BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Metode, Metode Two Stay Two Stray (TSTS) 2.1.1.1 Pengertian Metode Secara etimologis, metode berasal dari kata ‘met’ dan ‘hodes’ yang berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga terdapat dua hal penting yang terdapat dalam sebuah metode yaitu cara melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan. Menurut Sudjana (2005:76) “Metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M. Sobri Sutikno dalam Sudjana menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”. Menurut Sagala (2010:201) “Hal yang penting dalam metode ialah, bahwa setiap metode pembelajaran yang digunakan bertalian dengan tujuan belajar yang ingin dicapai” dari pengertian tersebut untuk mendorong keberhasilan guru dalam proses belajar megajar, guru seharusnya mengerti akan fungsi, dan langkahlangkah pelaksanaan metode mengajar. Dari beberapa pengertian yang telah di sampaikan menurut beberapa ahli, dapat diartikan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh seorang guru agar terjadi suatu proses belajar mengajar untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. 2.1.1.2 Dasar Metode Two Stay To Stray (TSTS) Metode Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan bagian dalam model pembelajaran cooperative learning. Model pembelajaran cooperative learning belum banyak diterapkan dalam pendidikan. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan.
7
8
Menurut Lie (2002:27) alasan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas adalah kehawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak belajar jika mereka diterapkan di dalam grup. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerja sama atau belajar di dalam kelompok. Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan proses pembelajaran yang hanya sekedar belajar menggunakan kelompok. Namun terdapat beberapa unsur-unsur dasar yang mendasari pembelajaran model cooperative ini yang memebedakan pembelajaran model cooperative dengan pembelajaran secara berkelompok yang dilakukan secara asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning yang di lakukan secara benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Menurut Roger dan David Johnson dalam Lie (2002:30), mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Kelima unsur tersebut meliputi 1) Saling ketergantungan positif, 2) Tanggung jawab perseorangan, 3) Tatap muka, 4) Komunikasi antar anggota, 5) Evaluasi proses kelompok. Selain unsur-unsur dan penjabaran secara singkat mengenai model pembelajaran cooperative learning, terdapat teknik-teknik atau metode yang ada pada model pembelajaran cooperative learning ini. Menurut Lie (2002:54) Metode-metode tersebut meliputi, 1) Mencari Pasangan, 2) Bertukar Pasangan, 3) Berpikir-Berpasangan-Berempat, 4) Berkirim Salam dan Soal, 5) Kepala Bernomor, 6) Kepala Bernomor Terstruktur, 7) Dua Tinggal Dua Tamu, 8) Keliling Berkelompok, 9) Kancing Gemrincing, 10) Keliling Kelas, 11) Lingkaran Kecil Lingkaran Besar, 12) Tari Bambu, 13) Jigsaw, 14) Bercerita Berpasangan, Metode yang terdapat dalam model pembelajaran cooperative learning tersebut berfariasi banyak pilihanya, mulai dari mencari pasangan sampai ke bercerita berpasangan. Apabila metode tersebut di terapkan pada proses pembelajaran tidak menutup kemungkinan siswa akan menjadi aktif dan merasa senang dengan pembelajaran yang di sajikan oleh guru.
