BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Proyek Konstruksi. Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang saling
berkaitan untuk mencapai tujuan tertentu (bangunan/konstruksi) dalam batasan waktu, biaya dan mutu tertentu. Proyek merupakan sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan dimana ada titik awal dan titik akhir serta hasil tertentu. Proyek biasanya bersifat lintas fungsi organisasi sehingga membutuhkan berbagai keahlian (skills) dari berbagai profesi dan organisasi. Setiap proyek adalah unik, bahkan tidak ada dua proyek yang persis sama. Proyek adalah aktivitas sementara dari personil, material, serta sarana untuk menjadikan/mewujudkan sasaran-sasaran (goals) proyek dalam kurun waktu tertentu yang kemudian berakhir (PT. PP, 2003). Rangkaian kegiatan dalam proyek konstruksi diawali dengan lahirnya suatu gagasan yang muncul dari adanya kebutuhan dan dilanjutkan dengan penelitian terhadap
kemungkinan
terwujudnya
gagasan
tersebut
(studi
kelayakan).
Selanjutnya dilakukan desain awal (preliminary design), desain rinci (detail design), pengadaan (procurement) sumber daya, pembangunan di lokasi yang telah disediakan (konstruksi) dan pemeliharaan bangunan yang telah didirikan (maintenance) sampai dengan penyerahan bangunan kepada pemilik proyek. 2.1.1 Karakteristik Proyek Konstruksi Dari pengertian diatas terlihat bahwa ciri pokok proyek adalah : 1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau akhir hasil kerja
9
10
2. Jumlah biaya, kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan diatas telah ditentukan. 3. Mempunyai awal kegiatan dan mempunyai akhir kegiatan yang telah ditentukan atau mempunyai jangka waktu tertentu. 4. Rangkaian kegiatan hanya dilakukan sekali (non rutin), tidak berulang – ulang, sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik (tidak identik tapi sejenis). 5. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang kegiatan proyek berlangsung. 2.1.2 Sasaran Proyek dan Tiga Kendala (Triple Constraint) Telah disebutkan bahwa tiap proyek memiliki tujuan khusus, misalnya rumah tinggal, bangunan perkantoran, bangunan pendidikan, jalan raya, jembatan, instalasi pabrik dan lain - lain. Dapat pula berupa produk hasil kerja pengembangan dan penelitian. Di dalam proses mencapai tujuan tersebut telah ditentukan batasan yaitu besar biaya (anggaran) yang dialokasikan, dan jadwal serta mutu yang harus dipenuhi. Ketiga batasan tersebut diatas disebut tiga kendala (Triple Constaint). Ketiga batasan tersebut bersifat tarik menarik, artinya jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak, maka umumnya harus diikuti dengan menaikkan mutu, yang selanjutnya berakibat pada naiknya biaya melebihi anggaran. Sebaliknya bila ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu dan jadwal. 2.1.3 Tahapan Proyek Konstruksi Tahapan proyek konstruksi terdiri dari : 1. Tahap Perencanaan (Planning) a. Gagasan dan ide (needs) b. Studi kelayakan
11
Aspek yang ditinjau dalam studi kelayakan adalah teknis, ekonomi, lingkungan dan lain – lain. Pihak yang terlibat adalah pemilik dan dapat dibantu oleh konsultan studi kelayakan atau konsultan manajemen konstruksi. 2. Tahap Perekayasaan dan Perancangan (Engineering and Design). a. Tahap pra rancangan, mencakup kriteria desain, skematik desain, estimasi biaya konseptual b. Tahap pengembangan rancangan, merupakan pengembangan dari tahap pra rancangan, estimasi terperinci. c. Tahap desain akhir, dengan hasil gambar detail, spesifikasi, daftar volume, rencana anggaran biaya, syarat – syarat administrasi dan peraturan – peraturan umum. Pihak- pihak yang terlibat adalah konsultan perencana, konsultan manajemen konstruksi, konsultan rekayasa nilai dan atau konsultan quantity surveyor. 3. Tahap pengadaan/pelelangan (procurement) a. Pengadaan jasa konstruksi b. Pengadaan material dan peralatan Pihak yang terlibat adalah pemilik, kontraktor dan konsultan manajemen konstruksi. 4. Tahap pelaksanaan (construction) a. Merupakan pelaksanaan hasil perancangan dengan surat perintah kerja dan kontrak. b. Perlu manajemen proyek.
