BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori Kajian teori dalam penelitian ini meliputi dua variabel yaitu hasil belajar dan
metode problem solving. 2.1.1 Hasil Belajar Penilaian hasil belajar merupakan aktivitas yang sangat penting dalam proses pendidikan. Semua proses di lembaga pendidikan formal pada akhirnya akan bermuara pada hasil belajar yang diwujudkan secara kuantitatif berupa nilai. Penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa (Depdiknas:2008). Penilaian atau assessment adalah penafsiran hasil pengukuran dan hasil belajar (Alimudin:2010) Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktifitas belajar (Anni, 2005: 4). Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari pegetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperolah adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Hamid Hasan dalam Wina Sanjaya (2008:24) mendefinisikan evaluasi adalah suatu proses memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. Ada dua hal yang menjadi karakteristik evaluasi. 1)evaluasi merupakan suatu proses artinya dalam suatu pelaksanaan evaluasi mestinya terdiri dari barbagai macam tindakan yang harus dilakukan. 2)evaluasi berhubungan pemberian nilai, artinya berdasarkan hasil pertimbangan sesuatu itu nantinya dapat menunjukan kualitas yang dinilai.
6
7
Hasil belajar menurut Anni (2004:4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Sedangkan hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya. Pendapat lainnya dari Nasrun (dalam tim dosen, 1980:25) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir pengembalian keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Dari tiga pendapat mengenai hasil belajar dapat dikatakan hasil belajar adalah Bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh, yang terdiri dari unsur kognitif, afektif dan psikomotorik secara terpadu terhadap diri siswa setelah mengalami aktifitas belajar.
2.1.2 Kasifikasi Hasil Belajar Dalam
sistem
pendidikan
nasional
rumusan
hasil
belajar
banyak
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
1. Ranah Kognitif a. Tipe Hasil Belajar Pengetahuan Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota dll. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafalan menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang ilmu, baik matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa.
8
b. Tipe Hasil Belajar Pemahaman Tipe hasil balajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori.Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, pemahaman mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan di atas, perlu disadari bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah. Penyusun tes dapat membedakan soal yang susunannya termasuk subkategori tersebut, tetapi tidak perlu berlarut-larut mempersalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat dibedakan antara pemahaman terjemahan, pemanfsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan penyususunan soal tes hasil belajar. c. Tipe Hasil Belajar Aplikasi Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, rumus, hukum, prinsip, generalisasi dan pedoman atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Aplikasi yang berulangkali dilakukan pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila terjadi proses pemecahan masalah. Situasi bersifat lokal dan mungkin pula subjektif sehingga tidak mustahil bahwa sesuatu itu baru bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang sudah dikenal bagi beberapa orang tertentu.
9
d. Tipe Hasil Belajar Analisis Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya. Analisis merupakan suatu kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe hasil belajar sebelumnya. Dengan kemampuan analisis diharapkan siswa mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang sesuatu dan dapat memilah atau memecahnya menjadi bagian-bagian yang terpadu baik dalam hal prosesnya, cara bekerjanya, maupun dalam hal sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dikuasai siswa maka siswa akan dapat mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif. e. Tipe Hasil Belajar Sintesis Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daipada berpikir devergen. Dalam berpikir konvergen, pemecahan masalah atau jawabannya akan mudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan masalah atau jawabannya belum dapat dipastikan.
Mensintesiskan
unit-unit
tersebar
tidak
sama
dengan
mengumpulkannya kedalam satu kelompok besar. Kalau analisis memecah integritas menjadi bagian-bagian, sebaliknya sintesis adalah menyatukan unsurunsur menjadi suatu integritas yang mempunyai arti. Berpikir sintesis merupakan sarana untuk dapat mengembangkan berpikir kreatif. Seseorang yang
kreatif
sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreatifitas juga beroperasi dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, siswa dimungkinkan untuk menemukan hubungan kausal, urutan tertentu, astraksi dari suatu fenomena dll. f. Tipe Hasil Belajar Evaluasi Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll. Oleh karena itu maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau stándar tertentu.
10
Dalam tes esai, stándar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase ”menurut pendapat saudara” atau “menurut teori tertentu”. Frase yang pertama sukar diuji mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan sebab variasi kriterianya sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam evaluasi, maka soal-soal yang dibuat harus menyebutkan kriterianya secara eksplisit.. Kemampuan evaluasi memerlukan kemampuan dalam pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. Artinya tipe hasil belajar evaluasi mensaratkan dikuasainya tipe hasil belajar sebelumnya.
