga. Kepesertaan PKH tidak menutup keikutsertaannya pada program-program pemerintah lainnya pada klaster I, seperti: Jamkesmas, BOS, Raskin dan BLT. Berkaitan dengan kesehatan, KSM yang sudah ditetapkan menjadi peserta PKH dan memiliki kartu PKH, diwajibkan memenuhi persyaratan kesehatan yang sudah ditetapkan dalam protokol pelayanan kesehatan. Adapun peserta PKH yang dikenakan persyaratan kesehatan adalah KSM yang memiliki Ibu hamil/nifas, anak balita atau anak usia 5-7 tahun yang belum masuk pendidikan SD. Persyaratan dimaksud dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Hak Pelayanan Kesehatan bagi Peserta Kategori
Pelayanan kesehatan
Anak usia 0-6 tahun
1. Anak usia 0-28 hari (neonatus) harus diperiksa kesehatannya sebanyak 3 kali 2. Anak usia 0-11 bulan harus diimunisasi lengkap (BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap bulan. 3. Anak usia 6-11 bulan harus mendapatkan Vitamin A minimal sebanyak 2 (dua) kali dalam setahun yaitu bulan Februari dan Agustus. 4. Anak usia 12-59 bulan perlu mendapatkan imunisasi tambahan dan ditimbang berat badannya secara rutin setiap 3 (tiga) bulan. 5. Anak usia 5-6 tahun ditimbang berat badannya secara rutin setiap 3 (tiga) bulan untuk dipantau tumbuh kembangnya dan atau mengikuti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD/Early
Childhood
Education)
apabila
di
lokasi/posyandu terdekat terdapat fasilitas PAUD. Ibu hamil dan ibu 1. Selama kehamilan, ibu hamil harus melakukan pemeriksaan nifas
kehamilan di fasilitas kesehatan sebanyak 4 (empat) kali yaitu sekali pada usia kehamilan 3 bulan I, sekali pada usia kehamilan 3 bulan II, dua kali pada 3 bulan terakhir, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
mendapatkan suplemen tablet Fe. 2. Ibu melahirkan harus ditolong oleh tenaga kesehatan. 3. Ibu
nifas
harus
melakukan
pemeriksaan/diperiksa
kesehatannya setidaknya 3 (tiga) kali pada minggu I, IV dan VI setelah melahirkan.
Berkaitan dengan pendidikan, peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan berkaitan dengan pendidikan jika memiliki anak berusia 7-15 tahun. Anak peserta PKH tersebut harus didaftarkan/terdaftar pada satuan pendidikan (SD/MI/SDLB/ Salafiyah Ula/Paket A atau SMP/MTs/SMLB/ Salafiyah Wustha / Paket B termasuk SMP/MTs terbuka) dan mengikuti kehadiran di kelas minimal 85 persen dari hari sekolah dalam sebulan selama tahun ajaran berlangsung. Apabila ada anak yang berusia 5-6 tahun yang sudah masuk sekolah dasar dan sejenisnya, maka yang bersangkutan dikenakan persyaratan pendidikan. Jika peserta PKH memiliki anak usia 15-18 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan dasar, maka peserta diwajibkan mendaftarkan anak tersebut ke satuan pendidikan yang menyelenggarakan program Wajib Belajar 9 tahun/pendidikan kesetaraan. Apabila anak yang bersangkutan bekerja/pekerja anak atau telah meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama, maka anak tersebut harus mengikuti program remedial untuk mempersiapkannya kembali ke satuan pendidikan. Dalam rangkapelaksanaan remedial tersebut satuan pendidikan harus menyediakanprogram remedial.Apabila anak yang bersangkutan dengan usia tersebut di atas masih buta aksara, maka diwajibkan untuk mengikuti pendidikan keaksaraan fungsional di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) terdekat. Besaran bantuan untuk setiap KSM peserta PKH mengikuti skenario bantuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya perbedaan komposisi anggota keluarga KSM, maka besar bantuan yang diterima setiap KSM akan bervariasi. Contoh variasi besar bantuan, baik per tahun maupun per triwulan, berdasarkan komposisi anggota keluarga. Kepesertaan KSM dalam PKH diharapkan akan membawa perbaikan pendapatan rumah tangga kualitas anak-anak KSM. Dengan commitdan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
tercapainya perbaikan tersebut, tidak selamanya peserta atau penerima bantuan PKH memperoleh bantuan. Untuk itu, dalam rancangan PKH disusun exit strategy yang dilakukan melalui resertifikasi. Resertifikasi adalah proses evaluasi status kepesertaan PKH untuk menentukan apakah peserta masih layak atau tidak sebagai penerima bantuan. Resertifikasi dilakukan oleh UPPKH Pusat berkoordinasi dengan BPS, di mana pelaksana program akan mendatangi peserta PKH dengan melihat secara langsung kondisi mereka dan mengajukan pertanyaan seperti pada saat registrasi awal, yaitu antara lain informasi dasar kepesertaan (nama, alamat, umur dan jenis kelamin), kondisi ekonomi peserta (pekerjaan saat ini, tempat bekerja dan penghasilan yang diterima), status