BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini dimaksudkan sebagai satu kebutuhan ilmiah yang berguna untuk memberikan kejelasan dan batasan pemahaman informasi yang digunakan, diteliti melalui khasanah pustaka dan sebatas jangkauan yang didapatkan untuk memperoleh data. Dalam hal ini berkaitan dengan tema penulisan yaitu mengenai Etika Bisnis Pedagang Muslim Suku Banjar di Samuda. Tesis Supriyanto Hadi, dengan judul “PEMBERDAYAAN HUKUM DALAM RANGKA MENINGKATKAN PERAN ETIKA BISNIS PADA BISNIS JUAL BELI PERANGKAT KERAS KOMPUTER DI KOTAMADYA SEMARANG”, penelitian ini berusaha mengungkapkan latar belakang terjadinya perbuatan yang bertentangan dengan etika bisnis dan hukum, yaitu yang menyebabkan kerugian bagi konsumen pengguna komputer serta pelanggaran terhadap Hak Cipta atas software komputer. Analisis dilakukan terhadap bekerjanya hukum dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen pengguna Hak dan Cipta atas software komputer. Untuk mempermudah analisis dipergunakan pendekatan sistem terhadap hukum, yang membagi hukum termasuk penegakkannya terdiri dari tiga komponen yaitu komponen substansial yang berkaitan dengan produkproduk hukum seperti aturan perundang-undangan, kedua ialah komponen
11
12
struktural yang berkaitan dengan birokrasi penegakan hukum dan sara pendukung serta komponen kultural yang berkaitan dengan budaya hukum masyarakat yang setiap perilaku hukumnya selalu dilakukan berdasarkan nilainilai yang dihayatkan. Hasil penelitian ini mengungkapkan makna dari perilaku pengusaha perakit atas perbuatan pembajakan yang dilakukan, disisi lain terungkap pula nilai-nilai tradisional yang dalam implementasinya dalam masyarakat justru menghambat penegakan hukum.11 Skripsi Muhammad Nur Solikhin dengan judul “TINJAUAN ETIKA BISNIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBULATAN HARGA JASA WARNET
(STUDI
DI
WARNET
RETRONET
JL.GODEAN
KM.7
YOGYAKARTA)” Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, wilayah penelitian yang penyusun pilih adalah warnet Retronet. Guna memperoleh data yang akurat dilakukan wawancara dengan responden yaitu konsumen dan pelaku usaha. Analisis yang digunakan adalah deskriptik analitik. Melalui penelitian ini diperoleh bahwa transaksi sewa-menyewa jasa di warnet Retronet jika dilihat dari segi pelaksanaan akad dalam melakukan transaksi telah sesuai dengan hukum yang ditetapkan oleh syara' karena telah memenuhi rukun sewa-menyewa, adapun akad yang dilakukan adalah secara lisan dan dapat dipahami oleh masing-masing pihak yang bertransaksi dan telah menandakan adanya saling rela antara keduanya, namun mengenai mekanisme pengambilan keuntungan melalui pembulatan harga yang dilakukan oleh pihak
11
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=ijptuncen-gdl-res-2000supriyanto-1134-etika&q=etika%20bisnis (online 07 Juli 2011).
13
warnet Retronet tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dalam etika bisnis Islam karena ketiadaan informasi secara jelas tentang adanya kebijakan pembulatan harga sewa kepada para pengguna jasa, sehingga dapat merugikan konsumen. Menurut Islam bahwa perilaku seseorang muslim dalam menjalankan bisnis harus didasari dengan etika Islam yaitu : kebenaran, amanah, keihklasan, persaudaraan, ilmu pengetahuan, dan keadilan terhadap yang lainnya. 12 Skripsi Misbahul Fata dengan judul “PRAKTEK BANGGEL HANDPHONE DI JOGJATRONIK DALAM PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM” penelitian ini mengkaji lebih mendalam mengenai praktek banggel handphone di Jogjatronik yang kemudian dirumuskan, yaitu bagaimana praktek banggel handphone serta etika jual beli ditinjau dari hukum Islam. Melalui penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa dalam pelaksanaan praktek banggel handphone di Jogjatronik sama dengan praktek jual beli yang lain. Begitu juga etika bisnis yang diterapkan oleh para pedagang di Jogjatronik, sebagian besar sesuai dengan kaidah etika Islam, baik dari nilainilai yang umum semisal prinsip keadilan dan kejujuran maupun nilai-nilai yang khusus dalam etika bisnis Islam seperti jenis barang yang dijual atau pemenuhan hak-hak konsumennya. Tinjauan hukum Islam terhadap praktek banggel handphone di Jogjatronik secara umum adalah sah karena telah
12
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka-muhammadnu-5458&q=etika%20bisnis (online 07 Juli 2011).
14
terpenuhinya syarat-syarat dan rukun jual beli, begitu juga etika bisnis yang dipraktekkan oleh para pedagang handphone di Jogjatronik. 13 Berdasarkan hasil keseluruhan penelusuran yang peneliti lakukan terhadap penelitian sebelumnya, maka etika bisnis merupakan proses integrasi nilai syar’i dan aplikasi dalam kehidupan. Namun, peneliti juga menegaskan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan penelitian sebelumnya yakni pada pokok permasalahan ini, yaitu: 1. Kajian ini dilakukan pada situasi dan kondisi yang berbeda dengan subjek yang memiliki kekhasan tersendiri yaitu masyarakat Banjar 2. Kajian lebih mendalam terhadap pelaksanaan etika bisnis menurut pedagang muslim suku Banjar di Samuda
dalam menetapkan harga,
memasarkan barang dan memuaskan konsumen. Dengan 2 (dua) karakteristik ini, diharapkan penelitian ini mampu mendeskripsikan konsep etika bisnis secara islami pada pedagang muslim suku Banjar di Samuda dan atau mendeskripsikan standar etik tersendiri bagi masyarakat Banjar, artinya pedagang muslim suku Banjar di Samuda memiliki ukuran etis dalam berbisnis.
13
http://digilib.uin-suka.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=digilib-uinsuka-misbahulfa-2233&q=etika%20bisnis (online 07 Juli 2011).
15
B. Landasan Teori 1. Etika Manusia di dalam menjalani kehidupan ini selalu dikelilingi oleh undang-undang atau peraturan-peraturan. Dan agar manusia bisa mencapai kebahagiaan dalam hidup ini, ia harus patuh dan tunduk terhadap undangundang itu, dari peraturan inilah bisa manusia bisa dikatakan etis atau tidak dalam kelompok masyarakatnya. Lalu apa sebenarnya etika tersebut, berikut ini akan diuraikan pengertian-pengertian etika menurut pandangan paradigma keilmuan. Pengertian Etika segi bahasa (etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “ethos”, yang dalam bentuk jamaknya (ta etha) berarti yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom), pengertian ini mengandung bahwa yang dimaksud dengannya istilah suatu kehendak baik yang tetap.14 Dalam etika ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang sebagai sebuah kebiasaan. 15
14
Kahar Mansur, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta: Renika Cipta, 1994, h. 3.
15
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, h.
14.
16
Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “mos” dan dalam bentuk jamaknya “mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: a.
Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
b.
Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.16
2. Bisnis Istilah bisnis tidaklah asing lagi bagi kita karena bisnis merupakan sebuah aktivitas yang mungkin semua individu harus melakukannya demi mencukupi tuntutan-tuntutan kebutuhan hidup. Beberapa ahli sepakat mengartikan bisnis adalah suatu organisasi atau individu yang menyediakan barang atau jasa yang bertujuan untuk mendapatkan profit (keuntungan). Dalam bukunya Muhammad mengartikan bisnis adalah sebagai berikut : “Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi). Adapun bentuk-bentuk bisnis itu
16
http://asyilla.wordpress.com/2007/06/30/pengertian-etika/ (Online Rabu 16/03/2011)
17
sendiri yaitu aktivitas berupa jasa, perdagangan dan industri guna memaksimalkan nilai keuntungan yang diperoleh”.17 Pendapat senada juga dikemukakan oleh Griffin dan Ebert yang dikutip dari Amirullah Imam Hardjanto, berpendapat bahwa bisnis merupakan suatu organisasi yang menyediakan barang atau
jasa yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Laba dalam hal ini diperoleh dari
selisih
antara
penerimaan
bisnis
dengan
biaya-biaya
yang
dikeluarkan.18 3. Pedagang Pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari. Perbuatan perniagaan adalah perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang untuk dijual lagi.19 Pedagang diklasifikasikan juga menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut: a. Pedagang Besar / Distributor / Agen Tunggal. Yakni
pedagang
yang
membeli
atau
mendapatkan
produk barang dagangan dari tangan pertama atau produsen secara langsung.
Pedagang
besar
biasanya
diberikan
hak
wewenang
wilayah/daerah tertentu dari produsen.
17
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP-AMP YKPN, 2003, h. 57
18
Amirullah Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005, h. 2.
