BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Analisis Wacana a. Hakikat Analisis Wacana Bahasa meliputi tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Masing-masing memiliki satuan-satauan linguistik. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh yang dapat dipahami oleh pembaca atau pendengar tanpa keraguan (Setyawati, 2010: 146). Komunikasi verbal secara garis besar dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi yang berupa bahasa lisan dan sarana komunikasi bahasa tulis. Wacana atau tuturan juga dibagi menjadi dua macam, yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Kedua wacana tersebut memerlukan metode dan teknik kajian yang berbeda. Baryadi (dalam Sumarlam, 2008) mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khutbah, dan dialog atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat dan dokumen tertulis yang dilihat dari segi bentuknya bersifat kohesif, saling terkait, sedangkan dari segi makna bersifat koheren atau terpadu. Chaer (2014: 267) mengatakan bahwa wacana merupakan satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal terbesar. Analisis dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat klausa atau kalimat. Analisis wacana mengkaji satuansatuan kebahasaan yang lebih besar, seperti percakapan atau teks tertulis (Cahyono, 1995: 227). Stubbs (dalam Rusminto, 2015) mengatakan bahwa analisis wacana adalah kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara ilmiah, baik dalam bentuk lisan mapun tertulis. Sejalan dengan pendapat tersebut, Rani (dalam Rusminto, 2015) mengatakan bahwa analisis wacana adalah analisis yang berusaha menafsirkan 7
8
makna sebuah ujaran atau tulisan dengan memperhatikan konteks, baik konteks linguistik maupun konteks etnografi. Konteks linguistik sebagai rangkaian kata yang mendahului atau yang mengikuti satuan bahasa tertentu, sedangkan konteks etnografi ialah segala hal yang melingkupi seperti faktor budaya, tradisi dan kebiasaan masyarakat pemakai bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengkaji suatu satuan bahasa yang terlengkap untuk menghasilkan pengertian yang mendalam. Menurut Sumarlam (2008: 15) wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar pengklasifikasiannya, misalnya berdasarkan bahasa, media yang dipakai, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya. Berdasarkan bahasa yang dipakai, wacana dapat diklasifikasikan menjadi: (1) Wacana bahasa nasional (Indonesia); (2) Wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Sunda, Madura dan sebagainya); (3) Wacana bahasa internasional; (4) Wacana bahasa lainnya seperti Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya. Berdasarkan media yang digunakan, wacana dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) wacana tulis dan (2) wacana lisan. Wacana tulis adalah wacana yang disampaikan secara tertulis atau melalui media tulis. Penerima harus membacanya agar dapat menerima dan memahami wacana tulis. Wacana lisan berarti wacana yang disampaikan secara lisan atau melalui media lisan. Penerima harus menyimak atau mendengarkannya untuk dapat menerima dan memahami wacana lisan. Berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya, wacana dapat dibedakan antara wacana monolog dan wacana dialog. Wacana monolog artinya wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut berpartisipasi secara langsung. Wacana dialog yaitu wacana yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung. Wacana dialog bersifat dua arah, dan tiap-tiap pertisipan secara aktif berperan di dalam komunikasi sehingga menghasilkan komunikasi interaktif.
9
Berdasarkan bentuknya wacana dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, wacana prosa, puisi, dan drama. Wacana prosa yaitu wacana yang disampaikan dalam bentuk prosa, wacana ini dapat berbentuk lisan juga berbentuk tulisan, misalnya cerita bersambung, novel, artikel, cerita pendek, pidato, khutbah dan kuliah. Wacana puisi ialah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi. Puisi dan syair adalah contoh wacana puisi tulis, sedangkan puitisisasi dan puisi yang dideklamasikanserta lagu-lagu adalah contoh dari wacana puisi lisan. Wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk drama, dalam bentuk dialog, baik berupa wacana tulis maupun lisan. Bentuk wacana drama tulis dalam bentuk naskah drama atau naskah sandiwara, sedangkan bentuk wacana lisan dalam bentuk peristiwa pementasan drama, yakni percakapan antarpelaku dalam drama tersebut. Berdasarkan cara dan tujuan pemaparannya, wacana diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Wacana narasi yaitu wacana yang mementingkan urutan waktu, dituturkan oleh persona pertama atau ketiga dalam waktu tertentu. Berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat secara kronologis. Wacana deskripsi yaitu wacana yang bertujuan melukiskan, menggambarkan sesuatu apa adanya. Wacana eksposisi yaitu wacana yang tidak mementingkan waktu dan pelaku. Beroientasi pada pokok pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat secara logis. Wacana argumentasi yaitu wacana yang berisi ide atau gagasan yang dilengkapi dengan data sebagai bukti, dan bertujuan meyakinkan pembaca akan kebenaran ide atau gagasannya. Wacana persuasi yaitu wacana yang isinya bersifat ajakan atau nasihat, biasanya ringkas dan menarik, serta bertujuan untuk memengaruhi secara kuat pembaca atau pendengar agar melakukan ajakan atau nasihat tersebut. Hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi dan hubungan makna yang disebut koherensi. Selanjutnya berkenaan dengan kohesi, Halliday dan Hassan (dalam Sumarlam, 2008) membagi kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal
10