9
Guru yang baik tidak hanya terpaku pada satu metode atau satu strategi saja, namun guru yang ingin maju dan berkembang, perlu mempunyai cadangan atau persediaan strategi dan metode pembelajaran yang pasti akan selalu bermanfaat bagi peserta didik dan dalam keseluruhan proses belajar mengajar. 2.1.1.3 Pengertian Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Lie (2002:61) mengemukakan bahwa metode Two Stay Two Stray (TSTS) adalah salah satu teknik dalam metode diskusi yang berbasis cooperative learning. Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1992. Teknik ini dapat digunakan pada semua mata pelajaran dan semua tingkat anak didik. Teknik Two Stay Two Stray (TSTS) membentuk kelompok-kelompok kecil dan terdapat ciri khas dalam pembentukan kelompoknya yaitu anggota kelompok-kelompoknya bersifat heterogen (bermacam-macam) (Lie, 2002:60). Gordon dalam Lie (2002:40) menarik sebuah kesimpulan sebagai berikut: Pada dasarnya manusia senang berkumpul dengan sepadan dan membentuk jarak dengan yang berbeda, namun pengelompokan dengan orang lain yang sepadan dan serupa ini dapat menghilangkan kesempatan anggota kelompoknya untuk memperluas wawasan dan memperkaya diri, karena dalam kelompok yang heterogen tidak banyak perbedaan yang dapat mengakses proses berfikir, beragumentasi dan berkembang. Struktur metode Two Stay Two Stray memberi kesempatan kepada kelompok untuk memberikan informasi kepada kelompok yang lain. Kegiatan belajar mengajar seringkali diwarnai dengan kegiatan yang bersifat individu, antara lain siswa diharapkan bekerja sendiri dan tidak boleh melihat pekerjaan teman yang lain. Padahal dalam kenyataanya (hidup diluar sekolah) kehidupan dan kerja manusia saling bergantung dengan yang lainya. Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2009) mengatakan pembagian kelompok dalam pembelajaran cooperative two stay two stray memperhatikan kemampuan akademis siswa. Guru membuat kelompok yang heterogen dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaan kelas karena masingmasing kelompok memiliki siswa yang berkemampuan tinggi, yang dapat membantu teman lainnya dalam memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok.
10
Berdasarkan pengertian metode Two Stay Two Stray (TSTS) yang telah dikemukakan peneliti menyimpulkan pengertian metode Two Stay Two Stray (TSTS) adalah pemerolehan suatu konsep atau informasi baru melalui kerjasama kelompok dengan pembagian tugas untuk bertukar informasi antar kelompok dimana dua siswa mencari informasi di kelompok lain dan dua siswa memberikan informasi kepada kelompok lain kemudian hasil dari pemerolehan informasi tersebut didiskusikan oleh kelompok untuk memperoleh hasil diskusi kelompok. 2.1.1.4. Langkah-Langkah Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Menurut Lie (2002:61) menjelaskan langkah-langkah tentang metode Two Stay Two Stray (TSTS). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Siswa bekerjasama dengan kelompok yang berjumlah 4 orang. b. Setelah selesai siswa dibagi 2 (dua) orang menjadi tamu dan 2 (dua) orang lain tinggal dalam kelompok. c. Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi kepada tamu mereka. d. Tamu mohon diri dan kembali kekelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dalam kelompok lain. e. Kelompok mencocokan dan membahas hasil kerja mereka. f. Kesimpulan. Untuk memperjelas langkah-langkah tersebut digambarkan sebuah bagan tentang proses pembelajaran Two Stay Two Stray sebagai berikut: Kelompok 1
C2
A1
B1
C1
D1 B3
B1 A1
B1
C1
D1 Kelompok 2
C1
C3 B2
A1
B1
C1
D1 Kelompok 3
Gambar 2.1 Gambar Alur Metode Two Stay Two Stray (TSTS)
11
Keterangan: Siswa B dan C bertugas mencari informasi artikel yang tidak dibahas oleh kelompoknya dan berbagi hasil diskusi dengan kelompok yang dikunjungi. Siswa A dan D bertugas memberikan informasi mengenai artikel yang telah dibahas oleh kelompoknya kepada tamu yang berkunjung, jadi ada sebuah kerjasama yang dipraktekan oleh masing-masing kelompok dalam menemukan informasi dan memberikan informasi kepada kelompok lain. Pembelajaran metode Two Stay Two Stray digunakan untuk mengatasi kebosanan anggota kelompok, karena guru biasanya membentuk kelompok secara permanen. Two Stay Two Stray memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan anggota kelompok lain. Menurut Lie (2002:39) berpendapat bahwa: membentuk kelompok berempat memiliki kelebihan yaitu kelompok mudah dipecah menjadi berpasangan, lebih banyak ide muncul, lebih banyak tugas yang bisa dilakukan dan guru mudah memonitor. Kekurangan kelompok berempat adalah membutuhkan lebih banyak waktu, membutuhkan sosialisasi yang lebih baik, jumlah genap menyulitkan proses pengambilan suara, kurang kesempatan untuk kontribusi individu dan mudah melepaskan diri dari keterlibatan. Berdasarkan langkah-langlah metode Two Stay Two Stray (TSTS) yang telah dikemukakan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa metode Two Stay Two Stray (TSTS) memfokuskan pada kerjasama kelompok untuk memperoleh suatu konsep yang baru dengan cara pembagian tugas (dua tamu dan dua tinggal). 