pendidikan anggota keluarga (orang tua dan anak-anak), kondisi tempat tinggal dan sebagainya. Data yang diperoleh dari hasil resertifikasi akan digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan keberlanjutan kepesertaan dalam PKH. Proses resertifikasi diharapkan dilakukan setiap tiga tahun, selama kepesertaan suatu KSM dalam PKH. Persoalan berkenaan dengan PKH di Indonesia selama ini, antara lain adalah: Pertama, berdasarkan data terakhir, KSM peserta PKH masih merupakan persentase yang kecil dari jumlah KSM yang tersebar di Indonesia. Artinya negara belum mampu menjalankan fungsi perlindungan sosial secara optimal. Kedua, validitas data kelayakan peserta PKH. Masyarakat sekitar masih mempersoalkan adanya peserta atau calon peserta PKH yang dinilai bukan KSM, sementara pada saat yang bersamaan terdapat KSM yang justru tidak masuk atau tidak terdata sebagai calon peserta PKH. Artinya selain KSM yang sudah terdata, masih banyak yang belum terdata, apalagi jika data KSM ditransformasikan menjadi data keluarga sangat miskin. Hal yang sama terjadi jika dilihat dari pendekatan kewilayahan. Masih banyak daerah yang belum terjangkau program PKH. Situasi ini mengindikasikan metode pendataan dan penentuan prioritas sasaran belum tepat. Besaran bantuan tunai untuk peserta PKH bervariasi tergantung jumlah anggota keluarga yang diperhitungkan dalam penerimaan bantuan, baik komponen kesehatan maupun pendidikan.Besaran bantuan ini di kemudian hari bisa berubah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
sesuai dengan kondisi keluarga saat itu atau bila peserta tidak dapat memenuhi syarat yang ditentukan. Besaran bantuan tunai terdapat pada tabel 2.2 dibawah ini: Tabel 2.2. Besaran Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) Skenario Bantuan
Bantuan per KSM per tahun
Bantuan tetap
Rp. 200.000
Bantuan bagi KSM yang memiliki: a. Anak usia di bawah 6 tahun
Rp. 800.000
b. Ibu hamil/menyusui
Rp. 800.000
c. Anak usia SD/MI
Rp. 400.000
d. Anak usia SMP/MTs
Rp. 800.000
Rata-rata bantuan per KSM
Rp. 1.390.000
Bantuan minimum per KSM
Rp. 600.000
Bantuan maksimum per KSM
Rp. 2.200.000
Dengan catatan bahwa bantuan terkait kesehatan berlaku bagi KSM dengan anak di bawah 6 tahun dan/atau ibu hamil/nifas. Besar bantuan ini tidak dihitung berdasarkan jumlah anak.Besar bantuan adalah 16% rata-rata pendapatan KSM per tahun.Batas minimum dan maksimum adalah antara 15-25% pendapatan rata-rata KSM per tahun. c. Kaitan Program Keluarga Harapan dengan Kebijakan Publik Secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu ternyata banyak sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya. Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah. commit to user Robert Eyestone sebagaimana
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
dikutip Leo Agustino (2008 : 6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal. Menurut Nugroho, ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu:1) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional; 2) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh. Menurut Woll sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik.Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003 : 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa. Program Keluarga Harapan yang (PKH) merupakan salah satu bentuk user kebijakan publik yang dijalankancommit sebagaitopelaksanaan dari UU Nomor 40 Tahun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional, UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tindak Percepatan Pencapaian Sasaran Program Pro-Rakyat, dan Perpres Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. PKH merupakan program lintas Kementerian dan Lembaga, karena aktor utamanya adalah dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Agama,
Departemen
Komunikasi
dan
lnformatika,
dan
Badan
Pusat
Statistik.Untuk mensukseskan program tersebut, maka dibantu oleh Tim Tenaga ahli PKH dan konsultan World Bank. PKH memang salah satu saja dari upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dengan mengkampanyekan pembangunan manusia Indonesia untuk meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat melalui program pemberian subsidi bersyarat,namun program ini dipandang sebagai penggerak perubahan pola pikir,sesuai dengan kondisi persyaratan yang diinginkan, yaitu memberikan kesempatan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk anak-anak KSM. 2. Teori Implementasi Kebijakan a. Pengertian Implementasi Implementasi kebijakan menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier adalah memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan dan dinyatakan berlaku. Fokus utama dalam implementasi, dalam hal ini adalah implementasi kebijakan, yakni kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya kebijakan yang mencakup usaha untuk menjalankannya maupun dampak dan akibat yang mungkin timbul dari adanya program tersebut kepada masyarakat secara nyata (Awang, 2010). Sementara itu, Hogerwerf dan Gunn menyatakan beberapa syarat yang diperlukan untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna (perfect implementation). Syarat tersebut antara lain adalah: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius. 2) Pelaksanaan programnya harus tersedia waktu dan sumber yang cukup memadai. 3) Paduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tesedia. 4) Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang andal. 5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. 6) Hubungan saling ketergantungan harus kecil. 7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. 8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutaaaaaan yang tepat. 9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna. 10) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatutan yang sempurna (Awang, 2010:29). Wibawa (1994:24) menyatakan bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan (Awang, 2010: 29). Wibawa juga mencoba untuk menghubugkan antara isu kebijakan dengan implementasi kebijakan serta mengkonsepkan antara kebijakan dan prestasi kerja. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa perubahan, kepatuhan bertindak dan kontrol, merupakan konsep yang penting dalam suatu proses implementasi. Ia juga menyatakan bahwa antara kebijakan dan kepatuhan kerja dihubungkan oleh beberapa variabel bebas (independent variable) yang saling berkaitan satu sama lain. Variabel-variabel tersebut antara lain: 1) Ukuran dan tujuan kebijakan. 2) Sumber-sumber kebijakan. 3) Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana. 4) Komunikasi antar organisasi terkait. 5) Sikap para pelaksana dan. commit user 6) Lingkungan ekonomi sosial dan politikto(Awang, 2010:30).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
Jones (1984) mengartikan impelmentasi sebagai “getting the jobs done and doing it”. Ia menyebutkan bahwa aktivitas implementasi kebijakan terdapat 3 macam, antara lain: 1) Organization: the estabilishment or rearrangement of resources, units and methods for putting a policy into effect. 2) Interpretation: the translation of language (often contained in a statue) into acceptable and feasible plans and directives. 3) Application; the routine provisison of service, payments, or other agree upon objectives or instruments (Awang, 2010: 30). Artinya: 1) Organisasi : pembentukan atau penataan ulang sumber daya, bagian dan metode atau cara untuk menempatkan kebijakan yang berlaku. 2) Interpretasi : penafsiran kata-kata ke dalam rencana yang layak, dapat diterima serta terarah. 3) Penerapan : penetapan layanan yang rutin sesuai dengan kesepakatan agar seseuai dengan tujuan atau sasaran. Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa implementasi merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan yang pada akhirnya bertujuan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan awal pembuatan kebijakan itu sendiri. Implementasi ini melibatkan banyak pihak dengan persepsi dan kepentingannya masing-masing dan bahkan tidak jarang terjadi pertentangan diantara pihak-pihak tersebut. Implementasi
dapat
pula
dikatakan
sebagai
pengejawantahan
keputusan mengenai suatu kebijakan yang bisa berbentuk undang-undang, instruksi eksekutif, maupun putusan pengadilan. Kesemuanya itu menjelaskan mengenai masalah yang akan ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan menggambarkan prosesnya. Implementasi juga dapatdiartikan sebagai apa yang terjadi setelah suatu kebijakan ditetapkan, manfaat yang bisa didapat, serta output yang commit timbul to dari userkebijakan tersebut. Implementasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
memiliki tugas sebagai penghubung yang dapat menhasilkan manfaat sebagai output dari aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah. Implementasi juga menyangkut masalah penciptaan sistem penghantar/penyerahan kebijakan (policy delivery system). Implementasi juga diartikan sebagai pelaksanaan suatu keputusan pilitik yang biasanya disampaikan dalam bentuk peraturan perundangan. Keputusan politik itu mencakup maslah yang hedak diatasi, tujuan yang hendak dicapai serta cara untuk memecahkannya (Awang, 2010).