dan kohesi leksikal. Segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut kohesi gramatikal wacana, sedangkan segi makna atau struktur batin wacana disebut kohesi leksikal wacana. Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi jika dalam wacana telah kohesif, yaitu adanya keserasian atau kepaduan hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana atau memiliki hubungan bentuk. Wacana yang kohesif akan menciptakan sebuah wacana yang koheren, yaitu isi wacana yang memiliki hubungan makna atau hubungan semantis (Setyawati, 2010: 146). Menurut Sumarlam (2008: 23) kohesi gramatikal wacana meliputi: (1) pengacuan (reference), (2) penyulihan (substitution), (3) pelesapan (ellipsis), (4) perangkaian (concjunction). kohesi leksikal dalam wacana dibedakan menjadi enam macam, yaitu: (1) repetisi (pengulangang), (2) sinonimi (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas bawah), (5) antonimi (lawa kata), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan). Sejalan dengan pendapat Sumarlam, Rusminto (2015: 22) mengatakan bahwa kohesif dalam wacana dibedakan menjadi lima macam, yaitu (1) referensi, (2) substitusi, (3) ellipsis, (4) konjungsi, dan (5) leksikal. b. Kohesi Gramatikal dalam Analisis Wacana Tularsih (2007) menagatakan bahwa kohesi gramatikal akan mendukung kohesifan dalam sebuah wacana, baik kohesif antarsatu kalimat dalam satu paragraf, kohesif antarparagraf satu dengan paragraf dengan yang lain, dan kohesif antara paragraf dan judul wacana. 1) Pengacuan (referensi) Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (satuan
acuan)
yang
mendahului
atau
mengikutinya (Sumarlam,
2008: 23). Lyons (dalam Brown, 1996: 28) mengatakan bahwa hubungan antara kata-kata dan barang-barang adalah hubungan referensi kata-kata mengacu barang-barang. Sejalan dengan pendapat tersebut, Brown (1996: 28) mengatakan bahwa referensi diperlakukan sebagai perbuatan penutur
11
atau penulis. Jenis kohesi gramatikal pengacuan (referensi) menurut Sumarlam (2008) diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: a) Pengacuan Persona Pengacuan persona direalisasikan melalui pronominal persona (kata ganti orang) yang meliputi persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga baik tunggal maupun jamak (Sumarlam: 2008: 24). Rusminto (2015: 27) mengatakan bahwa referensi pronomina merupakan kata ganti yang dipakai untuk menggantikan orang atau benda. Rusminto membedakan referensi pronomina menjadi dua macam, yaitu pronomina takrif dan pronomina taktakrif. Pronomina takrif, yaitu pronomina yang sudah jelas seperti pronomina I, pronomina II, pronomina III baik tunggal dan jamak. Pronomina taktakrif adalah pronomina yang merujuk pada orang atau benda yang belum pasti, seperti sesuatu, seseorang, barang siapa, anu, apa-apa, masing-masing, sendiri, setiap, siapa-siapa. Chaer (2014: 270) mengungkapkan bahwa penggunaan kata ganti sebagai rujukan anaforis, maka bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang, melainkan diganti dengan kata ganti. Perhatikan contoh berikut ini: (1) Rombongan darmawisata itu mula-mula mendatangi Pulau Madura. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke Pulau Bali (Setyawati, 2010: 147). (2) Awan iu bergumpal-gumpal menutupi langit Solo. Itu tandanya hujan lebat akan turun (Chaer, 2014: 270). Secara ringkas pengacuan persona tersebut dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
12
Gambar 1. Pengacuan Persona b) Pengacuan Demonstratif Sumarlam (2008) mengatakan bahwa pengacuan demonstratif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstatif tempat (lokasional). Pronomina demonstratif waktu dibagi menjadi empat, yaitu: (1) waktu kini meliputi kini, saat ini, sekarang. (2) waktu lampau meliputi kemarin, dulu, ...yang lalu. (3) y.a.d meliputi besok, ...depan, ...yang akan datang. (4) netral meliputi pagi, siang, sore, pukul 12. Demonstratif tempat dibagi menjadi empat yaitu: (1) dekat dengan penutur meliputi ini, ini. (2) agak dekat dengan penutur meliputi situ, itu. (3) jauh dengan penutur meliputi sana. (4) menunjuk secara eksklisit meliputi Solo, Yogyakarta.
13
Rusminto (2015: 28) hanya mengatakan bahwa demonstratif merupakan kata ganti penunjuk, seperti ini, itu, di sini, di sana, dan di situ. c) Pengacuan Komparatif (Perbandingan) Pengacuan komparatif (perbandingan) adalah kohesi yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kesamaan dari segi bentuk atau wujud, sikap, sifat, watak, perilaku dan sebagainya. Biasanya menggunakan kata seperti, bagai, bagaikan, laksana, sama dengan, tidak berbeda dengan, persis seperti, dan persis sama dengan (Sumarlam, 2008: 27). Rusminto (2015: 28) menandai referensi komparatif dengan menggunakan kata sama, seperti, serupa dan berbeda. 2) Penyulihan (Substitusi) Sumarlam (2008: 28) mengemukakan bahwa penyulihan atau substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan lingual lain dalam wacana agar memperoleh unsur pembeda. Dilihat dari satuan lingualnya, substitusi dapat dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal. Sejalan dengan pendapat di atas, Brown (1996: 200) mengatakan bahwa pandangan substitusi merupakan suatu ungkapan yang dapat digantikan dengan ungkapan yang lain. Rusminto mengemukakan bahwa substitusi berdasarkan bentuknya dibedakan menjadi substitusi nominal, substitusi verbal, substitusi klausal. b) Substitusi Nominal Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berbentuk nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina, misalnya kaya derajat, tingkat diganti dengan pangkat, kata gelar diganti dengan kata titel. c) Substitusi Verbal Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga
14
berkategori verba. Misalnya, kata mengarang digantikan dengan kata berkarya, kata berusaha diganti dengan kata berikhtiar. d) Substitusi Frasal Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Misalnya, Aku tidak meneruskan pertanyaanku. Ibuku juga tidak berbicara. Dua orang sama-sama diam. e) Substitusi Klausal Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainya berupa kata atau frasa. Misalnya: S: “Jika perubahan yang dialami oleh Anang tidak bisa diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, mungkin hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang tidak sukses seperti Anang.” T: “Tampaknya memang begitu.” 3) Pelesapan (Elipsis) Sumarlam mengatakan pelepasan atau elipsis adalah penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Adapun fungsi pelepasan dalam wacana antara lain untuk: (1) menghasilkan kalimat yang efektif, (2) efisiensi, (3) mencapai aspek kepaduan wacana, (4) bagi pembaca atau pendengar berfungsi untuk mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa, dan (5) untuk kepraktisan berbahasa terutama dalam berkomunikasi secara lisan. Chaer (2014: 270) mengatakan bahwa elipsis merupakan penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat dalam kalimat yang sama. Wacana menjadi lebih efektif jika tidak terjadi pengulangan pada bagian yang sama. Elipsis adalah penghilangan satu bagian dari unsur atau satuan bahasa. Sebenarnya, elipsi prosesnya sama dengan substitusi, hanya elipsis ini disubstitusi oleh sesuatu yang tidak ada. Untuk membedakan elipsis dari substitusi, dapat dilakukan dengan melihat dari ada tidaknya unsur yang menggantikan. Pada relasi substitusi terdapat unsur yang