19
http://www.scribd.com/doc/47408780/11/Pengertian-pedagang (Online Senin 20/05/2012)
18
b. Pedagang Menengah / Agen / Grosir Yakni pedagang yang membeli atau mendapatkan barang dagangannya dari distributor atau agen tunggal yang biasanya akan diberi daerah kekuasaan penjualan / perdagangan tertentu yang lebih kecil dari daerah kekuasaan distributor. c. Pedagang Eceran / Pengecer / Retailer Yakni pedagang yang menjual barang yang dijualnya langsung ke tangan pemakai akhir atau konsumen dengan jumlah satuan atau eceran.20 Sementara itu, hasil penelitian dari seorang pakar studi perempuan lessinger dalam Saptari dan Brigitte dari India Selatan memaparkan empat tingkatan perdagangan, yaitu : a. Tingkat paling atas terdapat pedagang besar yang memiliki kemampuan membeli barang dalam jumlah yang besar langsung dari pabrik atau gudang b. Tingkat perantara terdapat pedagang menengah yang membeli barang dari pedagang besar dan selanjutnya menjual ke pedagang kecil atau konsumen c. Tingkat bawah terdapat pedagang kecil dengan aktivitas dagangannya sangat ditentukan oleh pedagang perantara, karena komoditas diperoleh dari mereka d. Tingkat paling bawah terdiri dari pedagang kecil.21
20
Ibid.
19
4. Etika Bisnis Dalam Islam Etika merupakan suatu nilai sedangkan bisnis bentuk upaya mencapai nilai lebih, jadi secara logika arti dari etika bisnis dipahami adalah pelaksanaan usaha yang menerapkan nilai-nilai moral. Sebagaimana pendapat Skinner di dalam buku Yusanto menartikan etika bisnis adalah penerapan etika dalam menjalankan kegiatan suatu bisnis dan tujuan bisnis yakni memperoleh keuntungan tetapi harus berdasarkan norma-norma hukum yang berlaku.22 Selain dipahami sebagai usaha yang dijalani dengan landasan etika, bisnis juga merupakan tanggung jawab sosial yang memiliki keterkaitan antar individu yang tentunya harus melibatkan nilai-nilai etis, sebagaimana dijelaskan oleh Indriyo Gitosudarmo, menjelaskan bahwa : “Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan kegiatannya sehari-hari”.23 Etika memiliki guna yang kompleks dalam bisnis Islam, dalam konteks ekonomi dan bisnis, etika tidak hanya menyangkut wawasan dan pemahaman tentang norma-norma ekonomi dan pengaturan organisasi bisnis, tetapi juga tetapi juga berkaitan erat dengan nilai-nilai religius yang mengatur aspek dan sosial, seperti di dalam buku Muhammad menjelaskan tentang etika bisnis Islam adalah sebagai berikut : 21 http://pustaka-ebook.com/pdf/472308780/11/2005/hph_Saptari_Brigitte.com (Online Senin 20/05/2012) 22 Suyadi Prawirosentono, Pengantar Bisnis Modern Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kuantitatif, Jakarta: Bumi Aksara, 2002, h. 3. 23
Indriyo Gitosudarmo, Pengantar Bisnis Edisi 2, Yogyakarta: BPFE, 1996, h. 52.
20
“Etika adalah merupakan landasan dasar Islam dalam membangun pembangunan ekonomi, dan etika itu sendiri adalah syariah. Etika bisnis yang diajarkan Islam menuntut perwujudan nyata dari para pelaku ekonomi, seperti etika bisnis tentang kejujuran sesama manusia dalam transaksi perdagangan atau tentang kebijakan yang diambil yang tidak merugikan pihak lain”.24 Sebagaimana pendapat di atas, juga dicerminkan dalam Firman Allah SWT :
25 Artinya
: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2. (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3. dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. 4. tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5. pada suatu hari yang besar, 6. (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?26
Surah ini disebutkan salah satu hal yang paling banyak terjadi dalam hubungan dosa
yang
antar
manusia
terbesar
yakni
adalah
menyangkut
menyangkut
ukuran.
ukuran
dan
Salah
satu
timbangan.
Kata (wail) pada mulanya digunakan oleh pemakai bahasa Arab sebagai doa
24
Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007, h. 54-60.
25
Q.S. Al-Mutafifin [83] : 1-6
26
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Depag RI, 2005, h..1351-1352.
21
jatuhnya siksa. Tetapi al-Qur’an menggunakan dalam arti ancaman jatuhnya siksaan, atau dalam arti satu lembah yang paling curam di neraka. Kata (mut}affifin) terambil
dari
kata (t}affa) yaitu
seperti
meloncati pagar. Orang yang meloncati pagar adalah orang yang tidak melakukan hal yang wajar. Apapun makna kebahasaan itu, yang jelas ayat di atas menerangkan apa tang dimaksud dengan kata tersebut. Kecelakaan, kebinasaan dan kerugian akan dialami oleh yang melakukan kekurangan dalam interaksi ini. Itu dapat dirasakan oleh pelaku perdagangan. Siapa yang dikenal curang dalam penimbangan, maka pada akhirnya yang bersedia berinteraksi dengannya hanyalah orang-orang yang melanjutkan hubungan dengannya, dan ini adalah pangkal kecelakaan dan kerugian duniawi. Adapun kecelakaan di akhirat, maka ini sangat jelas, apalagi dosa tersebut berkaitan dengan hak manusia yang bisa saja di hari kemudian nanti, menuntut agar pahala amal-amal kebajikan yang boleh jadi pernah dilakukan oleh yang mencuranginya itu, diberikan kepadanya sebagai ganti dari kekurangannya. Ayat di atas merupakan ancaman kepada semua pihak agar tidak melakukan kecurangan dalam penimbangan dan pengukuran, termasuk melakukan standar ganda. Perlakuan semacam ini, bukan saja kecurangan, tetapi juga pencurian dan bukti kebjatan dari pelakunya. 27 Terkait hal ini juga, tanggung jawab moral dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat relevan. Hal ini mengingat ekonomi dan bisnis merupakan jantung 27
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol 15, Jakarta : Lentera Hati, 2002, 121-123.
22
kehidupan masyarakat modern sekaligus menentukan baik buruknya perilaku dan budaya. Dalam rangka inilah landasan etika dalam ekonomi dan bisnis memiliki hubungan resiprokal yang kuat, yaitu bahwa para pelaku ekonomi dituntut untuk berperilaku ekonomi secara bertanggung jawab, bukan hanya demi kehidupan orang lain, tetapi juga demi kepentingan diri mereka sendiri. Jika kita telusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomi. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang (pebisnis) dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui pedagang muslim. Dalam al-Quran terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara yang halal.28 Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rejeki dan penghidupan. Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup husnul khuluq.29 5. Pelayanan Menurut Kotler mengemukakan pelayanan (service) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak 28
Achyar Eldine, “Etika Bisnis Islam” http://achyareldine.blogspot.com/, Juli 2010, h. 3-4.
29
Ibid.
23
lain, yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.30 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pelayanan diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen. 6. Ciri-ciri Pelayanan yang Baik a. Sarana Fisik Salah satu hal yang paling penting yang harus diperhatikan adalah sarana dan prasarana yang dimiliki seorang pedagang. Peralatan dan fasilitas yang dimiliki dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai sehingga membuat konsumen merasa nyaman. b. Intergritas dan Kredibilitas Sumber Daya Manusia Integritas dan kredibilitas sumber daya manusia pada suatu perusahaan (perdagangan) yaitu tersedianya karyawan yang baik, seperti halnya costumer service office yang baik, ramah, sopan, menarik, cepat tanggap, menyenangkan, serta cakap. Karena kepuasan konsumen dalam bertransaksi tergantung dari
costumer service office yang
melayaninya. Selain itu, costumer service office juga harus mampu memikat dan mengambil hati konsumen agar semakin loyal terhadap perusahaan tersebut. Adapun hal yang harus dimiliki oleh sumber daya
30
Philip Kotler, Principle of Marketing, (terj.) Ancella Anitawati Hermawan, Jakarta :
Gramedia, 2005, h. 85.
24
manusia pada suatu perusahaan dalam melayani konsumennya adalah sebagai berikut: 1) Tanggung jawab Dalam menjalankan kegiatan pelayanan, pedagang harus mampu bertanggung jawab melayani setiap konsumen dari awal hingga selesai. Konsumen akan merasa puas jika mereka merasakan adanya tanggung jawab dari pedagang tersebut. Apabila ada konsumen yang tidak dilayani secara tuntas akan menjadi citra yang buruk bagi usaha tersebut. Konsumen yang tidak puas tersebut selalu membicarakan hal-hal yang negatif tentang perusahaan, dan biasanya suatu keburukan akan lebih cepat berkembang dari pada kebaikan. 2) Daya Tanggap Seorang pedagang harus mampu melayani secara cepat dan tepat. Dalam melayani konsumen, pedagang harus melakukannya sesuai prosedur layanan yang ditetapkan. Layanan yang diberikan harus sesuai dan tidak membuat kesalahan (sesuai prosedur perusahaan dan keinginan konsumen). 3) Komunikatif Mampu berkomunikasi artinya pedagang harus mampu dengan cepat memahami keinginan konsumen. Selain itu, pedagang harus dapat berkomunikasi dengan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti.
