perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan 1.
Kajian teori a. Pengecoran (casting) 1) Pengertian Pengecoran Pengecoran adalah suatu proses pembuatan benda kerja dari logam dengan jalan mencairkan logam tersebut pada temperatur tertentu, kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mendingin dan membeku (Wibowo, 2012). Ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses pengecoran, yaitu: a) Adanya aliran logam cair ke dalam rongga cetak. b) Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam cetakan. c) Pengaruh material cetakan. d) Pembekuan logam dari kondisi cair. Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan yaitu: a) Pengecoran dengan Sekali Pakai (Expendable Mold) Contohnya pengecoran dengan cetakan pasir, karena hanya bisa digunakan satu kali pengecoran saja. Setelah itu cetakan tersebut dirusak saat pengambilan benda coran. Dalam pembuatan cetakan pasir, jenis-jenis pasir yang digunakan adalah pasir silika, pasir zircon, atau pasir hijau. Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan bentonit, resin, furan, atau fiberglas. b) Pengecoran dengan Cetakan Permanen (Permanent Mold) Contohnya pengecoran dengan cetakan logam bercampur grafit. 2) Tahapan Pengecoran Secara garis besar urutan proses pengecoran logam memiliki commit to user langkah-langkah sebagai berikut:
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6 a)
Peleburan Logam Peleburan logam merupakan proses mencairkan logam pada temperatur tertentu dengan menggunakan energi panas yang dihasilkan oleh tungku. Dalam pelaksanaannya peleburan logam ini memerlukan kalor yang sangat tinggi untuk mencairkan logam tersebut hingga logam mencair pada titik cair logam. Titik cair dari masing-masing logam berbeda-beda, jadi dalam melakukan peleburan logam kita harus mempertimbangkan bahan, berat jenis, titik cair dan koefisien dari bahan yang digunakan untuk mencairkan logam, yang dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1. Berat Jenis, Titik Cair, dan Koefisien Kekentalan Bahan
Berat Jenis
Titik Cair
Koefisien kekentalan
(g/mm3)
(00C)
(Cm2/det)
Air
0,9982 (20) 0C
0
0,010061
Air raksa
13,56 (20) 0C
38,9
0,00114
5,52 (232) C
232,0
0,00199
10,55 (440) 0C
327,0
0,00156
Seng
6,27 (420) 0C
420,0
0,00508
Aluminium
2,35 (760) 0C
660,0
0,00508
Tembaga
7,84 (1200) 0C
1.083,0
0,00395
Besi
7,13 (1600) 0C
1.537
0,00560
Besi Tuang
6,9 (1300) 0C
1.170,0
0,00230
0
Timah Putih Timah Hitam
(Sumber: Hardi Sudjana. 2008: 179)
b) Pembuatan Pola Pola adalah suatu model yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan bentuk produknya kecuali pada bidang-bidang commit to user tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti bidang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7 pisah (parting line), bentuk rongga (cavity), dan proses pemesinannya yang menyebabkan kesulitan untuk dibentuk langsung pada pola (Akuan, 2010). Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan diantisipasi dengan perhitungan penyusutan logam dan toleransi pemesinannya. Untuk itu ada beberapa faktor yang harus diperhatikan saat perencanaan pola yaitu bidang pisah, penyusutan pola, dan kemiringan pola.
Tabel 2.2. Tambahan Penyusutan yang Disarankan Tambahan Penyusutan
Bahan
8/1.000
Besi cor, baja cor tipis
9/1.000
Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut
10/1.000
Sama dengan atas dan alumunium
12/1.000
Paduan alumunium, Brons, baja cor (tebal 5-7 mm)
14/1.000
Kuningan kekuatan tinggi, baja cor
16/1.000
Baja cor (tebal lebih dari 10 mm)
20/1.000
Coran baja yang besar
25/1.000
Coran baja besar dan tebal
(Sumber: Tata Surdia dan Kenji Chijiiwa, 1986: 52)
c)
Pembuatan Cetakan Pasir Cetakan adalah suatu alat pada proses pengecoran yang terbuat dari suatu material tahan temperatur tinggi (refractory) dan memiliki suatu rongga dengan bentuk geometri tertentu untuk dicor dan menghasilkan suatu produk cor yang sesuai dengan bentuk geometri rongga tersebut. Mengenai bahan untuk pembuatan cetakan, Akuan berpendapat, commit to user “Pasir hingga saat ini masih mendominasi sebagai material
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8 cetakan karena pasir memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah didapat dan cukup murah” (2010: 50). Rangka cetak yang digunakan dalam pembuatan cetakan pasir ada bermacam-macam yaitu cetakan pasir dengan satu rangka cetak, cetakan pasir dengan dua rangka cetak, dan cetakan pasir dengan tiga rangka cetak. d) Penuangan Penuangan adalah proses memasukkan cairan logam ke dalam rongga cetak yang terdapat pada cetakan. Proses penuangan berlangsung dalam waktu yang pendek. Dalam proses ini logam cair yang dikeluarkan dari dapur peleburan akan diterima oleh ladel pembawa dan kemudian dituangkan kedalam cetakan dengan menggunakan kowi (gayung) penuang. Ladel pembawa dan kowi penuang tersebut terbuat dari plat baja dan bagian dalamnya dilapisi dengan batu tahan api (Wibowo, 2012). e)
Pembongkaran dan Pembersihan Coran Pembongkaran dilakukan setelah logam mengalami pembekuan dalam waktu tertentu di dalam cetakan. Benda coran diambil dari cetakan dan pasir-pasir yang menempel dibersihkan, kemudian untuk saluran turun, saluran masuk, dan penambah yang masih menempel dilepas dari benda coran dengan cara dipukul menggunakan palu (hammer).
f)
Pemeriksaan Hasil Coran Pemeriksaan hasil coran dilakukan untuk memelihara kualitas dari coran, untuk menekan biaya dengan mengetahui terlebih dahulu produk yang cacat, dan untuk penyempurnaan teknik. Pemeriksaan coran yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan rupa yang bertujuan untuk meneliti: ketidakteraturan, inklusi retak, retakan dan sebagainya
yang terdapat
pada permukaan.