15
menggantikan, sedangkan pada relasi elipsis tidak ada yang menggantikan, tetapi unsurnya justru dihilangkan (Sumarlam, 2008: Perhatikan contoh berikut: a) (16) Dia sedang berpuasa di bulan Ramadhan ini. Kami juga. (17) Umat muslim sedang menahan lapar dan dahaga di bulan Ramadhan. Hawa nafsu juga (Rusminto, 2015: 30). b) Sudah seminggu ini Rifka sering ke rumah. Kadang-kadang mengantar jajanan dan berbincang denganku. Dia belum pernah berbincang denganku tentang cinta. Entah mengapa, aku pun enggan menggiring perbincangan kami kea rah sam (Setyawati, 2010: 149) 4) Perangkaian (Konjungsi) Konjungsi dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam sebuah wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satual lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar seperti alinea dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif (Sumarlam, 2008: 32). Chaer (2014: 269) mengatakan bahwa konjungsi adalah alat untuk menghubungkan bagian kalimat, atau menghubungkan paragraph dengan pargraf. Dengan penggunaan konjungsi, wacana menjadi lebih eksplisit, dan akan menjadi lebih jelas. Makna perangkaian berserta konjungsi yang dikemukakan oleh Sumarlam, antara lain: Sebab-akibat
: sebab, karena, maka, makanya
Pertentangan
: tetapi, namun
Kelebihan (eksesif)
: malah
Perkecualian
: kecuali
(ekseptif)
: walaupun, meskipun
Konsesif
: agar, supaya
Tujuan
: dan, juga, serta
Penambahan (aditif)
: atau, apa
Pilihan (alternatif)
: moga-moga, semoga
Harapan (optatif)
: lalu, terus, kemudian
Urutan (sekuensial)
: sebaliknya
Perlawanan
: setelah, sesudah, usai, selesai
Waktu
: apabila, jika (demikian)
Syarat
: dengan (cara) begitu
16
Cara
: (yang ditemukan dalam tuturan)
Rusminto (2015) mengemukakan bahwa konjungsi merupakan kata yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, bahkan paragraf dengan paragraf. Contoh konjungsi yang diungkapkan oleh Rusminto adalah agar, dan, atau, untuk, ketika, sebelum, sejak, sedangkan, tetapi, sebab, dengan, jika, sehingga, bahwa, sementara itu, dalam pada itu, dan adapun. Perhatikan contoh berikut ini: Badannya terasa kurang enak, tetapi dia masuk kantor juga karena banyak tugas yang harus diselesaikan dengan segera. Masuk atau tidak masuk kantor, pekerjaan harus selesai sebab bulan depan akan diadakan serah terima jabatan. Baik yang digantikan maupun pengganti harus ditemukan pada saat itu. c. Kohesi Leksikal dalam Analisis Wacana Sumarlam (2008: 35) mengatakan bahwa kohesi leksikal dalam wacana dibedakan menjadi enam macam, yaitu: (1) repetisi (pengulangang), (2) sinonimi (padan kata), (3) kolokasi (sanding kata), (4) hiponimi (hubungan atas bawah), (5) antonimi (lawa kata), dan (6) ekuivalensi (kesepadanan). Menurut Djajasudarma (1994) seperti yang dikutip oleh Rusminto kohesi leksikal hanya dibagi menjadi empat macam, yaitu (1) pengulangan, (2) sinonimi, (3) hiponimi, dan (4) kolokasi. Menurut Handayani (2009), kohesi leksikal biasanya banyak ditemukan pada lagu-lagu yang bertemakan cinta seperti terhadap puisi atau prosa. Berikut penjelasan mengenai kohesia leksikal dalam wacana: 1) Repetisi (Pengulangan) Menurut Sumarlam (2008: 35) repetisi adalah satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Rusminto (2015: 34) mengemukakan bahwa pengulangan adalah penggunaan kata atau frasa yang sama. Berdasarkan tempat satuan lingual yang diulang dalam baris,
17
klausa atau kalimat, repetisi dapat dibedakan menjadi delapan macam, yaitu: a) Repetisi Epizeuksis Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata) yang dipentingkan beberapa kali secara berurutan. Contoh: Sebagai seorang yang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi kesehatan, dan selagi diberi umur panjang. Berdoa wajib bagi manusia. Berdoa selagi kita sehat tentu lebih baik daripada berdoa selagi kita butuh. Mari kita berdoa selagi Allah mencintai umat-Nya (Sumarlam, 2008: 36). b) Repetisi Tautotes Repetisi tautotes adalah pegulangan satuan lingual (sebuah akata) beberapa kalidalam sebuah konstruksi. Contoh: Aku dan dia terpaksa harus tinggal berjauhan, tetapi aku sangat memercayai dia, dia pun sangat memercayai aku. Aku dan dia saling memercayai (Sumarlam, 2008: 36). c) Repetisi Anafora Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Biasanya terjadi dalam sebuah puisi, sedangkan pengulangan pada tiap kalimat biasanya terjadi dalam sebuah prosa. Contoh: Bukan nafsu, Bukan wajahmu, Bukan kakimu, Bukan tubuhmu, Aku mencintaimu karena hatimu (Sumarlam, 2008: 36). d) Repetisi Epistrofa Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris (dalam puisi) atau akhir kalimat (dalam prosa) secara berturut-turut.
18
Contoh: Bumi yang kau diami, laut yang kau layari, adalah puisi Udara yang kau hirupi, air yang kau teguki, adalah puisi Kebun yang kau tanami, bukit yang kau gunduli, adalah puisi Gubug yang kau ratapi, gedung yang kau tinggali, adalah puisi (Sumarlam, 2008: 37). e) Repetisi Simploke Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut. Contoh: Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin. Kamu bilang hidup ini nggak punya arti. Biarin. Kamu bilang nggak punya kepribadian. Biarin. Kamu bilang nggak punya pengertian. Biarin (Sumarlam, 2008: 37). f) Repetisi Mesodilosis Repetisi mesodilosis adalah pengulangan satuan lingual di tengahtengah baris atau kalimat secara berturut-turut. Contoh: Pegawai kecil jangan mencuri kertas karbon. Babu-babu jangan mencuri tulang-tulang ayam goreng. Para pembersar jangan mencuri bensin. Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri (Sumarlam, 2008: 37). g) Repetisi Epanalepsis Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual, yang kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu merupakan pengulangan kata atau frasa pertama. Contoh: Minta maaflah kepadanya sebelum dia datang minta maaf (Sumarlam, 2008: 38). h) Repetisi Anadiplosis Repetisi anadiplosis adalah pengulangan kata atau frasa terakhir dari baris atau kalimat itu menjadi kata atau frasa pertama pada baris atau kalimat berikutnya.
