perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Anak Tunarungu a. Pengertian anak tunarungu Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus, salah satu dari berbagai kajian yang dibahas adalah mengenai anak tunarungu. Di masyarakat umum, anak yang mempunyai hambatan pada pendengaran sering disebut dengan bisu dan tuli. Beda dengan dunia pendidikan yang mengklasifikasikan mereka dalam pembahasan khusus yaitu tunarungu. Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna mempunyai arti kurang dan rungu berarti pendengaran. Mengenai pengertian tunarungu, Somantri berpendapat bahwa tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap rangsangan bunyi melalui pendengarannya (2006: 47). Hal tersebut sependapat dengan Hernawati (2007:101), “Anak tunarungu adalah anak yang mengalami gangguan
pada
organ
pendengarannya
sehingga
mengakibatkan
ketidakmampuan mendengar, mulai dari tingkatan yang ringan sampai yang berat sekali yang diklasifikasikan kedalam tuli (deaf) dan kurang dengar (hard of hearing)”. Sedangkan menurut Hallahan dan Kauffman (1991:266) dikutip oleh Wardani (2008: 53) “Tunarungu (hearing impairment) merupakan satu istilah umum yang menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai yang berat sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar (a hard of hearing)”. Bahasa merupakan alat yang paling penting dalam berkomunikasi. commit to user Seorang individu yang mengalami ketunarunguan pasti identik dengan
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id10
kesukaran penguasaan bahasa. Hal tersebut dikarenakan penguasaan bahasa oleh seorang anak dimulai pertama dari pendengarannya. Maka tidak heran dengan sebuah ungkapan jika seorang tersebut tuna rungu pasti dia juga tunawicara tapi berbeda halnya dengan tuna wicara, belum tentu dia tuna rungu. Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat Murni Winarsih (2007: 37), “Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kemampuan mendengar
baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga
dalam
kesehariannya berdampak pada komunikasi”. Kendala dalam komunikasi menjadi tantangan bagi seorang guru dalam
mendidik
anak
tunarungu.
Bahasa
merupakan
alat
untuk
mengungkapkan isi pikiran dan perasaan seseorang yang disimbolisasikan agar dapat tersampaikan kepada orang lain. Ketunarunguan yang dialami seorang individu berpengaruh terhadap penguasaan bahasanya. Penggunaan bahasa tubuh atau bahasa isyarat juga belum tentu dapat menransfer substansi penting dari sebuah tema yang dikomunikasikan. Maka dari itu faktor ketunarunguan yang dialami oleh seorang anak berakibat pada terhambatnya potensi akademik dan keterampilan sosial yang tidak seoptimal anak pada umumnya . Hal tersebut sependapat dengan Effendi (2006: 74), “Akibat dari kondisi ketunarunguan dapat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa, kondisi kecerdasannya, serta sosio emosionalnya”. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tunarungu adalah individu yang kehilangan atau mengalami ketidakmampuan mendengar baik sebagian atau seluruh organ pendengaran yang dapat digolongkan tuli dan kurang dengar sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari- hari yang berdampak pada kemampuan berbahasa, kecerdasan dan sosio emosional. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id11
b. Klasifikasi Anak Tunarungu Pengklasifikasian anak tunarungu dikemukakan oleh banyak ahli. Secara rinci klasifikasi anak tunarungu oleh Samuel A. Kirk dalam Somad dan Hernawati dikutip oleh Haenudin (2013:57) mengemukakan sebagai berikut : 1) 0 dB 2) 6-28 dB 3) 27- 40 dB 4) 41- 45 dB
5) 56- 70 dB
6) 71- 90 dB
7) 91 dB ke atas
: pendengaran optimal : pendengarannya masih normal : kesulitan mendengar bunyi- bunyi yang jauh, memerlukan terapi bicara (tunarungu ringan) : mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi wicara (tunarungu sedang) : hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih ada sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan cara khusus dan butuh alat bantu dengar (tunarungu agak berat) : hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, membutuhkan alat bantu dengar, latihan bicara secara khusus dan pendidikan khusus yang intensif (tunarungu berat) : mungkin akan sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan untuk proses menerima informasi (tunarungu sangat berat)
Sementara itu, klasifikasi anak Tunarungu dilihat dari derajat kecacatan menurut
Dariyanto dikutip oleh Sadja’ah (2013:46) sebagai
berikut : 1) Cacat dengar ringan (Mild hearing loss), yaitu derajat cacat dengar antara 26- 40 dB. 2) Cacat dengar sedang (Moderate hearing loss), yaitu cacat dengar antara 41-55 dB. 3) Cacat dengar sedang berat (Moderate severe hearing loss), yaitu cacat dengar antara 56-70 dB. 4) Cacat dengar berat (Severe hearing loss) yaitu cacat dengar antara 71-90 dB. 5) Cacat dengar terberat (profound hearing loss) cacat dengar diatas 91 dB. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id12
Lain halnya dengan Van Uden (1977) dikutip oleh Winarsih (2007:26) membagi klasifikasi ketunarunguan menjadi tiga sebagai berikut : 1) Berdasarkan saat terjadinya a) Ketunarunguan bawaan adalah saat lahir anak sudah mengalami tunarungu b) Ketunarunguan setelah lahir adalah terjadinya ketunarunguan karena kecelakaan atau penyakit 2) Berdasarkan tempat kerusakan a) Kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah (tuli konduktif) b) Kerusakan pada telinga bagian dalam (tuli sensoris) 3) Berdasarkan taraf penguasaan bahasa a) Tuli Pra Bahasa (prelingually Deaf) adalah mereka yang menjadi tuli sebelum menguasai bahasa( usia 1,6tahun) b) Tuli Purna Bahasa (Post Lingually Deaf) adalah mereka yang menjadi tuli setelah menguasai bahasa Pendapat
lain
diberikan
oleh
Somantri
(2006:94)
yang
mengklasifikasikan tunarungu menjadi 2 klasifikasi yaitu secara etiologis dan menurut tarafnya. Berikut penjelasannya : 1) Klasifikasi secara etiologis a) Pada saat sebelum lahir b) Pada saat kelahiran c) Pada saat setelah kelahiran 2) Klasifikasi menurut tarafnya a) Tingkat I : kehilangan kemampuan mendengar antara 35- 54 dB b) Tingkat II : kehilangan kemampuan mendengar antara 55-69 dB c) Tingkat III : kehilangan kemampuan mendengar antara70-89 dB d) Tingkat IV : kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas Menurut Somad dan Hernawati (1996: 32), tunarungu didasarkan pada anatomi fisiologisnya yang kemudian dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) Tunarungu Hantaran (Konduksi) Tunarungu hantaran ialah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat- alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah. Ketunarunguan konduksi terjadi karena pengurangan intensitas bunyi yang mencapai telinga bagian dalam, dimana syaraf pendengaran tidak berfungsi. Tunarungu konduksi dapat segera diatasi secara efektif melalui amplifikasi atau alat bantu dengar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id13