2.1.1.5. Kajian Langkah-Langkah Metode Two Stay Two Stray (TSTS) Pengkajian langkah-langkah metode Two Stay Two Stray (TSTS) dalam penelitian ini mengadopsi langkah-langkah metode Two Stay Two Stray (TSTS) menurut Lie (2002:61). Hasil kajian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Siswa bekerjasama dalam sebuah kelompok kecil (boleh pembagian anggota dalam setiap kelompok berjumlah genap maupun ganjil). b. Setelah pembagian kelompok selesai siswa dalam kelompok tersebut dibagi dua bagian untuk menjadi tamu dan memberikan informasi kepada orang yang bertamu dalam kelompoknya (apabila anggota kelompoknya berjumlah genap maka pembagianya
12
setengah anggota kelompok untuk bertamu dan setengah anggota kelompok untuk memberikan informasi kepada tamu yang berkunjung dan apabila jumlah anggota dalam kelompoknya berjumlah ganjil maka pembagianya dapat dibagi dua yang genap memberikan informasi kepada tamu yang berkunjung dalam kelompok dan yang ganjil dapat mencari informasi kepada kelompok lain atau bisa juga sebaliknya). c. Anggota kelompok yang tinggal dalam kelompok atau stand bertugas untuk memberikan informasi kepada tamu yang datang berkunjung. d. Tamu mohon diri dan kembali ke dalam kelompok semula untuk mendiskusikan hasil bertamu mereka pada kelompok asal/semula. e. Setelah diperoleh hasil dari bertamu pada kelompok lain, siswa mencocokan dan membahas hasil temuan mereka untuk diteliti dan berbagi hasil (share) dengan anggota kelompoknya. f. Siswa membuat kesimpulan berdasarkan hasil diskusi kelompok. 2.2
Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Slameto (2003:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Hamdani (2011:78), pengertian belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamnnya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya Slameto (2008:2) perubahan itu brsifat konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahnnya merupakan bukti dari hasil yang diproses. Menurut Sugihartono, dkk. (1994:53) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman.
13
Menurut Sanjaya (2006:78), Kata “pembelajaran” merupakan terjemahan dari “instruction” yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Menurut Gagne dalam Sanjaya (2006:78), menyatakan bahwa “instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated”. Jadi menurut Gagne dalam Sanjaya, mengajar “teaching” merupakan bagian dari pembelajaran “instruction”. Peran guru ditekankan pada bagaimana merancang atau mengarasemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan dan dimanfaatkan siwa untuk mempelajari sesuatu. 2.2.1 Ciri-ciri Perilaku Belajar Tingkah laku dikategorikan sebagai perilaku belajar yang memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Sugihartono, dkk. (2007:54) Adapun ciri-ciri perilaku belajar adalah sebagai berikut: 1. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar. 2. Perubahan bersifat kontinu dan fungsional. 3. Perubahan bersifat positif dan aktif. 4. Perubahan bersifat permanen. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. 2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Sugihartono, dkk. (2007:57) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah, dan faktor psikologis. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga dapat meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa
14
dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat, dan media masa. 2.3
Hakikat Matematika Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein
yang artinya mempelajari, namun di duga erat kaitannya dengan kata sansekerta medha dan widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi. Ruseffendi dalam Karso (2004:139) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma,
dan
dalil-dalil,
dimana
dalil-dalil
setelah
dibuktikan
kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif. Selanjutnya Karso (2004:139-140) mengungkapkan beberapa pendapat tentang matematika menurut Kline bahwa metematika itu bukan pengetahuan sendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri. Tapi beradanya itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi dan alam. Menurut Karso (2004:140) matematika adalah merupakan suatu ilmu yang berhubungan dengan penelaah bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan diantara hal-hal itu. Menurut Johnson dan Rising dalam Jurnal Imiah Pendidikan ke SDan UKSW (2011:125) matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak di definisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenaranya. Menurut Reys dalam Jurnal Imiah Pendidikan ke SDan UKSW (2011:125) matematika merupakan telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat. Menurut Nurhadi (2004:79) belajar matematika berarti belajar ilmu pasti. Belajar ilmu pasti berarti belajar bernalar. Jadi, belajar matematika berarti berhubungan dengan penalaran.