25
Komunukasi harus dapat membuat konsumen senang sehingga jika konsumen meninginikan suatu barang, konsumen tidak segan-segan mengemukakannya kepada pedagang. Mampu berkomunikasi dengan baik juga akan membuat setiap permasalahan menjadi jelas sehingga tidak timbul salah paham. 4) Kecakapan Untuk menjadi pedagang yang khusus melayani konsumen, customer service harus memiliki kemampuan dan pengetahuan tertentu. Karena tugas customer service selalu berhubungan dengan konsumen. pedagang harus dididik khusus mengenai kemampuan dan pengetahuan untuk menghadapi konsumen maupun kemampuan dalam bekerja. 5) Pemahaman Berusaha memahami kebutuhan konsumen artinya pedagang harus cepat tanggap terhadap apa yang diinginkan oleh konsumen. Usahakan mengerti dan memahami keinginan dan kebutuhan konsumen secara tepat. 6) Kredibilitas Kepercayaan calon konsumen kepada perusahaan mutlak diperlukan sehingga calon konsumen mau menjadi konsumen perusahaan yang bersangkutan. Kepercayaan merupakan ujung tombak keberhasilan sebuah perdagangan. Sekali pelayanan yang diberikan dapat memuaskan konsumen, maka akan menimbulkan kepercayaan kepada konsumen tersebut. Karena meningakatkan
26
kepercayaan lebih berat dari pada mempertahankan kepercayaan yang sudah diberikan. 7) Keramahan Keramahan adalah sikap positif dan perilaku terhormat yang harus ditunjukkan kepada setiap konsumen. Karyawan/pedagang harus menjalin kermahan dan keakraban kepada konsumen, agar konsumen merasa senang dan nyaman ketika melakukan transaksi (tawar menawar barang).31 7. Ciri Pelayanan yang baik secara islam Dalam Islam ada Sembilan etika pemasar, yang akan menjadi prinsip-prinsip bagi syariah marketer dalam menjalankan fungsi- fungsi pemasaran, yaitu : a. Memiliki kepribadian spriritual (Takwa) Seorang muslim diperintahkan untuk selalu mengingat Allah, bahkan dalam suasana mereka sedang sibuk dalam aktivitas mereka. Ia hendaknya sadar penuh dan responsif terhadap prioritas-prioritas yang telah ditentukan oleh sang pencipta. Kesadaran akan Allah ini hendaklah menjadi sebuah kekuatan pemicu (driving force) dalam segala tindakan. b. Berperilaku baik dan simpatik Berperilaku baik, sopan santun dalam pergaulan adalah pondasi dasar dan inti dari kebaikan tingkah laku. Sifat ini sangat dihargai
31
Philip Kotler, Principle…, h. 86-89
27
dengan nilai yang tinggi, dan mencakup semua sisi manusia. Al-Qur’an juga mengharuskan pemeluknya untuk berlaku sopan dalam setipa hal; bahkan dalam melakukan transaksi bisnis dengan orang-orang yang bodoh (sufaha>’), tetap harus berbicara dengan ucapan dan ungkapan yang baik. Kaum Muslim diharuskan untuk berlaku manis dan dermawan terhadap orang-orang miskin dan jika dengan alas an tertentu ia tidak mampu memberikan uang kepada orang-orang yang miskin itu, setidak-tidaknya memperlakukan mereka dengan kata-kata yang baik dan sopan dalam pergaulan. c. Berlaku adil dalam bisnis (Al-‘Adl) Berbisnis secara adil adalah wajib hukumnya, bukan hanya himbauan dari Allah Swt. Sikap adil termasuk di antara nilai-nilai yang ditetapkan oleh Islam dalam semua aspek ekonomi Islam. Islam telah mengharamkan setiap hubungan bisnis yang mengandung kezaliman dan mewajibkan terpenuhinya keadilan yang teraplikasikan dalam setiap hubungan dagang dan kontrak-kontrak bisnis. Dalam bisnis modern, sikap adil harus tergambarkan bagi semua stakeholder, semuanya harus merasakan keadilan. Tidak boleh ada satu pihak pun yang hak-haknya terzalimi, terutama bagi tiga stakeholder utama, yaitu pemegang saham, pelanggan dan karyawan. Mereka harus selalu terpuaskan (satisfied) sehingga dengan demikian bisnis bukan hanya tumbuh dan berkembang, melainkan juga berkah di hadapan Allah Swt.
28
d. Bersikap melayani dan rendah hati Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pemasar. Tanpa sikap melayani, yang melekat dalam kepribadiannya, dia bukanlah seorang yang berjiwa pemasar. Melekat dalam sikap melayani ini adalah sikap sopan santun dan rendah hati. Orang yang beriman diperintahkan untuk bermurah hati, sopan dan bersahabat saat berelasi dengan mitra bisnisnya. Al-Qur’an memerintahkan dengan ekspresif agar kaum Muslim bersifat lemah lembut dan sopan santun manakala berbicara dan melayani pelanggan. e. Menepati janji dan tidak curang Amanah bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Secara umum, amanah dari Allah Swt kepada manusia ada dua, yaitu ibadah dan khalifah. Dalam kehidupan, seorang Muslim harus melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Kepatuhan kepada Allah adalah kepatuhan yang bersifat mutlak karena Allah memang menciptakan manusia untuk mengabdi kepada-Nya. Seorang pebisnis syariah harus senantiasa menjaga amanah yang dipercayakan kepadanya. Demikian juga dengan syariah marketer, harus dapat menjaga amanah yang diberikan kepadanya sebagai wakil dari perusahaan dalam memasarkan dan mepromosikan produk kepada pelanggan.
29
f. Jujur dan terpercaya (Amanah) Di antara akhlak yang harus menghiasi bisnis syariah dalam setiap gerak-geriknya adalah kejujuran. Kadang-kadang sifat jujur dianggap mudah untuk dilaksanakan bagi orang-orang awam manakala tidak dihadapkan pada ujian yang berat atau tidak dihadapkan pada godaan duniawi. Di sinilah Islam menjelaskan bahwa kejujuran yang hakiki itu terletak pada muamalah mereka. Jika ingin mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran seorang sahabat, ajaklah kerja sama dalam bisnis. Di sana akan kelihatan sifat-sifat aslinya, terutama dalam hal kejujuran. g. Tidak suka berburuk sangka Saling menghormati satu sama lain merupakan ajaran Nabi Muhammad Saw yang harus diimplementasikan dalam perilaku bisnis modern. Tidak boleh satu pengusaha menjelekkan pengusaha yang lain, hanya bermotifkan persaingan bisnis. Kita semua telah memaklumi, bagaimana Islam melalui syariahnya melindungi kehormatan dan harga diri manusia bahkan menyucikannya. Islam melindungi kehormatan pribadi dari suatu pembicaraan oleh yang tidak disukainya untuk disebut-sebut. Tinggalkanlah perbuatan berburuk sangka (su>uz} z}ann). Akan lebih mulia jika seorang syariah marketer justru menonjolkan kelebihan-kelebihan saudaranya, rekan sekerjanya, perusahaannya atau bahkan pesaingnya. Di sini akan tergambar sebuah akhlak yang indah, yang justru menarik simpati pelanggan maupun mitra bisnis kita.
30
h. Tidak suka menjelek-jelekkan Bagi syariah marketer, gibah adalah perbuatan sia-sia dan membuang-buang waktu. Akan lebih baik baginya jika menumpahkan seluruh waktunya untuk bekerja secara profesional, menempatkan semua prospeknya sebagai sahabat yang baik dan karenanya ia harus memperlihatkan terlebih dahulu bagaimana menjadi sahabat yang baik, berbudi pekerti dan memiliki akhlak yang mulia. Orang yang memiliki berbudi pekerti dan memiliki akhlak yang mulia pasti disenangi semua orang dan orang sering mengenangnya karena kebaikan perilakunya. Dari sinilah muncul kepercayaan (trust) yang menjadi salah satu kunci sukses dalam bisnis. 32 8. Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen merupakan modal dasar untuk membentuk loyalitas yang bisa dijadikan sebagai salah satu senjata untuk menaikan keunggulan bersaing suatu perusahaan yang bergerak di sektor jasa maupun barang. Berikut ini beberapa pendapat para ahli mengenai teori kepuasan konsumen: Swan dalam Fandy Tjiptono mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai evaluasi secara sadar atau penilaian kognitif menyangkut apakah kinerja produk relatif bagus atau jelek atau apakah produk bersangkutan cocok atau tidak cocok dengan tujuan/pemakaiannya. 33
32 Hermawan Kartajaya & Muhammad Syakir Sula, Syariah Marketing, Bandung: Mizan, 2006, h. 67-94. 33
Fandy Tjiptono. Strategi Pemasaran, Yogyakarta : Penerbit Andi, 1997, h. 137.
