6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau mujur. Mukhtar dan Iskandar (2009: 169) menyatakan bahwa suatu tindakan efektif apabila dapat mencapai tujuan objektif spesifiknya. Menurut Starawaji dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999) menyebutkan efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Sedangkan menurut Sambasalim dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999) pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil pembelajaran, membawa kesan, sarana/ fasilitas memadai, materi dan metode affordable, guru profesional. Tinjauan utama efektifitas pembelajaran adalah outputnya,
yaitu
kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pembelajaran yang efektif Muijs (2008: 63)menyatakan sejumlah elemen harus ada agar pengajaran efektif. Pertama, pelajaran secara keseluruhan perlu distrukturisasikan dengan baik, dimana tujuan-tujuan pelajaran itu diberikan dengan jelas, poin-poin kuncinya ditekankan, dan poin-poin utamanya dirangkum pada akhir pembelajaran. Kedua, guru perlu mempresentasikan materi yang mereka ajarkan dalam bentuk langkahlangkah kecil. Murid perlu sepenuhnya menguasai langkah-langkah itu sebelum melangkah ke bagian berikutnya. Berdasarkan pada beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas pembelajaran adalah tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang terjadi dalam sebuah proses pembelajaran yang semua unsur dan komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi dengan baik. Dalam penelitian ini, indikator efektivitas pembelajaran hanya ditinjau dari belajar siswa yang terlihat dari ketuntasan hasil belajar.
6
7
2.1.1.1 Hasil Belajar Hasil belajar yang merupakan output sebuah proses pembelajaran memiliki banyak pengertian. Menurut Jihad (2010: 15) “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”. Sedangkan Benyamin S. Bloom dalam buku Evaluasi Pembelajaran menyatakan bahwa “hasil belajar dapat dilihat dari tiga ranah, yaitu secara kognitif, psikomotorik dan afektif”. Menurut Abdurrahman dalam Jihad (2010: 14) menjelaskan bahwa “hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”. Menurut Aunurrahman (2011: 183) “hasil belajar merupakan hasil dari suatu aktivitas yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru”. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Dari beberapa pendapat ahli yang disampaikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai dari suatu interaksi pembelajaran. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar pada waktu tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan. Sejalan dengan pengertian hasil belajar dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar tiga tanah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoris dari Benyamin Bloom. Bloom dalam Sudjana (2009: 22-23) menyatakan bahwa perubahan kognitif siswa/domain kognitif terdiri atas enam bagian sebagai berikut: a) Pengetahuan atau ingatan Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar.
8
b) Pemahaman Mengacu pada kemampuan memahami makna materi. c) Aplikasi Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situsi yang baru dan menyangkut pada penggunaan aturan dan prinsip. d) Analisis Mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponenkomponen atau faktor penyebab, dan mampu memahami hubungan diantara bagian yang satu dengan lainya sehingga struktur dan aturanya dapat lebih dimengerti. e) Sintesis Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. f) Evaluasi Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Sedangkan
perubahan
afektif
merupakan
suatu
perubahan
yang
menyangkut tujuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, dan minat pada diri siswa. Hasil belajar yang diharapakan dari perubahan afektif ini adalah sikap yang berhubungan dengan menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan menghayati yang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan siswa. Misalnya sikap teliti dan cermat dalam mengerjakan tugas pengamatan di sekitar sekolah atau tempat tinggal siswa. Perubahan psikomotor berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Hasil belajar yang diharapkan pada perubahan psikomotor tersebut berhubungan dengan kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk mengerjakan sesuatu sebagai hasil penguasaan materi yang telah dipelajari. Hal tersebut dapat dilihat dari performance/kinerja yang dilakukan oleh siswa terhadap tugas yang diberikan, dimana siswa diminta untuk dapat menunjukkan kinerja
9
yang memperlihatkan keterampilan-keterampilan tertentu atau kreasi mereka untuk membuat sesuatu yang berhubungan dengan materi. Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Untuk hasil belajar ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, menurut Slameto (2010: 54-82) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah: 1. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, faktor internal terdiri dari: a. Faktor Jasmaniah Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik yang normal atau tidak memiliki cacat sejak lahir. Kondisi fisik normal ini meliputi keadaan otak, panca indera, dan anggota tubuh. Kedua, kondisi kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi keberhasilan belajar. b. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang siap, matang dan stabil. Serta meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan seseorang. c. Faktor kelelahan Faktor kelelahan itu mempengaruhi belajar, agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajar. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan 2. Faktor Eksternal yaitu faktor dari luar individu. Faktor eksternal terdiri dari: a. Faktor keluarga Faktor keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Dapat dilihat dari cara cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
10
b. Faktor sekolah Lingkungan
sekolah
sangat
diperlukan
untuk
menentukan
keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan belajar para siswa di sekolah mencakup metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. c. Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat. Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat juga mempengaruhi siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu dan faktor yang berasal dari luar diri individu. Kedua faktor ini akan saling mendukung dan saling berinteraksi sehingga menghasilkan sebuah hasil belajar. 2.1.1.2 Hasil Belajar IPA Sudjana (2009: 3) menyatakan bahwa “hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar, dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik”. Sedangkan menurut Jihad (2010: 15) “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”. Berdasarkan definisi hasil belajar menurut para ahli perubahan tingkah laku siswa yang dapat diamati setelah mengikuti program belajar mengajar dalam bentuk tingkat penguasaan terhadap pengetahuan dan ketarampilan yang mencakup beberapa aspek. Aspek kognitif menekankan pada pengisian dan pengembangan pengetahuan dengan fakta-fakta yang berarti. Aspek afektif menekankan pada seberapa baik pemahaman dan penafsiran sikap siswa terhadap lingkungan di sekitarnya. Sedangkan aspek psikomotorik menekankan pada
11
perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam ketrampilan bertindak dalam kehidupan. Sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan hakikat IPA itu sendiri. Hakikat IPA menurut Iskandar (1997: 1) meliputi “sains sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah”. Dalam segi produk, siswa diharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan seharihari. Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuan, dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehahri-hari. Dari segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan penjelasan tersebut hasil belajar IPA meliputi tiga dimensi yaitu: (1) dimensi produk yang akan diperoleh siswa adalah pemahaman konsep; (2) dimensi proses siswa memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan serta mampu mengkomunikasikan gagasan; (3) dimensi sikap ilmiah siswa akan memperoleh sikap ingin tahu dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan berbagai macam permasalahan. 2.1.2 Metode Inkuiri Menurut Sudjana (2009: 22) “metode pembelajaran adalah cara atau teknik yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran untuk mencapai tujuan”. Sedangkan Jihad (2010:24) menyatakan “metode pembelajaran adalah cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa”. Roestiyah (2001: 75) menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas dan siswa diharapakan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah, akhirnya dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Sementara itu, Amri
12
(2010:85) menyatakan inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan (pertanyaan ilmiah). Berdasarkan definisi metode pembelajaran dan inkuiri yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri merupakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dihadapkan pada suatu keadaan atau masalah untuk kemudaian dicari jawaban atau kesimpulannya sehingga menempatkan siswa sebagai subyek belajar yang aktif. Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan siswa, namun guru tetap memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Menurut Kuslan dan Stone dalam Amri (2010: 104) proses belajar mengajar dengan metode inkuiri ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) menggunakan ketampilan proses; 2) jawaban yang dicari siswa tidak diketahai terlebih dahulu; 3) suatu masalah ditemukan dengan pemecahan masalah; 4) suatu masalah ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri; 5) hipotesis dirumudkan oleh siswa untuk membimbing percobaan dan eksperimen; 6) para siswa mengusulkan caracara pengmpulan data yang diperlukan; 7) siswa melakukan penelitian secara individu/ kelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji hipotesis; 8) siswa mengolah data sehingga mereka mencapai pada kesimpulan. Berdasarkan ciri-ciri
model pembelajaran inkuiri, guru berusaha
membimbing melatih dan membiasakan siswa terampil berpikir karena mereka mengalami keterlibatan secara mental maupun secara fisik seperti terampil menggunakan alat, terampil untuk merangkai peralatan percobaan dan sebagainya. Dari aspek lain guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri. Tujuan penggunaan metode inkuiri ini menurut National Research Council dalam Amri (2010: 91) adalah: 1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari prinsip dan konsep sains; 2) mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuan; 3) membiasakan siswa bekerja keras untuk memperoleh pengetahuan.
13
Untuk pencapaian tujuan penggunaan metode inkuiri dapat dilihat dari keunggulan metode inkuiri tersebut. Metode inkuiri ini memiliki keunggulan, menurut
Roestiyah
(2001:
76-77)
yaitu:
(a)
dapat
membentuk
dan
mengembangkan “sel-consept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik. (b) membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. (c) mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif, dan terbuka. (d) mendorong siswa untuk berpikir kritis dan merumuskan hipotesanya sendiri. (e) memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. (f) situasi pembelajaran lebih menggairahkan. (g) dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. (h) memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri. (i) menghindarkan diri dari cara belajar tradisional. (j) dapat memberikan waktu kepada
siswa
secukupnya
sehingga
mereka
dapat
mengasimilasi
dan
mengakomodasi informasi. Pada prinsipnya keunggulan metode inkuiri dapat dicapai melalui langkahlangkah pembelajaran yang sesuai. Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri (2010: 95) metode inkuiri ditempuh dengan menerapkan lima langkah dalam kegiatan pembelajaran yaitu: (1) merumuskan pertanyaan atau permasalahan; (2) merumuskan hipotesis; (3) mengumpulkan data; (4) menguji hipotesis; (5) membuat kesimpulan. 2.1.3 Media Pembelajaran Association for Education and Communication Technology (AECT) dalam Sadiman (2008: 6) mendefinisikan “media yaitu segala bentuk yang dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi”. Sedangkan National Educationan Association (NEA) dalam Sadiman (2008: 7) mendefinisikan media sebagai benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi efektifitas program instruksional. Menurut Iswidayati (2010: 2) media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yang mengandung makna pembuat (sumber) pesan dan penerima pesan.