19
Contoh: Dalam hidup ada tujuan Tujuan dicapai dengan usaha Usaha disertai doa Harapan adalah perjuangan Perjuangan adalah pengorbanan (Sumarlam, 2008: 38). 2) Sinonimi (padan kata) Sinonimi merupakan hubungan semantic yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya (Chaer, 2014: 297). Berdasarkan wujud satuan lingualnya. Sinonimi menurut Rusminto (2015: 34) adalah relasi leksikal yang dilakukan dengan menggunakan diksi yang hampir sama maknanya dengan kata yang telah digunakan sebelumnya. Sinonimi dapat bedakan menjadi lima macam, yaitu: a) Sinonimi morfem (bebas) dengan morfem (terikat). Aku mohon kau memahami persaanku. Dia terus berusaha mencari jatidirinya b) Sinonimi kata dengan kata Meskipun lelah, saya sudah terima bayaran. Setahun menerima gaji 80%. c) Sinonimi kata dengan frasa atau sebaliknya Kota itu semalam dilanda hujan dan badai. Akibat adanya musibah itu banyak gedung yang runtuh. d) Sinonimi frasa dengan kata Tina adalah sosok wanita yang pandai bergaul. Betapa tidak. Baru dua hari pindah ke sini, dia sudah beradaptasi dengan baik. e) Sinonimi klausa atau kalimat dengan klausa atau kalimat Gunakan landasan teori yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun harus akurat (Sumarlam, 2008: 40). 3) Antonimi (lawan kata) Sumarlam (2008) mengartikan antonimi (lawan kata) sebagai nama lain untuk benda. Antonimi merupakan satuan lingual yang maknanya berlawanan atau beroposisi dengan satuan lingual yang lain. Antonimi adalah hubungan semantic antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan (Chaer, 2014: 299). Berdasarkan sifatnya dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu:
20
a) Opisisi Mutlak Oposisi mutlak adalah pertentangan makna secara mutlak, misalnya oposisi antara hidup >< mati, dan oposisi antara bergerak >< diam. b) Opisisi Kutub Oposisi kutub adalah oposisi makna yang tidak bersifat mutlak, tetapi bersifat gradasi, misalnya, kaya >< miskin, besar >< kecil, dan sebagainya. c) Oposisi Hubungan Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang bersifat saling melengkapi, karena opisisi ini bersifat saling melengkapi, maka kata yang satu dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata yang lain yang menjadi oposisinya, misalnya bapak >< ibu, guru >< murid, dosen >< mahasiswa, dan lain sebagainya. d) Oposisi Hirarkial Oposisi hirarkial adalah oposisi makna yang menyatakan deret jenjang atau tingkatan, misalnya, millimeter >< sentimeter >< meter >< kilometer. e) Oposisi Majemuk Oposisi majemuk adalah makna yang terjadi pada beberapa kata (lebih dari dua), misalnya, berdiri >< jongkok, diam >< berjalan, melangkah >< berdiri. 4) Kolokasi (sanding kata) Kolokasi atau sanding kata menurut Sumarlam (2008: 44) adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Contoh: Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padi yang berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang sempruna maka panen pun melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahku mampu bertahan hidup secara layak (Sumarlam 2008: 44). 5) Hiponimi (hubungan atas-bawah) Hiponimi dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang
21
lain (Sumarlam, 2008: 45). Menurut Rusminto (2015: 35) hiponimi adalah nama atau kata lain yang berada di bawah nama atau kata lain. Hiponimi adalah hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercakup dalam makna bentuk ujaran yang lain (Chaer, 2014: 305). Misalnya, mawar, melati, anggrek, sedap malam, tulip, merupakan hiponimi dari bunga, atau berada dibawah kata lain yaitu bunga. Contoh: Binatang melata termasuk kategori hewan reptil. Reptil yang hidup di darat dan di air ialah katak dan ular. Cicak adalah reptil yang biasa merayap di dinding. Adapun jenis reptil yang hidup di semak-semak dan rumput adalah kadal. Sementara itu, reptil yang dapat berubah warna sesuai dengan lingkungannya yaitu bunglon (Sumarlam, 2008: 45). 6) Ekuivalensi (kesepadanan) Ekuivalensi adalah hubungan kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan satuan lingual yang lain dalam sebuah paradigma (Sumarlam, 2008: 46). Contoh: Andi memperoleh predikat pelajar teladan. Dia memang tekun sekali dalam belajar. Apa yang telah diajarkan oleh guru pengajar di sekolah diterima dan dipahaminya dengan baik. Andi merasa senang dan tertarik pada semua pelajaran (Sumarlam, 2008: 46). 2. Materi Ajar Pembelajaran pada pendidikan formal dapat diartikan sebagai suatu upaya yang digunakan oleh guru atau pendidik untuk melakukan kegiatan belajar mengajar dengan peserta didik. Pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada guru, karena guru merupakan tenaga profesional yang dipersiapkan untuk melakukan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran bukan hanya kegiatan yang menyiapkan pengajaran dan melaksanakan prosedur mengajar dalam pembelajaran tatap muka, melainkan pembelajaran dilakukan dengan pola pembelajaran yang bervariasi (Ruhimat, 2011: 128). Sejalan dengan pendapat di atas, Majid (2013: 5) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah suatu konsep yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta diarahkan pada pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan indikator sebagai gambaran hasil belajar.