2) Tunarungu Syaraf (Sensorineural) Tunarungu syaraf ialah tunarungu yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya alat- alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaran yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran bagian lobus temporalis. 3) Tunarungu Campuran Tunarungu campuran ialah kelainan pendengaran yang disebabkan karena ada kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran. c. Penyebab Anak Tunarungu Secara umum penyebab ketunarunguan dapat terjadi sebelum lahir (prenatal), ketika lahir (natal), dan sesudah lahir (post natal). Banyak ahli yang mengungkapkan tentang penyebab ketunarunguan dengan sudut pandang yang berbeda dalam penjabarannya. Penyebab ketunarunguan menurut Wardani (2008:5)
dibedakan
menjadi dua tipe yaitu : 1) Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif a) Kerusakan / gangguan yang terjadi pada telinga luar, seperti tidak terbentuknya lubang telinga sejak lahir dan terjadi peradangan pada lubang telinga luar. b) Kerusakan / gangguan yang terjadi pada telinga tengah dapat disebabkan peradangan di telinga tengah, otosclerosis, tympanisclerosis, anomaly congenital dan disfungsi tuba eutachius. 2) Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural a) Ketunarunguan yang disebabkan oleh faktor genetik. b) Ketunarunguan yang disebabkan faktor non genetik seperti : rubella campak jerman, ketidaksesuaian antara darah ibu dan anak, meningitis, dan trauma akustik. Haenudin (2013:63) mengemukakan faktor- faktor penyebab ketunarunguan yaitu sebagai berikut : 1) Faktor dari dalam diri anak antara lain faktor keturunan, ibu yang sedang mengandung menderita rubella, ibu yang sedang hamil mengalami keracunan darah (taxominia). 2) Faktor dari luar diri anak antara lain anak mengalami infeksi saat dilahirkan, radang selaput otak atau meninghitis, radang telinga bagian commitpenyakit to user lain atau kecelakaan yang dapat tengah atau ototis media,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id14
mengakibatkan kerusakan alat- alat pendengaran bagian tengah dan dalam. d. Karakteristik Anak Tunarungu Karakteristik anak tunarungu oleh Wardani (2008:18) dikemukakan sebagai berikut : 1) Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademis Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajaran yang bersifat verbal tetapi dalam mata pelajaran yang bersifat nonverbal kemampuan anak tunarungu sama dengan teman seusianya. 2) Karakteristik dalam aspek sosial emosional Anak tunarungu memiliki karakteristik dalam aspek sosialemosional antara lain pergaulan yang hanya terbatas pada sesama tunarungu, sifat egosentris yang tinggi, perasaan takut terhadap lingkungan sekitar, perhatian yang sukar dialihkan, memiliki sifat polos dan cepat marah dan mudah tersinggung. 3) Karakteristik tunarungu dari segi fisik/ kesehatan Karakteristik dalam aspek fisik dan kesehatan antara lain : a) Pada umumnya anak tunarungu mengalami gangguan keseimbangan. b) Gerakan mata anak tunarungu lebih cepat. c) Gerakan tangannya sangat cepat/ lincah. d) Pernapasannya pendek. e) Dalam aspek kesehatan biasanya sama dengan anak normal namun anak tunarungu perlu rutin memeriksa kesehatan telinganya secara rutin. Menurut Sadja’ah (2013:48), karakteristik anak tunarungu dilihat dari implikasi ketunarunguannya dapat dibedakan menjadi 6 aspek antara lain : 1) Aspek bahasa dan berbicara, dampak dari ketunarunguan sangat berpengaruh pada perkembangan bahasa anak yang terhambat dan keterampilan berbicara terhambat pula. 2) Aspek intelegensi, anak tunarungu memiliki kemampuan intelegensi potensial setara dengan anak normal. Akan tetapi karena faktor ketunarunguannya tersebut, pendengaran mereka terhambat dalam masukan bahasa. Dari aspek motorik umumnya berkembang dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id15
baik. Namun ada beberapa anak yang kurang memiliki keseimbangan gerak akibat gangguan pendengarannya. 3) Aspek sosial, dalam aspek ini kematangan sosial anak tunarungu mengalami keterlambatan karena kurangnya berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini dapat diatasi dengan menanamkan sedini mungkin nilai-nilai sosial pada anak, memberi kesempatan anak mendapatkan pengalaman baru dari lingkungan, membiasakan berkomunikasi dengan anak, dan memberi arahan yang cukup jelas bagi anak tunarungu. 4) Aspek kepribadian, anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam mempersepsikan rangsangan emosi seperti marah atau gembira sehingga anak tunarungu sering memperlihatkan sikapcuriga, agresif, kurang empati, dsb. 2. Prestasi Belajar Siswa a. Pengertian prestasi belajar Prestasi merupakan sebuah kata yang melambangkan sesuatu yang tinggi di dalam kehidupan. Maka dari itu pembahasan mengenai prestasi belajar akan diawali oleh pendiskripsian kata prestasi terlebih dahulu. Kata prestasi berasal dari bahasa belanda yaitu presesaatie yang berarti hasil usaha (Arifin, 1991:2-3). Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok (Djamarah, 1994:19). Sedangkan menurut Mas’ud dalam Djamarah (1994:21), prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Belajar merupakan kebutuhan semua manusia kapanpun dan dimanapun. Menurut
Uzer (1993:5), “Belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku atau kecakapan manusia. Perubahan tingkah laku ini bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisiologis atau proses kematangan. Perubahan yang terjadi karena belajar dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan, kecakapan atau dalam ketiga aspek yakini pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan commit to user
ketrampilan (psikomotorik)”. Relevan dengan apa yang disampaikan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id16
Uzer, pengertian belajar menurut Slamet adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (1995:2). Sementara itu Arief (2003:1-2) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses komplek yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup sejak dia masih bayi hingga keliang lahat nanti. Hal tersebut sepedapat dengan Winkel (1998:36),
bahwa restasi belajar adalah bukti usaha yang
dicapai dalam belajar, keberhasilan dari rangkaian proses belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seorang individu setelah mengikuti proses belajar mengajar dalam waktu tertentu yang bertujuan untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan. Pada hasilnya kemudian akan diukur dan dinilai yang kemudian diwujudkan dalam angka atau pernyataan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana yang diharapkan,