1.
Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Dalam menilai hasil belajar siswa para guru lebih banyak mengukur siswa dalam penguasaan aspek kognitif. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Sekalipun bahan pengajaran berisi ranah kognitif, ranah efektif harus menjadi bagian integral dari bahan tsb dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar ranah efektif terdiri atas lima kategori sebagai berikut: a. Reciving/attending, yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, untuk menerima stimulus, keinginan untuk melakukan kontrol dan seleksi terhadap rangsangan dari luar. b. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketetapan reaksi, kedalaman perasaan, kepuasan merespon, tanggung jawab dalam memberikan respon terhadap stimulus dari luar yang datang
pada dirinya.
c. Valuing berkenaan dengan nilai atau kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang diterimanya. Dalam hal ini termasuk kesediaan menerima nilai, latar
11
belakang atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut. d. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. e. Internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. 2.
Ranah Psikomotor Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni: a.
Gerak refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar), artinya
gerakan refleks adalah basis semua perilaku bergerak, respons terhadap stimulus tanpa sadar. Misalnya melompat, menunduk, berjalan, menggerakkan leher dan kepala, menggenggam, memegang. b.
Keterampilan pada gerakan dasar, Artinya
gerakan ini muncul tanpa
latihan tapi dapat Diperhalus melalui praktik gerakan ini terpola dan dapat ditebak Contoh kegiatan belajar: 1. Contoh gerakan tak berpindah: bergoyang, membungkuk, merentang, mendorong, menarik, memeluk, berputar 2. Contoh gerakan berpindah: merangkak, maju perlahan-lahan, muluncur, berjalan, berlari, meloncat-loncat, berputar mengitari, memanjat. 3. Contoh
gerakan
manipulasi:
menyusun
balok/blok,
menggunting,
menggambar dengan krayon, memegang dan melepas objek, blok atau mainan. 4. Keterampilan gerak tangan dan jari-jari: memainkan bola, menggambar c.
Gerakan persepsi Artinya Gerakan sudah lebih meningkat karena dibantu
kemampuan perceptual. Contoh kegiatan belajar : 1. Melompat dari satu petak ke petak lain dengan 1 kali sambil menjaga keseimbangan.
12
2. Memilih satu objek kecil dari sekelompok objek yang ukurannya bervariasi. 3. Menulis alphabet. 4. Membedakan berbagai tekstur dengan meraba. d.
Gerakan kemampuan fisik artinya gerak lebih efisien, berkembang melalui
kematangan dan belajar.Contoh kegiatan belajar : 1. Menggerakkan otot dengan waktu tertentu. 2. Mengangkat beban. 3. Melakukan senam e.
Gerak-gerak skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada
keterampilan yang kompleks. Dapat menngontrol berbagai tingkat gerak, terampil, tangkas, cekatan melalui gerakan yang rumit dan kompleks. Contoh kegiatan belajar : 1. Mengetik 2. Membuat kerajinan tangan 3. Melakukan gerakan terampil f.
Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti
gerakan estetik dan kreatif. Mengkomunikasikan perasaan melalui gerakan, gerak estetik adalah gerakan terampil yang efisien dan indah. Gerak kreatif adalah gerakan pada tingkat tertinggi untuk mengkomunikasikan peran. Contoh kegiatan belajar : 1. Bermain drama (acting) 2. Kerja seni yang bermutu (membuat patung, melukis) Hasil belajar yang dikemukakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan satu sama lain, bahkan ada dalam kebersamaan. Seseorang yang berubah tingkat kognisinya sebenarnya dalam kadar tertentu telah berubah pula sikap dan perilakunya.