12
Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas dan atau konsultan manajemen konstruksi, kontraktor, sub kontraktor, suplier dan instansi terkait. 5. Tahap test operasional (commissioning) Pengujian dari fungsi masing – masing bagian bangunan. Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas dan atau konsultan manajemen konstruksi, pemilik, kontraktor, sub kontraktor, suplier. 6. Tahap pemanfaatan dan pemeliharaan (operasional and maintenance) a. Operasional setelah dilakukan pembayaran total sebesar 95% dari nilai kontrak. b. Pemeliharaan umumnya dilakukan selama enam bulan dengan jaminan pemeliharaan yang ditahan oleh pemilik. Pihak yang terlibat adalah konsultan pengawas dan atau konsultan manajemen konstruksi, pemilik dan pemakai. 2.2
Pengertian Lelang dan Peserta Lelang Lelang merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang/jasa
dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat azas sehingga terpilih penyedia terbaik. (Ervianto, 2005). Lelang merupakan salah satu cara bagi pengguna barang dan jasa untuk mencari penyedia barang dan jasa, sedangkan bagi penyedia jasa mengikuti lelang merupakan salah satu cara untuk menjaga agar perusahaan tetap memiliki pekerjaan sehingga adanya arus pemasukan kas, memperoleh laba dan keuntungan, mendapatkan pengalaman dan teknologi baru, menjaga kelangsungan kontak
13
dengan pemilik pekerjaan, subkontraktor, serta mempertahankan ikatan kerja dengan staf dan pekerja yang cakap (Soeharto, 1997). Peserta diartikan sebagai turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Selanjutnya penyedia jasa sebagai peserta didalam lelang diartikan sebagai peran penyedia jasa mulai dari proses pendaftaran untuk ikut lelang, proses pemasukan penawaran, hingga akhirnya penetapan pemenang lelang (proses awal sampai akhir lelang). Penyedia jasa yang hanya berperan serta sampai pada pendaftaran saja tidak dikategorikan sebagai peserta lelang. Menurut Standar Dokumen Pengadaan (SDP) barang/jasa pemerintah secara elektronik dengan e-tendering yang dimaksud sebagai peserta lelang adalah penyedia jasa yang menyampaikan dokumen penawaran yang dapat dibuka dan dapat dievaluasi yang sekurang kurangnya memuat harga penawaran, daftar kuantitas dan harga, jangka waktu penawaran dan spesifikasi barang/bahan yang ditawarkan. Kontraktor sebagai penyedia jasa tentunya memiliki pertimbangan untuk ikut atau tidaknya didalam kegiatan lelang. Pertimbangan tersebut didasarkan pada pengalaman, penilaian dan persepsi masing-masing orang yang berperan dalam proses lelang terhadap faktor-faktor yang dihadapi seperti misalnya kondisi ekonomi, karakteristik proyek yang dilelangkan, dokumen proyek, kondisi lelang, dan karakteristik kontraktor itu sendiri. 2.3
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh
barang/jasa oleh K/L/D/I yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa, yang
14
menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) (Anonim, 2012). 2.3.1 Pengadaan Barang/Jasa Secara Konvensional Pengadaan barang/jasa secara konvensional atau manual adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan tatap muka biasa (manual), yaitu dengan cara korespondensi secara manual tanpa menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang - undangan, yaitu : a.
Pengumuman melalui media massa (koran nasional), dan papan pengumuman K/L/D/I bersangkutan.
b.
Pendaftaran bagi peserta yang berminat mendaftar wajib secara fisik untuk melakukan proses pendaftaran.
c.
Dokumen lelang dalam bentuk hard copy dan peserta yang mengambil dokumen lelang wajib datang langsung.
d.
Penjelasan pekerjaan (aanwijzing) dilakukan melalui tatap muka pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan.
e.
Pemasukan dokumen penawaran dibawa langsung ke tempat dan waktu yang sudah ditentukan dalam pelelangan dalam bentuk hard copy.
f.
Pembukaan dokumen penawaran dilakukan secara tatap muka pada tempat dan waktu yang sudah ditentukan pada pelelangan.
g.
Sanggahan lelang bisa dilakukan dengan datang langsung ke tempat pelelangan.
2.3.2 Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik Pengadaan barang/jasa secara elektronik adalah pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi
15
elektronik sesuai dengan ketentuan perundang- undangan, yang tata cara pemilihan penyedia barang/jasanya dilakukan dengan tata cara e-tendering yaitu tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan (Anonim, 2012). 2.3.3 Para Pihak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Menurut Perpres nomor 70 tahun 2012, menerangkan bahwa ada beberapa pihak dan organisasi yang berperan dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pengadaannya melalui penyedia barang/jasa diantaranya : a. Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). b. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). c. Unit Layanan Pengadaan (ULP)/Pejabat Pengadaan. d. Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa para pihak yang terkait diatas harus mematuhi etika- etika : a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa. b. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan dokumen pengadaan barang/jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa. c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan tidak sehat.
16
d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak. e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam pengadaan barang/jasa. g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara. h. Tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa. 2.3.3.1 Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Pengguna Anggaran (PA) merupakan pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran K/L/D/I atau pejabat yang disamakan pada instansi lain pengguna APBN/APBD. Sesuai dengan Perpres Nomor 70 tahun 2012, PA memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut : a. Menetapkan Rencana Umum Pengadaan. b. Mengumumkan secara luas Rencana Umum Pengadaan paling kurang di website K/L/D/I. c. Menetapkan PPK. d. Menetapkan Pejabat Pengadaan. e. Menetapkan Panitia/Pejabat penerima hasil pekerjaan.
17
f. Menetapkan pemenang pada pelelangan atau penyedia pada penunjukan langsung untuk paket pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai di atas Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). g. Menetapkan pemenang pada seleksi atau penyedia pada penunjukan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultasi dengan nilai di atas Rp. 10.000.000.000,00 ( sepuluh miliar rupiah). h. Mengawasi penggunaan anggaran. i. Menyampaikan laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. j. Menyelesaikan perselisihan antara PPK dengan ULP/Pejabat Pengadaan, dalam hal terjadi perbedaan pendapat. k. Mengawasi penyimpanan dan pemeliharaan seluruh dokumen pengadaan barang/jasa. Dengan pertimbangan besarnya beban pekerjaan atau rentang kendali organisasai maka, PA pada Pemerintah Daerah dapat mengusulkan satu atau beberapa KPA yang memiliki kewenangan sesuai pelimpahan oleh PA kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan. 2.3.3.2 Pejabat Pembuat Komitmen Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, yang mempunyai tugas pokok dan kewenangan : a. Menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/ jasa yang meliputi, spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri dan rancangan kontrak. b. Menerbitkan surat penunjukan penyedia barang/ jasa.