14
Sadiman (2008: 2) mengemukakan pembelajaran adalah suatu proses yang kompleks untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa. Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya dalam upaya mencapai keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Bagaimanapun fungsi guru masih tetap menduduki tempat yang penting dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran media itu sendiri memiliki fungsi tersendiri menurut Sadiman (2008: 17-18) sebagai berikut: (1) mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa; (2) dapat mengatasi ruang kelas; (3) memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan dan guru; (4) menghasilkan keseragaman pengamatan; (5) menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis; (6) membangkitkan keinginan dan minat yang baru. Fungsi utama media pembelajaran adalah menambah pengalaman serta menanggulangi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, karena setiap siswa mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dan memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan praktis, seperti yang telah diuraikan di atas. Media pembelajaran dapat digunakan untuk menggantikan obyek-obyek riel yang sulit ditemukan siswa sebagai pengalaman belajar. Materi belajar seperti sumber daya alam yang didalamnya terdapat batu bara, perak, berbagai macam hewan dan seterusnya, yang pada umumnya sulit ditemukan secara kongkrit. Menurut Iswidayati (2010: 10-11) selain bersifat efektif dan praktis, media pembelajaran juga mempunyai kelebihan dalam beberapa hal diantaranya adalah: (1) media pembelajaran dapat melampaui batas ruang kelas, mampu menggantikan hal-hal yang tidak dapat dijangkau secara langsung ketika berada di dalam kelas, (2) media pembelajaran dapat berinteraksi langsung antara siswa dengan
15
lingkungannya, (3) media dapat menghasilkan keseragaman dalam pengamatan, (4) media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit, dan realistis, (5) media membangkitkan keinginan dan minat baru, (6) media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar, (7) media memberikan pengalaman yang integral/ menyeluruh dari yang kongkrit sampai dengan abstrak. Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, Seels dan Glasgow dalam Arsyad (2002: par.5) mengklasifikasikan media atas dua kelompok kelompok besar, yaitu: media tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media visual diam tak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan, dan media realia. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi (misal teleconference) dan media berbasis mikroprosesor (misal: permainan komputer dan hypermedia). Dari pendapat tersebut salah satu media tradisional yang berupa permainan dapat menggunakan kolase. 2.1.3.1 Media Kolase Susanto dalam Edukasi.net (2010: par.1) menyatakan bahwa kolase adalah suatu teknik menempel berbagai macam materi selain cat, seperti kertas, kain, kaca, logam dan lain sebagainya kemudian dikombinasi dengan penggunaan cat atau teknik lain. Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Syafii (2006: 3.26) menyatakan ”kolase adalah kegiatan melukis dengan cara menempel”. Sedangkan menurut Tim Bina Karya Guru (2006: 38) “kolase adalah melukis dengan cara menempel atau merekat”. Selanjutnya Paat (2008: 3) mengungkapkan bahwa kolase berasal dari bahasa Prancis coller yang berarti mengelem, merupakan teknik pembuatan kreasi dengan menggabunngkan dan menempelkan beberapa bagian, dapat berupa gambar atau teks, untuk menghasilkan bentuk baru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kolase merupakan penggunaan teknik mendekorasi permukaan suatu benda dengan menempelkan materi seperti kertas,
16
kaca, kain, batu, daun kering dan sebagainya kemudian dikombinasikan dengan teknik melukis dengan tangan yang menggunakan cat. Dalam perkembangannya seni kolase menurut Linderman, E. W dalam Edukasi.net (2010: par.4) menyatakan seni kolase berkembang pesat di Perancis, Inggris, Jerman dan kota-kota lain di Eropa. Menurut para ahli diperkirakan kegiatan ini bermula di Venice, Italia kira-kira pada abad 17 ketika kota Venice menjadi terdepan dalam hal percetakan di Eropa. Perkembangan kolase kemudian secara kreatif dimanfaatkan sebagai unsur estetik yang personal dalam sebuah karya lukis. Kolase menjadi media yang digemari oleh kalangan seniman dunia. Pablo Picasso,George Braque dan Max Ernest terkenal dengan karya-karya lukisnya yang memanfaatkan kolase kertas, kain dan berbagai objek lainnya. Henri Mattise adalah salah satu seniman yang giat berkreasi dalam kolase, ketika jari-jari tangannya terserang arthritis hingga tak mampu melukis lagi. Mattise beralih ke kolase, ia memotongmotong kertas warna dalam ukuran besar dengan berbagai bentu hingga tercipta mural kertas yang indah. Untuk membuat kolase terdapat berbagai bahan khusus yang di gunakan. Kamus Besar
Bahasa Indonesia
yang dikarang Chaniago
(1995:
50)
