BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1
Pengertian IPA Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar dalam Garis-garis Besar Program
Pendidikan (GBPP) kelas V Sekolah Dasar dinyatakan: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains merupakan hasil kegiatan manusia yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan-gagasan. Powler (Wikipedia: 2012) mengemukakan bahwa IPA adalah ilmu yang berhubungan dengan gejala-gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Samatowa (Wikipedia: 2012) mengemukakan empat alasan sains dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah dasar, yaitu karena sains merupakan dasar teknologi yang merupakan tulang punggung pembangunan suatu bangsa. Alasan yang kedua bila sains diajarkan secara tepat, maka sains memberikan kesempatan untuk berfikir secara kritis. Alasan yang ketiga apabila sains diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan sendiri oleh anak, maka sains tidaklah merupakan mata pelajaran yang bersifat hafalan belaka. Alasan yang terakhir yaitu yang keempat, mata pelajarn ini memiliki nilai-nilai pendidikan yang mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Menurut Sumaji (1998:31), IPA (sains) berupaya untuk membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya mengenai alam sekitarnya. Mata pelajaran IPA adalah program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Sang pencipta (Depdikbud 1993/1994: 97).
5
6
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa IPA (sains) merupakan salah satu kumpulan ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta, baik ilmu pengetahuan yang mempelajari alam semesta yang bernyawa ataupun yang tak bernyawa dengan jalan mengamati berbagai jenis dan perangkat lingkungan alam serta lingkungan alam buatan. IPA (sains) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematik untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan Sains di SD bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan Sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat”sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas 2004:33). 2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA Dalam standar isi di Permendiknas no 22 tahun 2006, disebutkan bahwa mata pelajaran IPA di SD//MI bertujuan untuk : 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya 2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.3 Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi : 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
2.1.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas V Semester II: Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Energi dan Perubahannya 5. Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya
5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet)
6. Menerapkan sifatsifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model
6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya
5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat
6.2 Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya
8
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Bumi dan Alam Semesta 7. Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan penggunaan sumber daya alam
7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan 7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi 7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya 7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan 7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb)
2.1.5 Model Pembelajaran Discovery Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Dalam pembelajaran discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Model discovery merupakan model mengajar yang mempergunakan teknik penemuan. Model discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan,
9
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Menurut Suryosubroto mengutip pendapat Sund (1975) bahwa discovery adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi sesuatu konsep atau sesuatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Pada model discovery situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi student dominated learning. Model pembelajaran discovery merupakan suatu model pengajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Model discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya,
diarahkan
untuk
menemukan
suatu
konsep
atau
prinsip.
Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan intruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.
10
Model pembelajaran discovery merupakan suatu model pengajaran yang menitik beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran dengan model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan semacamnya. Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu : 1. Mengeksplorasi
dan
memecahkan
masalah
untuk
menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan 2. berpusat pada siswa 3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada. Carin (1993) memberi petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery) sebagai berikut : 1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh siswa 2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan 3. Menentukan lembar pengamatan data untuk siswa 4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap 5. Menentukan dengan cermat apakah siswa akan bekerja secara individu atau secara berkelompok yang terdiri dari 2-5 siswa 6. Mencoba terlebih dahulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh siswa. Untuk mencapai tujuan di atas Carin (1993) menyarankan hal-hal di bawah ini : 1. Membantu siswa untuk memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan 2. Memeriksa bahwa semua siswa memahami tujuan dan prosedur kegiatan yang harus dilakukan 3. Menjelaskan pada siswa tentang cara bekerja yang aman 4. Mengamati setiap siswa selama mereka melakukan kegiatan 5. Memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengembalikan alat dan bahan yang digunakan
11
6. Melakukan diskusi tentang kesimpulan untuk setiap jenis kegiatan. Berikut beberapa saran tambahan berdasarkan pada pendekatan penemuan dalam pengajaran (Nur 2000): 1. Mendorong siswa mengajukan dugaan awal dengan cara mengajukan pertanyaan membimbing 2. Menggunakan bahan dan permainan yang bervariasi 3. Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik-topik terkait 4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan keingintahuan mereka, meskipun mereka mengajukan gagasan-gagasan yang tidak berhubungan langsung dengan pengajaran 5. Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik-topik terkait. Langkah-langkah pembelajaran discovery menurut Syah (2004:244) adalah sebagai berikut : 1.
Stimulasi Guru mulai dengan bertanya atau mengatakan persoalan, atau menyuruh siswa membaca atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan (Problematic).
2.
Perumusan masalah Siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi berbagai masalah yang relevan sebanyak mungkin. Kemudian mereka harus membatasi dan memilih yang dipandang paling menarik untuk dipecahkan.
3.
Pengumpulan data Untuk menjawab persoalan, siswa diberi kebebasan untuk memilih dan mencari data yang sesuai dan dibutuhkan.
4.
Analisis data Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya itu diolah (dicek, diklasifikasikan).