15
Dari berbagai definisi dan pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran
matematika
merupakan
suatu
proses
memperoleh
pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya dalam proses pemahaman yang bertahap mengenai konsep tentang matematika. 2.3.1 Pembelajaran Matematika di SD Pada dasarnya tujuan pelajaran matematika yang sesuai dengan hakikat matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan peran teori-teori belajar merupakan strategi terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian matematika dapat dipahami secara wajar sesuai dengan kemampuan anak. Tujuan akhir dari pelajaran matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsep matematika yang relatif abstrak. Objek pembelajaran dalam matematika adalah abstrak. Menurut teori piaget bahwa siswa usia SD belum bisa berfikir formal mereka barada pada tingkat operasi konkret. Dengan demikian pembelajaran matematika di SD tidak bisa lepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan perkembangan intelektual siswa yang masih konkret. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di SD. 1. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap) dimulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih sukar. Pembelajaran matematika harus dimulai dari yang konkret ke semi konkret dan berakhir ke yang abstrak. 2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral Dalam setiap memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperkenalkan konsep atau bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Bahan yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali. 3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif. Matematika adalah ilmu deduktif. Matematika tersusun secara deduktif aksiomatik. Namun sesuai dengan perkembangan intelektual di SD. Maka
16
dalam pembelajaran matematika perlu ditempuh dengan pola pikir atau pendekatan induktif. 4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi Kebenaran matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Dalam pembelajaran matematika di SD kebenaran konsistensi tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari. 2.3.2 Tujuan Matematika di SD Di dalam GBPP matematika kurikulum sekolah dasar, bahwa tujuan umum diberikannya matematika di jenjang sekolah dasar meliputi dua hal, yaitu: 1. mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis cermat, jujur, dan efektif. 2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Tujuan umum pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar yang pertama di atas memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan watak siswa. Sedang pada tujuan yang kedua memberikan penekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Tujuan khusus dari pendidikan matematika di SD yang tercantum dalam GBPP matematika SD meliputi empat hal, yaitu: 1.
Menumbuhkan
dan
mengembangkan
ketrampilan
menghitung
(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari. 2.
Menumbuhkan keahlian siswa yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika.
17
3.
Mengetahui pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP).
4.
Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. Tujuan–tujuan khusus pengajaran matematika di SD merupakan realisasi
dari fungsi matematika baik sebagai alat, sebagai pola pikir maupun sebagai ilmu. Namun pada dasarnya tujuan khusus matematika itu yaitu tentang perlunya ada usaha-usaha dari kita sebagai guru SD untuk membina ketrampilan matematika, khususnya ketrampilan berhitung. 2.3.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas V semester 2. Standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran matematika di sekolah dasar menurut (KTSP,2006) adalah sebagai berikut :
18
Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas V Sekolah Dasar Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012 Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah.
1.1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk penggunaan sifatsifatnya, pembulatan, dan penaksiran. 1.2. Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB. 1.3. Melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat. 1.4. Menghitung perpangkatan dan akar sederhana. 1.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK dan FPB. 2.1. Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam. 2.2. Melakukan operasi hitung satuan waktu. 2.3. Melakukan pengukuran sudut. 2.4. Mengenal satuan jarak dan kecepatan. 2.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan. 3.1. Menghitung luas trapesium dan layang-layang. 3.2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar. 4.1. Menghitung volume kubus dan balok. 4.2. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok.