22
Menurut
Prastowo
(2013:
55)
pembelajaran
dipengaruhi
oleh
perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa dalam memperlajari segala materi menggunakan berbagai macam media, seperti bahan ajar cetak, audio, televisi, gambar, dan lain sebagainya. Hal demikian mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses pembelajaran, semula guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam menghajar. Pembelajaran merupakan aktivitas pendidik atau guru secara terprogram melalui desain intruksional agar peserta didik dapat belajar secara aktif dan lebih menekankan pada sumber belajar yang disediakan. Prastowo (2011: 20) mengatakan bahwa sumber belajar memiliki peran yang sangat penting dalam penyusunan bahan ajar. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan untuk memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk belajar atau mempelajari suatu materi pembelajaran. Menurut Daryanto pembelajaran menguraikan materi pelajaran dengan ringkas dan lengkap yaitu tentang pengertian atau definisi, proses, unsur-unsur sistem yang meliputi komunikator, pesan, penerima pesan, media, umpan balik atau efek, konteks (formal dan nonformal), rangkuman. Selain itu, Daryanto juga menambahkan bahwa pembelajaran juga mecakup latihan-latihan, petunjuk jawaban latihan, tugas (hasil karya kreatif dalam menerapkan teori), format acuan penilaian (sesuai dengan kriteria target mutu belajar yang akan dicapai), evaluasi (menggunakan alat evaluasi sesuai dengan RPP), dan kunci jawaban. Hal senada juga diungkapkan oleh Yusuf (2010: 250) yang mendefinisikan sumber belajar sebagai segala hal baik jenis media, benda, data, fakta, ide, orang dan lain sebagainya yang dapat mempermudah terjadinya proses belajar. Pada
dasarnya
sumber
belajar
sangat
penting
dalam
sebuah
pembelajaran. Oleh karena itu keberadaan sumber belajar memiliki tiga tujuan utama, yaitu: (1) memudahkan bagi peserta didik untuk mempelajari suatu kompetensi tertentu, (2) dapat digunakan oleh penyusun bahan ajar, dan (3)
23
memperkaya informasi yang diperlukan dalam menyusun bahan ajar (Prastowo, 2011: 23). a. Hakikat Materi Ajar Materi ajar menurut Lestari (2013: 1) adalah materi ajar yang dirancang dan ditulis dengan kaidah instruksional karena akan digunakan untuk membantu dan menunjang guru dalam proses pembelajaran. Dampak positif dari adanya materi ajar bagi guru ini adalah untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran, membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan baru dari segala sumber belajar atau referensi yang digunakan sebagai materi ajar. Selain itu, materi ajar juga mengurangi peranan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Materi ajar juga dapat diartikan sebagai segala bentuk materi yang disusun berdasarkan kurikulum yang berlaku. Materi ajar adalah isi yang diberikan kepada siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar (Sudjana: 2009). Melalui materi yang disampaikan guru, siswa diantarkan kepada tujuan pengajaran. Jadi, tujuan yang akan dicapai oleh siswa dibentuk dan dikemas dalam sebuah materi ajar. Materi ajar pada hakikatnya adalah isi dari mata pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakannya. Materi ajar adalah segala bentuk materi yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Meteri yang dimaksud dapat berupa materi tertulis, maupun materi tidak tertulis. Materi ajar merupakan seperangkat materi atau substansi pelajaran yang disusun secara sistematis dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran. Siswa dapat mempelajari suatu kompetensi dasar secara runtut dan sistematis melalui materi ajar, sehingga secara akumulatif siswa mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Materi ajar merupakan sebuah informasi, alat, dan teks yang diperlukan guru untuk merencanakan dan menelaah implementasi pembelajaran. Materi ajar tidak hanya berisi tentang pengetahuan saja, tetapi materi ajar juga berisi tentang keterampilan dan sikap yang perlu dipelajari siswa untuk
24
mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan oleh pemerintah (Lestari, 2013: 1). Materi ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. Materi ajar bertujuan untuk membantu siswa dalam mempelajari sesuatu. Materi ajar juga membantu memudahkan guru dalam menyampaikan pelajaran, selain itu dengan adanya materi ajar juga membuat pelajaran menjadi lebih menarik. Materi ajar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu materi ajar cetak, materi ajar dengar, materi ajar pandang dengar, serta materi ajar interaktif. Berikut penjelasannya: 1) Materi ajar cetak adalah materi yang dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk, seperti handout, buku, modul, evaluasi, lembar kegiatan siswa, leaflet, wallchart, foto atau gambar, model atau maket. 2) Materi ajar dengar adalah materi yang dapat didengarkan, seperti audio, kaset, dan radio. 3) Materi ajar pandang dengar adalah materi yang dapat dilihat dan didengar, seperti video, narasumber. 4) Materi ajar interaktif berupa kombinasi dari dua buah materi ajar; yaitu audio dan visual. Misalnya teks, dan grafik. Prastowo (2013: 296) bahan pembelajaran yang akan digunakan dapat berbentuk buku sumber utama atau buku penunjang lainnya. Di samping itu, ada juga bahan bacaan yang menunjang seperti jurnal, hasil penelitian, majalah, koran, brosur, serta alat pembelajaran yang terkait dengan indikator dan kompetensi dasar yang diterapkan. Sebagai bahan penunjang, dapat digunakan disket, kaset, atau CD yang berkaitan dengan bahan yang akan dipadukan. Dalam hal ini, guru dituntut untuk rajin dan kreatif mencari serta mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembelajaran. Materi ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi
25
pembelajaran. Contohnya buku pelajaran, modul, handout, LKS, model atau maket, materi ajar audio, materi ajar interaktif, dan sebagainya. Materi ajar lahir dari rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru. Pada dasarnya, semua buku dapat dijadikan materi ajar bagi siswa. Tetapi yang membedakan semua buku dengan materi ajar adalah cara penyusunannya karena materi ajar disusun berdasarkan kebutuhan pembelajaran siswa dan belum dikuasai dengan baik oleh siswa. Pengembangan materi ajar didasarkan atas konsep desain pembelajaran yang berlandaskan pada kompetensi atau untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Fungsi Materi Ajar Prastowo (2011: 24) mengklasifikasi dua fungsi utama pembagian fungsi materi ajar, yaitu menurut orang yang memanfaatkan materi ajar dan menurut strategi pembelajaran yang digunakan. 1) Menurut Pihak yang Memanfaatkan Materi Ajar Bagi guru, materi ajar berfungsi sebagai: a) Menghemat waktu guru dalam mengajar, b) Mengubah peran guru dari seorang pengajar menjadi evaluator, c) Meningkatkan proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan interaktif, d) Pedoman bagi guru yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang semestinya diajarkan kepada siswa, e) Alat evaluasi pencapaian atau penguasaan hasil pembelajaran. Bagi siswa, materi ajar berfungsi sebagai: a) Siswa dapat belajar tanpa harus ada guru atau teman siswa lain, b) Siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja yang ia kehendaki, c) Siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing, d) Siswa dapat belajar sesuai dengan pilihannya sendiri, e) Membantu potensi siswa untuk menjadi pelajar atau mahasiswa yang mandiri,
26
f) Pedoman bagi siswa yang akan mengarahkan semua aktivitasnya dalam proses pembelajaran dan merupakan substansi kompetensi yang seharusnya dipelajari atau dikuasainya. Menurut Lestari (2013: 7) materi ajar berfungsi sebagai alat evaluasi pencapaian hasil pembelajaran. Materi ajar yang baik mencakup petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, isi pembelajaran, informasi pendukung, latihan soal, petunjuk kerja, evaluasi, dan respon terhadap hasil evaluasi. a) Menurut Strategi Pembelajaran yang digunakan Fungsi materi ajar dalam pembelajaran klasikal: (1) Sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengawas, serta pengendali proses pembelajaran, siswa pasif dan belajar sesuai dengan kecepatan guru dalam mengajar; (2) Sebagai bahan pendukung pembelajaran yang diselenggarakan. Fungsi materi ajar dalam pembelajaran individual: (1) Media utama dalam proses pembelajaran; (2) Alat yang digunakan untuk menyusun dan mengawasi proses siswa memperoleh informasi; (3) Penunjang media pembelajaran individual lainnya. Fungsi materi ajar dalam pembelajaran kelompok: (1) Bersifat sebagai bahan yang terintegrasi dengan proses belajar kelompok, dengan cara memberikan informasi tentang latar belakang materi, informasi tentang peran orang-orang yang terlibat dalam belajar kelompok, serta petunjuk tentang proses pembelajaran kelompoknya sendiri, (2) Sebagai bahan pendukung materi belajar utama yang jika dirancang sedemikian rupa dapat meningkatkan motivasi siswa. c. Manfaat Dikembangkannya Materi Ajar Prastowo (2011: 27) membedakan manfaat materi ajar menjadi dua macam, yaitu manfaat bagi guru dan manfaat bagi pesrta didik. Berikut penjelasannya.
