6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Suadinmath (http://suaidinmath.wordpress.com/2013/09/03/) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intra mata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik akan memperoleh pengetahuan dan ketrampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik. Sungkono
(http://pembelajaran-sd.blogspot.com/2013/02/)
menyatakan
bahwa Pembelajaran tematik dapat diartikan suatu kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan. Siswa tidak lagi belajar IPA, Bahasa Indonesia, Matematika, atau mata pelajaran lainnya akan tetapi, siswa belajar tema yang didalam tema itu sudah mencakup seluruh mata pelajaran dan kompetensinya. Uukurniawati (http://uukurniawati.wordpress.com/2013/05/17/) menyatakan bahwa pembelajaran tematik merupakan pendekatan pembelajaran yang menunjukan kaitan unsure-unsur konseptual baik didalam maupun antar mata pelajaran, untuk memberi peluang bagi terjadinya pembelajaran yang efektif dan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi anak. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Jadi, pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan materi baik di dalam maupun antar mata pelajaran dalam satu tema/topik pembahasan untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa. Pembelajaran pada jenjang sekolah dasar dan menengah
menggunakan
kurikulum 2013 dengan pembelajaran tematik. Pembelajaran tematik untuk
7
SD/MI masing-masing kelas disediakan banyak tema. Tema-tema pada pembelajaran integrative kurikulum 2013 berkaitan dengan alam dan kehidupan manusia. Keduanya memberi makna yang substansial terhadap mata pelajaran PPKn, Bahasa Indonesia, Seni Budaya dan Prakarya, serta Penjaskes pada kelas I sampai kelas VI. Pendapat ini dipertegas oleh pendapat Wardani Naniek Sulistya (SNPP: 514) dalam pembelajaran tematik, proses pembelajaran berfokus pada tema tertentu. Tema tersebut didesain dengan mengintegrasikan materi pembelajaran dari beberapa mata pelajaran, sehingga pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik lebih kongkrit. Hal ini menjadikan pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik. Menurut Permendikbud nomor 67 tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi inti kelompok 4). Kompetensi Dasar dirumuskan untuk mencapai Kompetensi Inti. Rumusan kompetensi dasar dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan pengelompokkan kompetensi inti. Kelompok 1 merupakan kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1, kelompok 2 merupakan kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2, kelompok 3 merupakan kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3, dan kelompok 4
8
merupakan kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4. Indikator pencapaian tujuan pembelajaran secara terstandar dalam kurikulum 2013 diberikan melalui KI dan KD, yang sekaligus memberikan ruang lingkup pembelajarannya, yang secara rinci disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Tema “Aku dan Cita-Citaku” Kelas IV Semester 2 Tahun 2013/2014 Kompetensi Inti 3. Memahami faktual
pengetahuan Bahasa Indonesia dengan
mengamati melihat,
Kompetensi Dasar
cara 3.3 Menggali informasi dari teks wawancara
[mendengar,
membaca]
tentang jenis-jenis usaha dan pekerjaan serta
dan
kegiatan ekonomi dan koperasi dengan
menanya berdasarkan rasa
bantuan guru dan teman dalam bahasa
ingin tahu tentang dirinya,
Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan
makhluk ciptaan Tuhan dan
memilah kosakata baku.
kegiatannya, dan benda- IPS benda yang dijumpainya di 3.1 Mengenal karya dua dan tiga dimensi rumah, sekolah, dan tempat bermain
berdasarkan pengamatan. 3.4 Memahami
kehidupan
manusia
dalam
kelembagaan sosial, ekonomi, pendidikan, dan budaya di masyarakat sekitar. IPA 3.7 Mendeskripsikan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat. SBdP 3.4 Mengetahui
berbagai
alur,
pengolahan media karya kreatif.
cara,
dan
9
Matematika 3.15 Mengenal sifat dari garis parallel PPKn 3.2 Memahami hak dan kewajiban sebagai warga dalam kehidupan sehari-hari di rumah, sekolah dan masyarakat. 4. Menyajikan
pengetahuan
Bahasa Indonesia
faktual dalam bahasa yang 4.3 Mengolah dan menyajikan teks wawancara jelas, sistematis, dan logis,
tentang jenis-jenis usaha dan pekerjaan serta
dalam karya yang estetis,
kegiatan ekonomi dan koperasi secara
dalam
mandiri dalam bahasa Indonesia lisan dan
gerakan
yang
mencerminkan anak sehat,
tulis dengan memilih dan memilah kosa kata
dan dalam tindakan yang
baku.
mencerminkan anak
beriman
peri-laku IPS dan 4.1 Menggambar alam berdasarkan keindahan
berakhlak mulia.
alam. 4.4 Mendiskripsikan kehidupan manusia dalam kelembagaan sosial, pendidikan, ekonomi, dan budaya di masyarakat seitar. IPA 4.7 Menyajikan laporan tentang sumber daya alam dan pemanfaatannya oleh masyarakat. SBdP 4.2 Membuat karya seni kolase dengan berbagai bahan. PPKn 4.2 Melaksanakan kewajiban sebagai warga di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat.