mengemukakan ”bahan adalah barang yang hendak dijadikan barang lain yang baru”. Sedangkan Herawati (1999: 128) mengungkapkan bahwa ”bahan adalah barang yang akan dijadikan barang lain”. Tim Suhuf Kertaseni Nusantara (2000: 5) menyatakan ”bahan adalah barang yang dijadikan barang baru”. Sudjana (2009: 22) mengungkapkan bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan/ dibahas dalam proses belajarmengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahan adalah barang yang akan dijadikan barang lain yang baru, seperti: batang pohon pinus diolah menjadi kertas, kertas bekas yang digunakan menjadi gambar kolase dan sebagainya. Syafii (2006: 3.34) menyatakan bahwa: bahan kolase bisa berupa bahan alam, bahan buatan, bahan setengah jadi, bahan jadi, bahan sisa atau bekas dan sebagainya. Misalnya kertas koran, kertas kalender, kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik, sendok eskrim, serutan kayu, serutan pensil, kulit batang pisang kering, kerang, elemen elekronik, sedotan minuman, tutup botol dan sebagainya. Selanjutnya menurut Edukasi.net (2010: par.2) bahan kolase dapat
17
dikelompokkan menjadi: 1) bahan-bahan alam (daun, ranting, bunga kering, kerang, batu-batuan), 2) bahan-bahan olahan (plastik, serat sintetis, logam, karet), 3) bahan-bahan bekas (majalah bekas, tutup botol, bungkus permen atau coklat). Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain: a) bahan alam yang dapat diguanakan adalah daun, kulit batang pisang kering, ranting, bunga kering, kerang dan batu batuan, b) bahan olahan yang dapat diguanakan adalah kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik sendok es krim, sedotan minuman, logam dan karet, c) bahan bekas yang dapat diguanakan adalah kertas koran, kalender bekas, majalah bekas, tutup botol dan bungkus makanan. Sedangkan untuk bahan-bahan yang tidak memakan biaya yang dapat dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain: kertas bekas, daun kering, kulit, kain perca, biji-bijian, bekas potongan kaca, serutan kayu, unsur kelapa, bekas potongan logam, bekas potongan keramik, batu dan sebagainya. Syafii (2006: 3.34) menyatakan tiap-tiap bahan mempunyai karakteristik tersendiri sesuai dengan kualitas bahan tersebut. Oleh karena itu, karakteristiknya berbeda maka yang perlu di perhatikan bahwa pengolahan, pengawetan bahan, perekat, yang di pakai untuk tiap bahan memerlukan perlakuan yang khusus. Cara pengolahan bahan agar dapat dijadikan elemen kolase antara lain: a. Serutan Kayu Untuk bahan kolase dapat digunakan serutan kayu yang harus dikeringkan dahulu. Hal ini dimaksudkan agar warnanya tidak berubah. Kemudian serutan kayu dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan dan siap untuk ditempel. b. Kaca Kaca yang digunakan adalah bekas potongan kaca yang biasa didapat di tempat orang yang memasang bingkai untuk gambar pajangan yang sudah tidak digunakan lagi. Agar kaca berwarna,dapat dipakai kaca yang biasa yang dicat dengan synthetic high gloss merk Platone, ICI, Sun Rise dan lain-lain. Kalau pemotong kaca tidak ada, kaca dapat dibentuk dengan cara mengetok atau
18
menghempaskan ke atas permukaan yang keras. Dengan cara ini akan diperoleh ukuran kaca yang tidak teratur dan tidak sama besar. Tapi dalam pengolahan kaca diharapkan agar berhati-hati agar tidak terluka. c. Batu Batu yang cocok adalah batu akik, karena batu akik memiliki bermacammacam warna. Kemudian diasah sehingga warnanya akan kelihatan lebih cemerlang. d. Logam Untuk kolase sebaiknya dipilih bekas-bekas logam yang mudah didapat seperti: seng, kuningan dan aluminium. Plat logam dapat dipotong-potong dengan ukuran yang dikehendaki, kemudian baru didatarkan ke bidang dasar kolase. e. Keramik Warnanya cukup banyak, untuk keperluan membuat kolase dapat digunakan bekas potongan keramik untuk lantai rumah. Bahan ini dapat dipotong-potong, sesuai ukuran yang dikehendaki. f. Tempurung (batok kelapa) Untuk bahan kolase sebaiknya dipilih tempurung dari kelapa setengah tua sampai kelapa tua. Kemudian dibersihkan dari serat-serat sabut itu dihaluskan dengan ampelas dan setelah halus baru dipotong dengan ukuruan yang dikehendaki.Tempurung dapat dipotong-potong dengan gergaji besi sesuai dengan ukuran yang dikehendaki g. Biji-Bijian Biji-bijian diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, biji-bijian ini banyak pula macamnya, demikian pula bentuk, ukuran, warna dan teksturnya. Biji-bijian ini hendaknya dikeringkan terlebih dahulu, agar warnanya tidak berubah lagi demikian pula penyusutannya. Bila perlu dapat pula disangrai (digoreng tanpa minyak). h. Daun-daunan Daun-daunan adalah bahan kolase yang sangat mudah diperoleh. Untuk dijadikan bahan kolase, diambil daun kering atau daun yang sudah gugur.
19