Pemeriksaan cacat dalam yang bertujuan untuk meneliti adanya commit to user cacat seperti rongga udara, rongga penyusutan, inklusi, retakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 dan sebagainya dalam hasil coran dengan jalan tanpa merusak atau mematahkan yaitu dengan (sinar radiografi, kekuatan supersonik, dan magnit). Pemeriksaan bahan yang bertujuan untuk meneliti ketidakteraturan bahan. Demikian juga dengan struktur mikro dan sifat-sifat mekaniknya diperiksa sesuai dengan setiap cara pengujian yang telah ditetapkan (Surdia & Chijiiwa, 1986). 3) Terminologi Pengecoran dengan Cetakan Pasir Terminologi Pengecoran dengan Cetakan Pasir. Secara umum cetakan harus memiliki bagian-bagian utama sebagai berikut: a)
Cavity (Rongga Pengecoran) Merupakan ruangan tempat logam cair yang dituangkan ke dalam cetakan. Bentuk rongga ini sama dengan benda yang akan di cor. Rongga cetakan dibuat dengan menggunakan pola.
b) Inti (core) Fungsinya adalah membuat rongga pada benda coran. Ini dibuat terpisah dengan cetakan dan dirakit pada saat cetakan akan digunakan. Bahan inti harus mampu menahan temperatur cair logam, paling tidak bahannya dari pasir. c) Sistem Saluran Masuk (Gating System) Merupakan saluran masuk ke rongga cetakan dari saluran turun. Gating system suatu cetakan dapat lebih dari satu, tergantung dengan ukuran rongga cetakan yang akan diisi oleh logam cair.
Gambar 2.1. Geometri Desain Ingate commit to user (Sumber:Abrianto Akuan, 2010: 39)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 d) Lubang Penuangan (Saluran Turun Atau Sprue) Merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan penuangan
yang
diinginkan.
Akuan
(2010)
berpendapat,
“Umumnya bentuk sprue mengecil ke bawah dengan kemiringan 2˚-7˚” (hlm. 35). Besarnya diameter saluran ditentukan berdasarkan berat coran yang akan digunakan, untuk mengetahui perbandingan antara berat coran dengan ukuran diameter saluran dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3.Perbandingan Antara Berat Coran dengan Ukuran Diameter Saluran Berat Coran (Kg) Ukuran Diameter/Sprue (mm) S/100
15-20
100-200
20-23
200-300
23-26
300-500
26-28
400-600
28-30
600-700
30-31
700-800
31-32
800-900
32-33
900-1000
33-34
(Sumber: Hardi Sudjana, 2008: 208)
e) Pengalir (Runner) Pengali biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. Pengalir commit to userlebih baik sebesar mungkin untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 melambatkan pendinginan logam cair. Tetapi kalau terlalu besar tidak ekonomis. f) Cawan Tuang (Pouring Basin) Berupa suatu lekukan pada pasir cetak, di mana logam cair dari panci tuang (ladle) dituangkan untuk pertama kali. Dari cawan tuang ini logam cair akan melalui lubang penuang kemudian saluran pembagi, gate dan akhirnya ke rongga cetakan. Guna dari cawan tuang ialah untuk menghindari atau paling tidak mengurangi agar pasir yang terlepas akibat gaya tekan penuangan tidak masuk terbawa logam cair ke rongga yang merupakan inklusi terhadap benda kerja yang dihasilkan. Sebenarnya sistem saluran sudah sedemikian rupa sehingga pasir-pasir yang lepas tersebut dapat diendapkan sebelum logam cair masuk mengisi rongga cetakan. g) Penambah (Raiser) Merupakan cadangan logam cair yang berguna dalam mengisi kembali rongga cetakan bila terjadi penyusutan akibat solidifikasi. Untuk mengenal dan mengerti fungsi sebuah cetakan pasir, maka digambarkan sebuah cetakan dan bagian-bagiannya.
Gambar 2.2. Nama-Nama Bagian Cetakan (Sumber: Suhardi, 1992 : 52) Pengecoran dengan cetakan pasir melibatkan aktivitas-aktivitas seperti menempatkan pola dalam kumpulan pasir untuk membentuk rongga cetak, membuat sistem saluran, mengisi rongga cetak dengan logam cair, membongkar cetakan yang berisi produk cor. Hingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 sekarang, proses pengecoran dengan cetakan pasir masih menjadi andalan industri pengecoran terutama industri-industri kecil. Secara umum pengecoran cetakan pasir membutuhkan hal-hal sebagai berikut: a) Pasir Kebanyakan pasir yang digunakan dalam pengecoran adalah pasir silika (SiO2). Pasir merupakan produk dari hancurnya batu-batuan dalam jangka waktu yang lama. Alasan pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah karena murah dan ketahanannya terhadap temperatur tinggi. Ada dua jenis pasir yang umum digunakan yaitu naturally bonded (banks sands) dan synthetic (lake sands), karena komposisinya mudah diatur, pasir-pasir sintetik lebih disukai oleh banyak industri pengecoran. Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh, pasir halus dan bulat akan menghasilkan produk yang mulus atau halus. Untuk membuat pasir cetak selain dibutuhkan pasir juga pengikat (bentonit, clay atau lempung) dan air. Ketiga bahan tersebut diaduk dengan komposisi tertentu dan siap dipakai sebagai bahan pembuat cetakan. b) Jenis Cetakan Pasir Ada tiga jenis cetakan pasir yaitu green sand mold, col-box mold, dan no-bake mold. Cetakan yang paling banyak digunakan dan paling murah adalah jenis green sand mold (cetakan pasir basah). Kata “basah” dalam cetakan pasir basah berarti pasir cetak itu masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke cetakan itu. Istilah lain dari green sand mold adalah skin dried mold. Cetakan ini sebelum dituangkan logam cair, terlebih dahulu permukaan dalam cetakan dipanaskan atau dikeringkan. Karena itu kekuatan cetakan ini meningkat dan mampu untuk diterapkan pada pengecoran produk-produk besar. Dalam cetakan kotak dingin (coldbox mold), pasir dicampur dengan pengikat yang terbuat dari bahan commit to user organik dan anorganik dengan tujuan lebih meningkatkan kekuatan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 cetakan. Akurasi dimensi lebih baik daripada cetakan pasir basah dan sebagai