2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah.
3. Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggunakannya dalam pemecahan masalah. 4. Menghitung volume kubus dan balok dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Tabel 2.1 memaparkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang digunakan dalam proses pembelajaran pada semester ganjil 2011/2012. Standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, di gunakan sebagai acuan guru untuk menyampaikan
pelajaran
khususunya
pada
mata
pelajaran
matematika.
Berdasarkan Tabel 2.1 terdapat empat standar kompetensi yang harus diajarkan
19
pada semester ganjil dan didalam standar kompetensi terdapat kompetensi dasar yang merupakan satu kesatuan dari pada standar kompetensi. Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika Kelas V Sekolah Dasar Semester Genap Tahun Ajaran 2011/2012 Satandar Kompetensi 5. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah.
6. Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun.
Kompetensi Dasar 5.1. Mengubah pecahan ke bentuk persen dan desimal serta sebaliknya 5.2. Menjumlahkan dan mengurangkan berbagai bentuk pecahan. 5.3. Mengalikan dan membagi berbagai bentuk pecahan. 5.4. Menggunakan pecahan dalam masalah perbandingan dan skala. 6.1. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar. 6.2. Mengidentifikasi sifat-sifat bangun ruang. 6.3. Menentukan jaring-jaring berbagai bangun ruang sederhana. 6.4. Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri. 6.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan bangun datar dan bangun ruang sederhana.
Tabel 2.2 memaparkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang digunakan dalam proses pembelajaran pada semester genap 2011/2012. Standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut, di gunakan sebagai acuan guru untuk menyampaikan
pelajaran
khususunya
pada
mata
pelajaran
matematika.
Berdasarkan Tabel 2.2 terdapat dua standar kompetensi yang harus diajarkan pada semester genap dan didalam standar kompetensi terdapat kompetensi dasar yang merupakan satu kesatuan dari pada standar kompetensi. Penelitian ini mengambil standar kompetensi 5 dan kompetensi dasar 5.2 untuk pembuatan soal uji kesetaraan. kompetensi dasar 6 dan standar kompetensi 6.1 digunakan dalam penelitian ini sebagai soal post-test.
20
2.3.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD Secara garis besar ruang lingkup pokok atau subpokok pembahasan matematika di SD meliputi lima poin seperti yang tercantum di dalam GBPP matematika, kelima poin yang dimaksud merupakan dasar dari pada materi yang digunakan dalam jenjang berikutnya, kelima poin tersebut meliputi: 1. Unit aritmatika (berhitung) Unit aritmatika dasar atau berhitung mendapat porsi dan penekanan utama. Sebagian besar dari bahan kajian di SD adalah berhitung yaitu bagian dari matematika yang membahas bilangan dengan operasinya beserta sifat-sifatnya. 2. Unit pengantar aljabar Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unit aritmatika dasar. Dengan dasar pemahaman tentang bilangan, dilakukan perintisan pengenalan aljabar. 3. Unit geometri Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun ruang. 4. Unit pengukuran Pengukuran diperkenalkan sejak kelas I sampai kelas VI dan diawali dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku apapun konsepkonsep pengukuran yang dikenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling, luas, berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya. 5. Unit kajian data Yang dimaksud kajian data adalah pembahasan materi statistik secara sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data, menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data yang telah disajikan dalam bentuk diagram.