Suadinmath (http://suaidinmath.wordpress.com/2013/09/03/) menyatakan bahwa pembelajaran tematik dikembangkan selain untuk mencapai tujuan
10
pembalajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat: (1) Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna. (2) Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan memanfaatkan informasi. (3) Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan. (4) Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain. (5) Meningkatkan minat dalam belajar. (6) Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 Tentang Standar proses pendidikan dasar dan Menengah menyatakan bahwa sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Dalam proses pembelajaran ini tidak hanya ranah kognitif siswa yang akan dinilai namun sikap dan keterampilan siswa juga perlu dinilai. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki proses psikologis yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan proses psikologis turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Objek dalam penilaian pembelajaran tematik mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan pencapaian kompetensikompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu
11
saling berkaitan satu dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
2.1.2 Hasil Belajar Dalam setiap pembelajaran, guru tidak hanya mentransfer materi kepada peserta didik, namun juga harus ada hasil belajar dari setiap pembelajaran yang dilakukan. Menurut Wardani Nanik Sulistya hasil belajar adalah besarnya skor yang diperoleh melalui pengukuran pada saat proses belajar (non tes) dan pengukuran pada hasil belajar (tes). Pengukuran proses belajar dapat dilakukan ketika proses pemebelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran dan pengukuran hasil dapat diperoleh dari tes yang dilakuakan. Menurut Darmansyah (2006:13) hasil belajar adalah hasil penilaian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Selanjutnya Sudjana (2004:22) mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Abdurrahman dalam Jihad dan Haris (2013:14) hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar yang diperoleh peserta didik sebagai hasil dari proses belajar yang dilakukan oleh peserta didik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan besarnya skor yang diperoleh siswa melalui pengukuran pada saat proses belajar dan pada hasil belajar sebagai hasil dari proses belajar. Pengukuran proses dapat diperoleh dari unjuk kerja siswa. Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:73) unjuk kerja adalah suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu berupa tingkah laku atau interaksi dalam pembelajaran. Sedangkan pengukuran hasil belajar dapat diproleh melalui tes. Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria keberhasilan pembelajaran. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Proses mengukur dengan menggunakan alat ukur yang sama ini dinamakan pengukuran.
12
Menurut Mardapi (2008:2) pengukuran merupakan kegiatan penentuan angka bagi suatu objek secara sistematik. Penentuan angka ini merupakan usaha untuk menggambarkan karakteristik suatu objek. Menurut Wardani Nanik Sulistya, dkk (2012:47) pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa atau benda. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran perlu menggunakan sebuah alat ukur yang disebut instrumen. Sedangkan menurut Anas Sudijono (2008:4) pengukuran adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu. Mengukur hakekatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Menurut Uno (2008:93) mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan ukuran tertentu dan bersifat kuantitatif. Peristiwa mengukur objek yang sama, akan memberikan hasil ukur yang sama pula. Misalnya pengukuran panjang, berat suatu benda, dan lainlain. Jadi, pengukuran adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu objek atau peristiwa dengan kriteria tertentu. Berdasarkan penjabaran pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakan alat penilaian hasil belajar. Pengukuran dan penilaian tentu saling berkesinambungan dalam menentukan hasil belajar peserta didik. Hal ini dipertegas dengan pendapat Arikunto dalam Jihad dan Haris (2013:54) menyatakan bahwa untuk dapat melakukan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu, sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti tanpa dilakukan penilaian. Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:50) menyatakan bahwa asesmen atau penialaian adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Informasi ini dapat diperoleh dari data proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Kemudian informasi atau data tersebut diolah untuk dapat menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Menurut Grondlund dalam Jihad dan Haris (2013:54) penilaian sebagai proses sistematik pengumpulan, penganalisaan dan penafsiran informasi untuk
13
menentukan sejauh mana siswa mencapai tujuan. Penilaian dilakukan untuk mengetahui pencapaian keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Menurut Nana Sudjana (2012:3) penilaian merupakan proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu. Sedangkan menurut Warsono dan Hariyanto (2012:264) penilaian mencangkup semua metode yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok. Nilai unjuk kerja ini diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penilaian atau asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik sesuai kriteria tertentu. Menurut Jihad dan Haris (2013:63) diadakannya penialain memiliki tujuan untuk mengidentifikasi kelebihan dan kelemahan atau kesulitan belajar siswa, dan sekaligus memberi umpan balik yang tepat. Penilaian secara sistematis dan berkelanjutan memiliki tujuan unuk: 1)menilai hasil belajar siswa di sekolah; 2)mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat; dan 3)mengetahui mutu pendidikan di sekolah (Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.012/U/2001).