maka
perlu
diperhatikan
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi prestasi belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak yang bersifat biologis. Sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya. Mulyasa (2002:190) menjelaskan perbedaan antara kedua faktor tersebut sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id17
1) Faktor Intern, adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu: a) Faktor jasmaniah (fisiologi), yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini ialah panca indera yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna, tidak berfungsinya kelenjar tubuh yang membawa kelainan tingkah laku. b) Faktor kematangan fisik maupun psikis, faktor yang berasal dari diri sendiri (Internal), seperti Intelegensi, minat, sikap dan motivasi. c) Faktor psikologi, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh terdiri atas: (1) Faktor Intelektif yang meliputi faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat serta faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki. (2) Faktor Non Intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri. 2) Faktor Ekstern, adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa, dibedakan menjadi dua yaitu faktor sosial dan non sosial. a) Faktor sosial menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam situasi sosial. Termasuk lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya. b) Faktor non sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial seperti alam dan fisik, misalnya keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar dan sebagainya. 3. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam a. Pengertian IPA Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA merupakan bagian yang penting dalam bidang pendidikan. Segala hal tentang kaidah-kaidah dasarnya dapat membimbing manusia untuk berhubungan dengan alam dan segala kebendaannya. Hal ini sesuai apa yang dikemukakan oleh Trianto (2010:136), bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id18
yang sistematis dan dalam perumusannya berhubungan dengan gejalagejala kebendaan serta didasarkan atas pengamatan dan deduksi. IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi juga ditandai oleh munculnya metode ilmiah yang terwujud melalui suatu rangkaian kerja ilmiah, nilai dan sikap ilmiah (Depdiknas, 2007: 8). Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah dalam pemecahan masalahnya. Menurut Winaputra (Usman Samatowa, 2011: 3), IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Merujuk pada pengertian IPA diatas, maka dapat disimpulkan bahwa IPA adalah disiplin ilmu yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam yang dalam pemecahan masalahnya menggunakan metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya untuk menghasilkan penerapan metode maupun konsepnya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembelajaran IPA SD/SLB Pada hakikatnya, pembelajaran IPA dapat dipandang dari segi produk, proses dan dari segi pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id19
terkait. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi IPA tersebut. 1) IPA Sebagai Produk IPA sebagai produk merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks. Buku teks IPA merupakan body of knowledge dari IPA. Buku teks memang penting, tetapi ada sisi lain IPA yang tidak kalah pentingnya yaitu dimensi “proses”, maksudnya adalah proses mendapatkan ilmu itu sendiri. Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar. Alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan tidak akan habis digunakan. 2) IPA Sebagai Proses Yang dimaksud dengan “proses” di sini adalah usaha untuk mendapatkan kaidah-kaidah IPA itu sendiri. Kita mengetahui bahwa IPA disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah. Jadi yang dimaksud proses IPA tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk paduan yang lebih utuh. Hal itu bertujuan agar anak SD dapat melakukan penelitian sederhana. Di samping itu, pentahapan pengembangannya disesuaikan dengan tahapan suatu proses penelitian atau eksperimen, yakni meliputi: (1) observasi; (2) klasifikasi; (3) interpretasi; (4) prediksi; (5) hipotesis; (6) mengendalikan variabel; (7) merencanakan dan melaksanakan penelitian; (8) inferensi; (9) aplikasi; dan (10) komunikasi. Jadi, pada hakikatnya, pada proses mendapatkan IPA diperlukan sepuluh keterampilan dasar. Oleh karena itu, jenis-jenis keterampilan dasar yang diperlukan dalam proses mendapatkan IPA disebut juga “keterampilan proses”. Untuk memahami suatu konsep, siswa tidak diberitahu oleh guru, tetapi guru memberi peluang pada siswa untuk memperoleh dan menemukan konsep melalui pengalaman siswa dengan mengembangkan keterampilan dasar melalui percobaan dan membuat kesimpulan. 3) IPA Sebagai Pemupukan Sikap Makna “sikap” pada pengajaran IPA Sekolah Dasar dibatasi pengertiannya pada “sikap ilmiah terhadap alam sekitar”. Beberapa ciri sikap ilmiah itu adalah: a) Objektif terhadap fakta, artinya tidak dicampuri oleh perasaan senang atau tidak senang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id20
b) Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan bila belum cukup data yang menyokong kesimpulan itu. c) Berhati terbuka, artinya mempertimbangkan pendapat atau penemuan orang lain sekalipun pendapat atau penemuan itu bertentangan dengan penemuaannya sendiri. d) Tidak mencampur adukkan fakta dengan pendapat. e) Bersifat hati-hati. f) Ingin menyelidiki (Iskandar 2001: 13 -14). Ilmu pengetahuan alam merupakan mata pelajaran di SD yang dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman
melalui
serangkaian
proses
ilmiah
antara
lain
penyelidikan, penyusunan dan pengalaman melalui serangkaian gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu dan cara mengerjakan atau melakukan dapat membantu siswa untuk memahami alam sekitar secara lebih mendalam. Hal-hal diatas menunjukkan bahwa IPA merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, faktafakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Khusus untuk SLB (sekolah luar biasa) dalam mata pelajaran IPA ada perbedaan di setiap pemberiannya kepada peserta didik. Seperti yang sudah diketahui bahwasannya macam-macam sekolah khusus disesuaikan dengan kondisi disabilitas dari anak. Perbedaan tersebut ada dalam konteks dan lingkup materi yang diajarkan. Atau dalam pembahasaannya sering dinamakan sebagai modifikasi kurikulum. Pada anak tunarungu mereka tidak mendapatkan perbedaan secara signifikan dari apa yang ditujukan untuk anak normal pada umumnya.