27
Manfaat bagi guru: 1) Diperoleh materi ajar yang sesuai tuntutan kurikulum dan kebutuhan siswa, 2) Tidak lagi tergantung pada buku teks yang terkadang sulit diperoleh, 3) Materi ajar menjadi lebih kaya, karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai relevansi, 4) Menambah khazanah pengetahuan dan pengalaman dalam menulis materi ajar, 5) Materi ajar akan mampu membangun komunikasi pembelajaran yang efektif antara guru dan siswa, karena siswa merasa lebih percaya kepada gurunya, 6) Diperoleh materi ajar yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan pembelajaran, 7) Dapat diajukan sebagai karya yang dinilai mampu menambah angka kredit untuk keperluan kenaikan pangkat, 8) Menambah penghasilan guru jika hasil karyanya diterbitkan. Manfaat bagi siswa: 1) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, 2) Siswa lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dengan bimbingan guru, 3) Siswa mendapat kemudahan dalam memperlajari setiap kompetensi yang harus dikuasai. d. Karakteristik Materi Ajar Widodo dan Jasmadi dalam Lestari (2013) mengatakan materi ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu self intructional, self contained, stand alone, adaptive, dan user friendly. Sejalan dengan pendapat di atas, Daryanto juga mengungkapkan bahwa modul yang mampu meningkatkan motivasi belajar harus memperhatikan karakteristik yang diperlukan sebagai modul.
28
Self intructional adalah materi ajar yang mampu membuat siswa belajar secara mandiri dan tidak tergantung pada pihak lain dengan materi ajar yang dikembangkan. Materi ajar mengandung tujuan yang dirumuskan dengan jelas dan dapat menggambarkan pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Selain itu, materi ajar diharapkan mampu memudahkan siswa dalam belajar secara tuntas dengan memberikan materi pembelajaran yang dikemas ke dalam kegiatan yang lebih spesifik, menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran. Materi ajar yang bersifat self instruction juga berisi soal-soal latihan, tugas atau sejenisnya yang yang mampu digunakan untuk mengukur penguasaan peserta didik terhadap materi pembelajaran. Materi pembelajaran yang disajikan juga harus sesuai dengan suasana, tugas, dan konteks kegiatan. Memberikan rangkuman materi pembelajaran juga merupakan konsep dari materi ajar self instruction. Dalam self instruction juga terdapat instrumen penilaian yang digunakan untuk penilaian mandiri oleh peserta didik, terdapat pula umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik mampu mengetahui tingkat penguasaan materi, dan terdapat informasi tentang rujukan atau pengayaan atau bahkan referensi yang mendukung materi pembelajaran yang sedang dipelajar. Self contained adalah seluruh materi pelajaran dari satu unit kompetensi atau subkompetensi yang dipelajari didalam satu materi ajar secara utuh. Tujuan dari self contained adalah agar peserta didik mampu mempelajari materi pembelajaran secara tuntas, karena materi pembelajaran sudah dikemas dalam satu kesatuan materi yang utuh. Stand alone adalah materi ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada materi ajar yang lain atau mampu digunakan dengan tidak bersamasama dengan materi ajar lain. Materi ajar dengan konsep stand alone memudahkan peserta didik untuk belajar karena tidak perlu menggunakan materi ajar yang lain untuk mengerjakan tugas. Adaptive adalah materi ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
29
User friendly adalah setiap paparan bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan. Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menetapkan beberapa kriteria materi ajar yang memenuhi syarat kelayakan, yang meliputi empat komponen, yaitu: 1) Kelayakan isi a) Kesesuaian materi dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), b) Kesesuaian materi dengan kurikulum, c) Keakuratan materi, d) Kemutakhiran materi, e) Mendorong keingintahuan, f) Substansi keilmuan dan life skill, g) Penayaan, dan h) Keberagaman nilai. 2) Kelayakan Bahasa a) Lugas, b) Langsung ke sasaran, c) Komunikatif, d) Dialogis dan interaktif, e) Kesesuaian dengan perkembangan peserta didik, dan f) Kesesuaian dengan kaidah bahasa Indonesia. 3) Kelayakan isi a) Teknik penyajian, b) Pendukung penyajian, c) Penyajian pembelajaran, dan d) Koherensi dan keruntutan alur pikir. 4) Kegrafikan a) Ukuran format buku,
30
b) Desain bagian kulit, c) Desain bagian isi, d) Kualitas cetakan, dan e) Kualitas jilidan. Prastowo (2013) dalam bukunya mendeskripsikan karakteristik materi ajar menjadi empat macam, yaitu aktif, menarik atau menyenangkan, holistik, dan autentik. 1) Aktif Materi ajar memuat materi yang menekankan pada pengalaman belajar, mendorong keaktifan siswa dalam pembelajaran baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional, guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa, sehingga mereka termotivasi untuk terus belajar. 2) Menarik atau menyenangkan Materi ajar memiliki sifat mempesona, merangsang, nyaman dilihat, dan banyak kemanfaatannya, sehingga siswa senantiasa terdorong untuk terus belajar karena penuh tantangan. 3) Holistik Materiajar memuat kajian suatu fenomena dari beberapa bidang kajian sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Dengan demikian, keberadaan materi ajar tersebut memungkinkan siswa dapat memahami suatu fenomena dari segala sisi, menjadi lebih arif dan bijaksana. 4) Autentik Karakteristik dari materi ajar yang menekankan pada sisi autentik atau pengalaman langsung yang diberikan oleh suatu materi ajar. Dengan kata lain, materi ajar memberikan sebuah pengalaman dan pengetahuan yang dapat diperoleh oleh siswa sendiri. Selain itu, materi ajar tersebut memberikan informasi yang kontekstual dengan kenyataan empiris atau fenomena sosial budaya di sekitar siswa. Hal ini berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
31
Kriteria materi ajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran teks berita pada siswa Sekolah Menengah Pertama diantaranya harus menarik, autentik atau pengalaman langsung, memberikan informasi mengenai sosial budaya di sekitar siswa. Hal tersebut bertujuan agar materi yang dipelajari tetap memiliki nilai pendidikan. 3. Teks Berita Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki empat aspek keterampilan bahasa. Terampil adalah cakap dalam menyelesaikan tugas, mampu, dan cekatan (Hoetomo, 2005: 531). Keterampilan merupakan kemampuan untuk mengeluarkan semua sumber daya internal, keunggulan, dan bakat agar dapat mendatangkan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Keterampilan