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:56) fungsi penilaian dalam pembelajaran yaitu: a. Penilaian formatif Penilaian formatif yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan. Tujuan dari penilaian formatif adalah untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap pokok bahasan tertentu. b. Penilaian sumatif Penilain sumatif dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur wulan, semester, atau tahun ajaran). Tujuan dari penilaian sumatif adalah untuk melihat prestasi yang dicapai peserta didik selama satu program yang secara lebih khusus hasilnya akan merupakan nilai yang tertulis dalam rapot dan penentuan kenaikan kelas.
14
c. Penilaian diagnosis Penilaian yang dilakukan untuk melihat kelemaham siswa dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyababnya, dilakukan untuk keperluan pemberian bimbingan belajar dan pengajaran remidial, sehingga aspek yang dinilai meliputi kemampuan belajar, aspek-aspek yang melatar belakangi kesulitan belajar yang dialami anak serta berbagai kondisi siswa. d. Penilaian penempatan Penilaian yang ditunjukkan untuk menempatkan siswa sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Misalnya dalam pemilihan jurusan atau menempatkan anak pada kerja kelompok dan pemilihan kegiatan tambahan. e. Penilaian seleksi Penilaian selesksi digunakan untuk memilih orang yang paling tepat untuk menempati kedudukan atau posisi tertentu. Penilaian ini dapat dilakukan kapan saja saat diperlukan.
Mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan beragam teknik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Secara umum dalam penilaian terdapat 2 teknik yaitu teknik tes dan non tes.
1. Teknik tes Menurut Asep dan Haris (2013:67) Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, harus ditanggapi, atau tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang dites. Menurut Wardani Nanik Sulistya (2012:114) tes adalah alat ukur indicator atau kompetensi tertentu untuk pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya relative ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang relatif sama. Sedangkan menurut Nana Sudjana (2012:35) tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam betuk tulisan (tes tertulis), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).
15
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu alat penilaian yang digunakan untuk mengukur indikator atau kompetensi tertentu untuk memberikan angka yang jelas sehingga hasilnya relative ajeg bila dilakukan dalam kondisi yang sama. Berikut ini adalah teknis tes menurut Jihad dan Haris (2013:68): 1) Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan a. Tes tertulis Tes atau soal yang harus dikerjakan siswa secara tertulis. b. Tes lisan Tes berupa sekumpulan soal atau tugas pertanyaan yang diberikan pada siswa dan dilaksanakan dengan tanya jawab. c. Tes perbuatan Tugas yang pada umumnya berupa kegiatan praktek atu kegiatan yang mengukur keterampilan 2) Jenis tes berdasakan bentuk jawabannya a. Tes objektif Tes objektif meliputi soal tes pilihan ganda, isian, benar salah, menjodohkan, serta jawaban singkat. b. Tes uraian Tes uraian meliputi uraian terbatas dan uraian bebas.
2. Teknik non tes Menurut Jihad dan Haris (2013:69) teknik non tes merupakan prosedur yang dilalui untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik minat, sifat, dan kepribadian. Menurut Endang Poerwanti (2008) macam-macam teknik non tes adalah sebagai berikut: a. Observasi Observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu observasi formal dan informal. Observasi formal adalah observasi menggunakan instrument yang dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik.
Sedangkan
observasi
menggunakan instrument.
informal
dilakukan
pendidik
tanpa
16
b. Wawancara Cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik. c. Angket Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa angket sikap. d. Analisa Sampel Kerja Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain-lain. e. Analisa tugas Dipergunakan untuk menentukan komponen utama tugas dan menyusun skill dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skill yang diperlukan. f. Checklist dan Rating Scale Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif atau kualitatif , tergantung format yang digunakan. g. Portofolio Kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentuyang diorganisasi untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. h. Presentasi Peserta didik menyajikan karyanya. i. Proyek Individu Kelompok Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu maupun kelompok.