31
Menurut Philip Kotler
dalam Principle of Marketing bahwa
Kepuasan Konsumen adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan yang sesuai dengan harapannya. Pelanggan merasa puas kalau harapan mereka terpenuhi, dan merasa amat gembira kalau harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak, kurang peka terhadap perubahan harga dan pembicaraannya menguntungkan perusahaan.34 Upaya menciptakan kepuasan pelanggan, produk yang ditawarkan organisasi/perusahaan harus berkualitas. Kualitas mencerminkan semua dimensi penawaran produk yang menghasilkan manfaat (benefits) bagi pelanggan. Dalam kaitannya dengan kepuasan konsumen/pelanggan, kualitas memiliki beberapa dimensi pokok, tergantung pada konteksnya. Dalam kasus pemasaran barang, ada delapan dimensi utama yang biasanya digunakan sebagaimana diungkapkan oleh Ridwan Iskandar Sudayat sebagai berikut : a. Kinerja (performance): Karakteristik operasi dasar dari suatu produk, misalnya kecepatan pengiriman barang, serta jaminan keselamatan barang. b. Fitur (features): karakteristik pelengkap khusus yang dapat menambah pengalaman pemakaian produk c. Reliabilitas, yaitu probabilitas terjadinya kegagalan atau kerusakan produk dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan, semakin andal produk bersangkutan. d. Konformasi (conformance), yaitu tingkat kesesuaian produk dengan standar yang telah ditetapkan. e. Daya Tahan (Durability), yaitu jumlah pemakaian produk sebelum produk bersangkutan harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian normal yang dimungkinkan, semakin besar pula daya tahan produk. 34
Philip Kotler, Principle …, h. 89
32
f. Service ability, yaitu kecepatan dan kemudahan untuk direparasi, serta kompetensi dan keramahtamahan staf layanan. g. Estetika (aesthetics), menyangkut penampilan produk yang bisa dinilai dengan panca indra. h. Persepsi terhadap kualitas (perceived quality), yaitu kualitas yang dinilai berdasarkan reputasi penjual.35 Dari uraian diatas tentang konsep kepuasan konsumen dapat dipahami sebagai kepuasan yang terjadi setelah pertimbangan evaluasi pilihan yang memperhatikan pada keputusan pembelian. 9. Konsep Harga Dalam Islam a. Definisi Harga Menurut Philip Kotler harga adalah salah satu unsur bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan; unsur-unsur lainnya menghasilkan biaya. Harga adalah unsur bauran pemasaran yang paling mudah disesuaikan; ciri-ciri produk,
saluran,
bahkan promosi
membutuhkan lebih banyak waktu. Harga juga mengkomunikasikan posisi nilai yang dimaksudkan perusahaan tersebut kepada pasar tentang produk dan mereknya.36 Buchari Alma mengatakan dalam teori ekonomi, bahwa pengertian harga adalah sebagai berikut : “Harga adalah nilai dan utility merupakan konsep yang paling berhubungan. Yang dimaksud dengan utility ialah suatu atribut yang melekat pada suatu barang, yang memungkinkan barang tersebut dapat memenuhi kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan memuaskan konsumen (satisfaction). Value adalah nilai suatu produk untuk ditukarkan dengan produk lain. Nilai ini dapat dilihat dalam situasi barter yaitu pertukaran antara barang 35 Ridwan Iskandar Sudayat “Manajemen Pemasaran” http://files.wordpress.com Agustus 2010, h. 4 36
Philip Kotler, Principle …, h. 139
33
dengan barang. Sekarang ini ekonomi kita tidak melakukan barter lagi, akan tetapi sudah menggunakan uang sebagai ukuran yang disebut harga. Jadi harga (price) adalah nilai suatu barang yang dinyatakan dengan uang.37 Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Basu Swastha dan Irawan, menyatakan harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya”.38 b. Metode Penetapan Harga Di dalam menetapkan harga, terdapat berbagai macam metode. Metode mana yang digunakan, tergantung kepada tujuan penetapan harga yang ingin dicapai. Penetapan harga biasanya dilakukan dengan menambah persentase di atas nilai atau besarnya biaya produksi bagi usaha manufaktur, dan di atas modal atas barang dagangan bagi usaha dagang. Sedangkan dalam usaha jasa, penetapan harga biasanya dilakukan dengan memperhitungkan biaya yang dikeluarkan dan pengorbanan tenaga dan waktu dalam memberikan layanan kepada pengguna jasa. Menurut
Fandy
Tjiptono,
metode
penetapan
harga
dikelompokkan menjadi empat macam berdasarkan basisnya, yaitu berbasis permintaan, biaya, laba, dan persaingan.
37
Buchari Alma, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Bandung : CV. Alfabeta, 2005, h. 169 38
h. 241
Basu Swastha dan Irawan, Manajemen Pemasaran Modern, Yogyakarta : Liberty, 2005,
34
1) Metode Penetapan Harga Berbasis Permintaan Metode
ini
lebih
menekankan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi selera dan preferensi pelanggan daripada faktorfaktor biaya, laba dan persaingan. Permintaan pelanggan sendiri didasarkan pada berbagai pertimbangan, di antaranya yaitu kemampuan para pelanggan untuk membeli (daya beli), kemauan pelanggan untuk membeli, posisi suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, manfaat yang diberikan produk tersebut kepada pelanggan, harga produk-produk substitusi, pasar potensial bagi produk tersebut, sifat persaingan non-harga, perilaku konsumen secara umum, segmen-segmen dalam pasar. Adapun metode penetapan harga berbasis permintaan terdiri dari; skimming pricing, penetration pricing, prestige pricing, price lining pricing, odd-even pricing, demand-backward pricing, dan bundle pricing. 2) Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya Dalam metode ini faktor penentu harga yang utama adalah aspek penawaran atau biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga dapat menutupi biayabiaya langsung, biaya overhead, dan laba. Termasuk dalam metode ini adalah :standard markup pricing, cost plus percentage of cost pricing, cost plus fixed fee pricing dan experience curve pricing
35
3) Metode Penetapan Harga Berbasis Laba Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam penetapan harganya. Upaya ini dapat dilakukan atas dasar target volume laba spesifik atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi. Termasuk dalam metode ini: target profit pricing, target return on sales pricing dan target return on investment pricing. 4) Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan Selain berdasarkan pada pertimbangan biaya, permintaan, atau laba, harga juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu apa yang dilakukan pesaing. Metode penetapan harga berbasis persaingan terdiri atas empat macam, yaitu customary pricing, above, at, or below market pricing, loss leader pricing, dan sealed bid pricing.39 Sedangkan Menurut Mulyadi mengemukakan bahwa metodemetode perhitungan harga pokok produksi yaitu: 1) Metode Full Costing 2) Metode Variabel Costing. Metode-metode perhitungan harga pokok produksi tersebut didefinisikan sebagai berikut: a) Metode Full Costing
39
Fandy Tjiptono. Strategi …, h. 157-164
36
Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalam harga pokok produsen, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (baik yang berprilaku variabel maupun tetap). Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan ini terdiri dari unsur-unsur harga pokok produksi ditambah biaya non produksi (biaya pemasaran dan biaya administrasi umum). b) Metode Variabel Costing Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan biaya produksi berperilaku variabel kedalam harga pokok produksi terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik variabel dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel dan biaya administrasi dan umum variabel ) dan biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran biaya administrasi dan umum tetap). Harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan variabel costing terdiri dari unsur-unsur harga pokok produksi variabel ditambah dengan biaya non produksi variabel dan biaya tetap.40
40
Mulyadi, Akuntansi Biaya, Yogyakarta : BPFE-UGM, 2007, h. 37
37
c. Harga Dalam Perspektif Islam. Menurut Rachmat Syafei, harga hanya terjadi pada akad, yakni sesuatu yang direlakan dalam akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai barang. Biasanya, harga dijadikan penukar barang yang diridai oleh kedua pihak yang berakad.41 Menurut Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh Yusuf Qard}awi: “Penentuan harga mempunyai dua bentuk; ada yang boleh dan ada yang haram. Tas’ir ada yang zalim, itulah yang diharamkan dan ada yang adil, itulah yang dibolehkan.”42 Selanjutnya Qard}awi menyatakan bahwa : “Jika penentuan harga dilakukan dengan memaksa penjual menerima harga yang tidak mereka ridai, maka tindakan ini tidak dibenarkan oleh agama. Namun, jika penentuan harga itu menimbulkan suatu keadilan bagi seluruh masyarakat, seperti menetapkan Undang-undang untuk tidak menjual di atas harga resmi, maka hal ini diperbolehkan dan wajib diterapkan”.43 Dari definisi tersebut dipahami bahwa yang menentukan harga adalah permintaan produk/jasa oleh para pembeli dan pemasaran produk /jasa dari para pengusaha/pedagang, oleh karena jumlah pembeli adalah banyak, maka permintaan tersebut dinamakan permintaan pasar. Permintaan
(demand)
dan
penawaran
(supply)
dapat
digambarkan dalam kurva sebagai berikut :
41
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah , Bandung : Pustaka Setia, 2000, h.87
42 Yusuf Qard}awi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (terj.) Zainal Arifin & Dahlia Husin, Jakarta: Gema Insani, 1997, h. 257 43
Ibid.