18
c. Menandatangani kontrak. d. Malaksanakan kontrak dengan penyedia barang/jasa. e. Mengendalikan pelaksanaan kontrak. f. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada PA atau KPA. g. Menyerahkan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa kepada PA atau KPA. dengan berita acara penyerahan. h. Melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA atau KPA. i. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Selain tugas pokok dan kewenangan tersebut diatas, PPK juga dapat : a. Mengusulkan kepada PA atau KPA untuk melakukan perubahan paket pekerjaan dan perubahan jadwal kegiatan b. Menetapkan tim pendukung. c. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas ULP. d. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa. 2.3.3.3 Unit Layanan Pengadaan Unit Layanan Pengadaan adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan pengadaan barang/jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen,dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada, yang mempunyai tugas pokok dan kewenangan:
19
a. Menyusun rencana pemilihan penyedia barang/jasa. b. Menetapkan dokumen pengadaan. c. Menetapkan besaran nominal jaminan penawaran. d. Mengumumkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa di website K/L/D/I masing - masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam portal pengadaan nasional. e. Menilai kualifikasi penyedia barang/jasa melalui prakualifikasi atau pascakualifikasi. f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk. g. Menjawab sanggahan. h. Menetapkan penyedia barang/jasa untuk pelelangan atau penunjukan langsung paket pengadaan barang, pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan menetapkan seleksi atau penunjukan langsung untuk paket pengadaan jasa konsultansi yang bernilai paling tinggi Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). i. Menyerahkan salinan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa kepada PPK. j. Menyimpan dokumen asli pemilihan penyedia barang/jasa. k. Membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada Menteri, Pimpinan Lembaga, Kepala Daerah atau Pimpinan Instansi.
20
l. Memberikan pertangungjawaban atas pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa kepada PA. 2.3.3.4 Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan Panitia/Pejabat penerima hasil pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA atau KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan, yang mempunyai tugas pokok dan kewenangan : a.
Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak.
b.
Menerima
hasil
pengadaan
barang/jasa
setelah
melalui
pemeriksaan/pengujian. c. 2.4
Membuat dan menandatangani berita acara serah terima hasil pekerjaan. Tata Cara E- Tendering Menurut Perpres Nomor 70 Tahun 2012, e-tendering adalah tata cara
pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada SPSE dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Sesuai dengan peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 18 Tahun 2012 tentang tata cara e-tendering, ruang lingkup tata cara e-tendering meliputi : a.
Pengadaan barang/jasa di lingkungan K/L/D/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD.
b.
Pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan Bank Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
21
Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. c.
Pengadaan barang/jasa yang dananya baik sebagian atau seluruhnya berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri yang berpedoman pada ketentuan Perpres nomor 70 tahun 2012 tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah.
2.4.1 Metode E-Tendering Metode e-tendering terdiri dari : a. E-lelang untuk untuk pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya b. E-seleksi untuk pemilihan penyedia jasa konsultansi. 2.4.2 Proses Pemilihan metode E-Tendering Dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa dengan tata cara e-tendering ada beberapa pihak yang terlibat diantaranya; PPK, ULP, penyedia barang/jasa dan LPSE. Secara umum proses tata cara e-tendering dapat dibagi menjadi beberapa tahap aktivitas: a. Tahap persiapan pemilihan 1. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pada tahap persiapan pemilihan, PPK menyerahkan yang berisikan paket, spesifikasi teknis, HPS dan rancangan umum kontrak kepada ULP. 2. Unit Layanan Pengadaan (ULP) a.
ULP
menerima,
menyimpan
dan
melaksanakan
berdasarkan surat yang disampaikan oleh PPK.
pemilihan
22
b.
ULP menyerahkan surat keputusan tentang kepanitiaan untuk paket pemilihan kepada LPSE untuk mendapatkan kode akses untuk masing – masing nama yang tertera dalam kepanitian.
c.
ULP membuat dokumen pengadaan dalam softcopy.
3. Penyedia barang/jasa a.
Penyedia barang/jasa yang belum mendapat kode akses aplikasi SPSE wajib melakukan pendaftaran pada aplikasi SPSE dan melaksanakan verifikasi pada LPSE untuk mendapatkan kode akses aplikasi SPSE.
b.
Untuk penyedia barang/jasa yang saling bergabung dalam suatu konsorsium atau bentuk kerjasama lain, maka semua anggota berhak untuk mendapatkan kode akses aplikasi SPSE.
4. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) a. LPSE menerima, menyimpan dan menerbitkan kode akses terhadap nama - nama yang tercantum dalam surat keputusan tentang penunjukan/pengangkatan
PPK,
Kelompok Kerja Unit
ULP,
kepanitian untuk paket pemilihan. b. LPSE melakukan verifikasi jati diri pimpinan perusahaan terhadap penyedia barang/jasa yang telah melaksanakan pendaftaran melalui aplikasi SPSE namun belum tercatat sebagai pengguna SPSE. b. Pelaksanaan Pemilihan 1. Unit Layanan Pengadaan (ULP) a.
Pembuatan paket dan pendaftaran
23
Kelompok Kerja ULP membuat paket dengan informasi sistem pengadaan
yang
digunakan
beserta
jadwal
serta
dokumen
pengadaan. b.
Pemberian penjelasan Proses penjelasan pekerjaan dilakukan secara online, sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
c.
Pemasukan kualifikasi Data kualifikasi disampaikan oleh penyedia barang/jasa ke dalam form isian elektronik kualifikasi.
d.
Pemasukan penawaran. Dokumen penawaran diunggah (upload) berbentuk file yang sudah dienkripsi menggunakan Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO)
e.
Pembukaan penawaran dan evaluasi. Dokumen penawaran peserta lelang di unduh (download) dan dideskripsi dengan menggunakan APENDO.
f.
Sanggahan Peserta
pemilihan
yang
dapat
menyanggah
menyampaikan dokumen penawaran. 2. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) a.
Surat penunjukan penyedia barang/jasa
b.