Cara
penyampaian yang berbeda dan
kesesuaian metode pembelajaran yang dipakai harus mendapatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id21
posisi lebih ketika perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran. Terlebih
lanjut
dalam
realitasnya,
pembatasan
SK
(standar
kompetensi) maupun KD (kompetensi dasar) tetap akan dilakukan tergantung situasi dan kebutuhan.
c. Tujuan IPA Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar bertujuan agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) 2) 3)
4) 5) 6) 7)
Mengembangkan rasa ingin tahu dan suatu sikap positif terhadap sains, teknologi, dan masyarakat. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep sains yang akan bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mengembangkan kesadaran tentang pesan dan pentingnya sains dalam kehidupan sehari-hari. Mengalihkan pengetahuan, keterampilan dan pemahaman kebidang pengajaran lain. Ikut serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam. Menghargai berbagai macam bentuk ciptaan tuhan di alam semesta ini untuk dipelajari (BSPN, 2006:5). Maksud dan tujuan tersebut adalah agar siswa memiliki
pengetahuan tentang gejala alam, berbagai jenis dan perangai lingkungan melalui pengamatan agar siswa tidak buta akan pengetahuan dasar mengenai IPA. d. Prinsip-prinsip pembelajaran IPA
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut siswa tidak hanya belajar dari buku, melainkan dituntut untuk belajar mengembangkan kemampuan dirinya. Melatih keterampilan siswa untuk berfikir secara kreatif dan inovatif merupakan latihan awal bagi siswa untuk berfikir kritis dalam mengembangkan daya cipta dan minat dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id22
diri siswa secara dini. Guru sebagai faktor penunjang keberhasilan pengajaran IPA dituntut kemampuannya untuk dapat menyampaikan bahan kepada siswa dengan baik. Dari hal itu pula, guru perlu mendapat pengetahuan tentang bagaimana mengajarkan suatu bahan pengajaran atau metode apa yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk pada lingkungan. Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan yang dapat menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Prinsip utama pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yaitu: 1) Pemahaman tentang dunia di sekitar kita dimulai melalui pengalaman baik secara inderawi maupun noninderawi. 2) Pengetahuan yang diperoleh ini tidak pernah terlihat secara langsung karena itu perlu diungkap selama proses pembelajaran. pengetahuan siswa yang diperoleh dari pengalaman itu perlu diungkap di setiap awal pembelajaran. 3) Pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki pada umumnya kurang konsisten dengan pengetahuan para ilmuan dan pengetahuan yang kita miliki. Pengetahuan yang demikian kita sebut miskonsepsi. kita perlu merancang kegiatan yang dapat membetulkan miskonsepsi ini selama pembelajaran. 4) Dalam setiap pengetahuan mengandung fakta, data, konsep, lambang dan relasi dengan konsep yang lain. Tugas kita sebagai guru IPA adalah mengajar siswa untuk mengelompokkan pengetahuan yang sedang dipelajari itu ke dalam fakta, data, konsep, simbol dan hubungan dengan konsep lain. 5) Ilmu Pengetahuan Alam atas produk, proses dan prosedur. Karena itu kita perlu mengenalkan ketiga aspek ini walaupun hingga kini masih banyak guru yang lebih senang menekankan pada produk Ilmu to user Pengetahuan Alam commit saja. (Leo Sutrisno, 2007 : 3 – 5).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id23
e. Materi fungsi alat-alat tubuh 1) Alat Pernafasan Manusia. Ketika bernafas manusia menghirup dan mengeluarkan gas. Melalui organ pernafasan yang ada dalam tubuh manusia udara tersebut dimasukkan dan dikeluarkan. Udara merupakan campuran dari berbagai gas. Di antaranya gas oksigen dan gas karbon dioksida. Bagian udara yang dihirup manusia adalah oksigen sedangkan yang dikeluarkan adalah karbondioksida. Ketika manusia menghirup udara, oksigen masuk melalui hidung kemudian masuk ke pangkal tenggorokan. Setelah itu, oksigen melewati dua saluran yang berukuran lebih kecil dari tenggorokan. Dua saluran ini disebut bronkus. Setelah melewati bronkus, udara masuk ke paru-paru.