Pilihlah warna daun kering yang berbeda-beda agar dalam penyusunannya menjadi sebuah lukisan atau desain akan lebih mudah. i. Kulit-kulitan Kulit-kulit berasal dari kulit buah dan kulit batang tumbuh-tumbuhan. Tidak semua kulit buah dapat dijadikan bahan kolase, demikian pula dengan kulit batang, kulit salak, kulit kacang tanah, kulit jeruk, kulit rambutan. Kulit batang yang dapat dijadikan kolase diantaranya: rambutan. Kulit pisang, kelopak bambu. Semua kulit-kulitan haruslah dikeringkan dahulu sebelum dipakai sebagai bahan kolase. Kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. j. Kertas Bekas Kata kertas dalam bahasa inggris disebut “paper” dalam bahasa Belanda dinamakan “papier”. Kata ini berasal dari bahasa yunani “papyrus” yakni sejenis tanaman air, banyak dipakai orang Mesir sebangai bahan untuk tulismenulis. Kertas dibuat untuk bermacam-macam keperluan seperti: alat tulis kantor, pembungkus, pendidikan (buku-buku), dekorasi, dan berbagai keperluan lainnya. Untuk bahan kolase tentu dipilih kertas yang berwarna. Kertas berwarna bermacam-macam pula jenis dan kegunaanya. Semua kertas berwarna pada dasarnya dapat dijadikan bahan kolase. Kertas-kertas bekas sampul, majalah, poster-poster, almanak-almanak, kemasan rokok atau kemasan produk-produk industri dapat pula di pakai sebagai bahan kolase. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kertas pada dasarnya mudah digarap dengan berbagai macam cara, sehingga sangat cocok digunakan sebagai elemen kolase. Pemanfaatan kertas bekas sebagai bahan kolase bertujuan untuk memudahkan siswa karena kertas bekas mudah didapat di lingkungan sekitar tempat tinggal dan tidak memakan biaya. Dalam pemakaian, kertas dipotongpotong sesuai dengan ukuran yang di kehendaki. Penggunaan bahan-bahan ini sudah tentu dipertimbangkan perekatnya, yakni lem atau perekat lain. Bahan perekat yang dipakai tentunya dilihat dari jenis bahan yang akan direkatkan. Selain itu juga ditentukan oleh teknik merekat bahan tersebut pada bidang dasar kolase. Soemarjadi dalam Edukasi.net (2010: par.1)
20
menyatakan bahwa, ada dua teknik dasar merekatkan yakni teknik penempelan dan teknik pengecoran. 1. Teknik Penempelan Teknik penempelan dilakukan dengan cara menempelkan elemen kolase dengan bahan perekat kertas bidang dasar kolase. Ada beberapa jenis perekat yang tersedia dipasaran antara lain: a. Aica Aibon Lem sintesis merek Aica Aibon adalah sejenis lem yang dapat menempelkan langsung benda pada permukaan bidang dasar. Lem ini dapat dengan cepat mengeras, sehingga benda yang ditempelkan akan cepat tertempel dengan kuat. Lem ini di pasang dijual dalam kemasan kaleng dan tube. Semua dapat ditempelkan dengan menggunakan lem ini. Teknik penempelannya adalah sebagai berikut: sediakan dasar berupa lembaran tripleks/karton tebal sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, Kemudian Teteskan lem ke atas bidang dasar, kemudian ratakan dengan sudip plastik. Oleh karena lem ini cepat mengeras maka bidang yang diberi lem pada tiap tahap saja. Setelah lem mengering lalu ditempelkan elemen kolase ke atas bidang dasar yang sudah diolesi lem. Ulangi proses itu sampai kolase selesai. Lem lain yang sejenis dengan lem merek ini adalah: cap banteng dan cap kambing, bila lem sintetis ini sulit diperoleh sebagai gantinya dapat di pakai lem kulit. b. Glukol/ Teakol Glukol/ Teakol adalah lem yang dibuat khusus untuk kertas. Lem ini dikemas di dalam botol plastik. Keistimewaan lem ini adalah daya rekatnya yang tinggi dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama dalam keadaan tidak mengeras dan tidak membusuk (rusak). Teknik perekatan elemen kolase dengan lem ini adalah: siapkan selembar tripleks atau karton tebal (minimal 2 mm) sebagai bidang dasar kertas dasar kolase, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, kemudian gunting kertas berwarna yang telah disiapkan sesuai dengan potongan, setelah itu pindahkan desain kolase ke bidang dasar, kemudian sapukan lem rakol keatas bidang dasar sebagian demi sebagian, kemudian ambil potongan-potongan kertas dengan jarum dan tempelkan ke atas bidang
21
tersebut. Lakukan proses tersebut sampai semua bidang kolase terisi penuh. Bila lem Terakol/ Glukol sulit diperoleh, dapat diganti dengan lem yang dibuat dari tepung tapioca yang dicampur dengan air ditambah sedikit cuka lalu dipanaskan sambil diaduk. Setelah panasnya cukup maka pasta lem akan berubah menjadi bubur kanji yang kenyal. c. Rakoll Lem merek Rakoll adalah lem sintesis yang di buat khusus untuk industri mebel. Lem ini berbentuk pasta (cairan kental) berwarna putih. Dijual dalam kemasan botol plastik, isi bersih 1 kg. Teknik perekat elemen kolase dengan lem Rakoll: Disiapkan selembar tripleks bidang dasar kolase, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki, kemudian buat potongan kayu berbentuk sesuai dengan pola, seterusnya Celupkan setengah bagian kubus ke dalam cairan lem, kemudian tempelkan ke atas permukaan bidang dasar. Penempatan elemen kolase hendaklah sesuai dengan yang dibuat. 2. Teknik Pengecoran Teknik pengecoran dilakukan dengan cara menyusun elemen kolase pada selembar kertas kemudian setelah selesai diletakkan dalam sebuah bingkai, lalu di cor dengan bahan semen. Semen adalah bahan khusus untuk pengecoran batu kali, porselen, dan bahan bangunannya lainnya. Semen dikemasan dalam kantongkantong kertas dengan berat bersih 40 kg. Dalam pemakaiannya semen dapat dicampur dengan pasir, kerikil dan air. Untuk kerajinan kolase, semen dapat dipakai sebagai dasar kolase atau sebagai perakat elemen kolase seperti keramik, kaca, batu dan elemen keras lainnya. Selain bahan dan perekat pada kolase terdapat juga berbagai alat yang digunakan. Menurut Sudjana (2009: 22) ”alat adalah barang atau cara yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa alat adalah barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu, seperti pisau untuk memotong daun-daun kering, gunting untuk menggunting kertas, gergaji untuk memotong kayu dan sebagainya. Dalam teknik kolase alatalat yang dibutuhkan adalah gunting kain atau kertas, gunting seng, gergaji kayu, gergaji besi, kakak tua, pisau, sendok semen, pemotong kaca, ember plastik, jarum