12
5. Generalisasi Pada tahap ini siswa dibimbing oleh guru mencoba untuk melakukan penarikan kesimpulan sesuai dengan yang telah ditemukan. Kebaikan pembelajaran discovery menurut Suryosubroto (2002:200) dan Suherman (2001:179) yaitu : 1.
Dapat membantu siswa mengembangkan ketrampilan dan proses kognitif siswa.
2.
Pengetahuan yang diperoleh dari strategi ini sifatnya sangat pribadi, dan merupakan suatu pengetahuan yang sangat kokoh karena siswa mengalami sendiri proses penemuannya.
3.
Strategi penemuan membuat siswa semakin bersemangat dalam melakukan percobaan dan menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat.
4.
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri
5.
Model ini membuat siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih mersa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar
6.
Dapat
membantu
memperkuat
pribadi
siswa
dengan
bertambahnya
kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan. 7.
Model ini berpusat pada siswa dan melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri. Beberapa keuntungan belajar discovery menurut Suryosubroto (2002: 200)
yaitu: 1.
pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat
2.
hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil lainnya
3.
secara menyeluruh belajar discovery meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan
kognitif
siswa
untuk
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
menemukan
dan
13
Selain memiliki beberapa keuntungan, model discovery (penemuan) juga memiliki
beberapa
kelemahan.
Kelemahan
model
discovery
menurut
Suryosubroto (2002: 200) ialah : 1.
Diharuskan adanya persipaan mental dalam model ini atau untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang lamban pemikirannya mungkin akan bingung dalam mengembangkan pemikirannya, sedangkan siswa yang lebih pandai akan memonopoli penemuan dan akan membaut frustasi siswa yang lain
2.
Model ini kurang berhasil untuk mengajar di kelas besar
3.
Harapan yang diinginkan pada strategi ini mengecewakan guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional
4.
Fasilitas yang tersedia, mungkin tidak ada/kurang lengkap
5.
Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan siswa untuk berfikir aktif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah disampaikan terlebih dulu oleh guru
6.
Kelemahan pembelajaran discovery lainnya diantaranya membutuhkan waktu belajar yang lebih lama dibandingkan dengan belajar menerima.
Untuk mengurangi kelemahan tersebut maka diperlukan bantuan guru. Bantuan guru dapat dimulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang mengacu pada materi yang akan dipelajari siswa sebelum pelajaran dimulai, selain itu guru sebaiknya juga dapat memberikan informasi-informasi secara singkat dengan bertanya jawab memancing reaksi siwa yang kurang aktif agar terjadi komunikasi yang baik sebelum model pembelajaran discovery dilaksanakan. Pertanyaan dan informasi tersebut dapat dimuat dalam lembar kerja siswa (LKS) yang telah dipersiapkan oleh guru sebelum pembelajaran dimulai. Guru juga dapat membimbing dan mengarahkan apabila ada yang kurang dipahami oleh siswa selama proses kegiatan belajar mengajar berlangsung sesuai yang diharapkan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
14
2.1.6 Hasil Belajar Ada beberapa pendapat tentang pengertian dari hasil belajar, antara lain menurut Tim penyusun KBBI (2005) Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Menurut Samsul Hadi dan Rukiyah (2009) hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Dari dua pendapat di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar adalah pemberian nilai oleh guru terhadap penguasaan pengetahuan dan keterampilan siswa dengan kriteria tertentu yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka. Kemudian ada pandangan berbeda dari beberapa pendapat yaitu menurut Mulyono Abdurrahman (1999) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Menurut Winkel (dalam Lina, 2009: 5), mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan menurut Arif Gunarso (dalam Lina, 2009: 5), hasil belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Dari sini dapat dilihat bahwa hasil belajar tidak selalu tentang proses penilaian tetapi tentang hasil usaha maksimal seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha dalam kegiatan belajar. Selanjutnya ada pandangan berbeda pula dari beberapa pendapat, antara lain menurut Dimyati dan Mudjiono
(dalam Lina, 2009: 5),
hasil belajar
merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Menurut Nana Sudjana (dalam techonly13, 2009) menyatakan bahwa proses penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi
kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih
lanjut, baik untuk
15
keseluruhan kelas maupun individu. Setiap keberhasilan belajar diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pengajaran diwujudkan dengan nilai. Nana Sudjana menyatakan pula bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa. Dari sini dapat dilihat bahwa hasil belajar tidak hanya tentang nilai dan hasil usaha siswa dalam kegiatan belajar, tetapi hasil belajar juga memberikan informasi mengenai perkembangan siswa setelah melalui kegiatan belajar sehingga nantinya dapat menjadi pedoman bagi guru dalam melaksanakan kegiatan belajar selanjutnya. Selain itu juga memberikan informasi bagi guru apakah guru telah menyampaikan pembelajaran dengan baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah penilaian oleh guru terhadap kemampuan pengetahuan dan keterampilan siswa setelah melaui kegiatan belajar yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka. Yang juga memberikan informasi tentang perkembangan siswa. Jadi nantinya dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksudkan adalah penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap kemampuan pengetahuan siswa yang ditunjukkan dengan nilai tes (angka) setelah diterapkannya model pembelajaran discovery.