konsekuensinya, jenis cetakan ini lebih mahal. Dalam cetakan yang tidak dikeringkan (no bake mold), resin sintetik cair dicampurkan dengan pasir dan campuran itu akan mengeras pada temperatur kamar. Karena ikatan antar pasir terjadi tanpa adanya pemanasan, maka seringkali cetakan ini disebut juga cold-setting processes. Selain diperlukan cetakan yang tinggi, beberapa sifat lain dari no-bake mold yang perlu diperhatikan adalah permeabilitas cetakan (kemampuan untuk melakukan sirkulasi udara atau gas). c) Pola Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat dibuat dari kayu, plastic atau polimer atau logam. Pemilihan material pola tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk cor, dan jenis proses pengecoran yang digunakan. Jenis-jenis pola diantaranya: (1) Pola tunggal (One Piece Pattern Atau Solid Pattern) Biasanya digunakan untuk bentuk produk yang sederhana dan jumlah produk sedikit. Pola ini dibuat dari kayu dan tentunya tidak mahal. (2) Pola terpisah (Split Pattern) Terdiri dari dua buah pola yang terpisah sehingga akan diperoleh rongga cetak dari masing-masing pola. Dengan pola ini, bentuk produk yang akan dihasilkan lebih rumit dari pola tunggal. (3) Match-Plate Pattern Jenis ini yang populer digunakan di industri. Pola terpasang jadi satu dengan suatu bidang datar, di mana dua buah pola atas dan bawah dipasang berlawanan arah pada suatu pelat datar. Jenis pola ini sering digunakan bersama-sama dengan mesin pembuatan cetakan dan dapat menghasilkan laju produksi tinggi commit to user untuk produk-produk kecil.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 d) Inti Untuk produk cor yang memiliki lubang atau rongga seperti pada blok mesin kendaraan atau katup-katup biasanya diperlukan inti. Inti ditempatkan dalam rongga cetak sebelum penuangan untuk membentuk permukaan bagian dalam produk dan akan dibongkar setelah cetakan membeku dan dingin. Seperti cetakan, inti harus kuat, permeabilitas baik, tahan panas dan tidak mudah hancur (tidak rapuh). Agar inti tidak mudah bergeser pada saat penuangan logam cair, diperlukan dudukan inti (core prints). Dudukan inti biasanya dibuatkan pada cetakan. Pembuatan inti serupa dengan pembuatan cetakan pasir yaitu menggunakan no-bake mold, cold box mold, dan shell mold. Untuk membuat cetakan diperlukan pola, sedangkan untuk membuat inti dibutuhkan kotak inti. 4) Sistem Saluran Saluran tuang dapat diartikan sebagai bagian untuk mengalirnya logam cair ke rongga cetakan. Bagian-bagian pada sistem saluran ini terdiri dari cawan tuang, saluran turun (sprue), saluran pengalir (runner), dan saluran masuk (ingate). Jenis-jenis sistem saluran dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Jenis-Jenis Sistem Saluran commit to user (Sumber: Abrianto Akuan, 2010: 33)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 a) Saluran Turun Saluran turun adalah suatu saluran vertical tempat penuangan logam cair. Secara umum bentuk saluran turun ada beberapa tipe diantaranya adalah sprue seperti terompet, sprue yang tegak lurus dengan irisan lingkaran yang memiliki ukuran sama dari atas kebawah dan sprue dengan irisan yang semakin mengecil dari atas ke bawah. Standar ukurun sprue tegak lurus seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.4.
Gambar 2.4. Dimensi Saluran Turun (Sumber: Abrianto Akuan, 2010: 35) b) Saluran Pengalir Pengalir pada umumnya memiliki bentuk trapesium atau setengah lingkaran.
Pengalir
sebaiknya
sebesar
mungkin
untuk
melambatkan pendinginan logam cair, akan tetapi jika terlalu besar maka hasil kurang ekonomis jadi ukuran yang cocok dipilih sesuai dengan panjangnya seperti gambar 2.5. (Surdia & Chijiiwa, 1986).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Gambar 2.5. Ukuran Pengalir (Sumber: Tata Surdia & Kenji Chijiiwa, 1986: 67) c) Saluran Masuk Gate adalah saluran yang mendistribusikan langsung logam cair ke dalam rongga produk cor. Ingate harus mudah dipotong untuk proses pelepasan produk cor. Penentuan lokasi gate pada prinsipnya ditempatkan pada bagian yang tebal sehingga cairan logam dapat langsung masuk kedalam cetakan dengan cepat tanpa tahanan.
Gambar 2.6. Ukuran Gate (Sumber: TataSurdia & Kenji Chijiiwa, 1986: 77) Dimana : H1 < 0,5 H2 W1 > 2H1 P < 8T
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 Ruang antara gate, runner dan cetakan yang sempit menyebabkan cetakan mudah rusak dan ikut mengalir dengan logam cair. Tetapi apabila ruang terlalu besar, gate menjadi lebih panjang akibatnya porositas mudah terjadi, Akuan memberikan batasan bahwa gate yang baik yaitu berjarak min 25 mm (2010).
Gambar 2.7. Ukuran Panjang Ingate yang Baik (Sumber: Abrianto Akuan, 2010: 42) b. Pulley Pulley
digunakan
untuk
mentransmisikan
daya
dari
batang/poros kebatang/poros lainnya dengan menggunakan sabuk atau tali. Rasio kecepatan berbanding terbalik dengan
diameter pulley
merupakan hal yang mutlak dalam penggunaan pulley, oleh karena itu dalam memilih diameter pulley perlu dipertimbangkan dengan sempurna
rasio
kecepatannya.
Pulley
harus
sempurna
dalam
penggunaannya, tali atau sabuk untuk menghubungkan pulley satu dengan lainnya sejajar dan presisi pada permukaan pulley. Pulley biasanya terbuat dari besi tuang, baja tuang, kayu dan kertas. Material tuang memiliki gesekan dan karakteristik bahan yang baik. Pulley yang dibuat dari besi tekan (press) lebih ringan dibandingkan terbuat dari besi tuang, tapi permukaan pulley kurang memiliki gesekan. Pulley umumnya terbuat dari besi tuang, karena membutuhkan biaya yang kecil. Lingkaran bibir pulley ditahan dari tengah pulley dengan menggunakan lengan atau jeruji. Jeruji dapat berbentuk lurus commit todigunakan user atau kurva dan jeruji menyilang untuk pulley elips (Khurmi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 dan Gupta, 2005).