13
2.1.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain: 1) Faktor intern Fakor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri.adapun yang
dapat
di
golongkan
ke
dalam
faktor
intren
yaitu
kecerdasan/intelegensi,bakat,minat dan motivasi.”Slameto (1995:56) mengatakan bahwa “tingkat intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi yang rendah. Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Ungkapan ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1986:28) bahwa “bakat dalam hal ini lebih dekat pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24) minat adalah “kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Nasution (1995:73) mengatakan motivasi adalah “segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.” Sedangkan
Sardiman
(1992:77)
mengatakan
bahwa
“motivasi
adalah
menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.” 2) Faktor ekstren Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang sifatnya di luar diri siswa, yaitu beberapa pengalaman –pengalaman ,keadaan keluarga,lingkungan sekitarnya dan sebagainya.pengaruh lingkungan ini pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan paksaan kepada individu. Dalam hal ini Hasbullah (1994:46) mengatakan: “Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertamatama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.” Menurut Kartono (1995:6) mengemukakan
14
“guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar.” Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. Dalam hal ini Kartono (1995:5) berpendapat: lingkungan masyarakat dapat menimbulkan kesukaran belajar anak, terutama anak-anak yang sebayanya. Apabila anak-anak yang sebaya merupakan anak-anak yang rajin belajar, maka anak akan terangsang untuk mengikuti jejak mereka. Sebaliknya bila anak-anak di sekitarnya merupakan kumpulan anak-anak nakal yang berkeliaran tiada menentukan anakpun dapat terpengaruh pula. Dapat disimpulkan hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil belajar meliputi: a. Intelagensi dan penguasaan awal b. Motivasi atas nilai-nilai c. Evaluasi kognitif d. Harapan untuk berhasil e. Kegiatan pembelajaran f. Pengelolan motivasi g. Ulangan 2.1.1.3. PENILAIAN Dalam setiap pembelajaran perlu dilakukan evaluasi karena untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan. Evaluasi adalah proses pemberian makna atau penetapan kualitan hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau dapat pula ditetapkan sesudah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses/kemampuan minimal yang dipersyaratkan, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok dan berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan
15
atau Penilaian Acua Kriteria ( PAP/PAK ),sedang kriteria yang ditentukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut denag penilaian Acuan Norma / Penelitian Acuan Relatif ( PAN/PAR ). Instrumen yang digunakan untuk melakukan asesmen atau evaluasi terhadap proses dan hasil belajar, secara umum ada dua macam yaitu tes dan non tes. Tes yang bisa digunakan di Sekolah dasar yaitu : a). tes membaca, b) tes bakat akademik kelompok, c) tes keterampilan dasar, d) tes intelegensi individu, e) tes hasil belajar mata pelajaran, tes unjuk kerja dsb. Sedangkan teknik non tes dapat dilakukan dengan mengamati atau observasi, wawancara, menyebar angket dll. Teknik asesmen, pendekatan dan metode pembelajaran dan hasil belajar pada semua ranah memang hal yang tak terpisahkan satu dengan yang lain karena smua didesain untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan. Berdasarkan pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar siswa digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik tes dan non tes, antara lain: 1. Tes Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugastugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi. Tes merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh guru untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan prestasi mereka yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan (Calongesi, 1995). Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus dikerjakan siswa. Setiap soal dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut. Tes menurut Arikunto dan Jabar (2004) merupakan alat atau
16
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan cara atau aturan yang telah ditentukan. Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dan menggunakan langkah – langkah dan kriteria - kriteria yang sudah ditentukan. Berikut ini adalah teknik tes : a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan 1. Tes Tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya. 2. Tes Lesan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. 3. Tes Unjuk Kerja Pada Tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor. b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya 1. Tes Esai (Essay-type Test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. 2. Tes Jawaban Pendek Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek dalam bentuk rangkaian kata-kata pendek, katakata lepas maupun angka-angka.
17
3. Tes objektif Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test). 2. Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes, yaitu: 1. Observasi Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar siswa, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. 2. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian siswa. a. Task Analysis (Analisis Tugas) Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan. b. Komposisi dan Presentasi Siswa menulis dan menyajikan karyanya. c. Proyek Individu dan Kelompok Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu maupun kelompok Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan
18
dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumepn butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki siswa haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi,kerja lapangan dan presentasi. 2.1.3. Matematika 2.1.3.1 Pengertian Matematika Kata matematika sudah tidak asing lagi bagi kita, matematika merupakan ratu dari ilmu pengetahuan dimana materi matematika di perlukan di semua jurusan yang di pelajarai oleh semua orang, Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique (Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir). Jadi berdasarkan etimologis (Elea Tinggih dalam Erman Suherman, 2003:16), perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. James dan James (1976) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas,
19
dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Sementara Reys, dkk. (1984) mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Berdasarkan pendapat di atas, maka disimpulkan bahwa ciri yang sangat penting dalam matematika adalah disiplin berpikir yang didasarkan pada berpikir logis, konsisten, inovatif dan kreatif. 2.1.3.2. Fungsi dan tujuan matematika. Matematika
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
menghitung,
mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan geometri, aljabar, peluang dan
statistik,
kalkulus
dan
trigonometri.