b. Teori Implementasi Kebijakan Program Keluarga Harapan merupakan program yang dibuat oleh pemerintah pusat, Kementrian Sosial Republik Indonesia dan selanjutnya Dinas Sosial Kabupaten Sukoharjo sebagai koordinator untuk pemantauan program di Kabupaten Sukoharjo. Berkaitan dengan hal tersebut, permasalahan ini mengambil satu daerah yang telah melaksanakan program ini dari tahun 2013 yang lalu, yakni Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo. Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo dipilih menjadi lokasi penelitian dengan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah ditemukannya kasus kematian ibu hamil dan balita akibat kemiskinan yang berdampak pada belum terpenuhinya hak mereka dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Kasus kematian ibu hamil dan balita yang diakibatkan belum terpenuhinya hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan, diakibatkan juga dari faktor kemiskinan. Penelitian ini berfokus pada implementasi Program Keluarga Harapan terhadap pemenuhan hak memperoleh pelayanan kesehatan sehingga teori yang akan digunakan inipun menggunakan teori implementasi. Implementasi menurut Daniel Mazmanian dan paul Sabatier (1983) adalah: “Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau mengatur proses implementasinya” ( Agustino, 2008) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Implementasi menurut Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Agustino (2008) adalah “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu
atau
pejabat-pejabat
atau
kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”. Berdasarkan pengertian ini implementasi memiliki beberapa hal penting yang menjadi unsurnya. Unsur-unsur penting tersebut antara lain: a. Adanya tujuan/ sasaran kebijakan b. Adanya aktivitas/ kegiatan pencapaian tujuan c. Adanya hasil kegiatan ( Agustino, 2008)
c. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Budi Winarno, 2002:102). Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan yaitu: 1) Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran suatu program yang akan dilaksanakan harus diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuantujuan itu tidak dipertimbangkan. 2) Sumber-sumber Kebijakan Sumber-sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif. 3) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana. 4) Karakteristik badan-badan pelaksana Karakteristik badan-badan pelaksana erat kaitannya dengan struktur birokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan. 5) Kondisi ekonomi, sosial danto politik commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi badan-badan pelaksana dalam pencapaian implementasi kebijakan. 6) Kecenderungan para pelaksana Intensitas kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan (Budi Winarno, 2002 : 110). Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditujukan dan dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya. Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono, masyarakat
mengetahui
dan
melaksanakan
suatu
kebijakan
publik
dikarenakan: 1) Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusankeputusan badan-badan pemerintah; 2) Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan; 3) Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional, dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan; 4) Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi; 5) Adanya sanksi-sanksi tertentu yang akan dikenakan apabila tidak melaksanakan suatu kebijakan (Bambang Sunggono,1994 : 144). d. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Menurut Bambang Sunggono (1994 : 144), implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu: 1) Isi Kebijakan Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia. 2) Informasi Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang commitmempunyai to user peran yang terlibat langsung informasi yang perlu atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik.Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi. 3) Dukungan Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut. 4) Pembagian Potensi Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi.Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Bambang Sunggono,1994 : 149-153). Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan-kebijakan yang kontroversial yang lebih banyak mendapat penolakan warga masyarakat dalam implementasinya. Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono (1994 : 144-145), faktor-faktor yang menyebabkan anggota masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu : 1) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan publik yang bersifat kurang mengikat individu-individu 2) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengaan peraturan hukum dan keinginan pemerintah 3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum; 4) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan public 5) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompokkelompok tertentu dalam masyarakat. (Bambang Sunggono, 1994 : 144-145). Secara umum, kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan
dan mempunyai
manfaat
positif bagi
anggota-anggota
masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai commit to user anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang dicanangkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
pemerintah atau negara. Sehingga apabila perilaku atau perbuatan masyarakat tidak sesuai, maka dapat dikatakan suatu kebijakan publik itu tidaklah efektif.