Gambar 2.1
a) Hidung Hidung merupakan indra penciuman. Hidung terdiri atas dua bagian, yaitu lubang hidung dan rongga hidung. Ketika menghirup udara, udara masuk ke dalam tubuhmu melalui hidung. Di dalam rongga hidung terdapat rambut dan lendir. Rambut dan lendir berguna untuk menyaring udara yang masuk. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id24
b) Tenggorokan dan Paru-paru Paru-paru manusia terletak di dalam rongga dada. Paruparu terdiri atas paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paruparu kanan berukuran lebih besar dibandingkan dengan paruparu kiri. Hal itu disebabkan paru-paru kanan terdiri atas 3 buah gelambir, sedangkan paruparu kiri terdiri atas 2 buah gelambir. Udara yang masuk melalui hidung, kemudian melewati pangkal tenggorokan. Dari pangkal tenggorokan udara masuk ke tenggorokan (trakea). Di dalam dada, trakea bercabang menjadi dua yang disebut bronkus. Setiap bronkus menuju ke paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Bronkus tersusun dari pipa-pipa kecil yang disebut bronkiolus. Pada ujung bronkioli terdapat kantong udara yang disebut alveolus. Alveolus berfungsi sebagai tempat pertukaran gas karbon dioksida (CO2) dan uap air dengan gas oksigen (O2). Setiap kali manusia bernapas, udara segar yang mengandung oksigen masuk ke paru-paru. Oksigen kemudian diedarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah. Pada waktu yang bersamaan, karbon dioksida dikeluarkan dari dalam tubuh melalui paru-paru. Tubuh manusia memerlukan asupan oksigen. Oksigen digunakan untuk melepaskan energi dari makanan. Energi tersebut dimanfaatkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan perkembangan. 2) Alat pernafasan Hewan Hewan memiliki tempat hidup berbeda-beda. Ada yang hidup di darat, di air maupun dikedua tempat itu (darat dan air). Alat pernafasan hewan berbeda-beda sesuai dengan tempat hidupnya. commit to user
Pada umumnya, hewan yang hidup didarat bernafas dengan paru-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id25
paru, misalnya: kambing, sapi, kucing, kuda dan harimau. Sementara hewan yang hidup di air bernafas dengan insang, misalnya ikan. Adapun hewan yang hidup di air tapi bernafas dengan paruparu, yaitu ikan paus. Ikan paus sering muncul ke udara karena mengambil udara untuk bernafas. Selain bernafas dengan paru-paru dan insang, ada hewan yang bernafas menggunakan permukaan kulit yaitu cacing. Ada pula yang mengalami perubahan dari insang menjadi paru-paru yaitu katak. Katak seperti itu karena bisa hidup di darat dan di air. a) Mamalia Mamalia marupakan jenis hewan menyusui. Beberapa hewan mamalia adalah sapi, kambing, dan ikan paus (mamalia air). Hewan-hewan ini bernafas dengan paru-paru. Alat pernafasannya terdiri dari lubang hidung, tenggorokan dan paruparu. b) Burung Burung bernafas dengan pundi-pundi udara dan paruparu. Sistem pernafasannya terdiri dari lubang hidung, tenggorokan, paru-paru serta pundi-pundi udara (kantong udara). Pundi-pundi
udara
merupakan
kantung
tempat
menyimpan udara. Pundi-pundi udara berfungsi membantu pernafasan burung ketika terbang di udara. Pada saat tidak terbang, burung bernafas dengan paruparu
dan
pundi-pundi
udara
tidak
digunakan.
mempunyai kurang lebih sembilan kantung udara.
commit to user
Burung
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id26
Gambar 2.2
c) Reptil Reptil disebut juga hewan melata. Jenis hewan ini merupakan jenis hewan merayap. Beberapa contoh jenis hewan reptil adalah: kadal, buaya, komodo, ular dan cicak. Hewan-hewan tersebut bernafas dengan paru-paru.
Gambar 2.3
d) Amfibi Amfibi adalah jenis hewan yang hidup di dua alam. Yaitu di darat dan air. Katak merupakan jenis hewan amfibi. Ketika masih dalam wujud berudu (kecebong), binatang ini bernafas dengan insang. Setelah bermetamorfosis menjadi katak dewasa, katak bernafas dengan paru-paru. Katak juga bernafas dengan kulitnya. Kulit katak yang basah membantu udara berdifusi ke dalam tubuhnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id27
Gambar 2.4 e) Ikan Ketika bernafas mulut ikan terbuka, dan tutup insang menutup. Gerakan ini membuat oksigen dapat masuk ke mulut kemudian menuju insang. Oksigen tersebut kemudian diserap melalui pembuluh-pembuluh darah pada insang. Pada saat tutup insang terbuka, air dan karbondioksida akan dikeluarkan. Kemudian mulut ikanpun tertutup.
Gambar 2.5 f) Cacing Cacing hidup didalam tanah. Hewan ini bernafas menggunakan seluruh permukaan kulitnya. Oksigen diserap oleh permukaan kulitnya yang basah. Kemudian oksigen tersebut masuk kedalam tubuh cacing dan langsung menyatu dengan darah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id28
Gambar 2.6 g) Serangga Beberapa hewan yang termasuk serangga adalah belalang, lebah, capung dan jangkrik. Serangga bernafas dengan trakea. Pada serangga terdapat lubang-lubang sangat kecil yang terdapat di sisi kiri dan kanan tubuhnya. Lubang ini disebut stigma. Stigma berfungsi sebagai tempat masuk dan keluarnya udara. Stigma berhubungan langsung dengan pembuluh-pembuluh trakea, yang digunakan sebagai pengedar oksigen ke seluruh tubuh.
Gambar 2.7
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id29
4. Kemampuan kognitif Tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan-tujuannya. Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 10) menyatakan, ”Belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru”. Para ahli dalam psikologi kognitif berpendapat tingkah laku seseorang selalu didasari oleh kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Teori kognitif menjadi salah satu tolok ukur hasil belajar siswa. Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil dari proses belajar tersebut dapat dinilai melalui evaluasi. Menurut Sudjana (2009: 22), “Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu: (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif, (3) ranah psikomotor (Sudjana, 2009: 22). Klasifikasi kemampuan kognitif menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2009: 23-29) adalah sebagai berikut: a.
b.
c.