Matematika
juga
berfungsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika yang dapat berupa kalimat matematika dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Tujuan Mata Pelajaran Matematika agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara lues, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam
membuat
generalisai,
menyusun
bukti,
atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhtian dan minat dalam mempelajari
20
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 2.1.3.3. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat kompetensi matematika yang dibukukan dan harus ditunjukkan oleh siswa pada hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam komponen kompetensi dasar beserta hasil belajarnya, indikator dan materi pokok untuk setiap aspeknya. Pengorganisasian dan pengelompokan materi pada materi didasarkan menurut disiplin ilmunya atau didasarkan menurut kemahiran atau kecakapan yang hendak dicapai. Aspek atau ruang lingkup materi pada standar kompetensi matematika adalah bilangan, pengukuran dan geometri, aljabar, trigonometri, peluang dan statistik, dan kalkulus. 2.1.3.4. Standar Kompetensi Matematika Kurikulum berbasis kompetensi ini merupakan standar kompetensi mata pelajaran matematika yang harus diketahui, dilakukan dan dimahirkan oleh setiap siswa pada setiap tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam empat komponen utama, yaitu: 1. Standar kompetensi, yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh peserta didik setelah melakukan proses belajar mengajar untuk suatu materi pokok sesuai dengan tingkat pendidikan yang telah ditentukan secara nasional, 2. Kompetensi dasar, yaitu kompetensi minimal yang harus dipahami oleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar, 3. Indikator, yaitu alat untuk mengukur panguasaan peserta didik terhadap suatu kompetensi dasar, dan 4. Materi pokok, yaitu materi pelajaran yang disajikan kepada peserta didik berupa penjabaran sub pokok bahasan dari awal semester sampai akhir semester secara terstruktur.
21
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Matematika Untuk SD kelas V semester 2 Kelas
semester
V
2
Standar Kompetensi 5. Menggunakan
pecahan
dalam pemecahan masalah
6.
Memahami
sifat-sifat
bangun dan hubungan antar bangun
Kompetensi Dasar 5.1.Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya 5.2.Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan 5.3.Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan 5.4.Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala 6.1.Mengidentifikasi sifatsifat bangun datar 6.2.Mengidentifikasi sifatsifat bangun ruang 6.3.Menentukan jaringjaring berbagai bangun ruang sederhana 6.4.Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri 6.5.Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana
22
1.1.4. Metode problem solving (metode pemecahan masalah) Istilah Problem Solving ada pada berbagai profesi dan disiplin ilmu, dan memiliki pengertian yang berbeda - beda. Berikut ini pengertian Problem Solving menurut beberapa ahli : 1. Lester (1980) : Problem Solving adalah sistuasi dimana seseorang individu atau kelompok diharuskan melakukan suatu tugas dan tidak ada suatu algoritma
yang
bisa
dengan
mudah
diakses
untuk
menentukan
penyelesaiannya. 2. Buchanan (1987) : Problem Solving adalah Problem matematika sebagai soal non rutin yang membutuhkan lebih dari prosedur atau algoritma yang mudah diperoleh dalam proses penyelesaiannya. 3. McLeod (1988) : Mendefinisikan Problem Solving sebagai sebagai suatu tugas dimana penyelesaian atau tujuan tidak bisa segera dicapai dan tidak ada suatu algoritma yang jelas untuk digunakan siswa. 4. Lesh (1981): Problem Solving adalah lebih dari sekedar memperoleh jawaban. Ini merupakan sebuah alat pemikiran dan filosofis. 5. Problem Solving merupakan sebuah metode penyelidikan dan aplikasi untuk memberikan konteks yang konsisten dalam penerapan dan pembelajaran dan penerapan
matematika.sehingga
situasi
masalah
perlu
diketahuidan
memperkuat motivasi untuk pengembangan konsep - konsep. Problem Solving dapat diartikan sebagai proses berpikir yang dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. 2.1.4.1 Ciri utama dari Problem Solving. 1. Problem Solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran,
23
akan tetapi melalui Problem Solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan. 2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Problem Solving
menempatkan
masalah
sebagai
kata
kunci
dari
proses
pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. 3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan penedekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. 2.1.4.2. Langkah-langkah metode problem solving Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan. John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah metode problem solving ( http://muhfid.com/tahapan-tahapan problem solving/ ) yaitu : 1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah yang akan dipecahkan. 2. Mengalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. 3. Merumuskan
hipotesis,
yaitu
langkah
siswa
merumuskan
berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. 4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. 5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
24
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan. David Johnson dan Jhonson mengemukakan ada 5 langkah metode pemecahan masalah
(
problem
)
solving
melalui
kegiatan
kelompok.