17
Menurut Jihad dan Haris (2013:75) ketercapaian tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar dapat dilihat apabila ada pengukuran. Mengukur hasil belajar siswa dapat menggunakan alat ukur penilaian yang berupa instrument penilaian. Bentuk instrument dapat disesuaikan dengan tujuan penilaian, jumlah peserta, waktu yang tersedia untuk memeriksa, cakupan materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan. Apabila pengukuran menggunkan tes dapat menggunakan instrument yang berbentuk butur-butir soal, dan instrumen dapat berupa lembar pengamatan atau observasi apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau observasi. Instrument yang digunakan mengukur hasil belajar peserta didik haruslah valid dan reliable, artinya instrument tes yang digunakan harus benar-benar mampu untuk menilai apa yang harus dinilai dan tes tersebut menunjukkan ketelitian dalam pengukuran. Hasil dari pencapain tes dipergunakan sebagai dasar penskoran atau evaluasi. Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes pekerjaan siswa. Menentukan keberhasilan siswa dalam sistem penilaian dilakukan penskoran dan penentuan standar keberhasilan belajar. Penskoran menurut Ngalim Purwanto (1986:92) adalah suatu proses pengubahan jawabanjawaban tes menjadi angka-angka. Angka-angka hasil penskoran diubah menjadi nilai-nilai melalui proses pengolahan yang telah ditetapkan. Menurut Jihad dan Haris (2013:86) sistem penilaian perlu memperhatikan keterkaitan dengan tiga ranah yang ada yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga teknik penskoran untuk ketiga ranah tersebut harus dibedakan. Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012) mengartikan bahwa evaluasi merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM atau batas keberhasilan atau patokan nilai yang telah ditentukan. Acuan atau patokan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dapat berupa Penilaian Acuan Norma (PAN). PAN merupakan cara penilaian yang mengacu kepada rata-rata kelompok atau rata-rata
18
kelas. Kriteria ini ditentukan setelah tes dilaksanakan dan standar kelulusan didasarkan pada keadaan kelompok atau kelas. Sedangkan kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat baku disebut dengan Penilaian Acuan Patokan (PAP). Evaluasi dalam pembelajaran ada dua yakni evaluasi proses belajar dan evaluasi hasil belajar. Evaluasi proses belajar menurut Wardani Naniek Sulistya dan Slameto (2012:18) adalah evaluasi atau penilaian yang dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan evaluasi hasil belajar adalah evaluasi yang dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Model pembelajaran tipe STAD yang dikembangkan oleh Robert Slavin ini merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi antara peserta didik untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestai yang maksimal (Isjoni, 2009:51 dalam Tukiran, dkk. 2011:64). Model pembelajaran STAD menurut Miftahul Huda (2012:201) merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang di dalamnya beberapa kelompok kecil siswa dengan level kemampuan akademik yang berbeda-beda saling bekerja sama untuk menyelesaikan tujuan pembelajaran. Sedangkan Menurut Warsono dan Hariyanto (2013:197) STAD merupakan aktivitas yang dapat mendorong siswa untuk terbiasa bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan suatu masalah, tetapi pada akhirnya bertanggung jawab secara mandiri. Fokus dari pembelajaran STAD adalah keberhasilan individu berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok begitu pula keberhasilan kelompok juga berpengaruh terhadap keberhasilan individu peserta didik dalam kelompok. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran STAD merupakan model pembelajaran yang terdiri dari beberapa kelompok kecil siswa dengan kemampuan akademik yang berbeda dan saling bekerja sama untuk mencapai tujuan
19
pembelajaran namun pada akhirnya bertanggung jawab secara mandiri pada materi yang dipelajari. Model pembelajaran STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Di samping itu, metode ini juga sangat mudah diadaptasi-telah digunakan dalam matematika, sains, ilmu pengetahuan social, bahasa inggis, teknik, dan banyak sujek lainnya, dan pada tingkat sekolah menengah sampai perguruan tinggi (Sharan, 2009:5 dalam Tukiran, dkk 2011:64). Dalam pembelajaran menggunakan model STAD siswa dikelompokkan secara beragam berdasarkan kemampuan, gender, ras, dan etnis. Pertama-tama, siswa mempelajari materi bersama dengan teman-teman satu kelompoknya, kemudian mereka diuji secara individual melalui kuis-kuis. Perolehan nilai kuis setiap anggota menentukan skor yang diperoleh oleh kelompok mereka. Jadi, setiap anggota harus berusaha memperoleh nilai maksimal dalam kuis jika kelompok mereka ingin mendapat skor yang tinggi. Menurut Agus Suprijono (2012:133) menjelaskan bahwa langkah-langkah pembelajaran STAD adalah sebagai berikut: 1. Membetuk kelompok yang anggotanya 4-5 siswa secara heterogen (campuan menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain). 2. Guru menyajikan pelajaran. 3. Guru memberikan tugas/lembar kerja kepada tiap anggota kelompok. Siswa berdiskusi untuk menyelesaikan tugas. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelopok itu mengerti. 4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada semua siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. 5.