Penandatangan kontrak
c. Aturan Lain 1. Pengumuman pemilihan dan pengumuman pemenang
adalah
yang
24
2. Evaluasi ulang, penyampaian ulang dokumen penawaran atau pemilihan ulang 3. Surat jaminan penawaran 4. Perubahan jadwal 5. Pengenaan sanksi 6. Persiapan dan pelaksanaan audit. 2.5
Pelelangan Gagal dan Tindak Lanjut Pelelangan Gagal Pihak – pihak yang dapat menyatakan bahwa suatu pelelangan gagal yaitu
ULP, PA atau KPA, Menteri/Kepala Lembaga/Pimpinan Instansi lainnya dan Kepala Daerah. ULP menyatakan pelelangan gagal apabila : a.
Jumlah peserta yang lulus kualifikasi pada proses prakualifikasi kurang dari tiga peserta.
b.
Jumlah peserta yang memasukkan dokumen penawaran kurang dari tiga.
c.
Sanggahan dari peserta terhadap hasil prakualifikasi ternyata benar.
d.
Tidak ada penawaran yang lulus evaluasi penawaran.
e.
Dalam evaluasi penawaran ditemukan bukti atau indikasi terjadi persaingan tidak sehat.
f.
Harga penawaran terendah terkoreksi untuk kontrak harga satuan dan kontrak gabungan lumpsum dan harga satuan lebih tinggi dari HPS.
g.
Seluruh harga penawaran yang masuk untuk kontrak lumpsum diatas HPS.
h.
Sanggahan dari peserta atas pelaksanaan pelelangan yang tidak sesuai dengan ketentuan Perpres dan dokumen pengadaan ternyata benar.
25
i.
Sanggahan dari peserta atas kesalahan substansi dokumen pengadaan ternyata benar.
j.
Calon pemenang dan calon pemenang cadangan satu dan dua, setelah dilakukan evaluasi dengan sengaja tidak hadir dalam klarifikasi dan/atau pembuktian kualifikasi.
PA atau KPA menyatakan pelelangan gagal apabila: a.
PA atau KPA sependapat dengan PPK yang tidak bersedia menandatangani surat penunjukan penyedia barang/jasa karena proses pelelangan tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b.
Pengaduan masyarakat adanya dugaan KKN yang melibatkan ULP atau PPK ternyata benar
c.
Dugaan KKN dan/atau pelanggaran persaingan sehat dalam pelaksanaan pelelangan dinyatakan benar oleh pihak berwenang.
d.
Sanggahan dari penyedia barang/jasa atas kesalahan prosedur yang tercantum dalam dokumen pengadaan penyedia barang/jasa ternyata benar.
e. Pelaksanaan pelelangan tidak sesuai atau menyimpang dari dokumen pengadaan. f. Calon pemenang dan calon pemenang cadangan satu dan dua mengundurkan diri. Menteri/Kepala Lembaga/Pimpinan Instansi lainnya menyatakan pelelangan gagal, apabila: a. Sanggahan banding dari peserta atas terjadinya pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan pelelangan yang melibatkan KPA, PPK dan ULP ternyata benar.
26
b. Pengaduan masyarakat atas terjadinya KKN yang melibatkan KPA ternyata benar. Kepala Daerah menyatakan pelelangan gagal apabila : a. Sanggahan banding dari peserta atas terjadinya pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan pelelangan yang melibatkan PA, KPA dan ULP ternyata benar. b. Pengaduan masyarakat atas terjadinya KKN yang melibatkan KPA, ternyata benar. Pelelangan gagal dapat diartikan gagal terpilihnya penyedia barang/jasa dalam suatu proses pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah sehingga untuk memperoleh penyedia barang/jasa harus dilakukan proses pemilihan penyedia barang/jasa ulang. Apabila
pelelangan
dinyatakan
gagal
maka
selanjutnya
ULP
memberitahukan kepada seluruh peserta dan mencari tahu penyebab terjadinya pelelangan gagal, untuk bisa diambil tindakan selanjutnya. Tindakan selanjutnya bisa berupa evaluasi ulang, penyampaian ulang dokumen penawaran, pelelangan ulang atau penghentian proses lelang dan tindakan lainnya tergantung dari penyebab gagalnya pelelangan. 2.6
Harga Perkiraan Sendiri HPS diatur
dalam Perpres nomor 70 tahun 2012, tentang tata cara
pengadaan barang/jasa pemerintah, pasal 66, yang menguraikan tentang komponen HPS, kegunaan, waktu penyusunan dan dasar penyusunan HPS. HPS adalah harga barang/jasa yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Yang dimaksud dengan nilai total HPS adalah hasil perhitungan seluruh volume pekerjaan
27
dikalikan dengan harga satuan ditambah dengan seluruh beban pajak dan keuntungan. Berdasarkan HPS yang ditetapkan oleh PPK (kecuali HPS untuk kontes/sayembara), ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan nilai total HPS. Rincian harga satuan dalam perhitungan HPS bersifat rahasia. 2.6.1 Komponen Harga Perkiraan Sendiri HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Penyusunan HPS ini dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan meliputi : 1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang/jasa; 2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS); 3. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan; 4. Daftar biaya/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal; 5. Biaya
kontrak
sebelumnya
atau
yang
sedang
berjalan
dengan
mempertimbangkan faktor perubahan biaya; 6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia; 7. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
28
8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate); 9.