Gambar 2.8. Pulley Besi Cor (Sumber: R.S. Khurmi dan J.K. Gupta, 2005: 716) Pulley besi tuang umumnya berbentuk lingkaran. Pada bibir pulley terdapat celah untuk meletakkan tali/sabuk (crowning). Celah tersebut dimaksudkan agar sabuk mempunyai tegangan yang tetap dan tetap ditengah pulley disaat bergerak/berputar. c. Besi Cor Besi cor adalah logam besi yang mengandung kadar karbon yang secara praktis terikat antara 2%-6,67% (Sixtiyas, 2011). Besi cor yang berada di daerah outektik yaitu besi cor dengan kadar karbon 2%-4,3% disebut besi cor hipoeutektik dan besi cor dengan kadar karbon 4,3%-6,67% disebut besi cor hipereutektik. Bukan hanya unsur karbon yang ada di besi cor akan tetapi besi cor juga mengandung unsur silikon, mangan, phospor, belerang dan unsur lain. Dan besi cor ini mempunyai suhu cair yang relatif rendah (1200˚C). Selain itu besi cor mempunyai temperatur tuang antara 1250˚C-1450˚C.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
Tabel 2.4. Temperatur Tuang Jenis-Jenis Logam Jenis Logam
Temperatur Tuang (˚C)
Paduan Ringan
650-750
Tembaga
1100-1250
Kuningan
950-1100
Besi Cor
1250-1450
Baja Cor
1500-1550
(Sumber: Tata Surdia dan Kenji Chijiiwa, 1986 : 109) 1) Macam-macam Besi Cor Macam-macam besi cor dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu: a) Besi Cor Kelabu Adalah besi cor dengan kadar silikon yang tinggi (± 2% Si) membentuk grafit dengan mudah sehingga Fe3C tidak terbentuk. Dalam hal ini karbon di dalam bahan ini berbentuk lamel-lamel grafit pada waktu membeku. Lamel-lamel itu berbentuk seperti dedaunan dan patahan dari suatu besi terlihat grafit yang berbentuk lamel kecil memberikan warna kelabu pada permukaan patahnya, maka disebut besi cor kelabu. Besi cor kelabu sangat rendah keuletannya karena adanya serpihan karbon, akan tetapi dengan adanya serpih-serpih ini besi cor kelabu merupakan peredam getaran yang baik. b) Besi Cor Nodular Grafit yang terdapat dalam logam berbentuk bulatan sehingga disebut besi cor nodular. Hal tersebut terjadi bila ditambahkan magnesium pada cairan besi cor. Dibandingkan dengan grafit yang mempunyai bentuk serpih seperti daun, grafit berbentuk bulat atau nodular mempunyai derajat konsentrasi tegangan yang sangat kecil, sehingga kekuatan besi cor menjadi lebih commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 baik. Sifat besi cor nodular mempunyai keuletan yang baik, ketahanan korosi dan ketahanan panas yang baik pula. c) Besi Cor Putih Dengan kadar silikon yang rendah dan kecepatan pendinginan yang tinggi, karbon di dalam besi tuang pada waktu pembekuan tidak dipisahkan menjadi karbon bebas sehingga jadi grafit dan bersenyawa dengan besi yang disebut sementit. Permukaan patahnya bila logam dipatahkan akan terlihat berwarna putih karena tidak adanya lamel-lamel grafit. Besi cor putih sangat keras, getas dan tahan aus. d) Besi Cor Mampu Tempa Besi cor mampu tempa digolongkan menjadi besi cor mampu tempa perapian putih dan besi cor mampu tempa perapian hitam. Besi cor perapian putih mempunyai kandungan silikon yang rendah dan belerang yang tinggi. Dan besi cor perapian hitam mempunyai kandungan silikon yang tinggi dan belerang yang rendah. Besi cor perapian putih dibuat dengan proses penghilangan karbon pada besi cor putih, sehingga kulitnya berubah menjadi ferit dan struktur dalamnya terdiri dari matriks perlit dengan karbon yang bulat. Dan besi cor perapian hitam dibuat dengan melunakkan besi cor putih tetapi sementit terurai menjadi ferit dan grafit sehingga patahannya menjadi hitam. 2) Pembekuan Besi Cor Dimulai dari besi cor cair hipoeutektik atau hipereutektik didinginkan, akan membeku menjadi kristal berupa austenit primer atau grafit primer setelah sampai kepada garis cair. Pendinginan terus berlanjut dan setelah sampai temperatur eutektik, fase berupa grafit-austenit menginti dan tumbuh di sekitar kristal primer. Pada saat ini grafit tumbuh ke segala arah dengan menyentuh cairan dan membentuk cabang-cabang sesuai dengan laju pertumbuhannya, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 dan sebagai akibatnya akan terbentuk kumpulan eutektik yang hampir menyerupai bentuk bola. Ini dinamakan sel eutektik. Dalam batas sel eutektik ini berkumpl cairan yang mempunyai titik rendah yang mengandung unsur-unsur lain yang kemudian beku, jadi selanjutnya pembekuan berakhir. Sehingga struktur dari besi cor terdiri dari grafit yang berbentuk serpih-serpih berada pada matrik besi. Dalam cor besi apakah akan terbentuk grafit atau sementit tergantung pada laju pendinginan dan juga sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia.
Gambar 2.9. Pembekuan Struktur Besi Cor (Sumber: Tata surdia dan Shinroku saito, 1999: 114) 3) Struktur Besi Cor Struktur dasar besi cor terdiri atas grafit, ferit, sementit, dan perlit. Struktur ini terbentuk sewaktu besi cor mengalami pendinginan dan pembekuan (Surdia & Chijiiwa, 1986). a) Grafit Grafit adalah satu bentuk kristal karbon yang lunak dan rapuh, commit to user mempunyai kekerasan brinell kira-kira 1, kekuatan tariknya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 kira-kira 2 kgf/
dan berat jenisnya kira-kira 2,2. Dalam
struktur besi cor biasa 85 % dari kandungan karbon berbentuk sebagai grafit. Dalam struktur mikro, ada berbagai bentuk dan ukuran dari potongan-potongan grafit, yaitu halus dan besar, serpih atau asteroid, bergumpal atau bulat. Keadaan potonganpotongan grafit ini memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat mekanik besi cor. Sebagai contoh besi cor kelabu yang mengandung 3,6 % karbon dan 2,1 % silisium, mempunyai serpih-serpih grafit dengan kekuatan tarik 18 kgf/
,
sedangkan besi cor bergrafit bulat yang mempunyai kandungan karbon dan silisium yang sama dan berkekuatan tarik 55 sampai 70 kgf/
. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan bentuk
dari potongan-potongan grafit, dimana serpih-serpih grafit mengalami pemusatan tegangan pada ujung-ujungnya, kalau suatu gaya bekerja tegak lurus pada arah serpih, sedangkan grafit bulat tidak mengalami hal tersebut (Surdia & Chijiiwa, 1986). b) Ferit Ferit didefinisikan sebagai larutan pada temperatur normal yang mempunyai bentuk kristal kubus pemusatan ruang dan besi dan mengandung sejumlah kecil karbon. Oleh karena itu ferit relatif lunak, liat dan cukup kuat. Kekerasan ferit adalah 100 sampai 140 kekerasan brinell. Ferit dalam besi cor adalah ferit-silisium yang liat tetapi tidak diinginkan dalam jumlah yang banyak karena apabila berlebihan akan merusak sifat-sifatnya (Sixtiyas, 2011). c) Sementit Struktur sementit (
C) merupakan unsur dasar yang paling
keras yaitu memiliki 650 kekerasan brinell, tetapi juga sangat ampuh karena kandungan karbonnya yang tinggi. Sementit tidak commit to user membentuk matriks sendirian tetapi terpisah dalam matrik atau