3. Tinjauan Tentang Hak Masyarakat Miskin dalam Memperoleh Pelayanan Kesehatan a. Pengertian Kemiskinan dan Masyarakat Miskin Berbicara mengenai hak masyarakat miskin, maka sudah tentu hal tersebut merupakan sesuatu yang timbul akibat adanya keadaan yang disebut dengan kemiskinan. Sesuai dengan definisi yang disetujui oleh KTT Dunia tentang Pembangunan Sosial di Kopenhagen pada tahun 1995 tentang kemiskinan adalah sebagai berikut: “Poverty is a condition characterized by severe deprivation of basic human needs, including food, safe drinking water, sanitation facilities, health, shelter, education and information. It depends not only on income but also on access to services”. Kemiskinan adalah kondisi yang ditandai oleh kekurangan parah kebutuhan dasar manusia, termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal,pendidikan dan informasi. Ini tidak hanya tergantung pada pendapatan tetapi juga pada akses ke layanan. Kemiskinan merupakan kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tak mampu
memenuhi
hak-hak
dasarnya
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Suharyanto, dalam Syawie, 2011). Sedangkan secara harfiah kemiskinan diartikan sebagai hal miskin; keadaan miskin, dimana “miskin” sendiri mempunyai arti tidak berharta benda; serba kekurangan/berpenghasilan sangat rendah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun). Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan merupakan suatu keadaan seseorang yang serba kekurangan/berpenghasilan sangat rendah atau keadaan seseorang yang tidak mempunyai kesempatan untuk memperoleh aset dan hak. Selanjutnya untuk kepentingan studi yang berhubungan dengan commit user kemiskinan, ada beberapa faktor yangtodigunakan Sayogyo (dalam Bagong
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Suyanto, 1995:4) membedakan tiga tipe orang miskin, yaitu miskin (poor), sangat miskin (very poor), dan termiskin (poorest). Penggolongan ini berdasarkan pendapat yang diperoleh setiap orang dalam setiap tahun. Orang miskin adalah orang yang berpenghasilan kalau diwujudkan dalam bentuk beras yakni 320 kg/orang/tahun. Jumlah tersebut dianggap cukup memenuhi kebutuhan makan minimum (1900 kalori/ orang/ hari dan 40 gr protein/orang/hari). Orang yang sangat miskin adalah orang yang berpenghasilan antara 240 kg beras/ orang/ tahun, dan orang yang digolongkan sebagai termiskin berpenghasilan berkisar antara 180 kg- 240 kg
beras/ orang/ tahun.(Bagong
Suyanto, 1995:4)
b. Hak Masyarakat Miskin dalam Memperolah Pelayanan Kesehatan Kesehatan menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Serta dalam Pasal 5 ayat (2) disbutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Berdasarkan Pasal 28 H ayat 1 UUD 1945, setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan.Hak ini juga melekat atau dimiliki oleh warga yang berada pada posisi kekurangan (miskin).Hak atas pelayanan kesehatan adalah bagian dari hukum. Ini artinya setiap orang atau badan hukum atau bahkan negara sekalipun harus menghormati dan berkewajiban memenuhi apa yang menjadi hak dari orang yang seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan. Lebih jauh lagi, Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 merupakan bagian kontrak politik antara negara dengan rakyat dan juga moral inspiration bagi para dicision maker di daerah dalam membuat kebijakan publik dibidang kesehatan. Salah satu tujuan diadakannya kontrak sosial sebagaimana diatur pada pembukaan alinea IV UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum.Oleh karena itu, pemberian jaminan pelayanan kesehatan pada orang kurang mampu commit to user merupakan sarana untuk mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam alinea IV
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
UUD 1945.Hal ini bukan berarti negara telah bertindak deskriminasi kepada negara yang lain (orang kaya). Sebab, dalam konsep negara sejahtera (welfare state), negara dituntut untuk melakukan intervensi kebijakan untuk mendorong/ menciptakan kesejahteraan yang merata. Ketidakmampuan orang miskin mendapat pelayanan kesehatan harus dijawab oleh negara dalam bentuk kebijakan pro orang miskin. Berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa dalam keadaan darurat, rumah sakit swasta/ negeri dilarang menolak pasien dan/ atau meminta uang muka. Selain itu dalam kondisi darurat, rumah sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien. Dengan keluarnya undang-undang ini maka tidak ada alasan lagi bagi rumah sakit menolak orang miskin yang ingin berobat.Demi menyelamatkan nyawa pasien, rumah sakit harus menerimanya meskipun pada saat mendatangi rumah sakit tersebut, pasien tidak membawa uang.Kewajiban rumah sakit ini tidak sebatas jika unsur nyawa pasien tersebut telah terancam.Lebih dari itu, pelayanan kesehatan harus diberikan manakala memang ada permintaan dari warga yang ingin berobat. Kondisi darurat harus didefinisikan dalam bentuk adanya kepentingan yang mendesak dari pasien yang membutuhkan pelayanan jasa medis tersebut Karena itu untuk dapat melepaskan masyarakat dari kemiskinan, pemerintah
memiliki
mandat,
kewajiban
dan
tanggung
jawab
untuk
memberdayakan seluruh sumber daya secara optimal untuk menjamin pemenuhan hak-hak dasar seluruh warga miskin, khusunya hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Yang semakin diperkuat pula dengan adanya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, serta melalui jaminan sosial yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