Norma indeks; dan/atau
10. Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. 2.6.2 Kegunaan dan Waktu Penetapan HPS Kegunaan HPS adalah : 1. Alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya; 2. Dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah; 3. Dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan puluh persen) nilai total HPS. 4. HPS bukan sebagai dasar untuk menentukan besaran kerugian negara. Waktu Penetapan HPS : a. Paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau b. Paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya proses prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi. 2.7
Teknik Sampling
2.7.1
Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2013). Bila hasil penelitian akan digeneralisasikan (kesimpulan data sampel untuk populasi) maka sampel yang digunakan sebagai sumber data harus representatif, hal ini dapat
29
dilakukan dengan cara mengambil sampel dari populasi secara random sampai jumlah tertentu (Riduwan, 2009). Dalam melaksanakan penelitian, walaupun tersedia populasi yang terbatas dan homogen, ada kalanya peneliti tidak melakukan pengumpulan data secara populasi, tetapi mengambil sebagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi (representatif). Hal ini berdasarkan pertimbangan yang logis, seperti kepraktisan, keterbatasan biaya, waktu, tenaga dan adanya percobaan yang bersifat merusak (destruktif). Dengan meneliti secara sampel diharapkan hasil yang telah diperoleh akan memberikan kesimpulan dan gambaran yang sesuai dengan karakteristik populasi. Jadi, hasil kesimpulan dari penelitian sampel dapat digeneralisasikan terhadap populasi (Riduwan, 2009). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulanya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili) (Sugiyono, 2013). Pengambilan data dalam penelitian dapat dilakukan dengan sampling. Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel atau suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Ada dua macam teknik pengambilan sampling dalam penelitian yang umum dilakukan (Riduwan, 2009) yaitu : 1) Probability Sampling Probability Sampling adalah teknik sampling untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Yang tergolong teknik probability sampling yaitu :
30
a. Simple Random Sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen (sejenis). b. Proportionate Stratified Random Sampling adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling ini apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis). c. Disproportionate Stratified Random Sampling ialah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata tetap sebagian ada yang kurang proporsional pembagiannya, dilakukan sampling ini apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis). d. Area Sampling/Cluster Sampling (sampling daerah/wilayah) ialah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap wilayah geografis yang ada. 2) Non Probability Sampling Non Probability Sampling adalah teknik sampling yang tidak memberi kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Antara lain : a. Systematic Sampling ialah pengambilan sampel berdasarkan atas urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. b. Quota Sampling ialah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan c. Accidental
Sampling
ialah
penentuan
sampel
berdasarkan
faktor
spontanitas, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan
32
2.7.3
Skala Pengukuran Variabel Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. 2.7.3.1 Jenis Skala Pengukuran Maksud dari skala pengukuran ini untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Jenis -jenis skala pengukuran ada empat yaitu : 1.
Skala Nominal Skala nominal yaitu skala yang paling sederhana disusun menurut jenis atau fungsi bilangan hanya sebagai simbol untuk membedakan sebuah karakteristik dengan karakteristik lainnya. Contoh data nominal : Jenis kulit: Hitam (1), Kuning (2), Putih (3), angka 1, 2, 3 sebagai label saja
2.
Skala Ordinal Skala ordinal adalah skala yang didasarkan pada ranking diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi sampai jenjang terendah atau sebaliknya. Contoh : Mengukur tingkat prestasi
3. Skala Interval Skala interval adalah skala yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama. Contoh : Skor ujian perguruan tinggi, A, B, C, D dan E
33
4. Skala Ratio Skala ratio adalah skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan mempunyai jarak yang sama. Misalnya umur manusia dan ukuran timbangan keduanya tidak memiliki angka nol negatif. 2.7.3.2 Tipe Skala Pengukuran Para ahli sosiologi membedakan dua tipe skala pengukuran menurut gejala sosial yang di ukur, yaitu: 1.
Skala pengukuran untuk mengukur perilaku susila dan kepribadian. Termasuk dalam tipe ini adalah: skala sikap, skala moral, test karakter, skala partisipasi sosial.
2.
Skala pengukuran untuk mengukur berbagai aspek budaya lain dan lingkungan sosial. Termasuk tipe ini adalah: skala sikap, skala mengukur status sosial ekonomi, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, kemasyarakatan, kondisi rumah tangga dan lain - lain.
Selanjutnya akan dibahas hanya tentang skala sikap. Ada lima macam skala sikap yang sering dipergunakan dalam penelitian, yaitu (Riduwan, 2009) : 1. Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert ini maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2013).
34
Jawaban setiap pertanyaan/pernyataan mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif yang dapat berkata-kata antara lain: a.
Sangat Tinggi/Sangat Penting/Sangat Benar/Sangat Berpengaruh : 5
b.
Tinggi/Penting/Benar/Berpengaruh : 4
c.
Cukup Tinggi/Cukup Penting/ Cukup Benar/ Cukup Berpengaruh : 3
d.
Rendah/Kurang Penting/Salah/Tidak Berpengaruh : 2
e.
Sangat Rendah/Tidak Penting/Sangat Salah/Sangat Tidak Berpengaruh :1
Dengan demikian, semakin besar nilai yang di dapat individu, maka semakin mempengaruhi nilai variabel yang bersangkutan. 2. Skala Guttman Skala Guttman adalah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat tegas, jelas dan konsisten. Misanya, yakin - tidak yakin, ya-tidak, benar-salah, positif-negatif dan lain sebagainya. 3. Skala Simantict defferensial Skala Simantict defferensial atau skala perbedaan semantic berisikan serangkaian karakteristik bipolar (dua kutub), seperti panas-dingin, populartidak popular dan sebagainya. 4. Rating Scale Dalam rating scale data mentah yang di dapat berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif. 5. Skala Thurstone Skala Thurstone meminta responden untuk memilih pertanyaan yang ia setujui dari beberapa pertanyaan yang menyajikan pandangan yang berbeda - beda.