38
Gambar Kurva Permintaan (demand)44 Harga
Permintaan (demand)
Kuantitas Produk Keterangan kurva: Apabila harga suatu produk naik yang mengakibatkan bertambahnya keuntungan yang bakal diperoleh, para pengusaha termotivasi untuk mengadakan dan menyediakan produk tersebut untuk ditawarkan ke pasar, hal ini mengakibatkan jumlah barang yang tersedia di pasar semakin banyak. Sebaliknya apabila harga suatu produk turun yang mengakibatkan keuntungan yang diperoleh sangat tipis, maka para pengusaha kurang bergairah untuk mengadakan dan menyediakan produk tersebut untuk ditawarkan ke pasar. Gambar kurva penawaran (supply)45 Harga Penawaran (supply)
Kuantitas Produk 44 Adiwarman A. Karim, Persada, 2007, h. 18 45
Ibid., h. 19
Ekonomi Mikro Islami, Edisi 3, Jakarta : PT. RajaGrafindo
39
Keterangan kurva: Apabila harga suatu produk naik yang mengakibatkan bertambahnya keuntungan yang bakal diperoleh, para pengusaha termotivasi untuk mengadakan dan menyediakan produk tersebut untuk ditawarkan ke pasar, hal ini mengakibatkan jumlah barang yang tersedia di pasar semakin banyak. Sebaliknya apabila harga suatu produk turun yang mengakibatkan keuntungan yang diperoleh sangat tipis, maka para pengusaha kurang bergairah untuk mengadakan dan menyediakan produk tersebut untuk ditawarkan ke pasar. Kurva permintaan dan penawaran jika digabungkan akan membentuk suatu titik keseimbangan yang dinamakan dengan harga keseimbangan/ kesepakatan. Kesepakatan ini hendaknya dalam keadaan rela sama rela tanpa ada paksaan. Kalau ada yang mengganggu keseimbangan ini, maka pemerintah atau pihak yang berwenang harus melakukan intervensi ke pasar dengan menjunjung tinggi asas keadilan. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pasar cukup banyak, diantaranya; selera konsumen, pendapatan konsumen, harga barang substitusi (pengganti) dan lain-lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran pasar juga cukup banyak, diantaranya: upah tenaga kerja, jasa perperusahaanan, produksi domestik, impor barang, perkembangan teknologi dan lain-lain. Gabungan kurva permintaan dan penawaran dapat digambarkan sebagai berikut :
40
Gambar Gabungan kurva permintaan dan penawaran46 Harga
Penawaran (supply)
Permintaan (demand) Kuantitas Produk Menurut Adiwarman Karim menyatakan bahwa : “Penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Dalam konsep Islam, pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut.47 Jadi titik pertemuan antara permintaan dan penawaran yang membentuk harga keseimbangan hendaknya berada dalam keadaan rela sama rela dan tanpa ada paksaan dari salah satu pihak. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi :
48
…
46
Ibid., 22
47
Ibid., 236.
48
Q.S. An-Nisa [4] : 29
41
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…”. 49 Pada ayat ini dijelaskan bahwa (la> ta’kulu amwa>lakum bainakum bil ba>t}ili) setiap jalan yang diharamkan menurut agama seperti riba, mencuri dan setiap jalan mencari harta yang diharamkan dalam syari’at Islam, (illa> antaku>na) melainkan kalian melakukan (t}ija>ratan) menurut qiraat menggunakan baris di atas (kasratain) adalah jalan mendapat
harta
adalah
setiap
usaha
bersih
kalimat
t}ija>ratan
menggunakan kalimat isim nakirah (kata benda lazim) artinya segala jenis bentuk usaha perdagangan baik perdagangan makanan, pakaian, tanah, atau jenis apapun yang bisa dijual belikan. (‘an tara>din minkum) jatuhnya sebuah kesepakatan melalui jalan transaksi yang tidak merugikan pihak manapun.50 d. Intervensi Harga menurut Ibnu Taimiyah Ibnu Taimiyah juga sangat menjunjung tinggi mekanisme pasar yang bebas, dan karenanya menentang kebijakan intervensi harga. Namun, ia memahami bahwa dalam situasi-situasi tertentu intervensi ini justru wajib dilakukan, sebab Rasulullah juga pernah melakukannya. Sebagaimana dikutip Adiwarman Karim, Taimiyah membuktikan
49
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Depag RI, 2005, h..163
50
Jala>luddin Muhammad Ibnu Ah{}mad Al-Mah}alli dan Jala>luddin ‘Abdurrah}ma>n Ibnu Abu> Bakr Asy-Syuyu>t}i, Tafsir Jala>lain, (Terj.) Burhan Abu Bakar, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005, h. 342
42
bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah menetapkan harga yang adil jika terjadi perselisihan antara dua orang. Yang ia maksudkan di sini ialah : 1) Rasulullah
SAW
dalam
mengomentari
kompensasi
bagi
pembebasan budak, dimana budak ini akan menjadi manusia merdeka dan majikannya tetap memperoleh kompensasi dengan harga yang adil atau qimah al ‘adl. 2) Ketika terjadi perselisihan antara dua orang, yaitu satu pihak memiliki pohon yang sebagiannya tumbuh di tanah orang lain. Pemilik tanah menemukan adanya jejak langkah pemilik pohon di atas tanahnya yang dirasakan mengganggunya. Lalu ia mengajukan masalah
ini
kepada
Rasulullah
SAW
sehingga
beliau
memerintahkan pemilik pohon untuk menjual pohonnya itu kepada pemilik tanah dan menerima ganti rugi yang adil. Tetapi, orang itu ternyata
tak
melakukan
apa-apa.
Kemudian
Rasulullah
membolehkan pemilik tanah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan kompensasi harganya kepada pemilik pohon.51 Lebih lanjut Taimiyah mengatakan, “Jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal ini ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan perumahan, karena kebutuhan publik itu jauh lebih penting daripada kebutuhan seorang individu”.52
51
Adiwarman A. Karim, Ekonomi…, h. 164
52
Ibid.
43
Menurut Ibnu Taimiyah Kebijakan intervensi harga ini terbagi dalam dua jenis, yaitu
1) Intervensi harga yang zalim Intervensi harga dipandang sebagai zalim (tidak adil) apabila kebijakan ini menyebabkan kerugian atau penindasan kepada para pelaku pasar. Jika harga ditetapkan di atas harga pasar maka tentu akan merugikan konsumen, sementara jika ditetapkan di bawah harga pasar tentu akan merugikan produsen. 2) Intervensi harga yang adil Intervensi harga dipandang adil jika kebijakan ini tidak menimbulkan kerugian atau penindasan kepada para pelaku pasar. Untuk itu intervensi harga yang adil justru akan membawa tingkat harga kepada posisi harga pasar yang seharusnya atau harga yang wajar. Dalam posisi ini baik penjual maupun pembeli tidak dirugikan. Ibnu Taimiyah menjelaskan beberapa keadaan khusus di mana intervensi harga dapat dilakukan, yaitu: 1) Pada saat masyarakat betul-betul membutuhkan barang-barang, seperti saat terjadi bencana kelaparan atau peperangan. Untuk melindungi masyarakat dari kelaparan atau perlindungan keamanan saat perang maka pemerintah dapat memaksakan tingkat harga. Ibnu Taimiyah
mengatakan,
Inilah
saatnya
pemegang
otoritas
44
(pemerintah) untuk memaksa seseorang menjual barang-barangnya pada harga yang jujur, jika penduduk sangat membutuhkannya. 2) Para penjual (arba al sila’) tidak mau menjual barangnya kecuali pada harga yang lebih tinggi daripada pada saat harga normal, padahal konsumen sangat membutuhkannya. Dalam kondisi ini, demi melindungi masyarakat yang lebih luas, pemerintah dapat memaksa penjual untuk menjual barangnya dan menentukan harga yang lebih adil. Kondisi ini, antara lain, dapat terjadi karena adanya penimbunan (ih}tikar) atau monopolistic rent. Menurutnya, para pemengang
monopoli
tak
boleh
dibiarkan
melaksanakan
kekuasannya sehingga melawan ketidakadilan terhadap penduduk. 3) Para penjual menawarkan harga yang terlalu tinggi, sementara para pembelinya menginginkan terlalu rendah. Jika hal ini dibiarkan terus. Dalam situasi monopsoni yang seperti ini jelas pembeli memiliki potensi untuk mendzalimi penjual. 4) Para penjual melakukan kolusi, baik dengan sesama penjual ataupun dengan kelompok atau seorang pembeli tertentu dengan tujuan untuk mempermainkan harga pasar.53 Dengan memperhatikan penjelasan-penjelasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya kebijakan intervensi harga Ibnu Taimiyah ini bertujuan untuk: Pertama, menghilangkan berbagai masalah yang menimbulkan distorsi pasar, sehingga harga dapat kembali atau setidaknya mendekati 53
Ibid., h. 164-165
45
tingkatan dalam mekanisme pasar yang kompetitif. Jadi, kebijakan intervensi harga dilakukan justru untuk mengembalikan peranan pasar, bukan sebaliknya. Harga yang dihasilkan oleh mekanisme pasar yang bebas tetap merupakan harga ekonomi yang terbaik. Kedua, melindungi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Kepentingan masyarakat luas harus lebih diutamakan daripada kepentingan yang lebih kecil, misalnya kepentingan maksimalisasi keuntungan oleh para produsen, akan tetapi juga intervensi tersebut tidaklah menzalimi atau merugikan para produsen. Intervensi Harga menurut Ibnu Taimiyah.54 Harga
Ha
Hp
Hb
Kuantitas Produk Keterangan kurva : Jika intervensi harga dilakukan pada posisi di atas atau di bawah harga pasar (yang terjadi dalam situasi normal) maka disebut intervensi yang dzalim dan tidak sah (Ha atau Hb).