22
bertangkai, sudip plastik. Jenis-jenis alat yang dipakai dalam pembuatan kolase tergantung kepada macam-macam bahan itu sendiri. Untuk menghasilkan kolase yang padu dan sesuai harus memperhatikan komposisinya. Kegiatan menata komposisi dalam membuat kolase merupakan aktivitas yang penting dan kompleks. Berbagai unsur rupa yang berbeda karakternya dipadukan dalam suatu komposisi untuk mengekspresikan gagasan artistik atau makna tertentu. Menurut Herawati (1999: 105-114) “unsur-unsur seni rupa meliputi: garis, bentuk, warna, tekstur, ruang dan cahaya”. Lebih lanjut akan di uraikan di bawah ini: 1. Garis. Di bidang matematika garis diartikan sebagai rangkaian titik-titik atau titik-titik yang berkelanjutan. Garis yang diamati pada karya seni rupa ada yang nyata jelas kelihatannya ada yang bersifat kesan. Garis nyata adalah garis yang mudah dikenal seperti garis lurus, garis lengkung, garis bergelombang dan sebagainya. Sedangkan garis kesan atau garis pengikat pada hakekatnya garis ini tidak ada, tidak jelas dan secara tergambarkan tidak terlihat. Garis ini lebih merupakan ilusi atau sugesti, seperti terdapat pada batas-batas luar suatu bentuk atau ruang , batas bidang dan antara batas warna. 2. Bentuk. Bidang adalah perpaduan atau perpotongan garis dengan garis. Sedangkan bentuk adalah perpaduan atau perpotongan bidang dengan bidang. Bentuk juga ada yang mempunyai sifat nyata dan bersifat kesan. Bersifat nyata jika terdapat pada karya tiga dimensi misalnya kelihatan bulat diraba juga terasa bulat dan bersifat kesan jika bentuk tersebut terdapat pada karya seni rupa dua dimensi. 3. Warna. Warna adalah salah satu unsur seni rupa yang paling mudah ditangkap oleh indra mata. Warna-warna yang bervariasi mempunyai karakter dan mengesankan suasana yang berbeda, misalnya warna merah kuning dapat menimbulkan kesan yang mempunyai daya kekuatan panas, dan penuh bersemangat. Disamping itu karakter warna juga dapat dilihat dari tebal atau tipisnya warna yang berbeda atau luas bidang warna yang berbeda. 4. Tekstur. Tekstur adalah sifat permukaan pada suatu benda. Sifat bahan ada yang nyata ada pula yang bersifat kesan. Pada lukisan tekstur bersifat kesan
23
karena setelah diraba ternyata halus. Tekstur yang nyata jika kelihatan menonjol atau kasar maka kalau diraba akan benar-banar akan terasa menonjol atau kasar contohnya seni patung atau relief. 5. Ruang. Ruang dibentuk oleh adanya masa, bentuk yang diubah/disusun. Ruang bagi pelukis lebih merupakan suatu khayalan karena dia bekerja dengan bentuk dua dimensi. Sebaliknya ruang bagi pemahat dan arsitek lebih banyak merupakan suatu kenyataan yang diperlukan karena ia bekerja dengan bentuk tiga dimensi. 6. Cahaya. Cahaya juga mempunyai unsur nyata dan unsur kesan. Unsur nyata jika sumber cahaya itu benar-benar berasal dari benda seperti lampu, matahari, api dan sebagainya. Unsur kesan jika cahaya itu hanya tampak sebagai gambaran, misalnya cahaya pada lukisan, gambar dan foto. Sedangkan dalam Edukasi. Net (2010: par.1)dinyatakan bahwa: “unsurunsur rupa pada kolase antara lain: titik dan bitik, garis, bidang, warna, bentuk dan tekstur”. Lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini: 1. Titik dan bintik: titik adalah unit unsur rupa yang terkecil yang tidak memiliki ukuran panjang dan lebar, sedang bintik adalah titik yang sedikit lebih besar. Unsur titik pada kolase dapat diwujudkan dari butir-butir pasir laut. Sedang bintik dapat diwujudkan dari lada atau biji-bijian yang berukuran kecil dan sejenisnya.
Gambar 2.1. Unsur titik dan bintik pada kolase yang terbuat dari pasir laut, lada, kedelai, biji-bijian, dsb. (Sumber:http:www.e-dukasi.net/ pengpop/pp) 2. Garis: merupakan perpanjangan dari titik yang memiliki ukuran panjang namun relatif tidak memiliki lebar. Ditinjau dari jenisnya garis dapat dibedakan menjadi: garis lurus, garis lengkung, garis putus-putus dan garis spiral. Unsur
24
garis pada kolase dapat diwujudkan dari potongan kawat, lidi, batang korek, benang dan sebagainya.
Gambar 2.2. Unsur garis pada kolase yang terbuat dari benang, seperti garis lurus, lengkung, patah-patah, dsb. (Sumber:http:www.e-dukasi.net /pengpop/pp) 3. Bidang: merupakan unsur rupa yang terjadi karena pertemuan beberapa garis. Bidang dapat dibedakan menjadi bidang horizontal, vertikal, melintang.
Gambar 2.3. Unsur bidang pada kolase yang terbuat dari beragam sobekan kertas, tiket, prangko. (Sumber:Child craft 1972 dikutip dari : http: www.e-dukasi.net /pengpop/pp) 4. Warna: merupakan unsur rupa yang penting dan salah satu wujud keindahan yang dapat dicerap oleh indera penglihatan manusia. Warna secara nyata dapat dibedakan menjadi warna primer, sekunder dan tertier. Unsur warna pada kolase dapat diwujudkan dari unsur cat, pita/renda, kertas warna, kain warnawarni dan sebagainya.