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 membentuk struktur eutektik dengan ferit, atau tersisihkan sebagai stedit bercampur dengan fosfida besi. Sementit sangat keras dan merusak mampu mesin, sehingga pengendapan sementit lebih baik dihindari kecuali untuk mendapatkan sifat tahan aus. d) Perlit Perlit adalah struktur yang berbentuk lapisan dan ferit yang liat dan sementit yang keras dan getas. Sifat perlit ulet dan baik sekali ketahanan ausnya, serta cukup keras yaitu memiliki 200 sampai 230 kekerasan brinell, sehingga untuk besi cor kelas tinggi perlu mempunyai matrik perlit. Kandungan perlit dalam besi cor tergantung pada kadar grafit pada besi. e) Steadit Steadit disisihkan dalam bentuk luar biasa dalam matrik perlit. Steadit adalah eutektik temer dari besi γ, sementit dan fosfida besi (F C) yang sangat keras. Titik cairnya 950˚C sehingga cenderung tersisih di daerah pembekuan akhir kadang-kadang besi cor dibuat supaya mempunyai kandungan fosfor yang tinggi, tetapi apabila terlalu banyak akan menyebabkan rapuh. 4) Pengaruh Kandungan Unsur pada Struktur Besi Cor Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silikon, mangan, fosfor, belerang, dan unsur yang lain. Yang mana setiap unsur memiliki pengaruh yang besar terhadap besi cor. Adapun pengaruh itu adalah: a) Pengaruh Karbon dan Silikon Karbon dan silikon mempunyai pengaruh paling besar pada besi cor. Dengan meningkatnya kadar karbon akan mengalami penurunan kekuatan tarik, kekuatan lentur juga regangan pada besi cor. Akan tetapi silikon meningkatkan kekuatan dari ferit dalam besi cor. Dan dengan silikon dapat dicapai suhu cair commit to user eutektik yang rendah sesuai dengan kadar karbon 2% sampai
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24 dengan 3.5% yang akhirnya silikon mengakibatkan dekomposisi karbida menjadi besi dan grafit. Silikon yang banyak cenderung membuat besi cor kelabu. b) Pengaruh Mangan Mangan tidak memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh pada struktur kecuali untuk kandungan silikon yang rendah. Mangan mencegah penggrafian dan menggalakkan kestabilan sementit dan larut di dalamnya. Mangan membuat butir-butir halus yang perlitis dan mencegah pengendapan ferlit, sehingga dikehendaki penambahan mangan untuk mendapat strukur yang hanya perlit dan grafit. c) Pengaruh Fosfor Dalam besi cor fosfor berbentuk stedit atau kristal eutektik dan fosfida besi. Fosfor mencegah pengendapan grafit dan kalau kandungannya lebih dari 100% sementit kasar timbul pada ledeburite. Struktur ini tidak menjadi halus meski dalam keadaan pendinginan cepat. Pertambahan kandungan fosfor mengurangi kelarutan karbon dan memperbanyak sementit pada kandungan karbon yang tetap, sehingga struktur menjadi keras, sementit sukar terurai. d) Pengaruh Belerang Belerang mengurangi kelarutan karbon dalam besi cair, dan dalam hal ini menggalakkan penggrafitan. Tetapi kenyataannya menambah belerang akan mengurangi grafit dan cenderung untuk membentuk besi cor putih. Kecuali adanya mangan, belerang cenderung untuk membentuk sulfida besi dan menggalakkan pembentukan besi cor putih. e) Pengaruh Unsur Lain Unsur tambahan lain yang menggalakkan penggrafitan adalah tembaga, nikel dan alumunium, dan unsur yang mencegah commit to user penggrafitan adalah khrom, molibden.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 5) Sifat Fisis dan Mekanis Besi Cor a) Sifat Fisis Sifat fisis suatu bahan adalah keadaan logam apabila mengalami peristiwa fisika, juga didefinisikan sebagai sifat dan bahan logam yang berpengaruh di dalam penggunaan sebagai bahan untuk bagian-bagian mesin dan konstruksi. Dan apabila suatu bahan akan dilakukan pengujian sifat fisisnya, maka bisa dikatakan di dalam pngujian bahan itu adalah pengujian tak merusak yaitu pengujian dengan tidak menimbulkan kerusakan pada komponen benda kerja yang diuji. Dan secara umum sifat fisis bahan dapat dikenali dengan panca indra karena bentuk fisiknya. Sifat fisis dan bahan logam antara lain adalah, susunan kristal, daya hantar panas, titik cair dan struktur mikro. b) Sifat Mekanis Sifat mekanis didefinisikan sebagai ukuran kemampuan bahan membawa atau menahan gaya atau tegangan. Pada saat menahan beban,
atom-atom
atau
struktur
molekul
berada
dalam
keseimbangan. Gaya ikatan pada struktur, menahan setiap usaha untuk mengganggu keseimbangan ini misalnya gaya luar atau beban. Tegangan dihasilkan dan gaya seperti tarikan, tekanan, atau geseran yang menarik, mendorong, memelintir, memotong, atau mengubah bentuk potongan bahan dengan beberapa cara. Perubahan bentuk yang terjadi sering sangat kecil dan hanya alatalat yang mempunyai ketelitian yang tinggi yang dapat mendeteksinya. Sifat-sifat yang digunakan untuk mengetahui sifat mekanis dari suatu logam adalah: (1) Ductility (Keliatan) merupakan ukuran deformasi plastis tertinggi yang dialami beban sampai patah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 (2) Toughness (Ketangguhan) adalah kapasitas atau kemampuan bahan untuk menyerap energi sampai patah. (3) Hardness (Kekerasan) adalah kemampuan suatu bahan terhadap penetrasi atau penusukan bahan lain yang lebih keras. (4) Strength (Kekuatan) adalah kemampuan suatu benda untuk menahan gaya yang bekerja atau kemampuan bahan menahan deformasi. (5) Weldability (Mampu Las) adalah kemampuan logam untuk dilas. (6) Elasticity (Elastisitas) adalah kemampuan suatu benda untuk kembali berbentuk semula tanpa deformasi plastis. (7) Machinability (Mampu Mesin) adalah kemampuan suatu benda untuk dikerjakan dengan mesin seperti, bubut, frais, dan bor. (8) Brittleness (Kegetasan) adalah sifat benda yang mudah retak atau pecah yang merupakan kebalikan dan ductility (keliatan). d. Besi Cor Kelabu Besi cor kelabu adalah besi cor dengan kadar silikon yang tinggi (1-3 % Si) membentuk grafit dengan mudah sehingga Fe3C tidak terbentuk. Dalam hal ini grafit atau karbon bebas tersebar di dalam bentuk serpihan. patahan besi cor kelabu akan berwarna keabu-abuan yang disebabkan oleh grafit pada besi cor kelabu. Grafit yang berbentuk serpih, menyebabkan besi cor kelabu mempunyai sifat mampu mesin yang baik serta memiliki sifat menyerap getaran yang baik. 1) Struktur Grafit Grafit adalah salah satu bentuk kristal karbon yang memiliki sifat lunak dan rapuh, grafit ini mempunyai kekerasan Brinell HB sekitar 1, kekuatan tarik sekitar 2 kgf/mm2 dan memiliki berat jenis sekitar 2,2. Dalam struktur besi cor biasa 85 % dari kandungan karbon commit to user berbentuk sebagai grafit (Surdia & Chijiiwa, 1986).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 2) Bentuk-Bentuk Dari Potongan Grafit Dalam Besi Cor Kelabu Ada lima macam bentuk yang umum dari potongan-potongan grafit besi cor kelabu yang ditunjukkan seperti gambar 2.10.