54
Ibid.
46
Intervensi harga dilakukan justru untuk mengembalikan harga pada posisi harga pasar (Hp) sehingga menciptakan keadilan bagi penjual dan pembeli Penetapan harga dilakukan dengan musyawarah yang melibatkan pihakpihak yang terkait dengan pasar.
10. Pemasaran Syariah Definisi pemasaran yang dikemukakan oleh William J. Stanton sebagai berikut : Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.55 Peter F Drucker seperti dikutip oleh Muhammad Aziz Hakim dkk menyebutkan pengertian pemasaran adalah keseluruhan bisnis yang dilihat dari sudut hasil akhir yang dicapai, yakni sudut pandang costumer (pelanggan). Selanjutnya F Drucker menjelaskan lebih lanjut bahwa pemasaran merupakan ujung tombak dalam aspek bisnis terutama perdagangan.56 Adapun definisi pemasaran syariah menurut M. Syakir Sula adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan pada proses penciptaan, penawaran dan perubahan nilai dari satu inisiator kepada stake holdernya,
55
Basu Swastha dan Irawan, Manajemen…, h. 276
56
Muhammad Aziz Hakim dkk, Dasar dan Strategi Pemasaran Syariah, Jakarta : Renaisan, 2005, h. 15.
47
yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akan dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam.57 Kemudian M. Syakir Sula mendasarkan pada kaidah fiqih :
ﻻً َ ﺣاَ َﻞﱠﺣﺮ ََاﻣ ً ﺎ ﻤاﻟُْﺴ ْﻤﻠِﻮُ ْنَﻋَ ﻠَ ﻰﺮﺷُوُ ْﻃِﻢﻬِْا ِ ﻻﱠﺮﺷَْ ﺎﻃًﺣ َمﺮﱠَﺣ َﻼَ و Artinya
: “Kaum muslimin terikat pada kesepakatan-kesepakatan dibuat mereka, kecuali kesepakatan yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram”.58
Pemasaran
mencakup
usaha
perusahaan
dimulai
dengan
mengidentifikasi kebutuhan konsumen yang perlu dipuaskan, menentukan produk / jasa yang hendak diproduksi, menentukan harga produk atau jasa yang sesuai menentukan cara-cara promosi dan penyaluran / penjualan produk tersebut. Jadi kegiatan pemasaran adalah kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan sebagai suatu sistem. Kegiatan pemasaran harus dikoordinasikan dan dikelola dengan baik agar tujuan perusahaan dapat dicapai dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. Islam sebagai agama yang telah sempurna sudah barang tentu memberikan rambu-rambu dalam melakukan setiap transaksi dalam memasarkan barang. Dalam menjalankan usaha bisnis tetap harus berada dalam aturan-aturan yang telah ada.59 Seorang pembisnis harus menerapkan perilaku seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah sebagai berikut:
57
Ibid. Ibid., h. 17
58
59
Marpuji Ali, “Etika Bisnis dalam http://alikhlas.multiply.com/, Februari, 2009, h. 3.
Islam
(Kritik
terhadap
Kapitalisme)”,
48
a. Kejujuran Sifat jujur atau dapat dipercaya merupakan sifat terpuji yang disenangi Allah, walaupun disadari sulit ditemukan orang yang dapat dipercaya. Kejujuran adalah barang yang mahal. Dalam dunia bisnis pada umumnya kadang sulit untuk mendapatkan kejujuran.60 Sehingga tidak diragukan lagi bahwa kepercayaan pelanggan (pengguna jasa) memainkan peranan vital dalam perkembangan dan kemajuan bisnis. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah berikut ini: Bagi orang-orang yang bergerak dalam bisnis yang dilandasi oleh rasa keagamaan mendalam akan mengetahui bahwa perilaku jujur akan memberikan kepuasan tersendiri dalam kehidupannya baik dalam dunia nyata sekarang ini apalagi dalam kehidupan nanti di akhirat. Hendaknya kehidupan dunia terutama dalam bisnis, tidak terlepas dari kehidupan di hari kemudian itu. Sebab itu, kejujuran sangatlah penting dalam dunia bisnis, terutama dalam perdagangan, karena dengan adanya kejujuran maka hasil (profit) yang diraih oleh pedagang bukan hanya keuntungan materi semata melainkan juga menuai pahala dan bernilai ibadah. b. Keadilan Menurut Islam, adil merupakan norma paling utama dalam seluruh aspek perekonomian. Hal itu dapat ditangkap dalam pesan al-
60
Ibid.
49
Qur’an yang menjadikan adil sebagai tujuan agama. Bahkan adil adalah salah satu asma Allah.61 Tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa keadilan merupakan inti semua ajaran yang ada dalam al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri secara tegas menyatakan bahwa maksud diwahyukannya adalah untuk membangun keadilan dan persamaan. 62 Jadi Islam sangat menganjurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku zalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang lain selalu dikurangi. c. Kehalalan Barang atau produk yang dijual haruslah barang yang halal, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya. Berbisnis dalam Islam boleh dengan siapapun, dengan tidak melihat agama dan keyakinan dari mitra bisnis, karena ini persoalan muamalah, yang penting barangnya halal.63 Halal yang dimaksud di sini ialah seorang pengusaha muslim menggunakan modal dalam usahanya dengan dana yang halal dan barang yang ditawarkannya juga adalah barang yang halal.
61
Yusuf Qard}awi, Norma ..., h. 182. Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2001, h. 99.
62
63
Ibid.
50
11. Transaksi Yang Dilarang Dalam Islam Dalam memasarkan barang adalah beberapa transaksi yang harus dihindari oleh seorang pengusaha muslim, sebagai berikut : a. Transaksi garar Garar atau tagrir berasal dari Bahasa Arab bermakna bahaya, resiko, bencana, ketidakpastian, dan sebagainya. Secara istilah berarti melakukan sesuatu secara membabi buta tanpa pengetahuan yang mencukupi; atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki kancah resiko tanpa memikirkan konsekuensi.64 Dan praktik ini bisa terjadi dalam beberapa bentuk: 1) Garar dalam kuantitas. Sistem ini lebih dikenal dengan sistem Ijon. Contoh praktik ini adalah seorang petani menjual buah mangganya dengan harga satu juta rupiah kepada seorang tengkulak. Sedangkan kesepakatan itu terjadi saat mangga masih hijau di pohonnya. Dalam praktik ini, spesifikasi barang (berapa ton, berapa kilogram) belum ada dan harga sudah ditentukan.
64
TIM, Dasar dan Strategi Pemasaran Syariah, Jakarta : Renaisan, 2005, h. 36-37.
51
2) Garar dalam kualitas. Contoh paling mudah Garar dalam kualitas ini
adalah
penjualan
anak
kambing
yang
masih
dalam
kandungannya. 3) Garar dalam harga. Ini terjadi saat seorang penjual menawarkan barang dagangannya dengan harga Rp 5.000, misalnya jika dibayar tunai.
Dan
harga
barang
dagangannya
tersebut
menjadi
Rp 30.000,00 jika dibayar lima bulan kemudian. Ketidakpastian muncul karena adanya dua harga dalam satu akad, tidak jelas mana yang berlaku. Katakanlah pembeli membayar tunas barang tersebut pada bulan kedua, maka harganya masih tetap sama atau berubah? Dalam kasus ini walaupun kualitas dan kuantitas barang diketahui tetapi harga masih belum jelas sehingga disebut dengan Garar dalam harga. 4) Garar dalam waktu penyerahan. Contohnya adalah si A sangat menyukai hand phone si B. Sedangkan hand phone si B baru saja hilang. Si B menjual hand phone hilang tersebut kepada si A dengan harga yang sangat murah, yakni lima ratus ribu rupiah dari harga pasar Rp 2 juta. Si B akan segera menyerahkan hand phonenya setelah ditemukan. Pada konteks ini, timbul ketidakjelasan waktu penyerahan. Apakah sehari, dua hari, satu bulan, atau bahkan tidak ditemukan sama sekali. Inilah yang, disebut ketidakpastian waktu penyerahan. Bermacam bentuk Garar tersebut dilarang oleh Islam. Salah satu hadits menyebutkan:
52
ْ ﱠﺛﻨَﺎَﺒ ْﺪُ اﷲِ اﺑ ْ ﻦِ ا ِ دْ رِﻳ ْﺲ َ و َ اَﺑـ ُ ﻮ ْ اُﺳ َ ﺎﻣ َ ﺔَ ﻋَﻦ ََﻨَﺎ ﻋ ِ ﺳ َ ﻴ ْ ﺒ َ ﺔَ ﺣ َ ﺪﱠﺣﺛـَ ﺪ ِﻗَﺎلَر َ"ﺳ ُ ﻮ ْ لُ اﷲ ـَﻬ َ ﻰ َﺛَﲎ ِ زُﻫَ ﻴـ ْ ﺮ ُ ﺑ ْﻦ ُ ﺣ َ ﺮ ْبٍ ﻋَﻦ ْ اَﰉ ِ ْ ﻫُ ﺮ َ ﻳـ ْ ﺮ َﻧ ة 65
.(ﻋَﻦﺎةِْ وﺑـ َ ﻴ ْﻋَﻦ ْ ﺑـ َ ﻴ ْﻊِ اْﻟﻐَﺮ َ ارِ )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ َ اﳊْ ََﺼ ﺻ َ ﻠﱠﻰ اﷲ ُ ﻋَ ﻠَﻴ ْ ﻪِ و َ ﺳ َﻊِ ﻠﱠﻢ
“Meriwayatkan Abu Bakar bin Saibah meriwayatkan Abdullah bin Idris dan Abu Usa>mah dari ‘Ubaidillah dan meriwayatkan Zuhair Ibnu Harbin dari Abu Hurairah berkata : “Rasulullah SAW melarang jual beli dengan has{ah dan jual beli Garar". (HR Muslim). b. Transaksi ikrah Transaksi ikrah adalah jual beli yang dilakukan dengan unsur paksaan. Paksaan dalam bisnis menurut Zuhaili di dalam Muhammad Firdaus dkk, ada dua macam, yaitu : 1) Paksaan sempurna (ikrah mulji). Yaitu seorang terpaksa melakukan transaksi bisnis karena terancam akan dibunuh atau akan dianiaya secara fisik. 2) Paksaan tidak sempurna (ikrah gairu mulji), yakni paksaan yang tidak langsung secara fisik. Kedua jenis paksaan ini terlarang dalam transaksi bisnis islami.66 c. Transaksi najasy Najasy ini identik dengan iklan dan promosi palsu. Persaingan bisnis yang semakin ketat mengakibatkan biaya promosi meningkat. Untuk semakin menarik daya pikat, promosi pun dibuat dengan
65 Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-H{ajja>j al-Qusyairi an-Naisaburi, S{ahih Muslim, Beirut : Dar Al-Fikr, t.th., h. 2 66
TIM, Dasar dan Strategi…, h. 42-43.