25
Gambar 2.4. Unsur warna pada kolase yang terbuat dari art paper warna merah, kuning. (Sumber:http:www.e-dukasi.net/pengpop/pp) 5. Bentuk: dalam pengertian dua dimensi akan berupa gambar yang tidak bervolume, sedang dalam pengertian tiga dimensi adalah unsur rupa yang terbentuk karena ruang dan volume. Bentuk ada dua macam yakni: bentuk dengan struktur beraturan dan terukur (bentuk geometris); dan bentuk yang tak beraturan (bentuk organis). Unsur bentuk pada kolase dapat berupa guntingan atau sobekan kertas/kain, bungkus permen, daun kering, pita, uang logam, tutup botol, potongan kayu, dan sebagainya.
Gambar 2.5. Macam-macam unsur bentuk pada kolase kancing dan gesper (Sumber:Child craft 1972 dikutip dari:http:www.e-dukasi.net/ pengpop/pp) 6. Tekstur: merupakan nilai atau sifat atau karakter permukaan dari suatu benda, seperti halus, kasar, bergelombang, lembut, lunak, keras, dan sebagainya. Tekstur secara visual dapat dibedakan menjadi tekstur nyata dan tekstur semu. Unsur tekstur nyata pada kolase dapat berupa kapas, karung goni, kain sutra, amplas, sabut kelapa, karet busa dan lainya. Sedang tekstur semu dapat berupa hasil cetakan irisan belimbing, tekstur koin di kertas, tekstur anyaman bambu di kertas dan sebagainya.
26
Gambar 2.6. Unsur tekstur nyata pada kartu (Sumber: http:www.e-dukasi. net/pengpop/pp) Yang dimaksud dengan unsur-unsur rupa disini adalah aspek-aspek bentuk yang terlihat, konkret yang dalam kenyataannya saling terkait dan tidak mudah dipisahkan satu dengan lainnya. Kesimpulannya adalah unsur-unsur rupa pada kolase antara lain titik dan bitik, garis, bidang, warna, bentuk dan tekstur. Pada gambar kolase cahaya gelap terang diaplikasikan melalui penggunaan teknik melukis dengan tangan yang menggunakan cat. Tampilan keseluruhannya menentukan perwujudan dan makna aspek bentuk itu sendiri. Adapun
kelebihan
dengan
menggunakan
media
kolase
dalam
pembelajaran diantaranya sebagai berikut : 1. Dalam media kolase bahan yang digunakan mudah didapatkan seperti memanfaatkan kertas bekas atau barang-barang lain yang sudah tidak terpakai. Syafii (2006: 3.34) menyatakan bahwa: ”bahan kolase bisa berupa bahan alam, bahan buatan, bahan setengah jadi, bahan jadi, bahan sisa atau bekas dan sebagainya”. Misalnya kertas koran, kertas kalender, kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik, sendok eskrim, serutan kayu, serutan pensil, kulit batang pisang kering, kerang, elemen elekronik, sedotan minuman, tutup botol dan sebagainya. 2. Media kolase juga dapat berparan sebagai bentuk hiburan bagi anak, sebagai imbangan mata pelajaran yang sedang dilaksanakan. 3. Plato dalam syafii (2006: 1.6) seorang ahli filsafat terkenal, menyatakan bahwa
”seni
seharusnya
menjadi dasar
pendidikan”.
Pendapat
ini
menunjukkan bahwa pebelajaran dengan menggunakan media kolase
27
memiliki peran dan fungsi sebagai alat atau media mencapai sasaran pendidikan secara umum. 4. Dengan media kolase dalam pembelajaran dapat mengembangkan kretifitas siswa dan pembelajaran tidak menjadi membosankan lagi, sehingga siswa lebih berani dalam mengeksplorasi ide-ide kreatif, bahan dan teknik untuk menghasilkan karya kolase yang unik. 5. Siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan dapat menghasilkan anak didik yang memiliki ketrampilan, kreatif dan inovatif. 6. Adanya prinsip kepraktisan, prinsip ini mendasarkan pada tawaran pemanfaatan potensi lingkungan untuk media kolase. Material apapun dapat anda manfaatkan dalam pembuatan kolase asalkan ditata menjadi komposisi yang menarik atau unik. 7. Hurlock dalam Kurnia (2007: 1-20) membagi karakteristik perkembangan masa anak akhir pada usia 6-12 tahun. Periode ini juga disebut usia kreatif dan usia bermain, sebagai kelanjutan dan penyempurnaan prilaku kreatif yang mulai terbentuk pada masa anak awal. Dengan menggunakan media kolase periode ini dapat terpanuhi karena dengan menggunakan media kolase dapat mengembangkan kreatifitas siswa dengan bermain. Sehingga dapat menarik perhatian dalam kegiatan pembelajaran dan dapat membantu siswa memahami dan mampu menyerap inti kegiatan pembelajaran dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. 8. Piaget dalam Slameto (2010: 8) mengungkapkan belajar kognitif akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Dengan bantuan media koloase teori belajar menurut piaget dapat terlaksana krena media kolase dapat memberikan rangsangan kepada peserta
28
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. 9. Dengan bermain dengan media kolase siswa dapat melatih konsentrasi. Pada saat berkonsentrasi melepas dan menempel dibutuhkan pula koordinasi pergerakan tangan dan mata. Koordinasi ini sangat baik untuk merangsang pertumbuhan otak di masa yang sangat pesat. 10. Melatih Memecahkan Masalah, kolase merupakan sebuah masalah yang harus diselesaikan anak. Tetapi bukan masalah sebenarnya, melainkan sebuah permainan yang harus dikerjakan anak. Masalah yang mengasyikkan yang membuat anak tanpa sadar sebenarnya sedang dilatih untuk memecahkan sebuah masalah. Hal ini akan memperkuat kemampuan anak untuk keluar dari permasalahan. 11. Siswa
dapat
meningkatkan
Kepercayaan
Diri.