2.2
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Di bawah ini adalah beberapa hasil penelitian yang relevan dengan model
yang digunakan oleh peneliti : Dalam penelitian eksperimen yang dilakukan Sari (2011) dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran IPA dengan Model Discovery di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”. Menunjukkan bahwa model discovery ini benar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata nilai hasil belajar yang didapat pada kelas kontrol yaitu 69,69 sedangkan kelas eksperimen rata-rata nilai hasil belajarnya yaitu 79,3. Dalam kelas kontrol pembelajaran
16
menggunakan model ceramah (konvensional) sedangkan pada kelas eksperimen model yang digunakan ialah model discovery. Lisa Saputri (2012) dalam penelitian eksperimennya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Discovery pada Pelajaran IPA Pokok Bahasan Bunyi Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis menggunakan uji beda rata-rata yaitu Independent Sampel T-test diperoleh nilai sig. 0,000 kurang dari 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar pada pelajaran IPA siswa kelas IV B SD Kristen Satya Wacana menggunakan model Discovery dengan hasil belajar pada pelajaran IPA siswa kelas IV A SD Kristen Satya Wacana menggunakan model konvensional, maka treatmen yang diberikan dapat berpengaruh signifikan. Jadi penggunaan model Discovery pada pelajaran IPA pokok bahasan bunyi berpengaruh terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Kristen Satya Wacana Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012. Penelitian yang dilakukan Sri Sutati Hartiwi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Inquiry pada Siswa Kelas V Semester II SD Negeri Proyonanggan 08 Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil yang didapat pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan model Discovery Inquiry mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dengan peningkatan prosentase ketuntasan siswa yaitu dari kondisi awal 33%, pada siklus I setelah dilakukan penelitian dengan 2 kali pertemuan prosentase ketuntasan siswa menjadi 74%. Begitu juga pada siklus II yang dilakukan 2 kali pertemuan prosentase ketuntasan siswa dapat meningkat lagi menjadi 96%. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa dengan menggunakan model Discovery Inquiry mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
17
2.3
Kerangka Berpikir Proses belajar mengajar merupakan suatu bentuk komunikasi yaitu
komunikasi antara siswa dengan guru. Di dalam komunikasi tersebut terdapat pengalihan pengetahuan, keterampilan ataupun sikap dan nilai dari guru kepada siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.Siswa dipandang sebagai titik pusat terjadinya proses belajar. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan motivator belajarnya siswa, membantu dan memberikan kemudahan agar siswa mendapatkan
pengalaman
belajar
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
kemampuannya sehingga terjadi suatu interaksi aktif. Dalam proses belajar mengajar demikian agar membuahkan hasil sebagaimana diharapkan, maka kedua belah pihak baik siswa maupun guru perlu memiliki sikap, kemampuan, dan keterampilan yang mendukung proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan tertentu. Salah satu faktor yang dapat membantu pembelajaran siswa adalah penggunaan model yang pas. Model yang dipilih peneliti adalah model pembelajaran dicovery. Discovery adalah Model model mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Model ini memiliki beberapa kelebihan yaitu siswa aktif dalam kegiatan belajar, siswa memahami benar bahan pelajaran, siswa menemukan sendiri menimbulkan rasa puas, siswa akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks, melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri. Dalam model discovery, siswa dituntut untuk menentukan fakta dan konsep atas usahanya sendiri. Pada model discovery situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher dominated learning menjadi student dominated learning. Artinya peran guru dalam proses belajar mengajar hanya sebagai fasilitator dan instruktor (Roestiyah: 2008), tidak mendominasi dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam model ini, siswa sangat berperan penting, siswa mendapat pengalaman belajar langsung karena siswa berinteraksi dengan media atau lingkungan untuk mendapatkan konsep baru (Herdian: 2010). Dalam model discovery ini siswa
18
dituntut untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya, bukan hanya knowledge (pengetahuan), comprehension (pemahaman), application (penerapan) tetapi kemampuan analysys (menguraikan), sysnthesis (mengorganisasikan) dan evaluation (menilai) juga dikembangkan dalam pembelajaran ini. Dalam penelitian ini akan berupaya meningkatkan hasil belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Discovery Siswa Kelas V SD Negeri 1Tlogojati Wonosobo Semester II Tahun 2013/2014.
Siswa menggali pengetahuan sendiri
Pembelajaran Discovery
Siswa mampu mentransfer pengetahuan keberbagai konteks
Siswa mendapat pengalaman belajar langsung
Hasil belajar meningkat
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang telah diuraikan,
maka hipotesis dalam penelitian ini adalah 1.
Pembelajaran menggunakan model discovery dalam pembelajaran IPA kelas V dapat diterapkan dengan langkah : Stimulasi, Perumusan masalah, Pengumpulan data, Analisis data, dan Generalisasi.
19
2.
Diduga dengan menggunakan model discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri 1 Tlogojati Wonosobo Semester II tahun 2013/2014 dalam pembelajaran IPA.