53
berlebih-lebihan. Sehingga seringkali kualitas dan fungsi barang tak sesuai dengan yang dipromosikan. Dalam fiqih muamalah iklan palsu seperti ini sering disebut dengan najasy dan merupakan perbuatan yang sering dilakukan oleh orang Jahiliyah. Praktik ini bisa berupa memuji barangnya secara berlebih-lebihan dan bersekongkol dengan temannya untuk berpura-pura menawar barang dengan harga tinggi agar orang lain merasa tidak kemahalan, lalu terpengaruh membelinya. Nabi melarang jual beli dengan praktik seperti ini. Hadits Nabi SAW :
ِﺳ ُ ﻮ ْ لَ اﷲ: َﻋﻤﺮ اﺑﻦنﱠ ر َﺣﺪﺛﻨﺎ ﳛﲕ اﺑﻦ ﳛﲕ ﻗﺎل ﻗﺮأت ﻋﻠﻰ ﻣﺎﻟﻚ ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ ا 67
Artinya
( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ. ِﺻ َ ﻠﱠﻰو َاﷲ ُﺳ َﻋَﻠﱠﻢﻠَﻴ َْ ﻪِﻧـَﻬ َ ﻰ ﻋَﻦ ْ اﻟﻨﱠﺠ ْ ﺶ
: “Meriwayatkan Yahya bin Yahya berkata pernah kubaca dari kitab Imam Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar berkata “Bahwasanya rasulullah melarang jual beli najasy” (HR. Muslim)
d. Transaksi tadlis Perdagangan tadlis adalah perdagangan dengan penipuan. Jika dalam garar baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui kualifikasi barang (unknown to both parties), maka dalam tadlis hanya satu pihak yang tidak mengetahuinya (unknown to one parties), pembeli atau penjual. Al-Quran dengan tegas melarang transaksi yang mengandung unsur penipuan. Firman Allah Swt :
… 67
Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-Hajja>j al-Qusyairi an-Naisaburi, S{ahih …., h. 5
54
68 … Artinya
: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikul beban kepada seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. 69
Transaksi tadlis ada beberapa bentuk. Pertama, tadlis dalam kuantitas. Penipuan seperti ini bisa dilakukan dengan mengurangi jumlah barang atau timbangan. Misalnya, menjual pakaian jadi dalam satu kontainer. Karena jumlah yang cukup banyak, maka tidak sempat lagi untuk menghitungnya. Dalam kondisi ini, penjual mengurangi jumlah pakaian tersebut. Sehingga satu kontainer tak terisi pakain jadi dengan jumlah semestinya. Firman Allah :
70 Artinya
: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa
68
Q.S. Al-An’am [6] : 152 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Depag RI, 2005, h..294
69
70
Q.S. Al-Mutaffifin [83] : 1 – 5
55
Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar”. 71 Kedua, tadlis dalam kualitas. Penipuan seperti ini seperti halnya menyembunyikan cacat barang atau kualitas buruk yang tidak sesuai dengan kesepakatan penjual dan pembeli. Sabda Nabi SAW : "Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah melalui sesuatu (tumpukan) makanan yang oleh pemiliknya dipujinya. Kemudian Nabi meletakkan tangannya pada makanan tersebut, ternyata makanan tersebut sangat jelek. Lantas Nabi bersabda. Juallah makanan ini menurut harga yang pantas, sebab barang siapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami. " (HR Ahmad) Ketiga, tadlis dalam harga. Tadlis dalam harga ini adalah memasang tarif yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar. Contohnya adalah ada seorang pendatang tiba di sebuah kota. Ia membutuhkan angkutan yang cepat untuk sampai ke tujuan. Kemudian, ia menyewa taksi yang tarif pasarnya sama sekali tidak diketahuinya. Sopir taksi mengetahui atau orang tersebut tidak mengetahui harga pasar, maka dinaikkanlah berlipat-lipat tarif taksi tersebut. praktik inilah yang disebut dengan tadlis dalam harga. Atau sering disebut dengan gaban. e. ih}tikar Ih}tikar adalah menimbun barang untuk menaikan harga. Praktik menimbun barang dagangan sering dijumpai. Dalam praktik ini, seseorang, membeli barang yang masih murah dengan harga tertentu dan disimpan untuk dijual kembali ketika harga sudah melambung.
71
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Depag RI, 2005, h..1351
56
Praktik demikian dilarang secara tegas dalam Islam, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
َ اﷲِ ُ ﻮﺻَْلَﻠﱠﻰ اﷲ ُ ﻋَ ﻠَﻴ ْ ﻪِ و ﻤ َ ﺮٍ اﺑ ْ ﻦِ ﻋَ ﺒ ْﺪِ اﷲ ِ ر َﺿِ ﻲ َ اﷲ ُ ﻋَ ﻨْﻪ ُ اَنﱠ ر َ ﺳ ﺮ"ُ إِﻻﱠ ﺧ َ ﺎﻃِ ﺊ ٌ " )رواﻩ اﲪﺪ و اﺑﻦ ﺣﺎﻛﻢ و اﺑﻦ اﺑﻮ ﺷﻴﺒﺔ و:ِﺘَﻜ َﺳ َ ﻠﱠﻢﻻََ ﳛَْﻗَﺎل 72
Artinya
.(اﺑﻦ ﺑﺰار
: “Dari ma’mar bin Abdullah r.a. bahwasanya Rasulullah bersabda : Janganlah menimbun, kecuali orang tersebut adalah salah” (HR Ahmad, Hakim, Ibnu Abu Syaibah, dan Bazzar).
f. Monopolistic rent Seperti dijelaskan di muka, bahwa sebenarnya monopoli dalam arti hanya ada satu penjual tidak dilarang oleh Islam selama tidak mengeruk keuntungan di atas normal. Yang terlarang adalah monopoli yang mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi, atau istilah ekonominya adalah monopoly's rent seeking. Atau dalam bahasa fiqihnya adalah ih}tikar. Riba dan monopoli seperti itu adalah penopang kapitalisme yang rakus dan otoriter. Semakin besar dosa seseorang jika monopoli dilakukan dengan persekongkolan. Rasulullah melarang praktik monopoli ini. g. Banyak bersumpah untuk meyakinkan pembeli
72
Al-Hafi>z Ibnu Al-H{ajja>j Al-‘Asqalani, Bulu>gul Mara>m, Indonesia : Dar Al-Kutub Islamiyah, t.th, h. 149.
57
Untuk meyakinkan pembeli seringkali seorang penjual atau pemasar mengumbar sumpahnya. Demi Allah, Demi Rasul, kualitasnya paling baik, harga paling murah, ini yang terkahir, dan sebagainya adalah kata-kata manis yang dilontarkan oleh penjual untuk meyakinkan pembeli. Padahal sumpah-sumpah seperti itu kerapkali layaknya pepesan kosong yang tak terbukti. Rasulullah SAW dengan tegas melarang banyak bersumpah. Sabda Nabi :
: ﻗﺎل رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ: "ﺣﺪﺛﻨﺎ ﺳﻠﻤﺎ ﻋﻦ اﰉ ﻋﺮﻳﺮة ﻗﺎل ." ِﳑَْ َﻘَﺔٌﻟِ ﻠْﺴﻜَ ْﺐ ﻒ ُﻣ َﻨـْﻔَﻘَﺔٌﻟِﻠﺴﱢﻌﻠَْﺔِ ﺤ ْاﳊْ َ ﻠ
73
Artinya
: “Jauhilah banyak sumpah dalam jual beli, karena sesungguhnya hal itu melariskan (dagangan), tetapi menghapuskan (keberkahan). " (HR Muslim)
h. Mengingkari janji Dalam dunia bisnis biasanya tidak lepas dari sebuah perjanjian, kontrak atau akad, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Perjanjian, kontrak atau akad ini adalah sesuatu yang harus dipenuhi dan tidak boleh diingkari. Pengingkaran terhadap sebuah perjanjian, kontrak atau akad adalah bentuk pengkhianatan. Bisa disebut pula sebagai cara bathil dalam berbisnis. Allah dengan tegas melarang pengingkaran perjanjian, kontrak, dan akad ini. i.