Gambar 2.10. Distribusi Grafit dalam Besi Cor Kelabu (Sumber: Tata Surdia & Shinroku Saito, 1999: 115) a) Struktur A: Terbagi rata, orientasi sembarang Pada struktur A ini grafit yang berbentuk serpihan-serpihan terbagi rata dan orientasinya sembarang. Struktur ini muncul dalam besi cor kelas tinggi dengan matriks perlit dan ukuran grafit yang cocok. Selanjutnya potongan-potongan grafit yang bengkok memberikan kekuatan tertinggi besi cor, agar diperoleh grafit yang bengkok ini pengendapan kristal-kristal harus ditingkatkan (Surdia & Chijiiwa, 1986). b) Struktur B: Pengelompokan “rosette”, orientasi sembarang Grarit berbentuk “Rosette” adalah salah satu sel eutektik yang mempunyai potongan eutektik halus dari grafit ditengah dengan grafit
serpih
radial
disekitarnya.
Kecenderungan
untuk
mengendap pada bagian tipis dan daerah bagian tengah eutektik berubah sesuai dengan komposisi dan keadaan pendinginan. Kadang-kadang tidak ada daerah eutektik dan hanya mengendap serpih-serpih grafit radial (Surdia & Chijiiwa, 1986). c) Struktur C:
Ukuran
serpih saling menumpuk, orientasi
sembarang Struktur ini muncul pada sistem hipereutektik. Jumlah grafit yang
begitu
banyak menyebabkan ferit sangat mudah commit to user mengendap. Pada struktur C ini Kristal mula dari grafit yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 panjang dan lebar ditumpuk dan dikelilingi oleh grafit serpih di daerah eutektik. Struktur ini begitu lemah, disertai oleh pengendapan ferit (Surdia & Chijiiwa, 1986). d) Struktur D: Penyisihan antar dendrit, orientasi sembarang Struktur D ini mempunyai potongan-potongan grafit eutektik yang halus, yang mengkristal di antara dendrit-dendrit kristal mula dari austenit. Ini muncul dengan adanya pendinginan lanjut dalam pembekuan eutektik (Surdia & Chijiiwa, 1986). e) Struktur E: Penyisihan antar dendrit, orientasi tertentu Struktur grafit E ini muncul kalau kandungan karbon agak rendah, struktur ini sangat mengurangi kekuatan karena jarak antar potongan-potongan grafit yang dekat seperti gambar 2.10. D. Akan tetapi kadang didapatkan kekuatan yang tinggi pula disebabkan kandungan karbon yang rendah dan berkurangnya pengendapan grafit (Surdia & Chijiiwa, 1986). 3) Sifat Mekanis Dari Coran Besi Cor Kelabu Sifat-sifat mekanis diantaranya kekuatan tarik, perpanjangan, kekerasan, kekuatan tekan, kekuatan bentur, kekuatan lelah, tahanan aus, mampu mesin, sifat meredam getaran dan sebagainya. Berikut ini hanya sifat-sifat penting dari besi cor kelabu yang akan dijelaskan: a) Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Kekuatan tarik pada besi cor kelabu berkisar antara 10-30 kgf/mm2. Dan perpanjangan pada besi cor kelabu ini berkisar antara 0,3 sampai 1,2 % dan kekuatan tarik yang tinggi akan mempengaruhi perpanjangannya (Surdia & Chijiiwa, 1986). b) Kekuatan Bentur Sifat besi cor kelabu adalah getas dan lemah terhadap benturan. Kandungan karbon silisium dan fosfor yang lebih tinggi menyebabkan kekuatan bentur yang lebih rendah. Pengendapan commit user sementit dan stedit dapatto mengurangi kekuatan bentur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 c) Kekerasan Kekerasan besi cor kelabu berkisar 130-270 kekerasan brinell, dan sangat erat hubungannya dengan struktur, grafit kasar dalam matriks ferit menyebabkan kekerasan rendah dan grafit halus sedikit menyebabkan kekerasan tinggi. d) Mampu Mesin Besi cor kelabu mempunyai sifat mampu mesin dan tahan aus. Grafit pada besi cor kelabu bekerja sebagai pelumas sehingga mempunyai sifat mampu mesin yang baik. Kekerasan dan kekuatan tarik yang lebih rendah juga menyebabkan mampu mesin yang lebih baik. 4) Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Dari Coran Besi Cor Kelabu Struktur besi cor adalah campuran dari berbagai fasa seperti grafit, ferit, perlit, dan selanjutnya stedit (sulfida mangan) yang masingmasing fasa mempunyai sifat-sifat sendiri. Sifat besi cor berubah menurut perbandingan campuran dari fasa-fasa tersebut (Surdia & Chijiiwa, 1986). Di bawah ini diuraikan sifat-sifat fisik dan kimia dari besi cor kelabu: a) Berat Jenis Berat jenis pada besi cor kelabu yaitu antara 7,1-7,3 pada temperatur kamar. Berat jenis ini sangat dipengaruhi oleh kandungan grafit, sedangkan dalam keadaan cair berat jenisnya berkisar antara 6,75-6,95. Penurunan berat jenis berbanding lurus dengan tingginya temperatur sehingga semakin tinggi temperatur besi cor kelabu, maka berat jenisnya juga semakin berkurang. b) Pemuaian Panas Koefisien pemuaian panas pada besi cor kelabu ini berkisar 10 x 10-6/0C, pemuaian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan baja dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemuaian besi cor putih. Pemuaian ini berubah menurut komposisi, struktur, dan commit to user temperatur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 c) Konduktivitas Listrik Grafit merupakan tahanan listrik terbesar. Konduktivitas listrik ini dipengaruhi oleh kandungan grafit, distribusi dan bentukbentuk dari potongan grafit. Penambahan karbon dan silisium menggalakkan
pembentukan
grafit,
yang
mengurangi
konduktivitas listrik. Selanjutnya grafit kasar mengurangi konduktivitas listrik meskipun besi cor mempunyai kadar karbon yang sama. d) Ketahanan Korosi Besi cor kelabu buruk dalam ketahanan korosinya terhadap asam dibandingkan dengan baja, hal ini dikarenakan pengaruh sel kimia antara besi dan grafit. Akan tetapi ketahanan besi cor terhadap korosi yang disebabkan oleh air murni dan air laut lebih baik dari baja. Struktur yang halus dengan potongan-potongan grafit yang halus sangat baik dalam ketahanan korosi. Ketahanan korosi sukar dipengaruhi oleh unsur-unsur lain selain karbon dan silisium, akan tetapi untuk memperbaiki ketahanan korosi sangat efektif apabila ditambahkan khrom, nikel atau tembaga (Surdia & Chijiiwa, 1986). e. Pengujian Bahan Pengujian bahan adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat logam kemampuan terhadap pembebanan tertentu. Contohnya uji tarik, kekerasan, impact, komposisi kimia, struktur mikro dan untuk mengetahui kesalahan yang ada pada bahan (Sixtiyas, 2011). Pengujian dibedakan menjadi 2 yaitu pengujian tak merusak dan pengujian dengan merusak. 