Pengetahuan Kemampuan kognitif ini mencakup ingatan siswa akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal ini dapat meliputi fakta, kaidah, dan prinsip yang diketahui. Pemahaman Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk memahami apa yang mereka ketahui atau kenali. Pemahaman dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu: (1) pemahaman terjemahan, (2) pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, dan (3) ekstrapolasi, diharapkan seseorang dapat membuat ramalan tentang konsekuensi masalahnya. Penerapan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
d.
e.
f.
digilib.uns.ac.id30
Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk menerapkan atau menggunakan abstraksi pada situasi konkret atau situasi khusus. Analisis Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa dalam memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya dan atau susunannya. Sintesis Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru meliputi menggabungkan berbagai informasi menjadi suatu kesimpulan atau konsep atau penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk yang menyeluruh. Evaluasi Kemampuan kognitif ini mencakup kemampuan siswa untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal bersama pertanggungjawaban pendapat tersebut yang berdasarkan kriteria tertentu, kemampuan ini dinyatakan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu. Dalam mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis dan sistesis sehingga akan mempertinggi mutu evaluasi. Kemampuan kognitif mempunyai enam tingkatan, tetapi penguasaan tiap
tingkatan itu berdasarkan jenjang perkembangan usia dan kedewasaan anak didik. Pada jenjang SD kemampuan kognitif yang harus dikuasai adalah tingkat satu yaitu pengetahuan. Konsep kognitif Bloom tersebut mengalami perbaikan seiring dengan perkembangan dan kemajuan jaman serta teknologi. Salah seorang murid Bloom yang bernama Lorin Anderson merevisi taksonomi Bloom pada tahun 1990. Hasil perbaikannya dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Dalam revisi ini ada perubahan kata kunci, pada kategori dari kata benda menjadi kata kerja. Masing-masing kategori masih diurutkan secara hirarkis, dari urutan terendah ke yang lebih tinggi. Pada ranah kognitif kemampuan berpikir analisis dan sintesis diintegrasikan menjadi analisis saja. Dari jumlah enam kategori pada konsep terdahulu tidak berubah jumlahnya karena Lorin memasukan kategori baru yaitu creating yang sebelumnya tidak ada. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id31
5. Media Pembelajaran Grafis Komik a. Definisi Media Pembelajaran Pengelolaan alat bantu pembelajaran berupa media sangat dibutuhkan untuk membantu dalam pemecahan masalah proses belajar mengajar. Pemecahan masalah belajar di dalam kawasan teknologi pendidikan tampak dalam bentuk semua sumber belajar yang didesain, dipilih dan dimanfaatkan. Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Association of Education and Communication Technologi (AECT) membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk mneyalurkan pesan dan informasi (Arsyad, 2009:3). Sedangkan batasan yang diberikan oleh Asosiasi Pendidikan Nasional (Nasional Education Assosiation/NEA) bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media adalah perantara atau penghantar pesan dari pengirim ke penerima pesan (Sadiman, 2008:6). Hampir sama dengan pendapat sebelumnya, Santoso S. Hamijaya berpendapat bahwa media adalah bentuk perantara yang dipakai orang penyebar ide, sehingga ide atau gagasan itu sampai pada penerima (Rohani, 1997 : 2). Menurut Sadiman media adalah segala hal yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (2008:7). Pengertian pembelajaran menurut Arikunto adalah suatu kegiatan yang mengandung terjadinya proses penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang belajar (1993:12). Lebih lanjut Arikunto (1993 : 4) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah bantuan pendidikan kepada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id32
anak didik agar mencapai kedewasaan di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sedangkan menurut undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa media pembelajaran adalah suatu alat yang berguna untuk membantu proses interaksi peserta didik dengan pendidik agar memperlancar penyampaikan pesan (bahan) pembelajaran
serta optimalisasi dalam merangsang segala
potensi, kedewasaan dan minat belajar siswa
b. Manfaat media Pembelajaran Manfaat media pembelajaran menurut Daryanto (2010 : 5) secara umum dapat mempunyai kegunaan natara lain : 1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalis. 2) Mengatasi keterbatasan ruang. 3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar. 4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori, dan kinestetiknya. 5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama. Sadiman, dkk (2009: 17-18) menuliskan media pembelajaran secara umum memiliki kegunaan-kegunaan sebagai berikut: 1) Mengatasi masalah penyajian pesan yang terlalu verbalistis. 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. Misalnya untuk menyampaikan objek yang terlalu kecil dapat digunakan proyektor mikro, untuk menyampaikan kejadian yang sudah lampau dapat digunakan film atau video. 3) Penggunaan media belajar yang tepat dapat memunculkan motivasi belajar siswa, memungkinkan commit tosiswa user belajar sesuai dengan minat dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id33