73
Mempermainkan harga
Al-Imam Abul Husain Muslim bin Al-H{ajja>j al-Qusyairi an-Naisaburi, S{ahih …., h. 7
58
Persaingan dan kompetisi adalah hal yang wajar dengan catatan dilakukan secara fair. Islam telah memberi tuntunan bagaimana bersaing secara fair. Salah satunya adalah dalam persoalan penentuan harga. Islam dengan tegas melarang seseorang menawar barang yang sedang ditawar oleh sesamanya. Nabi Saw. bersabda:
ﺣﺪﺛﻨﺎ اﺑﻮ اﻟﻴﻤﺎن اﺧﱪﻧﺎ ﺷﻌﻴﺐ ﻗﺎل ﻗﺎل ﻧﺎﻓﻊ ﻗﺎل ﻋﺒﺪ اﷲ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ رﺿﻲ اﷲ ﻻَـ ﻴَﻊْ َﺑـ َﻌ ْﻀُﻢﻜُْ ﻋَ ﻠَ ﻰ ﺑ: ﻋﻨﻬﻤﺎ ﲰﻌﺖ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮل 74
j.
( )رواﻩ اﲪﺪ.ﺔِـ َﻌ ْ ﺾ ﺐ ُﺑـ َﻌ ْﻀُﻢﻜُْ ﻋَ ﻠﻰَ ﺧِ ﺒ َﻄْ ﺑ ُﺾِ َ ﻻَﳜَْﻄ ﺑـ ﻴَ ْ ﺑـﻊِ َﻌ ْ و
Artinya : “Telah menceritakan kepada Abul Yamin telah mengabarkan kepada kami Syu’aib dia berkata saya mendengar Rasulullah SAW bersabda jangan di antara kalian melakukan jual beli yang masih dalam proses jual beli kawannya, jangan pula kalian meminang yang masih dalam proses pinangan saudaranya. (HR. Ahmad ) Menjual barang haram / subhat Jual beli yang sesuai syariah akan batal jika barang yang diperjualbelikan diketahui sebagai barang haram, misalnya hasil curian, barang yang memabukkan dan lain sebagainya yang dilarang dalam Islam baik dalam membuat, mendapatkan maupun jalan transaksinya. Misalnya Khamat, yang diterangkan dalam Hadits Nabi SAW :
ﺎرِﺑـ َ ﻬ َ ﺎ و َ آﻛِﻞ َ ﲦََﻨِﻬ َ ﺎ ﺎﺋِﻌ َﺷَﻬ َ ﺎ َ ﺎﻋَﻬ َﺑ َﺎ و َ ﺘَﺼِﻣﺮُ َﺒ ْﻫ َﺘَ ﺎ و َ َﻤ ْ ﺮ َ و َ ﻋَ ﺎﺻِ ﺮ َ ﻫ َ ﺎ و َ ﻣ ُ ﻌ ْ و ( )رواﻩ ﺗﺮﻣﺬي.و َﺣ َ وﺎﻣَِ ﻠاﺔُﻟَﻬْﻤَإَِﻟﺎَﻴ ْﺤ ْﻪِﻤ ُو َﻮﻟَﺳ َ ﺎﻗِ ﻴـ َ ﻬ َ ﺎ Artinya : Sesungguhnya Allah melaknat khamr, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, peminum, 74
Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al Marwazi Al Bagdadi, Al-Musnad, Dar AlKutub Islamiyah, t.th, h. 349.
59
pemakan hasil penjualannya, pembawanya, orang yang minta dibawakan serta penuangnya. (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
k. Mematikan pedagang kecil. Kesejahteraan umat secara keseluruhan adalah tipikal agama Islam sebagai Rahmatan Iil ‘Alamin. Dalam konteks muamalah pun alQur’an tegas menginformasikan :
… 75 … Artinya : “Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah…”.76 Dari ayat (kai la> yaku>na du>latan bainal agniya>’i minkum) adalah merupakan suatu kebijakan dikeluarkan demi kepentingan publik yang lebih terutama bagi setiap pedagang yang tidak memiliki modal yang lebih besar maupun orang-orang yang berimbas pada permainan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang bermodal besar.77 Dari ayat tersebut bisa disimpulkan bahwa pemerataan kesejahteraan adalah sesuatu yang harus dilakukan dan dipelihara. Oleh karena itu bisnis besar tidak seharusnya mematikan bisnis kecil. 75
Q.S. Al-Hasy [59] : 7
76
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Depag RI, 2005, h. 1219
77
Dwi Suwiknyo, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, h. 95.
60
Rasulullah mengajarkan agar memelihara keseimbangan bisnis orang kota (konglomerat) dan bisnis orang desa (pedagang kecil dan kaki lima). 78 12. Pedagang Ideal Dalam Islam Sejarah Islam berawal dari diturunnya hamba Allah bernama Muhammad SAW, yang dipilih menjadi Rasul terakhir untuk membimbing umat ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Sosok nabi Muhammad adalah seorang marketer ideal dalam Islam. Berikut ini beberapa karakteristik marketer Islam yang ideal sebagaimana dijelaskan dalam Muhammad Firdaus, dkk bentuk ideal seorang marketer Islam : a. Seorang pedagang Islam dalam usaha dagang seorang memiliki prinsip : 1) Bertanggung jawab 2) Mandiri 3) Kreatif 4) Memberikan service terbaik 5) Berkompetisi dengan sportif 6) Mengutamakan tolong menolong 7) Menentukan harga yang adil 8) Profesional 9) Itqan (sempurna/optimal) b. Seorang pedagang Islam dalam memasarkan barang memiliki : 1) Jujur dan dapat dipercaya 2) Sabar 3) Rendah hati / bertutur lembut 4) Adil terhadap semua pelanggan 5) Bersungguh-sungguh 6) Husnu Z{an 7) Senang memberi hadiah / diskon.79
78
Muhammad Aziz Hakim dkk, Dasar … h. h. 37-47.
79
TIM, Dasar dan Strategi…, h. 31.
61
13. Suku Banjar Kalimantan Selatan dihuni oleh sekelompok masyarakat yang menyebutkan dirinya warga suku (urang) Banjar. Bila berbalik pada masa sebelum penjajahan masyarakat di Kalimantan (Borneo) khususnya masyarakat Kalimantan Selatan berpenghuni masyarakat penduduk asli yaitu suku Dayak. Sebab diduga bahwa suku Banjar, dibandingkan dengan suku bangsa Dayak memiliki perbedaan dialek yang cukup jauh, dan jika diperhatikan bahasa yang mereka kembangkan yaitu bahasa Banjar yang dapat dianggap sebagai salah satu dialek dari bahasa Melayu yang biasanya dikembangkan oleh suku
yang mendiami Pulau Sumatera tanah
Semenanjung Melayu (Malaysia Barat).80 Seiring dengan perkembangan waktu, masyarakat Banjar pada masa penjajahan Hindia Belanda telah diakui menjadi masyarakat suku asli di Kalimantan Selatan.
Nama Banjar diperoleh kekuasaan berada di
Banjarmasin yang bersesuaian dengan kerajaan pada masa itu yaitu kesultanan Banjarmasin atau disingkat Banjar sampai tahun 1859 (saat kesultanan dihapuskan).81
80 Alfani Daud, Islam & Masyarakat Banjar (Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Masyarakat Banjar), Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997, h. 1-3. 81
Ibid. h. 4
62
C. Kerangka Berpikir Bisnis adalah suatu usaha produktif yang dilaksanakan oleh organisasi atau individu baik berupa barang ataupun jasa yang dapat diambil manfaat oleh konsumen dengan memberikan profit atas usaha atau jasa yang diberikan. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rejeki dan penghidupan. Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Masyarakat suku Banjar merupakan masyarakat yang banyak berprofesi sebagai pedagang dibanding suku lain di Kalimantan Tengah. Sejalan hal ini, muncul keresahan masyarakat terhadap praktik perdagangan di kalangan umat muslim. Masyarakat berasumsi para pedagang muslim secara global lebih mementingkan keuntungan materi semata dengan mengenyampingkan aspekaspek nilai syar’i yang seharusnya dilakukan. Lalu bagaimana pedagang Etnis Banjar memandang etika dalam berdagang, dan realisasi etika bisnis yang dilakukan masyarakat Banjar dalam hal menetapkan harga, memasarkan barang dan memuaskan konsumen. Lebih jelas penulis membuat skematis kerangka berpikir berikut ini : ETIKA BISNIS ISLAM MASYARAKAT SUKU BANJAR
PENETAPAN HARGA
PEMASARAN BARANG
PELAYANAN KONSUMEN
63