didefinisikan
sebagai
suatu
kecapakan
untuk
menyelesaikan tugas. Siswa dikatakan dalam pembelajaran ketika ia mampu menyelesaikan tugas yang diberikan guru dengan baik. Keterampilan sama artinya dengan kecekatan. Terampil atau cekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu dengan cepat dan benar. Seseorang yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan terampil. Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat, juga tidak dapat dikatakan terampil (Soemarjadi, 1991: 2). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan merupakan keahlian seseorang untuk melakukan sesuatu secara lancar, tepat, dan cekatan yang diperoleh melalui proses latihan yang berkesinambungan. Menurut Olii (2007: 25) mendefinisikan berita sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna (Significant). Berita kemudian berpengaruh kepada pendengarnya serta relevan dan layak untuk dinikmati pendengarnya, sehingga mengandung beberapa unsur, diantarnya: (1) baru dan penting, (2) bermakna dan berpengaruh, (3) menyangkut hidup orang banyak, dan (4) relevan dan menarik. Oetama, pakar jurnalistik dalam bukunya Perspektif Pers Indonesia (1987) mengatakan bahwa berita bukan fakta tapi laporan tentang fakta itu sendiri. Suatu peristiwa menjadi berita apabila ditemukan dan dilaporkan oleh
32
wartawan atau membuatnya masuk ke dalam kesadaran publik, dengan demikian menjadi pengetahuan publik. Assegaf dalam buku Jurnalistik Masa Kini (1983) mengatakan bahwa berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang terkini yang dipilih oleh wartawan untuk disiarkan dan dapat menarik perhatian pembaca. Berita bisa bersifat luar biasa, penting, akibat yang ditimbulkan, mencakup segi-segi human interest seperti humor, emosi, dan ketegangan. MacDougall (dalam Barus) berpendapat bahwa berita adalah segala yang menarik hati orang dan berita yang terbaik adalah menarik hati orang sebanyak-banyaknya. (Redaktur di Cleveland Pain Dealer, 2011). Pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa berita adalah: a. Suatu peristiwa, kejadian, gagasan, pikiran, fakta yang aktual. b. Menarik perhatian karena ada faktor yang luar biasa (extraordinary) di dalamnya. c. Penting. d. Dilaporkan, diumumkan, atau dibuat untuk menjadi kesadaran umum supaya menjadi pengetahuan bagi orang banyak (masa). e. Laporan dimuat di media tertentu. Menjadi suatu berita, diperlukan data. Data tersebut diambil dari berbagai kejadian dan peristiwa. Penulisan berita diperlukan pencarian data sebagai bahan utama, tidak hanya berasal dari liputan suatu peristiwa atau kejadian. Wawancara dengan seseorang, keterangan dari seorang tokoh atau hasil pembicaraan dengan orang lain juga dapat dijadikan data. Hal tersebut dikarenakan ide, pendapat atau kata-kata seseorang merupakan fakta bagi penulis. Pemakaian ide, pendapat menjadi fakta, dalam lingkup jurnalistik lazim disebut fact in idea. Barrus (2011) mengemukakan bahwa suatu berita harus mempunyai beberapa ciri agar layak dipublikasikan. Ciri yang harus dimiliki sebuah berita mencakup: a. Accuracy: akurat, cermat, teliti. b. Universality, berlaku umum. c. Humanity: nilai kemanusiaan.
33
d. Immediate: segera. Menurut Brant, Eric S., dan Wiguna (dalam Olii, 2007: 27) wartawan selalu memberikan berita yang mempunyai sifat informasi sebagai berikut: a. Aktual/ hangat/ baru atau sedang terjadi Peristiwa yang berpotensi menjadi berita adalah peristiwa yang bersifat menyenangkan atau menyedihkan, misalnya musibah banjir, pembunuhan, ledakan bom, pesawat jatuh dan lain-lain. b. Berakibat pada kehidupan orang banyak Kenaikan harga BBM, tarif listrik, dan harga sembako biasanya dirasakan akibatnya oleh banyak orang. Hujan yang berakibat banjir, tanah longsor juga merupakan hal yang akan dirasakan oleh banyak orang secara bersamaan. c. Mengandung unsur ketokohan Tokoh biasanya menjadi panutan oleh masyarakat. Mislanya Presiden menikahkan putrinya, Kyai kondang berbuat cabul, Selebritis melahirkan anak pertamanya. d. Langka Peristiwa yang jarang terjadi atau peristiwa yang tingkat kejadiannya rendah, biasanya memancing minat dan keingintahuan orang. Misalnya pohon cemara bercabang dua, pejabat tinggi berkelahi, domba bertanduk tiga. e. Kedekatan (nearness) Masyarakat lebih tertarik apabila berita yang disajikan berasal dan lingkungan atau tempat asalnya. Misalnya banjir akibat luapan sungai Bengawan Solo akan lebih menarik masyarakat dibandingkan dengan berita-berita mengenai perjuangan bangsa Palestina. f. Mengandung konflik Konflik merupakan bagian dari kehidupan. Oleh karena itu adanya konflik akan meningkatkan minat masyarakat untuk mengetahui beritanya. Misalnya bentrok antara aparat keamanan dengan mahasiswa saat demo
34
berlangsung, perdebatan DPR, dan pertandingan olahraga seperti sepak bola, voli, tenis juga memiliki minat yang cukup besar di masyarakat. g. Membawa perubahan Pembangunan pusat perbelanjaan di kota asal layak menjadi sebuah berita. Keberadaan pusat perbelajaan tersebut akan mengubah pola gaya hidup masyarakat sekitar, arus lalu lintas, fisik kota yang berubah. h. Mengadung aksi Peristiwa yang mengandung unsur aksi atau gerakan (massal) akan menarik untuk dijadikan sebuah berita. Misalnya para pegawai honorer yang melakukan demo atas kebijakan pemerintah yang meniadakan CPNS. i. Tindakan pemerintah Tindakan pemerintah akan menjadi berita yang menarik apabila ada kaitannya dengan perubahan peraturan, peresmian, atau sidang kabinet. j. Seremonial Peristiwa yang sifatnya perayaan atau peringatan dapat menjadi berita yang sangat menarik untuk diikuti masyarakat. Misalnya grebek sudiro sebagai perayaan tahun baru cina, peringatan 17 Agustus, perayaan hari besar keagamaan. k. Kriminalitas Peristiwa tentang tindak kejahatan memiliki peminat dalam jumlah besar. Jenis beritanya sangat beragam, misalnya pencurian, perampokan, penipuan, hingga pemerkosaan. l. Mengandung unsur entertainment Saat ini berita dari dunia hiburan merupakan andalan, dan sifatnya sangat ditunggu oleh masyarakat. Untuk menilai seuatu kejadian memiliki nilai berita, MacDougall (dalam Barrus, 2011) mengemukakan bahwa berita harus memiliki unsur sebagai berikut: a. Kabaruan (timeliness): memuat peristiwa yang baru saja terjadi.