4. Tanggung Jawab Negara Melalui Program Keluarga Harapan dalam Pemenuhan Hak Memperoleh Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin Ditinjau Dari Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Zamroni (2001) adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political konwledge, awarenes, attitude, political efficacy dan polical participation, serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya dan bagi masyarakat dan bangsa. Pendidikan Kewarganegaraan selain sebagai pendidikan kebangsaan dan demokrasi, Pendidikan Kewarganegaraan juga sebagai pendidikan bela negara, pendidikan Hak Asasi Manusia (HAM), pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi. (Winarno & Wijianto, 2010) Kaitan permasalahan implementasi Program Keluarga Harapan dalam pemenuhan hak memperoleh pelayanan kesehatan masyarakat miskin dengan Pendidikan Kewarganegaraan adalah dilihat dari sisi tanggung jawab Negara terhadap jaminan terhadap hak warga negara dan pelanggaran hak asasi manusia. Berkaitan dengan aturan tentang tanggung jawab negara terhadap hak masyarakat yang tertuang dalam konstitusi terdapat dalam Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menagatakan bahwa : “perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, commit to user terutama pemerintah”. Selanjutnya terdapat dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
Undang Dasar 1945 mengatakan bahwa : ”negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. “Tanggung jawab negara yang diatur dalam konstitusi berkaitan dengan hak asasi manusia. Selain itu dalam konstitusi juga mengatur bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan pelayanan umum bagi warga negara seperti pelayanan kesehatan. Hak asasi manusia tidak sama dengan hak warga negara. Hak asasi manusia sifatnya lebih universal dan ia tetap dipandang sebagai hak-hak dasar manusia meskipun konstitusi suatu negara tidak mencantumkannya. Sebaliknya hak-hak warga negara bersifat partikular artinya ditentukan oleh konstitusi. Jadi dapat dikatakan bahwa hak warga negara suatu negara bisa jadi berbeda dengan hak warga negara di negara lain karena sesuai dengan rumusan konstitusinya masing-masing. Hak asasi manusia yang tercantum dalam konstitusi negara ada dasarnya adalah hak-hak warga negara (Winarno, 2009:27).” Tanggung jawab Negara terhadap warga Negara miskin tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 ayat (2) dan (3) yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaminan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Hal itu sesuai dengan salah satu komponen pendidikan kewarganegaraan yakni civic skills. Menurut MS Branson yang dikutip dari buku Winarno dan Wijianto (2020: 54), civic skill merupakan kecakapan kewarganegaraan yang meliputi dua kecakapan intelektual dan partisipatoris. Berkaitan dengan pemenuhan hak memperoleh pelayanan kesehatan maka kemampuan warga negara untuk berpartisipasi dalam kontrol terhadap penyelenggaraan dan pemerintahan. Memperhatikan hak-hak warga miskin yang belum terpenuhi, karena hal tersebut merupakan tanggung jawab negara. Tanggung jawab negara dilaksanakan melalui Program Keluarga Harapan, dimana program ini merupakan salah satu program nasional yang memberikan bantuan tunai bersyarat kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM). Bantuan tunai diberikan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dibidang pendidikan dan kesehatan. commitTujuan to user utama PKH adalah membantu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
mengurangi kemiskinan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada kelompok masyarakat sangat miskin. Dalam jangka pendek, bantuan ini membantu mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang, dengan mensyaratkan keluarga penerima untuk menyekolahkan anaknya, melakukan imunisasi balita, memeriksakan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi, diharapkan akan memutus rantai kemiskinan antar generasi. Tujuan tersebut sekaligus sebagai upaya mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs). Sasaran penerima PKH adalah RTSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan PKH adalah ibu atau wanita yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Adanya permasalahan gizi buruk dan kasus ibu hamil yang meninggal dunia, melalui Program keluarga Harapan ini, pemerintah berharap masyarakat miskin di Kecamatan Polokarto dapat memperoleh pelayanan kesehatannya sebagai hak mereka. Selain itu, masalah gizi buruk tersebut juga tidak sejalan dengan isi muatan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang menyebutkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Oleh karena itu setiap individu berhak memperoleh perlindungan atau jaminan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab agar hak hidup sehat masyarakat terpenuhi, termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Sehingga diharapkan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang dibentuk pemerintah, warga miskin mendapatkan bantuan untuk dapat memenuhi hak mereka dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan terhadap tanggung jawab Negara terhadap pemenuhan hak warga negaranya sangat berkaitan. dikarenakan Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu hak dasar yang dimiliki setiap manusia. Hak ini memang dilindungi dan diperkuat to userdan dasar hukum yang dimiliki keberadaannya dengan beberapacommit instrument
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
negara. Namun, sangat diperlukan kesadaran untuk menghargai kepemilikan hak dasar bagi seluruh manusia di dunia. Jadi, Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai sebuah peranan penting dimana dengan Pendidikan Kewarganegaraan dapat menanamkan dan menumbuhkan sikap toleransi kepada sesama, sikap saling menghargai, sikap ingat bahwa semua manusia memiliki kedudukan dan hak yang sama. Sama halnya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), Pendidikan Kewarganegaraan pun didasari oleh sumber hukum yang membuatnya wajib diberikan dibangku kuliah maupun sekolah. Hal tersebut adalah sebuah bukti bahwa ini adalah usaha sadar dari pemerintah dan negara untuk menanamkan kesadaran akan hak dasar tersebut. Dan sebagai hubungan timbal balik antara rakyat dan negara yang menaunginya, maka negara pun mempunyai hak dan kewajiban pada rakyatnya, sama dengan sebaliknya rakyat juga mempunyai hak dan kewajiban kepada negara .