21
2.4 Hasil Belajar 2.4.1 Pengertian Hasil Belajar Prestasi belajar atau hasil belajar adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual atau berkelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan kegiatan. Penilaian diartikan dalam bahasa inggris sebagai evaluation yang artinya “to give value something with the criterion” maksud dari kata tersebut adalah memberikan suatu nilai, pertimbangan, etimasi, atau harga terhadap sesuatu menggunakan kriteria tertentu. Jadi dapat dipahami terdapat dua aspek yang terkandung dalam makna arti tersebut yakni nilai, pertimbangan etimasi, dan suatu kriteria tertentu yang menjadikan penilaian dapat di lakukan. Menurut Sudjana, (2010:22-23) hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Benyamin Bloom dalam Sudjana (2010:84) secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah: 1. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intlektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah, dan kempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan intrnalisasi. 3. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Gagne dalam Sudjana, (1990:22), mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni informasi verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan
22
ketrampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Menurut Prayetno, dkk. dalam Syah, (1997:141) hasil belajar adalah taraf keberhasilan proses belajar mengajar. Hamalik, (2001:159), indikator adanya perubahan tingkah laku siswa, jadi hasil belajar adalah hasil maksimal dari sesuatu, baik berupa belajar maupun bekerja. Dari penjabaran tentang pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan ketrampilan, sikap, pengetahuan yang diperoleh siswa melalui proses pembelajaran yang telah dilakukan selama pengajaran agar siswa menjadi lebih baik dari sebelumnya dan mendapatkan sesuatu yang baru. Namun perlu digaris bawahi bahwa hasil belajar yang di teliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang berupa ranah kognitifnya saja. Sehingga untuk ranah afektif dan psikomotorik tidak terlalu diteliti dalam penelitian ini. Karena hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini menggunakan tes formatif yang berupa pilihan ganda yang hasil belajarnya adalah untuk mengukur pemahaman pada ranah kognitif. 2.5 Kajian Penelitian Yang Relevan Dalam penelitian yang dilakukan oleh Taufiqqurohman tahun 2009 dengan judul “Penerapan Pembelajaran kooperatif Model Two Stay Two Stray (TS-TS), Upaya Peningkatan Hasil Belajar Siswa kelas XI IPS pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA Kartanegara Malang tahun ajaran 2008/2009. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan model Two Stay Two Stray yang dilakukan dalam mata pelajajaran sejarah siswa kelas XI IPS di SMA Kartanegara Malang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar 10,93 % dari sebelum dilakukan tindakan dengan melihat nilai raport semester 1 dengan setelah dilakukan tes akhir siklus 1. Sedangkan hasil belajar siswa dari siklus 1 telah meningkat sebesar 11,77 % ke siklus II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disarankan bahwa dalam menerapkan model Two Stay Two Stray hendaknya di sesuaikan dengan materi yang akan diajarkan oleh guru. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar tidak
23
hanya menilai hasil belajar tapi juga menilai segala aktivitas atau keaktifan siswa dalam melaksanakan langkah-langkah model ini. Susiloningtyas. 2011, melakukan penelitian menggunakan metode Two Stay Two Stray untuk meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika di kelas IV SD Negeri Balesari kecamatan Temanggung. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan metode Two Stay Two Stray dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran Matematika di kelas IV SD Negeri Balesari. Hasil belajar yang di peroleh lebih baik setelah menggunakan metode Two Stay Two Stray yaitu nilai rata-rata postes kelas eksperimen 87,20 sedang nilai rata-rata postes kelas kontrol 75,46. Wijayanti, 2007, telah melakukan penelitian tentang implementasi model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TSTS (Two Stay Two Stray) berbantuan CD pembelajaran dan LKS pokok bahasan segi empat pada siswa SMP, menunjukan hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif Two Stay Two Stray 78,54 dengan rata-rata nilai aktivitas lebih baik dari pada hasil belajar dengan metode STAD 66,52 dengan rata-rata nilai aktivitas siswa 76,4. Ivayana. 