kemampuannya, memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya dan mengatasi masalah sikap pasif siswa dalam mengikuti pelajaran. 4) Media pembelajaran dapat megatasi masalah perbedaan konsep awal siswa dengan memberikan perangsangan, pengalaman, dan persepsi yang sama Sementara itu Levie dan Lentz dalam Arsyad (2007: 16-17) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu: 1) Fungsi atensi, media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi pada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna yang ditampilkan dalam materi pelajaran. 2) Fungsi afektif, fungsi media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa, menggugah perasaan, respon ketika proses belajar mengajar berlangsung. Media pembelajaran yang tepat guna dapat meningkatkan sambutan atau penerimaan siswa terhadap stimulus yang diberikan. 3) Fungsi kognitif, media visual dapat mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. 4) Fungsi kompensatoris, fungsi media adalah untuk mengakomodasikan siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disaji dengan teks atau disajikan secara verbal. c. Fungsi Komik Sebagai Media Pembelajaran Pengertian tentang komik dikemukakan salah satunya oleh Masdiono (1998:3), yaitu komik merupakan susunan gambar bercerita dan memberikan pesan-pesan pembacanya. Selanjutnya seorang komikus nasional, Koen (Lia, 2006:19), mengatakan komik secara keseluruhan merupakan imaji kisah yang utuh hasil perkawinan gambar dan tulisan, dan secara parsial komik merupakan penekanan karakteristik dari segala subjek yang mampu memperkaya seting cerita, baik aspek wujud, gesture, maupun unsur imaji suara. Komik pada umumnya berbentuk gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik commit to user dicetak dan diterbitkan di atas kertas dan dilengkapi dengan teks pada balon
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id34
katanya. Komik merupakan media yang unik. Komik menggabungkan teks dan gambar dalam bentuk yang kreatif. Gambar yang sederhana di tambah kata-kata dalam bahasa sehari-hari membuat komik dapat dibaca oleh semua orang. Menurut Mc Cloud (2007:20),“ komik adalah media yang sanggup menarik perhatian semua orang dari segala usia, karena memiliki kelebihan, yaitu mudah dipahami”. Komik pembelajaran dalam teknologi pendidikan bersifat edukatif dan menciptakan unsur penyampaian pesan yang jelas serta komunikatif (Riska, 2010:77). Komik merupakan media alternatif yang tepat untuk pembelajaran, karena keterlibatan emosi pembacanya akan sangat mempengaruhi memori dan daya ingat akan materi pelajaran yang di dapat, hal tersebut adalah ungkapan dari seorang ilmuan saraf terkemuka, Dr. Joseph LeDoux (1994, dalam DePorter, dkk, 2000:23). Keunggulan komik jika digunakan sebagai media pembelajaran untuk anak tunarungu adalah dari aspek visual, kontekstualitas konten dan hiburan. Komik terdiri dari gambar-gambar yang merupakan media visual. Aspek visual disesuaikan dengan kecenderungan maupun potensi anak tuna rungu yang optimal dalam hal tersebut.
Menurut
Gene Yang (2003) dalam
Avriliyanti (2012 : 3) menyatakan kelebihan dari komik pembelajaran dalam aspek visualnya adalah sebagai berikut: 1) Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. 2) Visual dapat pula menumbuhkan minat siswa dan dapat memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata. 3) anaKualitas gambar komik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Komik jika dilihat dari aspek kontekstualitas konten akan mempunyai tujuan untuk menyampaikan pesan sesuai muatan materi yang diajarkan. Kontekstualitas dalam alur cerita dibuat atau dikonsep dengan melihat lingkungan anak. Kontekstualitas dihadirkan dari adegan maupun percakapan commit to user
yang dilakukan oleh karakter dalam komik. Pendekatan kontekstualitas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id35
tersebut digunakan agar anak bisa secara penuh melibatkan dirinya dalam pembelajaran. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sanjaya bahwa pendekatan kontekstualitas adalah suatu strategi pembelajaran
yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk memahami materi yang dipelajari dan menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (2008:253). Maka dari itu guru dimudahkan dalam memberikan kaitan antara materi (teori) dengan kehidupan nyata dan tentu untuk memacu anak dalam penerapannya. Kemudian pada akhirnya pembelajaran atau proses belajar oleh siswa menjadi lebih aktif dan bermakna. Aspek yang terakhir adalah keunggulan dari adanya hiburan dalam media grafis komik. Hal tersebut dikuatakan oleh pendapat Rohani yang menyatakan bahwa komik adalah kartun yang mengungkapkan suatu karakter dan memerankan suatu cerita dalam urutan yang erat, dihubungkan dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada pembaca (1997:78). Sependapat dengan Rohani, komik oleh Daryanto (2010 : 127) didefinisikan sebagai bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan menerapkan suatu cerita dalam urutan yang erat hubungannya dengan gambar dan dirancang untuk memberikan hiburan kepada pembacanya. Maka dari itu, keterlibatan emosi atau perasaan cukup untuk dijadikan acuan dalam pembuatan komik sebagai media pembelajaran. Oleh karena itu, dengan adanya media pembelajaran grafis dalam bentuk komik akan mempermudah untuk menyampaikan dan menerima materi pada mata pelajaran yang dianggap sulit. Komik pembelajaran dibuat adalah untuk menyampaikan informasi/pesan, maka komik menjadi alternatif media pembelajaran yang sangat efektif. Dengan menggunakan media pembelajaran komik, maka akan tercipta suasana yang menyenangkan dan tidak bosan baik bagi pengajar maupun siswa-siswi. Karena dengan menggunakan media commit to user
pembelajaran komik, kondisi pembelajaran di kelas akan lebih aktif dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id36
efektif sehingga materi dapat selesai dengan tepat waktu, dimengerti dan dipahami.