5. Hasil Penelitian yang Relevan a. Skripsi yang relevan: “Evaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) Bidang Kesehatan di Kabupaten Brebes tahun 2011 oleh Erna Fidyatun (Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UNDIP)” Dalam penelitian ini mengkaji tentang Program Keluarga Harapan di Kabupaten Brebes pada tahun 2011. Penelitian ini mengkaji mengenai kelembagaan dari Program Keluarga Harapan di Kabupaten Brebes yang terdiri dari operator pendamping dan pendamping tiap kecamatan. Selanjutnya dikaji mengenai kepesertaan yang mana pada tahun 2011 dengan jumlah calon peserta sebanyak 35.979 dan berkurang menjadi 30.042 setelah dilakukan validasi, hal tersebut kurang adanya koordinasi antara tim pendamping dengan tim jamkesmas yang mana peserta Program Keluarga Harapan ini adalah peserta jamkesmas juga. Selanjutnya dikaji mengenai pembiayaan yang diterima setiap peserta dan kemudian pemberi pelayanan kesehatan, dimana hal ini harus sesuai dengan tujuan dari Program Keluarga Harapan itutobagi commit userpeserta.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
Hasil penelitian : Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan melalui bidang kesehatan dan pendidikan. Program ini mulai dilaksanakan di Kabupaten Brebes pada tahun 2011 dengan jumlah calon peserta sebanyak 35.979 dan berkurang menjadi 30.042 setelah dilakukan validasi. Kepesertaan dari program ini adalah keluarga miskin yang memiliki tanggungan balita, ibu hamil sampai nifas, dan anak usia sekolah tingkat menengah. PKH bidang kesehatan merupakan program yang melibatkan Dinsosnakertrans dan Dinkes. Pelaksanaan lapangan program ini dilakukan oleh Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan (UPPKH) yang terdiri dari 4 operator, 6 data entry, dan 104 pendamping yang tersebar di wilayah Kabupaten Brebes. Evaluasi PKH bidang kesehatan ini terdiri dari 4 variabel, yaitu kelembagaan, kepesertaan, pembiayaan, dan pemberi pelayanan kesehatan. Koordinasi lintas sektor dilakukan setiap 3 bulan melalui rakor, sedangkan komunikasi dengan peserta PKH dilakukan sosialisasi di awal program sekaligus validasi. Masalah utama dalam kepesertaan program ini, data yang digunakan adalah data tahun 2008 sehingga belum seluruhnya masyarakat miskin masuk dalam program ini. Verifikasi dilakukan oleh pendamping setiap bulan saat pertemuan kelompok. Sumber dana PKH berasal dari APBN dan APBD. Tahun 2011 program ini mendapatkan bantuan dana APBD sebesar Rp 100.000.000,untuk operasional PKH. Pencairan dana dilakukan melalui pos setiap 3 bulan. Peserta PKH otomatis masuk kedalam peserta Jamkesmas. Kedepannya diharapkan pendamping program ini memiliki peran untuk menjaring peserta dan kerjasama dengan tim jamkesmas akan menjadi lebih baik. b. Jurnal yang relevan : Dedy Utomo, Abdul Hakim, Heru Ribawanto. Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Rumah Tangga Miskin (Studi Pada Unit Pelaksanan Program Keluarga Harapan Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 1, Hal. 29-34 Hasil penelitian : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Program-program yang dilaksanakan dalam upaya pengentasan kemiskinan belum mampu memberikan dampak besar, sehingga tujuan dari pembanguanan nasional terkait masalah pemerataan kesejahteraan masyarakat masih menjadi masalah berkepanjangan. Oleh karena itu pemerintah meluncurkan program Program Keluarga Harapan (PKH) untuk menanggulangi masalah kemiskinan. Berkaitan dengan hal tersebut pelaksanaan Program Keluarga Harapan yang terdapat di Kecamatan Purwoasri ini didasarkan pada tingginya jumlah rumah tangga miskin. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian diketahui, dalam pelaksanaannya pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) yang dilakukan di Kecamatan Purwoasri bertujuan untuk memberikan bukti nyata dalam pencapaian tujuan. Hasil Evaluasi membuktikan bahwa penerima PKH setiap tahunnya mengalami penurunan
B. Kerangka Berpikir