1) Pengujian Impact Impact adalah kemampuan suatu bahan dalam mendapatkan beban dinamis sehingga sifat-sifat ketangguhannya dapat diketahui. commitberbentuk to user U atau V. Spesimen impact biasanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 Uji impact adalah suatu pengujian yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat suatu material yang mendapatkan beban dinamis, sehingga dari pengujian ini dapat diketahui sifat ketangguhan suatu material baik dalam wujud liat atau ulet, dan dalam wujud getas. Dengan catatan bahwa apabila nilai harga impact semakin tinggi maka material tersebut memiliki sifat keuletan yang tinggi, di mana tanda-tanda jika material itu dikatakan ulet jika patahan yang terjadi pada bidang patah tidak rata dan tampak seperti berserat-serat. Tetapi apabila nilai harga impact rendah, maka material tersebut mempunyai sifat yang getas. Tanda-tandanya jika material itu dikatakan getas adalah jika patahan yang terjadi pada bidang patah itu rata dan mengkilap seperti kristal. Dalam melakukan pengujian, sebaiknya temperatur berkisar diantara 20˚ sampai 22˚C, karena bentuk patahan banyak dipengaruhi oleh temperatur. Jika menyimpang dari batas-batas tersebut, maka pada hasil pengujian harus dicantumkan temperaturnya. Pengujian biasanya dilakukan dengan alat Charpy Test. Ada 2 jenis batang uji standar yang digunakan. Ada yang takiknya berbentuk U dan ada yang berbentuk V. Harga impact dapat dicari dengan menggunakan rumus di bawah ini:
=
Harga Impact =
(
)
...........................(1)
Di mana: W: Berat Pendulum (N) m: Massa Pendulum (kg) A: Luas Penampang Patahan Spesimen (mm ) R: Panjang Lengan Pendulum (m) g: Percepatan Gravitasi (9,8 m/ ) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Gambar 2.11. Skematis Pengujian Impact 2) Pengujian Kekerasan Kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih
keras.
Penekanan
tersebut
dapat
berupa
mekanisme
penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan: a) Metode Gores (Scratch Test) Pengujian dengan cara goresan adalah pengujian kekerasan terhadap bahan (logam), dimana dalam penentuan kekerasannya dengan mencari kesebandingan dari bahan yang dijadikan standar pengujian. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala, yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs (Sudjana, 2008). Skala Mohs ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Berikut 10 nilai kekerasan tersebut: (1) Talk (Talc)
(6) Ortoklas (Felspar)
(2) Gips (Gipsum)
(7) Kwarsa (Quartz)
(3) Kalsite (Calcspar)
(8) Topas
(4) Plorite (Flourspar)
(9) Korondum(Corundum)
(5) Apatit (Apatite) commit to user
(10)Intan (Diamond)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33 b) Metode Elastik/Pantul (Rebound) Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. c) Metode Indentasi Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Metode Brinell Uji kekersan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam memakai bola baja yang dikeraskan yang ditekan dengan beban tertentu. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur
dengan
mikroskop,
setelah
beban
tersebut
dihilangkan. Permukaan yang akan dibuat lekukan harus relatif halus, rata dan bersih dari debu atau kerak. Angka kekerasan brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diameter jejak. BHN dapat ditentukan dari persamaan berikut: BHN =
π
(
)
commit to user
=
(
)(
√
)
..........(2)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 Dengan: P = Beban yang Digunakan (Kg) D= Diameter Bola Baja (mm) d = Diameter Lekukan (mm) Dari gambar 2.12. , dapat dilihat bahwa d = D sinф. Dengan memasukkan harga ini ke dalam persamaan (2) akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan brinell yang lain yaitu: BHN =
(
ф)
..................................................(3)
Gambar 2.12. Parameter Dasar pada Pengujian Brinell Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang tidak standar, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan geometris akan diperoleh, selama besar sudut 2ф tidak berubah. Agar ф dan BHN tetap konstan, beban dan diameter bola harus divariasikan sehingga memenuhi perbandingan:
=
=
........................................(4)
Tanpa menjaga P/D konstan, yang dalam percobaan akan sering merepotkan, sehingga BHN akan bervariasi terhadap beban. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 Jejak penekanan yang relatif besar pada uji kekerasan brinell akan memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidak seragaman lokal. Selain itu, uji brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan uji kekerasan yang lain. Di sisi lain, jejak penekanan yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji ini untuk benda uji yang kecil atau tipis. (2) Metode Vickers Uji kekerasan vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara
permukaan-permukaan
piramida
yang
saling
berhadapan adalah 136˚. Sudut ini dipilih karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter kekakuan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan brinell. Di mana bekas injakan dapat dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.13. Bekas Injakan Kekerasan Vickers Angka kekerasan vickers didefinisikan sebagai berikut: VHN = (2.P.Sin (α/2) ) / d
= 1,854 x P/d ..........................................................(5)
Di mana: VHN
: Nilai Kekerasan Vickers (N/
P
: Beban Penekanan (kgf)
α
: Sudut Piramida Intan 136° commit to user
)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 D
: Diagonal Rata-Rata (mm) Yang mana d =
Agar diperoleh nilai kekerasan yang cermat, sebaiknya harus diambil nilai rata-rata dari pengujian sekurang-kurangnya tiga kali penekanan yang berdekatan. Uji vickers sama halnya dengan pengujian lain, harus dilakukan pada suhu antara 18˚28˚, dan permukaan benda yang akan diuji juga harus diamplas sampai licin atau mengkilap dan harus dijaga supaya tidak terjadi perubahan struktur oleh pengerjaan tersebut. Selain itu, bidang penopang harus rata. Sehingga terletak rapat pada benda uji dan garis kerja penekanan juga harus tegak lurus dengan bidang uji. Setelah penekanan pada alat vickers selesai, maka spesimen dapat dilihat hasil penekanan dengan mikroskop. Dengan pembesaran yang dikehendaki, baik 50x, 100x, 200x, 500x dan akan didapat diagonal atau diameter penekanan dari penetrator yang berupa bujur sangkar. (3) Metode Rockwell Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode
ini
banyak
dipakai
dalam
industri
karena
pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell commit to user suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan Tabel 2.5. yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:
Tabel 2.5.Skala Uji Kekerasan Rockwell Skala
Penekan
Beban
Dial
Utama B
Bola baja 1/16”
100
Merah
C
Intan
150
Hitam
A
Intan
60
Hitam
D
Intan
100
Hitam
E
Bola baja 1/8”
100
Merah
F
Bola baja 1/16”
60
Merah
G
Bola baja 1/16”
150
Merah
H
Bola baja 1/8”
60
Merah