Guru memberi evaluasi.
6.
Kesimpulan. Menurut Miftahul Huda (2013:201) langkah-langkah pembelajaran STAD
sebagai berikut:
20
1. Siswa dibentuk dalam kelompok heterogen masing-masing terdiri dari 4-5 anggota (campuran berdasarkan nilai awal yang didapat) 2. Guru mnyajikan materi atau memberi pengajaran pada siswa 3. Guru membagikan lembar kerja pada tiap anggota kelompok 4. Siswa melakukan kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru sesuai materi ajar yang disampaikan guru 5. Diadakan tes individu yaitu siswa mengerjakan kuis untuk mengecek pemahaman siswa setelah melaksanakan diskusi 6. Rekognisi atau pemberian penghargaan pada tim yang mendapat hasil belajar yang baik Menurut Warsono dan Hariyanto (2013:197) langkah-langkah pembelajaran STAD sebagai berikut; 1. Guru membentuk kelompok heterogen yang isinya sekitar 4-6 siswa. (campuran siswa yang cepat belajar, lambat belajar, rata-rata, ada siswa lakilaki da nada siswa perempuan, dari berbagai suku dan ras). 2. Guru melakukan penyajian pembelajaran atau menjelaskan materi pembelajaran. 3. Guru memberi tugas pada kelompok. 4. Guru membolehkan siswa yang cpat belajar untuk mengajari siswa yang lambat belajar sampai akhirnya semua siswa dapat memahami materi pembelajaran. 5. Guru memberi kuis atau soal. Ketika mengerjakan kuis, siswa tidak boleh saling membantu. 6. Guru melakukan evaluasi dan refleksi. Jadi langkah pembelajaran menggunakan STAD dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa 2. Siswa menyimak pembelajaran guru 3. Siswa menerima tugas dari guru 4. Siswa mengerjakan tugas 5. Siswa belajar bersama
21
6. Siswa mengerjakan kuis secara individual 7. Memberi penghargaan pada tim yang berprestasi 8. Refleksi
Menurut Roestiyah (2001:17), Model pembelajaran STAD memiliki kelebihan dan kekurangan. Keuntungan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah memudahkan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk lebih aktif. Dalam kegiatan kerja kelompok dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah dan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah yang dihadapi. Dengan adanya interaksi saat berkelompok dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi siswa. Selain itu siswa juga dapat mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan menghargai pendapat orang lain. Keuntungan bagi guru adalah dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu dan kebutuhan belajarnya. Selain kelebihan tersebut juga ada kelemahan menggunakan model STAD. Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah kerja kelompok hanya melibatkan mereka yang mampu memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajar berbeda.
2.1.4 Pendekatan Scientific Pembelajaran
merupakan
suatus
proses.
Dalam
kurikulum
2013
mengamanatkan esensi pendekatan pembelajaran secara ilmiah. Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan dari pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006. KTSP yang diterapkan sejak tahun 2006 dikembangkan menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
22
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, dan peradaban dunia. Menurut Permendikbud nomor 67 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiayah memaparkan bahwa pengembangan kurikulum 2013 didasarkan pada faktor; tantang internal (kondisi pendidikan dan perkembangan penduduk Indonesia), tantangan eksternal (terkait arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional), penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola kurikulum, dan penguatan materi. Proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk jenjang pendidikan dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah/scientific. Dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah memuat pendekatan scientific, yang meliputi: memahami, menanya, menalar, mencoba, dan membuat jejaring. Pendekatan ilmiah diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pelatihan pendampingan kurikulum 2013 tentang pendekatan scientific menyebutkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan scientific merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapantahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan scientific menyentuh tiga ranah kompetensi, yaitu: sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ketiga ranah kompetensi
tersebut
memiliki
proses
psikologis
yang berbeda.