2008. Melakukan penelitian tentang penerapan pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray untuk meningkatkan proses dan prestasi belajar matematika siswa kelas VIII-A SMP, dan hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray dapat meningkatkan proses belajar matematika pada siswa kelas VIII-A SMP Dharma Wanita Universitas Brawijaya tahun ajaran 2007/2008. Prestasi belajar matematika siswa kelas VIII-A SMP Dharma Wanita Universitas Brawijaya tahun ajaran 2007/2008 meningkat setelah diterapkannya pembelajaran kooperatif model Two Stay Two Stray. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor tes siklus I meningkat sebesar 0,62 jika dibandingkan dengan rata-rata skor awal. Rata-rata skor tes siklus II meningkat sebesar 0,94 jika dibandingkan dengan ratarata skor tes siklus I. Rata-rata skor tes siklus II juga mengalami peningkatan sebesar 1,56 jika dibandingkan dengan rata-rata skor awal. Berdasarkan uraian diatas tentang beberapa temuan penelitian yang relevan dapat dilihat bahwa dari keempat penelitian tersebut penggunaan metode
24
Two Stay Two Stray menunjukan keberhasilan dalam penerapan metode tersebut, hal tersebut ditunjukan dari presentase hasil belajar siswa yang meningkat dari yang tidak menggunakan metode Two Stay Two Stray dengan yang menggunakannya. Dapat dilihat dari salah satu penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti dalam penelitianya penggunaan metode Two Stay Two Stray 78,54 dengan rata-rata nilai aktivitas lebih baik dari pada hasil belajar dengan metode STAD 66,52 dengan rata-rata nilai aktivitas siswa 76,4. Ada peninggaktan hasil belajar dalam kedua penggunaan metode tersebut di dalam kelas yang telah di berikan perlakuan yang berbeda. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan metode Two Stay Two Stray dapat mempengaruhi hasil belajar siswa oleh karena itu peneliti merasa termotivasi untuk mencoba menerapkan metode pembelajaran tersebut dalam penelitian yang akan dilakukan untuk membuktikan apakah metode Two Stay Two Stray yang penulis terapkan benar-benar dapat mempengaruhi hasil belajar siswa atau bahkan sebaliknya metode Two Stay Two Stray tidak mempengaruhi dalam hasil belajar siswa. 2.6 Kerangka Berfikir Kesuksesan proses pembelajaran tidak terlepas dari hasil belajar yang telah dicapai dalam pembelajaran, proses dimana menghasilkan hasil belajar secara maksimal merupakan harapan dari semua pengajar atau pendidik. Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar dapat secara maksimal didapat oleh peserta didik, diantaranya adalah strategi yang digunakan dalam penyampaian materi agar siswa aktif dalam proses pembelajaran, salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan memilih metode yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar. Sehingga siswa lebih aktif dan diharapkan dapat menambah hasil belajar secara maksimal. Salah satu metode yang menuntut anak terlibat aktif adalah dengan menerapkan metode Two Stay Two Stray atau metode Dua Tinggal Dua Tamu yang mendorong siswa untuk aktif mencari informasi dari teman sebayanya. Sehingga terciptalah proses pembelajaran yang tidak satu arah oleh guru saja, namun terjalin komunikasi yang baik antara peserta didik dengan peserta didik
25
maupun peserta didik dengan guru. Dengan demikian diharapkan pencapaian hasil belajar siswa akan tercapai dengan maksimal. Hasil belajar merupakan cerminan dari penyerapan konsep dalam proses belajar mengajar. Apabila dalam penyerapan materi ajar baik maka hasil belajar siswa juga baik. Maka dari itu pendidik menerapkan sebuah metode yang menyajikan suatu kerjasama dan pertukaran informasi untuk dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang salah satunya adalah dengan menerapkan metode Two Stay Two Stray. Untuk memperjelas kerangka berfikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut : Kondisi awal siswa sama Kelompok eksperimen
Kelompok kontrol
Perlakuan menggunakan Metode Two Stay Two Stray
Perlakuan menggunakan Metode Konvensional Post-Test
Hasil Belajar
Gambar 2.2 Gambar Alur Kerangka Berfikir 2.7
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan dan kerangka
berpikir yang telah diuraikan maka hipotesis penelitian yang diajukan ada hipotesis empirik dan hipotesis statistik : Hipotesis empirik yang diajukan adalah : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan metode Two Stay Two Stray (TSTS) dalam pembelajaran matematika terhadap hasil belajar siswa kelas V SD Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran 2011/2012.
26
Hipotesis statistik yang diajukan adalah : H0 :
x1 =
x2
H1 :
x1 ≠
x2