Jika dikaji dalam perspektif Pendidikan Kewarganegraan, bahwa Pendidikan Kewarganegraan dan Tanggung Jawab Negara terhadap Hak Asasi Manusia tidak hanya sebagai pendidikan untuk menggugah kesadaran akan pentingnya kebebasan dan hak untuk bebas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan tetapi juga bermakna untuk menggugah kesadaran akan pentingnya kesetaraan dalam kehidupan antara warga negara atau antar manusia sebagai tanggungjawab dari negara. Pendidikan Kewarganegaraan (civic) yang hakikatnya juga sebagai pendidikan untuk mengenali dan menghayati hak – hak warganegara yang asasi (civil right) dengan tujuan agar setiap orang pada akhirnya dapat menyadari hak – haknya yang asasi, yang dimana perlindungannya dijamin oleh undang – undang dan negara. Lebih lanjut, civic and human right education atau pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan hak asasi manusia tidak hanya sebatas menyadari hak – haknya sendiri, tetapi diharapkan dapat pula membangkitkan empati yang mana kesadaran bahwa orang lain sebagai sesama warga/atau sesama to user manusia itu adalah memliki hak commit yang sama dan harus dihormati. Sebagai proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
pendidikan, civic and human right education akan banyak membahas tentang paradigma moral kebebasan setiap individu dan kesetaraan antar individu. Itulah paradigma yang esensinya menggambarkan hadirnya suatu ide kehidupan yang berlandaskan perikemanusiaan yang adil dan beradab sebagai implementasi dari salah satu isi pancasila. Penjabaran paradigma moral ini telah terwujud dalam bentuk norma normatif, yang dideklarasikan (seperti misalnya The Universal Declaration of Human Right) maupun yang diperkuat (dalam berbagai konvensi, konstitusi dan/atau produk perundang – undangan nasional). Hak asasi manusia terutama hak mengenai pelayanan kesehatan bagi setiap warga negara, tak terkecuali warga miskin, diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 - “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Dijelaskan pula dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan, dan setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau”. Permasalahan warga miskin di Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, mengenai kematian ibu hamil dan gizi buruk yang terjadi karena faktor kemiskinan, sehingga seharusnya mereka mendapatkan pelayanan kesehatan. Maka hendaknya tanggung jawab pemerintah sangat diperlukan untuk dapat mengatasi hal tersebut. Sehubungan dengan hal itu, negara bertanggung jawab atas warganya yang belum mendapatkan haknya secara penuh. Pemenuhan hak memperoleh pelayanan kesehatan menjadi tanggung jawab negara. Dalam hal ini, negara membuat kebijakan berupa Program Keluarga Harapan. Program Keluarga Harapan (PKH), adalah program nasional yang memberikan bantuan tunai bersyarat kepada Keluarga Sangat Miskin (KSM). Bantuan tunai diberikan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dibidang pendidikan dan kesehatan. Tujuan utama PKH adalah membantu mengurangi kemiskinan dengan commit to manusia user cara meningkatkan kualitas sumber daya pada kelompok masyarakat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
sangat miskin. Dalam jangka pendek, bantuan ini membantu mengurangi beban pengeluaran KSM, sedangkan untuk jangka panjang, dengan mensyaratkan keluarga penerima untuk menyekolahkan anaknya, melakukan imunisasi balita, memeriksakan kandungan bagi ibu hamil, dan perbaikan gizi, diharapkan akan memutus rantai kemiskinan antar generasi. Sasaran penerima PKH adalah KSM yang memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anak usia 0-15 tahun dan/atau ibu hamil/nifas dan berada pada lokasi terpilih. Penerima bantuan PKH adalah ibu atau wanita yang mengurus anak pada rumah tangga yang bersangkutan (jika tidak ada ibu maka nenek, tante/ bibi, atau kakak perempuan dapat menjadi penerima bantuan). Dengan adanya Program tersebut diharapkan ibu hamil dan balita di Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo mendapatkan pelayanan kesehatan, sehingga hak-hak mereka dapat terpenuhi. Hak pelayanan kesehatan yang diberikan PKH disesuaikan dengan peserta PKH. Untuk anak usia balita mendapatkan pelayanan berupa pemeriksaan kesehatan, imunisasi lengkap, pemenuhan gizi, penimbangan berat badan dan juga pemberian vitamin A. Sedangkan untuk peserta ibu hamil dan ibu nifas mendapatkan pelayanan berupa 3 kali pemeriksaan dalam masa kehamilan dan juga pemeriksaan pada minggu ke II, IV, dan IV setelah melahirkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Berdasarkan uraian tersebut adapun kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Negara Menjamin hak warga miskin Membuat kebijakan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Jaminan Sosial
Program Keluarga harapan (PKH)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Sasaran Warga Miskin yakni Ibu hamil dan Anak usia 0-15 tahun
Hak memperoleh Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor yang mempengaruhi
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
commit to user