Dalam
Permendikbud nomor 65 tahun 2013 menjelaskan bahwa kompetensi sikap menggampit materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa” diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan.
23
Kompetensi Pengetahuan menggampit materi ajar agar peserta didik “tahu apa” diperoleh melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Kompetensi Keterampilan menggampit materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana” diperoleh melalui aktivitas mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta. Dalam Kurikulum 2013 diamanatkan tentang apa sebenarnya esensi dari pendekatan scientific pada kegiatan pembelajaran. Ada sebuah keyakinan bahwa pendekatan scientific merupakan sebentuk titian emas perkembangan dan pengembangan sikap (ranah kognitif), keterampilan (ranah psikomotor), dan pengetahuan (ranah kognitif) siswa. Hasil belajar menggunakan pendekatan scientific diharapkan dapat melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Dalam pelatihan pendampingan kurikulum 2013 tentang pendekatan scientific menyebutkan bahwa penerapan pembelajaran dengan pendekatan scientific memiliki tujuan diantaranya adalah untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, menciptakan kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan, memperoleh hasil belajar yang tinggi, melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah, mengembangkan karakter siswa. Menurut
Klaster
Timur
(http://klastertimur.blogspot.com/2013/10/l)
menyebutkan langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan scientific dalam kurikulum 2013 adalah sebagai berikut: a. Mengamati b. Menanya c. Mengumpulkan informasi d. Mengolah informasi/menalar e. Menarik kesimpulan f. Mengkomunikasikan
24
Dalam Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah memuat pendekatan scientific, yang meliputi: a. Memahami b. Menanya c. Menalar d. Mencoba e. Membuat Jejaring
Jadi dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pendekatan scientific adalah sebagai berikut: a. Mengamati b. Menanya c. Mengumpulkan informasi d. Menalar atau mengolah informasi e. Menyoba f. Menarik kesimpulan g. Mengkomunikasikan atau menyajikan informasi
2.2 Penelitian yang relevan Beberapa penelitian tedahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah: Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Sumiyati (2012) dengan judul Penelitian
“Upaya
Meningkatkan
Hasil
Belajar
Matematika
Tentang
Menjumlahkan Dan Mengurangkan Berbagai Bentuk Pecahan Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Siswa Kelas V SDN Timbang 01 Kec, Banyuputih Kab. Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika dari siswa yang berjumlah 17 anak setelah menggunakan model STAD. Pada tahap pra siklus sebanyak 9 siswa atau 52,94% mendapat nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika dengan KKM 60, sedangkan 8 siswa atau 47,06% mendapat nilai <65 dan dinyatakan belum tuntas dalam pembelajaran matematika. Pada siklus I hasil belajar siswa menunjukkan sebanyak 11 siswa atau 64,71%
25
mendapat nilai ≥65 dinyatakan sudah tuntas, sebanyak 6 siswa atau 35,29% mendapat nilai <65 dinyatakan belum tuntas dalam pencapaian KKM matematika. Dari tahap pra siklus hingga siklus 1 terjadi peningkatan ketuntasan KKM dari 9 siswa yang tuntas menjadi 11 siswa tuntas pada siklus 1, dari sebanyak 8 siswa yang belum tuntas pada tahap pra siklus berkurang menjadi 6 siswa pada siklus 1. Pada siklus II terjadi peningkatan hasil belajar siswa yaitu 23,53%, sebanyak 15 siswa atau 88,24% mencapai nilai ≥65 dan dinyatakan tuntas dalam pembelajaran matematika, sebanyak 2 siswa atau 11,76% dari jumlah seluruh siswa dinyatakan belum tuntas KKM matematika karena belum mencapai nilai 65. Ketuntasan meningkat dari siklus 1 sebanyak 11 siswa yang tuntas menjadi 15 siswa tuntas pada siklus kedua. Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini adalah ketercapaian ketuntasan belajar siswa yang selalu mengalami peningkatan. Kelemahan dari penelitian ini yaitu tidak dijelaskan mengenai pendekatan scientific dalam pembelajaran. Oleh karena1 itu dalam penelitian selanjutnya akn dijelaskan mengenai pendekatan scientific. Penelitian yang dilakukan oleh Puji Yatmoko (2012) dengan judul penelitian “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team-Achievement Division) Pada Pokok Bahasan Pecahan Untuk Siswa Kelas V SDN Banyubiru 05 Tahun Pelajaran 2011/2012”. Pada penelitian ini hasil tes matematika siswa pada pra siklus ada 5 siswa yang mendapat nilai terendah yaitu 30 dengan persentase 16,1% dan nilai tertinggi 100 ada 2 anak atau 6,5%. Rata-rata kelas yang didapat yaitu 56,5 dengan persentase ketuntasan 45,2% sebanyak 14 siswa dengan nilai ≥60 dan sebanyak 17 siswa atau 54,8% belum tuntas dengan nilai <60. Pada siklus I nilai terendah yaitu 30 sebanyak 1 siswa dan nilai tertinggi 100 sebanyak 3 siswa. Nilai rata-rata kelas adalah 63,6 dengan prosentase ketuntasan 64,5% sebanyak 20 siswa dengan nilai ≥60 dan 11 siswa atau 35,5% belum tuntas dengan nilai <60. Sedangkan pada siklus II hasilnya meningkat lagi dengan rata-rata tes matematika adalah 76,1 dengan persentase ketuntasan mencapai 93,5% sebanyak 29 siswa dengan nilai ≥60 dan 2 siswa atau 6,5% belum tuntas dengan nilai <60. Kelebihan dari penelitian ini adalah penjabaran data nilai matematika siswa sudah lengkap.