35
Pada umumnya setiap item mempunyai asosiasi nilai antara 1 sampai dengan 10, tetapi nilai-nilainya tidak diketahui oleh responden. 2.8
Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Pengumpulan Data Instrumen penelitian harus berkualitas yang sudah distandarkan
sesuai
dengan kriteria teknik pengujian validitas dan reliabilitas. Sebelum instrumen/alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, maka perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan reliabilitas alat ukur tersebut. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Instrumen yang reliabel berarti instrument yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada suatu kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan suatu kuisioner dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Dengan menggunakan
instrumen
yang
valid
dan realibel dalam
pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan realibel. Jadi instrument yang valid dan realibel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan realibel. Pengujian validitas dan reliabilitas adalah proses menguji butir-butir pertanyaan yang ada dalam sebuah angket, apakah isi dari butir pertanyaan tersebut sudah valid dan reliabel. Analisis dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu, baru diikuti oleh uji reliabilitas. Jadi jika sebuah butir tidak valid, baru otomatis
36
dibuang. Butir-butir yang sudah valid baru kemudian secara bersama diukur reliabilitasnya. 2.8.1
Uji Validitas Uji validitas sering digunakan untuk mengukur ketepatan suatu item dalam
kuesioner, apakah item-item pada kuesioner tersebut sudah tepat dalam mengukur apa yang ingin diukur. Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi atau dukungan terhadap item total (skor total). Perhitungan dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total item. Dari hasil perhitungan korelasi akan didapat suatu koefisien korelasi yang digunakan untuk mengukur tingkat validitas suatu item dan untuk menentukan apakah suatu item layak digunakan atau tidak. Pada program Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) teknik pengujian yang sering digunakan untuk uji validitas adalah menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Produk Momen Pearson) dan Corrected Item-Total Correlation (Priyatno, 2010). Pada uji validitas dengan menggunakan Corrected Item-Total Correlation dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor total item dengan skor total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang over estimasi (estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya). Atau dengan kata lain, analisis ini menghitung korelasi tiap item dengan skor total tetapi skor total ini tidak termasuk skor item yang akan dihitung. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut: a. Jika Rhitung ≥ Rtabel
maka instrumen atau item pertanyaan berkorelasi
signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid)
37
b.
Jika Rhitung < Rtabel maka instrumen atau item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid) (Priyatno, 2010)
Ketentuan nilai r tidak lebih dari harga ( -1 ≤ r ≤ +1 ) : 1. Apabila nilai r = -1 artinya korelasinya negatif sempurna 2. r = 0 artinya tidak ada korelasi 3. r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. (Riduwan, 2009 ). Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu item yang akan digunakan, biasanya dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi pada taraf signifikansi 0,05, artinya suatu item dianggap valid jika berkorelasi signifikan terhadap skor total. Untuk pembahasan ini dilakukan uji signifikansi koefisien korelasi dengan kriteria r kritis pada taraf signifikansi 0,05 atau 5%. Dibawah ini Tabel nilai r Product Moment. Tabel 2.1 Nilai – Nilai r Product Moment N 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Taraf Signifikan 5% 0,997 0,950 0,878 0,811 0,754 0,707 0,688 0,632 0,602 0,576 0,553 0,532 0,514 0,497 0,482 0,468 0,458
N 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Taraf Signifikan 5% 0,381 0,374 0,387 0,361 0,355 0,349 0,344 0,339 0,334 0,329 0,325 0,320 0,316 0,312 0,308 0,304 0,301
N 56 60 65 70 75 80 85 90 95 100 125 150 175 200 300 400 500
Taraf Signifikan 5% 0,263 0,254 0,244 0,235 0,227 0,220 0,213 0,207 0,202 0,195 0,176 0,159 0,148 0,138 0,113 0,098 0,088
38
Lanjutan Tabel 2.1 Nilai – Nilai r Product Moment N 20 21 22 23 24 25 26
Taraf Signifikan 5% 0,444 0,433 0,423 0,413 0,404 0,396 0,388
N 44 45 46 47 48 49 50
Taraf Signifikan 5% 0,297 0,294 0,291 0,288 0,284 0,281 0,279
N 600 700 800 900 1000
Taraf Signifikan 5% 0,080 0,074 0,070 0,065 0,062
Sumber: Sugiyono, 2013 Signifikansi artinya meyakinkan atau berarti dalam penelitian mengandung arti bahwa hipotesis yang telah terbukti pada sampel dapat diberlakukan pada populasi. Jika tidak signifikan berarti kesimpulan pada sampel tidak berlaku pada populasi (tidak ada generalisasi) atau hanya berlaku pada sampel saja. Tingkat signifikansi 5% atau 0,05 artinya kita mengambil risiko salah dalam mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-banyaknya 5% dan benar dalam mengambil keputusan sedikit-dikitnya 95% (tingkat kepercayaan). Atau dengan kata lain kita percaya bahwa 95% dari keputusan untuk menolak hipotesa yang salah dan benar. Ukuran 0,05 atau 0,01 adalah ukuran yang umum sering digunakan dalam penelitian. Taraf kesalahan yang lebih kecil atau lebih teliti biasanya digunakan untuk penelitian-penelitian tertentu, misalnya untuk meneliti makanan, minuman atau obat (Priyatno, 2010). 2.8.2
Uji Realibilitas Reliabilitas adalah keandalan/konsistensi alat ukur (keajegan alat ukur)
tersebut dalam mengukur apa yang hendak diukur, artinya kapanpun alat ukur itu digunakan akan memberikan hasil yang sama. Sehingga reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang
40
Metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha Cronbach 0 sampai 1. Jika skala itu dikelompokan kedalam lima kelas dengan ring yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat diinterprestasikan sebagai berikut : 1. Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel 2. Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel 3. Nilai alpha Cronbach 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel 4. Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel 5. Nilai alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel (Triton, 2005). Metode alpha Cronbach untuk menentukan apakah setiap instrumen reliabel atau tidak, dengan memanfaatkan bantuan dari software SPSS yang mampu melakukan perhitungan lebih cepat dan akurat. Instrumen dikatakan reliabel apabila nilai Alpha Cronbach ≥ 0,6. 2.9
Analisis Statistik
2.9.1
Analisis Deskriptif Menurut Sugiyono (2013), statistik deskriptif adalah statistik yang
digunakan
untuk
menganalisa
data
dengan
cara
mendeskripsikan
atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana sampel diambil. Statistik deskriftif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data sehingga menaksir kualitas data berupa jenis variabel, ringkasan
41
statistik (mean, median, modus, standar deviasi, frequencies, etc). Modus digunakan untuk memperoleh jumlah data pada nilai-nilai sebuah variabel tunggal. 2.9.2
Analisis Faktor (FaktorAnalysis) Faktor analisis termasuk variasi seperti analisis komponen dan faktor
analisis umum adalah pendekatan statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan diantara beberapa variable dan menjelaskan variabelvariabel ini dalam keadaan umumnya berdasarkan dimensi (faktor). Tujuannya adalah untuk mencari cara menyingkat informasi yang terdapat dalam beberapa variabel asal menjadi serangkaian variabel yang lebih kecil (faktor) dengan meminimalkan kehilangan informasi (Hair dkk, 1995) dalam (Yamin dan Kurniawan, 2009). Faktor analisis adalah salah satu keluarga analisis multivariat yang bertujuan untuk meringkas atau mereduksi variabel amatan secara keseluruhan menjadi beberapa variabel atau dimensi baru, akan tetapi variabel atau dimensi baru yang terbentuk tetap mampu mempresentasikan variabel utama. Dalam analisis faktor dikenal ada dua pendekatan utama, yaitu exploratory factor analysis dan confirmatory factor analysis. Kita menggunakan exploratory factor analysis bila banyaknya faktor yang akan terbentuk tidak ditentukan terlebih dahulu. Sebaliknya confirmatory factor analysis digunakan apabila faktor yang terbentuk telah ditetapkan terlebih dahulu (Yamin dan Kurniawan, 2009). Secara prinsip, analisis faktor mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variable-variabel yang awalnya saling independen satu dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Santoso, 2012).
42
Oleh karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi asumsi terkait dengan korelasi yang akan digunakan (Santoso, 2012) antara lain: 1.
Besar korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, misalnya diatas 0,5.
2.
Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel yang lain, justru harus kecil. Pada SPSS, deteksi terhadap korelasi parsial diberikan lewat pilihan Anti-Image Correlation.
3.
Pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antar variabel) yang diukur dengan besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequancy (MSA). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan diantara paling sedikit beberapa variabel. Selain asumsi diatas dapat juga dilihat nilai determinant of corelation
matrix, dimana nilai determinan yang mendekati nol menunjukkan bahwa korelasi antara variabel mempunyai nilai koefisien korelasi antar variabel yang cukup tinggi. Berikut tahapan analisis faktor adalah sebagai berikut (Santoso, 2012) : 1.
Menilai variabel yang layak Tahap pertama pada analisis faktor adalah menilai mana saja variabel yang dianggap layak (appropriateness) untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Pengujian ini dilakukan dengan memasukkan semua variabel yang ada, kemudian pada variabel – variabel tersebut dikenakan sejumlah pengujian. Logika pengujian adalah jika sebuah variabel memang mempunyai kecenderungan mengelompok dan membentuk sebuah faktor, maka variabel tersebut akan mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan
43
variabel lain. Sebaliknya, variabel dengan korelasi yang lemah dengan variabel lain cenderung tidak akan mengelompok dalam faktor tertentu. Beberapa
pengukuran
yang
dapat
dilakukan
antara
lain
dengan
memperhatikan, angka Kaiser Meyer Oikin (KMO) and Bartlett’s test dan nilai Measure of Sampling Adequancy (MSA) a.
Kaiser Meyer Oikin (KMO) Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah cukup untuk difaktorkan. Nilai KMO harus lebih besar dari 0,5 dengan signifikansi < 0,05 memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan variabel dapat dijelaskan oleh variabel lainnya, sehingga analisis faktor layak digunakan. Sebaliknya nilai KMO yang lebih kecil dari 0,5 memberikan indikasi bahwa korelasi diantara pasangan - pasangan variabel tidak dapat dijelaskan oleh variabel lainnya sehingga analisis faktor tidak layak digunakan.
b.
Measure of Sampling adequacy (MSA) Tujuan pengukuran MSA adalah untuk menentukan apakah proses pengambilan sampel telah memadai atau tidak. Angka MSA berkisar antara 0 sampai 1 dengan kriteria yang digunakan sebagai interpretasi adalah: 1. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain. 2. Jika MSA > 0,5, maka variabel tersebut dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.
44
3. Jika MSA < 0,5 variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya (Santoso, 2012). Apabila dalam pengujian ada variabel dengan nilai MSA dibawah 0,5 maka variabel tersebut dikeluarkan dan dilakukan pengujian ulang. Seandainya ada lebih dari satu variabel yang mempunyai MSA dibawah 0,5 maka yang dikeluarkan adalah variabel dengan MSA terkecil. Kemudian proses pengujian tetap diulang lagi. 2.