(http://muhfid.com/tahapan-tahapan problem solving/) 1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan. 2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor, baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang diperkirakan. 3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguju setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa di dorong untuk
berpikir
mengemukakan
pendapat
dan
argumentasi
tentang
kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan. 4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi man yang dapat dilakukan. 5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang di terapkan. Maka dapat disimpulkan langkah-langkah metode problem solving adalah sebagai berikut : 1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan, masalah ini dapat tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya ataupun dari guru.
25
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, bertanya, berdiskusi dan lain-lain. 3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua di atas. 4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas, diskusi, dan lain-lain. 5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah tadi. 2.2.
Kajian hasil-hasil penelitian yang relevan Penelitian yang dilakukan oleh Akhmad Nuparin dan Ratna Yulinda,
penelitian ini dilakukan di SDN Sungai Tabuk Keramat II Kec. Sunagi Tabuk pada sub konsep “ Cara penghematan air “ pada siswa kelas V SDN sungai Tabuk Keramat II Kec. Sungai Tabuk melalui interaksi pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah pendekatan problem solving. Penelitian yang dilakukan sejak februari – juli 2007 dirancang 2 siklus. Subyek Penelitian adalah siswa kelas V semester 2 SDN Sungai Tabuk Keramat yang berjumlah 29 orang. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran sub konsep “ Cara penghematan air “ dapat di efektifkan. Peningkatan prosentase ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus 1 ke siklus 2 yaitu dari 64,28 dengan kategori sedang menjadi 88 tergolong kategori baik. Kelebihan dari penelitian ini adalah dapat meningktkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan cara penghematan air, kekurangan dari penelitian ini tidak menuliskan berapa persen kenaikan ketuntasan belajarnya. Selain penelitian di atas penelitian serupa juga pernah dilakukan di Kabupaten sumedang, penelitian dengan sampel berjumlah 48 orang siswa kelas
26
V dan VI di SD Babakan Hurip Kab. Sumedang tahun 2003/2004. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh temuan baru mengenai penggunaan gaya mengajar yang efektif dalam pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah dasar, selanjutnya membantu memberikan kejelasan kepada guru penjas berkenaan dengan pengaruh yang terjadi melalui pendekatan mengajar problem solving dan guided discovery yang di terapkan dengan permainan kecil dalam proses peningkatan kemampuan motorik siswa kelas V dan VI. Kelebihan dari penelitian ini adalah meningkatnya hasil belajar siswa, sedangkan kekurangan dari penelitian ini tidak menuliskan berapa kenaikan ketuntasan belajar siswa. Penelitian serupa juga pernah dilakukan di SMP N 15 Semarang oleh Heni Susilowati (2007). Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII yang terdiri dari tujuh kelas SMP N 15 Semarang dengan rataan 44 siswa. Sampel dilakukan dengan Cluster random sampling untuk mengambil satu kelas yaitu VII G. Variabel bebas adalah keterampilan berproses dan variabel terikat hasil belajar dengan model pembelajaran problem solving. Cara pengambilan data dengan lembar pengamatan dan tes. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis regresi dan analisis uji t satu sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai 2
R sebesar 67,8% artinya keterampilan berproses mempengaruhi hasil belajar sebesar 67,8% sedangkan masih ada pengaruh variabel lain sebesar 32,2%. Pencapaian ketuntasan hasil belajar 70,16 dan untuk keterampilan berproses 71,15.
Simpulan, (1) Adanya pengaruh yang positif antara keterampilan
berproses dengan model pembelajaran Problem Solving terhadap hasil belajar. (2) Pembelajaran dengan model Problem Solving telah mencapai ketuntasan belajar. Saran, pembelajaran di kelas sebaiknya lebih memberi kesempatan siswa untuk aktif, di mana guru berfungsi sebagai fasilitator. Inovasi terhadap pendekatan pembelajaran dapat dilakukan dengan mengevaluasi diri kondisi setempat sehingga guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat. Salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran problem solving.