26
Hasil perolehan nilai dari data pra siklus hingga siklus 3 disajikan dengan lengkap beserta table dan diagramya. Kelemahan dari penelitian ini yaitu tidak dijelaskan secara lengkap langkah-langkah pembelajaran STAD dan dalam penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan scientific. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan lebih lengkap mengenai langkah-langkah pembelajaran menggunakan model STAD dan pendekatan scientific. Penelitian
yang
dilakukan
Akfera
Bekti
Susanti
(2012)
berjudul
“Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Dengan Menerapkan Dienes Games Dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Sifat-Sifat Bangun Ruang Kelas V Semester 2 Di SD Negeri Kutowinangun 2 Tahun Pelajaran 2011/2012” mengemukakan bahwa penelitian dengan memerapkan teori Dienes Games dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktifitas siswa yaitu keterampilan social, minat dan perhatian siswa, serta hasil belajar siswa meningkat.keterampilan siswa meningkat dengan mendapat skor 48,67 dari skor maksimal 64. Minat siswa dalam mengikuti pembelajaran mendapat skor 48 dari skor maksimal 64. Perhatian siswa dengan nilai 48 dari skor maksimal 64. Pada hasil belajar matematika mengalami peningkatan dari rata-rata 69,19 pada tahap pra siklus menjadi 76,13 pada tahap siklus 1. KKM yang ditentukan yaitu 70. Pada tahap pra siklus sebanyak 5 siswa atau 31,25% sudah mencapai KKM 70 sehingga dinyatakan tuntas, sedangkan sebanyak 11 siswa atau 68,75% belum mencapai KKM yang ditentukan dan dinyatakan belum tuntas. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa dalam tahap pra siklus yaitu 85 dan nilai terendah yaitu 54. Pada siklus 1 terjadi kenaikan hasil belajar siswa, nilai tertinggi 92 dan nilai terendah 60. Siswa yang dapat menuntaskan KKM sebanyak 11 siswa atau 68,75 meningkat sebanyak 37,50% dari tahap pra siklus, sedangkan yang belum tuntas ada 5 siswa atau 31,25%. Rata-rata kelas yang diperoleh pada siklus 1 yaitu 76,13. Pada siklus perbaikan yaitu siklus 2 pencapaian ketuntasan KKM matematika mencapai 100%. Semua siswa dari jumlah 16 siswa tuntas KKM dengan nilai tertinggi 100, nilai terendah 85, dan rata-rata yang diperoleh pada siklus 2 yaitu 94,37. Kelebihan dari penelitian ini yaitu dapat meningkatkan aktifitas siswa baik dari segi social, keaktifan dalam belajar, dan hasil belajar.
27
Kelemahan dari penelitian ini yaitu data yang disajikan kurang lengkap pada tiap tahap/siklus penelitian. Dalam penelitian ini belum dijelaskan mengenai pendekatan scientific. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya data pada setiap siklus akan disajikan lebih lengkap baik menggunakan tabel maupun diagram serta dalam penelitian selanjutnya akan dijelaskan lebih lengkap mengenai langkahlangkah pembelajaran menggunakan model STAD dengan pendekatan scientific. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga ketuntasan hasil belajar tematik dapat tercapai.