Susun ekstraksi variabel Setelah sejumlah variabel terpilih maka dilakukan ekstraksi terhadap variabel - variabel tersebut sehingga terbentuk beberapa kelompok faktor. Metode yang digunakan adalah Principal Component Analysis (PCA). Penentuan terbentuknya jumlah kelompok faktor dilakukan dengan melihat nilai eigen (Eigen value) yang menyatakan kepentingan relatif masing - masing faktor dalam menghitung varian dari variabel - variabel yang dianalisis. Eigen value dibawah 1 tidak dapat digunakan dalam menghitung jumlah faktor yang terbentuk.
3.
Rotasi kelompok faktor Setelah faktor – faktor terbentuk, dengan sebuah faktor berisi sejumlah variabel, mungkin saja sebuah variabel sulit untuk ditentukan akan masuk ke dalam faktor yang mana. Atau, jika yang terbentuk dari proses faktoring hanya satu faktor, bisa saja sebuah variabel diragukan apakah layak dimasukkan dalam faktor yang terbentuk atau tidak. Untuk mengatasi hal tersebut, bisa dilakukan proses rotasi pada faktor yang terbentuk, sehingga
45
memperjelas posisi sebuah variabel, apakah dimasukkan pada faktor yang satu atau kefaktor lainnya. Beberapa metode rotasi yang popular dilakukan: a. Orthogonal Rotation, yakni memutar sumbu 90°. Proses rotasi dengan metode orthogonal masih bisa dibedakan menjadi: Quartimax, Varimax dan Equimax. b. Oblique Rotation, yakni memutar sumbu ke kanan, namun tidak harus 90°. Poroses rotasi dengan metode oblique masih bisa dibedakan menjadi oblimin, promax, orthoblique dan lainnya. Metode varimax adalah metode yang paling sering digunakan dalam praktik. Angka loading faktor menunjukkan besar korelasi antara suatu variabel dengan faktor-faktor yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor yang mana dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi antara variabel dengan faktor yang terbentuk. Variabel dengan faktor loading dibawah 0,5 dikeluarkan dari model. 4.
Menamakan kelompok faktor Pada tahap ini, faktor – faktor yang terbentuk diberikan nama berdasarkan faktor loading suatu variabel terhadap faktor terbentuknya. Analisa faktor tidak menentukan nama tiap faktor dan konsep untuk faktor-faktor yang dihasilkan sehingga penamaan faktor dalam analisis faktor bersifat subyektif. Nama dan konsep atau makna tiap faktor bisa ditentukan berdasarkan teori Surrogate atau bisa diberi nama sesuai dengan variabel tersebar yang berkelompok pada faktor tersebut.
46
2.9.3
Analisis Korelasi Product Moment Korelasi produk moment merupakan suatu teknik korelasi yang digunakan
untuk mencari hubungan dan pembuktian hipotesis hubungan dua variabel (Sugiyono 2013). Untuk mendapatkan nilai hubungan kedua variabel tersebut atau nilai koefisien korelasi sampel dapat digunakan rumus rxy
XY ( X Y 2
2
)
............................................................... (2.3)
Dimana : rxy
= koefisien korelasi antara variabel x dan y
X
= deviasi rata-rata variabel X = (Xi- X)
Y
= deviasi rata-rata variabel Y = (Yi-Y) Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi tersebut,
dibandingkan dengan tabel interpretasi nilai r
Bila sekaligus untuk menghitung persamaan regresi digunakan rumus rxy
n xy ( x)( y)
[n x 2 ( x ) 2 ][n y 2 ( y) 2 ]
......................... (2.4)
Dimana rxy = koefisien korelasi x
= variabel bebas
y
= variabel terikat
n
= jumlah sampel Korelasi Product moment dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak
lebih dari harga (-1≤ r ≤ +1) apabila nilai r = -1 berarti korelasinya negatif
47
sempurna, apabila nilai r = 0 berarti tidak ada korelasi dan bila r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Berikut rumus uji signifikansi korelasi product momen
t
r n2 1 r2
............................................................. (2.5)
Dimana : t = nilai t hitung r = nilai koefisien korelasi hasil r hitung n = jumlah sampel Distribusi hasil perhitungan (t) atau harga t hitung untuk kesalahan (α) = 5% uji dua pihak dan derajat kebebasan (dk) = n-2 memiliki kaedah keputusan yaitu jika t hitung > t tabel berarti valid dan apabila sebaliknya t hitung < t tabel berarti tidak valid. 2.10
Penelitian – Penelitian Sebelumnya. Yuniawati dan Yessy (2005) meneliti faktor – faktor yang mempengaruhi
kontraktor untuk mengikuti tender yang berlokasi di Kota Surabaya. Sampel yang dipilih fokus pada kontraktor dengan kualifikasi menengah dan besar. Dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis varian, disimpulkan faktor-faktor yang paling mempengaruhi keputusan kontraktor untuk mengikuti tender adalah kemampuan finansial owner, identitas owner,nilai kontrak, ketersediaan proyek, hubungan dengan owner, fluktuasi harga material dan kelengkapan dokumen. Suciptapura (2012), meneliti partisipasi kontraktor di kota Denpasar dalam lelang pengadaan barang dan jasa pemerintah secara elektronik. Sampel yang dipilih mencakup semua kualifikasi kontraktor dari kualifikasi kecil, menengah dan
48
besar. Variabel yang dipakai dibagi menjadi dua kelompok yaitu kondisi lelang secara umum dan kondisi lelang elektronik, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis faktor menghasilkan faktor dominan yang mempengaruhi partisipasi kontraktor di kota Denpasar adalah tingkat kesulitan konstruksi proyek, tingkat keselamatan dan keamanan selama proses pekerjaan, tingkat kepercayaan diri perusahaan dalam melaksanakan proyek, ketersediaan pekerja proyek, beban proyek yang sedang dilaksanakan selama lelang berlangsung dan ketersediaan sub kontraktor yang kompeten di bidangnya.