27
2.3. Kerangka Berpikir Pemikiran yang kreatif menuntut kelancaran ( fluency ), keluwesan ( flexibility ), kemandirian dalam berpikir ( originality ). Jika dalam diri siswa telah terdapat karakteristik tersebut, maka mereka telah dapat di katakan sebagai siswa yang kreatif dan pembelajaran dinyatakan berhasil. Penggunaan potensi kreatif yang dimiliki seseorang dalam bentuk pemikiran dan pemecahan masalah secara kreatif dapat ditingkatkan melalui suatu upaya latihan yang sistematis. Sebagaimana yang dikatakan oleh Davis dan scott ( 1971 ) ; torrance ( 1972 ) dalam Semiawan, A.S Munandar dan S.C.U Munandar, ( 1984 : 37 ) bahwa “ kelancaran, kelenturan, keaslian ( originality ), kecakapan merinci, kecakapan memecahkan masalah majemuk, dan sikap yang berhubungan dengan kreatifitas siswa dapatlah ditingkatkan, kemampuan berpikir kreatif itu sendiri dapat ditingkatkan dengan penerapan metode pembelajaran yang bervariasi dalam proses belajar mengajar hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Rose dan Lin ( 1984 ) dalam Alexander ( 2007 : 19 ) “ creative thinking skills are specific thinking strategies that can be developed through various teaching methods ” Berpikir kreatif tidak hanya dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode pembelajaran tertentu, namun semua metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar diasumsikan dapat mendorong peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa, dalam penelitian ini dipilih metode pembelajaran yang diasumsikan dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berfikir kreatif siswa, yaitu CDS (Creative Problem Solving) Metode problem solving dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan : Pertama, metode tersebut dianggap mampu mengaktifkan siswa, sehingga siswa lebih banyak terlibat dalam pembelajaran daripada guru. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa belajar aktif merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik untuk mendapatkan hasil yang maksimum dalam pembelajaran. Ketika peserta didik pasif, atau dengan kata lain hanya menerima begitu saja apa
28
yang diberikan oleh pendidik maka ada kecenderungan bagi mereka untuk epat melupakan apa yang telah diberikan. Kedua, metode-metode tersebut tidak hanya terbatas pada tingkat pengenalan, pemahaman dan penerapan sebuah informasi, melainkan juga melatih siswa untuk mensintesis atau mengkonstruk sebuah generalisasi baru berdasarkan informasi yang ada sebelumnya, melatih siswa untuk dapat mengambil sebuah keputusan berdasarkan informasi yang diperolehnya, memecahkan masalah yang terjadi dan membentuk sebuah iklim belajar yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan pengetahuan awal yang mereka miliki serta hal tersebut dapat mengasah potensi kreatif yang dimilikinya. Penjelasan lebih rinci disajikan dalam gambar 2.1
29
Gambar 2.1 Skema Kerangka berpikir Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Tentang Menggunakan Pcahan dalan Pemecahan Masalah SISWA PASIF MENDENGARKAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL GURU MENYAMPAIKAN DENGAN CERAMAH
PROSES BERPIKIR ABSTRAK KE KONKRET
PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V POKOK BAHASAN MENGGUNAKAN PECAHAN DALAM PEMECAHAN MASALAH DENGAN METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING
FASILITATOR/ PENDAMPING
HASIL BELAJAR < KKM
ADA MASALAH UNTUK DIPECAHKAN (Mengubah bentuk pecahan)
MENCARI DATA ATAU KETERANGAN (Dari buku dan diskusi kelompok)
MENETAPKAN JAWABAN SEMENTARA (Dari hasil diskusi kelompok)
MENGUJI KEBENARAN JAWABAN (Menguji bersama-sama)
PENILAIAN PROSES
MENARIK KESIMPULAN (Menentukan cara penyelesaian masalah dari permasalahan tentang mengubah bentuk pecahan)
TES TERTULIS
HASIL BELAJAR ≥ KKM PENILAIAN HASIL
30
2.4. Hipotesis Tindakan Setelah mengetahui dari kajian pustaka maka peneliti mengambil hipotesis tindakan sebagai berikut: Upaya pembelajaran dengan metode problem solving diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah pada siswa kelas V SD N 01 Trimulyo Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.