35
b. Jarak (proximity): memiliki kedekatan jarak (geografis) ataupun emosional dengan pembaca. Temasuk kedekatan karena profesi, minat, bakat, hobi, dan perhatian pembaca. c. Cuatan (prominence): hal-hal yang mencuat dari diri seorang atau sesuatu yang terkenal dikalangan masyarakat dan berita penting untuk dibaca. d. Daya tarik kemanusiaan (human interest): menyentuh rasa kemanusiaan, menggugah hati dan minat. e. Akibat (Consequence): nilai berita juga ditentukan oleh pengaruh, akibat, dan dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap masyarakat luas. Baik dampak bagi kehidupan politik, sosial, ekonomi merupakan hal yang patut diperhitungkan oleh setiap wartawan dalam memperoleh berita. Selain kelima syarat penentu nilai berita, berikut ditambahkan juga uraian mengenai masalah ketelitian dan kebenaran berita, yaitu: a. Teliti (Accuracy): wartawan harus mampu membedakan antara fakta dan opini. Agar terhindar dari insinuasi (menuduh tanpa dasar yang jelas) memfitnah, meniru (plagiat), menyebarkan isu, mencemarkan nama baik orang atau organisasi, maka wartawan harus teliti dalam membuat berita yang akurat. Akurat berarti harus benar-benar terjadi dan berlandaskan fakta. b. 5W+1H. Who, harus menyebutkan sumber yang jelas. What, mencari tahu topik berita. Where, berita juga menunjuk pada tempat kejadian. When, menjelaskan kapan peristiwa itu terjadi. Why, bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu pembaca mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa. How, menjelaskan urutan peristiwa terjadi. Barus membedakan berita menjadi dua jenis, yaitu bentuk piramida dan bentuk piramida terbalik. Berikut penjelasannya: a. Bentuk piramida Teknis penulisan berita dari masalah yang kurang penting menuju yang paling penting. Teknis penulisan tidak terikat oleh waktu dan batasan pemuatan berita. Hal-hal yang penting dalam berita diletakkan di bawah, seperti kesimpulan dan analisis. Bagian atas berita dibuat menarik dengan
36
menggunakan bahasa yang diatur dengan runtut. Tubuh berita diisi dengan data dan fakta. Agar lebih memahami bentuk berita piramida dapat dilihat pada gambar 2 berikut:
Gambar 2. Bentuk Berita Piramida b. Piramida terbalik Berita yang dapat ditulis dengan menggunakan piramida terbalik adalah jenis berita yang singkat. Piramida terbalik disusun dengan menonjolkan bagian yang paling penting di awal berita. Agar lebih memahami bentuk berita piramida terbalik dapat dilihat pada gambar 3 berikut:
Gambar 3. Bentuk Berita Piramida Terbalik Sumber-sumber berita menurut Barus (2011: 55) dikelompokkan menurut jenis sumbernya. Masing-masing jenis atau bidang pemberitaan selalu mencakup sumber-sumber sebagai berikut:
37
a. Sumber berita atas nama pribadi. Seperti para pakar dibidangnya masing-masing, atau berdasarkan profesi. b. Sumber berita pribadi atas nama kelompok atau golongan, mencakup tokoh masyarakat, pimpinan organisasi, atau para pemmpinn yang mewakili komunitas tertentu. c. Sumber berita organisasi atau lembaga atau instansi mencakup partai politik, pejabat pemerintah atau lembaga publik. B. Kerangka Berpikir Bahasa memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan bermasyarakat dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun secara tertulis. Wacana tulis pada media massa memeliki beberapa jenis, di antaranya: (1) majalah, (2) tabloid, (3) buku teks, (4) surat kabar, (5) buletin, dan (6) newsletter. Media massa surat kabar memuat karikatur, teks berita, komik, dan TTS. Teks berita yang terdapat surat kabar harian Solopos berupa gambar dan tipologi, dan salah satu teks berita yang terdapat dalam surat kabar harian Solopos adalah rubrik “Kronik”. Rubrik “Kronik” memiliki struktur teks wacana berupa pernyatan, alasan, dan penegasan. Dari ketiga struktur teks wacana tersebut bisa didapatkan hal-hal yang mencakup kohesi gramatikal dan leksikal yang digunakan pada teks berita. Kohesi merupakan hal yang paling penting dalam terciptanya suatu keutuhan sebuah wacana. Penanda yang digunakan untuk mencapai kekohesifan wacana meliputi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Unsur-nsur kohesi gramatikal terdiri dari pengacuan, peyulihan, pelesapan, dan perangkaian. Adapun kohesi leksikal yaitu repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi, dan ekuivalensi. Dari penelitian kajin piranti kohesi gramatikal dan leksikal pada rubrik "Kronik" dalam surat kabar harian Solopos ini akan diperoleh penggunaan unsur-unsur kohesi gramatikal dan leksikal yang menjadi ciri bahasa dalam teks berita. Unsur-unsur tersebut dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam memperdalam materi serta meningkatkan pembelajaran teks berita dalam berbagai aspek keterampilan berbahasa. Rubrik “Kronik” dalam surat kabar Solopos dikaitkan dengan karakteristik materi ajar dalam proses pembelajaran di Sekolah Menengah pertama. Setelah
38
mengaitkan dengan karakteristik, maka diketahui kesesuaian rubrik “Kronik” dengan materi ajar teks berita pada siswa Sekolah Menengah Pertama.
Wacana Tulis Media Massa
Majalah
Tabloid
Karikatur
Surat Kabar
Buku Teks
Komik
Teks Berita
Gambar
Buletin
Newsletter
TTS
Tipologi
Struktur Teks Wacana Karakteristik Materi Ajar: 1. Aktif, 2. Menarik, atau menyenang kan, 3. Holistik, 4. Autentik.
Kesesuaian dengan materi ajar teks berita pada siswa Sekolah Menengah Pertama.
Pernyataan
Alasan
Penegasan
Kohesi
Gramatikal: 1. Pengacuan 2. Penyulihan 3. Pelesapan 4. Perangkaian
Gambar 4. Kerangka Berpikir
Leksikal: 1. Repetisi 2. Sinonimi 3. Antonimi 4. Kolokasi 5. Hiponimi 6. Ekuivalensi