2.3
Kerangka berpikir Hasil belajar merupakan kemampuan, sikap, dan keterampilan yang
diperoleh siswa setelah melakukan proses belajar yang diberikan oleh guru dan dapat dinyatakan menggunakan angka-angka atau skor melalui pengukuran. Dalam pembelajaran ada 3 aspek yang perlu dinilai secara seimbang yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sementara itu, dalam pembelajaran saat ini belum memperhatikan pengukuran berdasarkan ketiga aspek tersebut secara seimbang dan menyeluruh sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa
28
STAD dengan pendekatan scientific dapat dilakukan pengukuran secara menyeluruh dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa. Kegiatan pembelajaran di SD Negeri Karangduren 03 Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Dalam pembelajaran di kelas guru lebih mendominasi pembelajaran sehingga siswa menjadi kurang kreatif dan kurang termotivasi mengikuti pembelajaran. Apalagi dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika, IPS, IPA, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Kewarganegaraan guru masih menggunakan metode ceramah, memberi contoh-contoh soal kemudian pemberian tugas. Siswa nampak kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini berdampak pula terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang tuntas dengan KKM >90 masih 0%. Berdasarkan hasil belajar siswa tersebut perlu diadakannya perbaikan dalam pembelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran STAD dengan pendekatan scientific dalam pembelajaran mata pelajaran Matematika, IPS, IPA, Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Kewarganegaraan yang akan diajarkan dalam bentuk pembelajaran tematik. STAD ini diterapkan karena dapat meningkatkan hasil belajar dan memacu siswa untuk lebih aktif dan meningkatkan sosialisasi dengan teman dalam kerja kelompok. Pendekatan scientific dapat mengembangkan 3 ranah pembelajaran secara seimbang yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Maka dari itu, guru perlu melakukan perencanaan untuk melakukan pembelajaran menggunakan model STAD dengan pendekatan scientific pada pelajaran tematik kelas 4 agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kesimpulan langkah-langkah pembelajaran menggunakan model STAD dengan pendekatan scientific: 1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa 2. Menyimak/mengamati materi pembelajaran 3. Menerima tugas dari guru 4. Menanya materi tugas 5. Belajar bersama dalam menalar jawaban pertanyaan
29
6. Menyoba 7. Menyimpulkan 8. Mengkomunikasikan 9. Mengerjakan kuis secara individu 10. Memberi penghargaan 11. Refleksi Skema hasil belajar tema “aku dan cita-citaku” melalui model STAD dengan pendekatan scientific disajikan lebih rinci dalam gambar 2.1 berikut ini.
30
Pembelajaran tema “Aku dan Cita-Citaku”
Pembelajaran tema “Aku dan Cita-Citaku “
Model pembelajaran melalui STAD dengan pendekatan scientific
Pembelajaran konvensional Hasil belajar
- 1. Membentuk kelompok 5 siswa 2. Menyimak materi SDA dan jenis-jenis pekerjaan 3. Menerima tugas dari guru
-
4. Membuat daftar pertanyaan sesuai dengan data SDA dan jenis pekerjaan
-
- 5. Belajar bersama dalam menalar jawaban tentang SDA dan jenis-jenis pekerjaan
Unjuk kerja
6. Melakukan wawancara tentang kaitan SDA dan jenis-jenis pekerjaan 7. Menceritakan hasil wawancara tentang kaitan SDA dan jenis-jenis pekerjaan
Skor proses belajar
8. Menggambar sebuah pekerjaan sesuai dengan penjelasan yang ada. 9. Mendeskripsikan gambar yang dibuatnya. Hasil belajar
10. Menyimpulkan tentang pengelompokkan sumber daya alam hayati dan nonhayati kaitannya dengan jenis-jenis pekerjaan 11. Menjelaskan berbagai jenis sumber daya alam yang digunakan dalam melakukan kerja/usaha. 12. Mengerjakan kuis secara individu
Skor Hasil belajar
13. Memberi penghargaan 14. Refleksi
Gbr 2.1 Skema Peningkatan Hasil Belajar Tema “Aku Dan Cita-Citaku “Melalui Model STAD Dengan Pendekatan Scientific
31
2.4 Hipotesis Tindakan Hipotesis penelitian ini adalah bahwa peningkatan hasil belajar tema “Aku dan Cita-Citaku” dapat diupayakan melalui model pembelajaran STAD dengan pendekatan scientific siswa kelas IV SDN Karangduren 03 Tengaran Semarang Semester 2 Tahun 2013/2014.