G. Hasil Penelitian yang relevan Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh I wayan Cirtha (2011) dalam skripsi yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VI dengan Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media CD Interaktif Dilengkapi Bahasa Isyarat di SLB-B Negeri Singaraja tahun pelajaran 2011/2012”. Penelitian ini merupakan PTK (penelitian tindakan kelas). Hasil dari penerapan pembelajaran kontekstual berbantuan CD interaktif yang dilengkapi dengan bahasa isyarat dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas VI di sekolah tersebut. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar (tes akhir siklus) siswa pada siklus I sebesar
74,50, dengan
ketuntasan klasikal 50,0% dan pada siklus II menjadi 85,25, dengan ketuntasan klasikal 100%. Tanggapan dari siswa pada metode dan media yang digunakan berada dalam kategori positif. Lebih lanjut lagi oleh peneliti untuk lebih mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep, guru harus mengupayakan pembelajaran ke arah pembelajaran yang lebih kontekstual, yang terdapat di lingkungan siswa itu sendiri dan memberikan konfirmasi berupa latihan soal maupun sajian permasalahan-permasalahan yang mampu memancing berkembangnya kemampuan pemahaman dan penerapan konsep yang dimiliki siswa secara mendalam sehingga akan meningkatnya hasil belajar yang diperoleh siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Apriyanti (2012) yang berjudul “Pengaruh Pemanfaatan Media komik Matematika Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Negeri Pontianak Tenggara Tahun Ajaran 2011/2012”. commit to user
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk penelitian eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id37
semu/berpura-pura (Quasy Eksperiment). Penelitian dikhususkan pada pokok materi Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 59 siswa dengan rincian 28 siswa di kelas eksperimen dan 31 siswa yang lain di kelas kontrol yang menggunakan chart pohon faktor. Rata-rata nilai pre-test siswa kelas kontrol adalah 27,82 dan hasil rata-rata nilai pos-test kelas kontrol adalah 57,90. Sedangkan rata-rata nilai pre-test siswa kelas eksperimen 31,37 dan hasil rata-rata nilai pos-test kelas eksperimen adalah 75,71. Dengan demikian, hasil belajar siswa pada pada pembelajaran dengan menggunakan media komik matematika lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang menggunakan chart pohon faktor.
H. Kerangka Berpikir Kerangka
berpikir
oleh
Sekaran,
dalam
Sugiyono
(2006:60)
mengemukakan bahwa, kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Jadi kerangka berpikir pada dasarnya merupakan argumentasi logis untuk sampai pada penemuan jawaban sementara pada masalah yang dirumuskan. Kerangka berpikir berguna untuk mengintegrasikan teori-teori dan hasil penelitian yang terpisah-pisah menjadi satu rangkaian utuh dengan menggunakan logika deduktif yang mengarah pada penemuan jawaban sementara yang disebut hipotesis. Kerangka berpikir disampaikan dalam bentuk uraian dan gambar, Anak tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan pendengaran dan dari hal tersebut pula berpengaruh dalam kehidupannya sehari- hari. Maka dari itu akibat dari keterbatasan tersebut anak tunarungu mengalami keterlambatan dalam intelegensi.
Tapi tidak semua aspek intelegensi dari anak tunarungu
terhambat. Intelegensi yang terhambat perkembangannya adalah yang bersifat commit to user
verbal walaupun intelegensi dari aspek visual bisa berkembang dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id38
Faktor pemerolehan bahasa dirasa menjadi titik dimana akan menjadi permulaan dalam penyelesaian masalah mereka dari sisi akademis termasuk untuk memahami IPA. Sebagaimana diketahui bahwa keberadaan dan terciptanya konsep-konsep Sains dalam kehidupan sehari sangatlah membantu kelangsungan hidup manusia. Berbagai pengembangan maupun eksperimen terkait Sains telah banyak dilakukan manusia. Efek dari hal tersebut mengarah pada terciptanya berbagai teknologi atau benda yang sifatnya sebagai kebutuhan manusia. Bagi anak tunarungu, pemahaman yang baik mengenai konsep Sains dalam kehidupan sehari-hari diharapkan memberikan dampak positif terhadap prestasi belajar dan potensi kreativitas mereka. Dari hal-hal tersebut kemudian menjadi peluang dalam memberikan treatment yang sesuai dengan potensi mereka. Intelegensi dari aspek visual anak tunarungu yang begitu kuat harus didukung oleh pelaksanaan program pengajaran yang tepat terkhusus pelajaran IPA. Program pengajaran yang dalam tekinsnya tersusun secara sistematik dan menggunakan bantuan media pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran ditentukan dengan menganalisis ketergunaannya oleh anak tunarungu jika dipakai sesuai potensi mereka dari aspek visual. Maka dari itu media komik merupakan solusi alternatif media pembelajaran bagi anak tunarungu.Karakteristik dari komik yang mengandalkan aspek visual dalam penggunaannya diharapkan bisa mengatasi masalah prestasi belajar anak tunarungu. Komik yang dijadikan sebagai solusi diharapkan bisa berdampak positif untuk membantu mereka dalam proses pembelajaran. Dari aspek isi atau konten dibuat untuk memenuhi fungsi media pembelajaran berbasis kontekstual. Hal tersebut akan didapatkan dari rangkaian adegan dari dalam komik. Selanjutnya, komik juga mempunyai keunggulan yaitu lekatnya dengan dunia anak. Pembuatan komik akan disesuaikan dengan usia perkembangan anak agar bisa menambah ketertarikan serta pengembangan commit to user
kepribadian maupun imajinasi anak.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id39
Oleh karena itu, sekolah dan pihak-pihak terkait harus mampu memberikan hak anak-anak tunarungu untuk menguasai salah satu cabang ilmu ini. Karena memang konsep-konsep dari IPA akan selalu mengiringi kehidupan manusia. Lebih lanjut lagi bahwa anak tunarungu harus dihidupkan kreativitas dalam belajar dan dibiasakan untuk membuat berbagai hal sebagai tanggung jawab keilmuan yang telah didapatkan. Kerangka berfikir tersebut dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:
Bagan 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id40
I. Hipotesis Perumusan hipotesis penelitian merupakan langkah selanjutnya dalam penelitian, setelah peneliti mengemukakan landasan teori dan kerangka berpikir. Penting untuk diketahui bahwa tidak setiap penelitian harus merumuskan hipotesis. Penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif sering tidak perlu merumuskan hipotesis. Mengenai pengertiannya, Sugiyono berpendapat bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (2010: 96). Dikatan sementara karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Dalam penelitian ini berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang sebelumnya sudah ditentukan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Penggunaan media pembelajaran grafis komik berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA siswa tunarungu pada materi fungsi alat-alat tubuh kelas V di SLB-B Pawestri Karanganyar tahun ajaran 2014/2015.
commit to user