K
Bola baja 1/8”
150
Merah
L
Bola baja ¼”
60
Merah
M
Bola baja ¼”
100
Merah
P
Bola baja ¼”
150
Merah
R
Bola baja ½”
60
Merah
S
Bola baja ½”
100
Merah
V
Bola baja ½”
150
Merah
(Sumber: Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1999: 32)
3) Pengujian Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam unsur dan prosentasenya yang terdapat dalam bahan uji. Dengan pengujian ini kita dapat mengetahui atau menentukan golongan dari bahan uji tersebut. Sehingga dari penggolongan itu commit to user kita dapat menentukan poin-poin yang berhubungan dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 pengecoran. Sedangkan dalam pengujian kekerasan kita dapat membantu dalam hal menetapkan beban penetrasi dan lama penekanan. 4) Pengujian Struktur Mikro Pengujian struktur mikro termasuk pengujian tanpa dengan merusak bahan, dan digolongkan sebagai pengujian sifat fisis bahan. Pengujian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
Olimpus
Metallurgical Microscope, dengan tujuan untuk melihat struktur suatu bahan misalkan mengamati struktur dari besi cor kelabu, akan terlihat bentuk, ukuran dan penyebaran dari grafit,ferit, sementit, dan perlit. Sebelum dilakukan pengamatan, benda uji harus mengalami pemrosesan
terlebih
dahulu
yaitu
penghalusan
dengan
pengamplasan, pemolesan dan pengetsaan. 2. Penelitian yang Relevan Adapun beberapa penelitian yang relevan dan dijadikan referensi pada penelitian ini antara lain: a.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Chandra Prasetya, Yudy Surya Irawan, dan Tjuk Oerbandono (2004) meneliti tentang pengaruh jumlah saluran masuk pada pengecoran impeller turbin crossflow terhadap cacat permukaan dan porositas. Bahan untuk pembuatan impeller turbin crossflow adalah alumunium. Dari penelitian diperoleh suatu kesimpulan hasil coran dengan jumlah ingate 1 memiliki kecenderungan nilai porositas paling tinggi daripada hasil coran dengan jumlah ingate 2 dan 3 karena pembekuan akan lebih merata jika jumlah ingate lebih dari satu. Cacat rongga udara (blowholes) pada ingate berjumlah 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 66 lubang, 51 lubang, dan 29 lubang.
b.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bambang Kusharjanta, Wahyu Purwo Raharjo, dan Joko Santoso (2012) meneliti tentang pengaruh bentuk penampang runner terhadap cacat porositas dan nilai kekerasan produk cor user alumunium cetakan pasir.commit Bentukto penampang runner berpengaruh terhadap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 terjadinya cacat porositas dan nilai kekerasan produk cor alumunium dimana lingkaran merupakan bentuk penampang runner dengan persentase porositas terendah dan nilai kekerasan tertinggi, sedangkan segitiga sama kaki merupakan bentuk penampang runner dengan persentase porositas tertinggi dan nilai kekerasan terendah. Semakin tinggi nilai persentase cacat porositas pada produk cor alumunium cetakan pasir, maka semakin rendah nilai kekerasannya. c.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bambang
Kusharjanta,
Dody
Ariawan, dan Murjoko (2011) meneliti tentang kajian letak saluran masuk (ingate) terhadap cacat porositas, kekerasan, dan ukuran butir paduan alumunium pada pengecoran menggunakan cetakan pasir. Berdasarkan hasil penelitian, pengujian, dan analisa letak saluran masuk di atas memiliki rata-rata persentase cacat porositas 10,34% sedangkan variasi letak saluran masuk di bawah sebesar 8,16%. Rata-rata kekerasan letak saluran masuk di atas sebesar 94,06 HV sedangkan letak saluran masuk di bawah sebesar 102,1 HV. Untuk ukuran butir letak saluran masuk di bawah lebih halus dengan rata-rata keliling butir sebesar 22,77 цm dibandingkan letak saluran masuk di bawah dengan rata-rata keliling butir sebesar 25,39 цm. d.
Daryanto (2003), meneliti tentang sifat fisis dan mekanis besi tuang (FC 25) yang sesuai dengan standar industri. Kesimpulan hasil pengujian komposisi kimia didapatkan perbedaan hasil komposisi kimia dengan alat uji CE meter dengan spektro meter dikarenakan logam pada waktu masih panas dan sudah membeku. Hasil pengujian struktur makro dapat diketahui struktur makro penyusun pada besi cor kelabu adalah grafit, perlit, juga steadit.
e.
Manjunath Swamy H M, J.R. Nataraj, C.S. Prasad (2012) dalam penelitiannya yang berjudul” Design Optimization of Gating System by Fluid Flow and Solidification Simulation for Front Axle Housing”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jumlah ingate yang banyak commit to user dan pengalir yang simetris mampu mengurangi jumlah cacat porositas
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 hingga 97 % pada pembuatan produk Front Axle Housing dibandingkan dengan penggunaan ingate sedikit dan pengalir yang tidak simetris.
B. Kerangka Berfikir Berdasarkan uraian pada kajian pustaka maka dapat ditentukan kerangka berpikir sebagai berikut: Pulley adalah salah satu komponen mesin yang hampir setiap mesin industri menggunakannya. Prinsip kerja pulley adalah untuk meneruskan daya dari suatu poros untuk diteruskan ke bagian mesin lainnya (Khurmi dan Gupta, 2005). Bahan untuk pembuatan pulley adalah dari besi cor kelabu dan alumunium. Akan tetapi kebanyakan jenis pulley terbuat dari hasil pengecoran besi cor kelabu. Banyak pelaku industri kecil maupun menengah yang mesin produksinya menggunakan penggerak pulley. Mereka sering mengganti pulley yang sudah rusak terutama karena pulley cepat mengalami keausan akibat beban yang terus-menerus. Pada
umumnya
proses
pengecoran
untuk
pembuatan
pulley
menggunakan cetakan pasir basah dan jumlah saluran masuk ke rongga cetakan satu buah. Penggunaan jumlah saluran masuk yang ideal dapat memperbaiki kualitas hasil coran pulley, sehingga diharapkan pulley hasil coran tidak mudah mengalami kerusakan. Jumlah saluran masuk yang ideal akan sangat berpengaruh terhadap sifat mekaniknya, terutama ketangguhan dan kekerasan dalam penelitian ini. Ada dua variabel pokok yang dipakai dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah saluran masuk. Variabel terikatnya adalah ketangguhan dan kekerasan pulley dari besi cor kelabu. Untuk lebih jelasnya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada gambar 2.14. di bawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Y1 X1 X
X2 X3
Y2
Gambar 2.14. Kerangka Berfikir
Keterangan: X
: Variasi jumlah saluran masuk (variabel bebas) X1 : Jumlah saluran masuk satu X2 : Jumlah saluran masuk dua X3 : Jumlah saluran masuk tiga
Y1
: Ketangguhan pulley (variabel terikat 1)
Y2
: Kekerasan pulley (variabel terikat 2)
commit to user