Bila
anak
mampu
menyelesaikannya, dia akan mendapatkan kepuasan tersendiri. Dalam dirinya tumbuh kepercayaan diri kalau dia mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Kepercayaan diri sangat positif untuk menambah daya kreativitas anak karena mereka tidak takut atau malu saat mengerjakan sesuatu. Dari kelebihan menggunkan media kolase didapatkan juga kemudahan dalam proses belajar mengajar. Dengan media kolase guru dapat transfer belajar sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai karena media ini berbentuk kongkrit dan dapat lebih menarik perhatian siswa dibanding dengan mengunakan ceramah. Sedangkan siswa dapat berperan aktif sesuai ketrampilan proses yang digunakan pada pembelajaran IPA dengan mengamati bendanya secara langsung, menggunakan media, mengkomunikasikan hasil melalui berbagai cara seperti lisan dan tulisan, menafsirkan informasi, mengajukan pertanyaan, memprediksi. Jadi, kemudahan dalam menggunakan media kolase dapat dilihat dari dua sisi yaitu siswa dan sisi guru. Pada sisi siswa dengan menggunakan media kolase minat siswa untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung sangat tinggi, karena siswa berperan secara langsung untuk menemukan inti pembelajaran dengan menggunakan media kolase. Pada sisi guru yaitu dapat
29
mentransfer belajar sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan mudah, karena siswa lebih tertarik pada media kolase dibandingkan dengan ceramah. 2.1.3.2 Media Picture Picture merupakan media visual yang tidak memerlukan alat penampil untuk penyajiannya, biasanya picture dibuat diatas benda tidak transparan yang berupa kertas, karton, kain, plastic, atau bahan lain yang tipis dan ringan. Media picture ini menggunakan media pembelajaran berupa gambar. Gambar sebagai media pembelajaran dapat berupa gambar atau tulisan manual, hasil cetakan atau berupa foto. Dengan demikian yang termasuk media gambar adalah berbagai bentuk bagan, diagram, grafik, penampang, tabel dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran siswa. Menurut Sadiman (2008: 29-31) manfaat gambar sebagai media pembelajaran sebagai berikut: (1) sifatnya kongkret; (2) gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu; (3) media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan; (4) gambar dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja; (5) gambar dapat digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus. Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar mempunyai beberapa kelemahan dalam pembelajaran. Menurut Sadiman (2008: 31) kelemahankelemahan gambar yaitu: (1) gambar hanya menekankan persepsi indra mata; (2) gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran; (3) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri (2010: 95) langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri berbantuan media picture adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan pertanyaan atau permasalahan Guru menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri, mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan masalah, memotifasi siswa untuk terlibat dalam memecahkan masalah. Guru memberikan pertanyaan-pertanyan yang dapat memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi. Strategi yang dipakai didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana.
30
2. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Guru memberi peluang siswa untuk menemukan jawaban-jawaban yang memungkinkan dari mereka sendiri. Pada pencarian jawaban siswa secara mandiri mencari informasi sebanyak-banyaknya dari peristiwa yang mereka lihat atau alami, dan dari berbagai sumber yang ada seperti: buku paket, lingkungan sekitar dan sebagainya yang tentunya dapat menunjang jawaban dari masalah/pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa diarahkan kepada pokok permasalahan yang akan dicari jawabannya dan dipecahkan. Untuk itu guru hendaknya menjelaskan tujuan yang ingin dicapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. 3. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pemgumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Dari gambar yang diperlihatkan oleh guru, siswa merancang secara langsung dengan menggunakan
media
picture.
Secara
berkelompok
siswa
dapat
mengelompokkan gambar-gambar berdasarkan asal bahan di depan kelas. 4. Menguji hipotesis Selanjutnya siswa menyusun dan menguji hipotesis dari hasil karya yang sudah jadi. Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Siswa berpikir secara kritis dan logis untuk membuat
31
hubungan antara bukti yang berupa picture dan penjelasan. Guru berperan untuk memperluas inkuiri siswa dengan mengembangkan informasi yang mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung. Guru menanyakan dasar/alasan pemikiran hasil karya yang sudah jadi tersebut. Setelah itu mengajak siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar dengan indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berlangsung dengan tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu mengendalikan situasi yang terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan jika terdapat kendala dalam diskusi sehingga proses diskusi dalam pembelajaran semakin menarik. Dalam proses diskusi dan pembacaan hasil karya ini guru harus memberikan penekanan-penekanan dengan cara meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. 5. Membuat kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka yang berupa picture. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe informasi yang sebelumnya tidak mereka miliki. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa dengan meluruskan kesalahan pemahaman dan memberi penguatan. Guru membimbing dan membantu dalam proses pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Kesimpulan dan rangkuman dilakukan bersama dengan siswa. Penekanan pada media picture ini adalah pada proses dan cara mereka berpikir dalam mengurutkan gambar yang tersedia. Gambar-gambar yang tersedia menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carton dalam ukuran besar.
32
2.1.4 Syntak Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri (2010: 95) prosedur pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase yang dilakukan di dalam kelas eksperimen adalah sebagai berikut: 1. Merumuskan pertanyaan atau permasalahan Guru menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri, mengajukan fenomena atau cerita untuk memunculkan masalah, memotifasi siswa untuk terlibat dalam memecahkan masalah. Guru memberikan pertanyaan-pertanyan yang dapat memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi tentang sumber daya alam. Strategi yang dipakai didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana. 2. Merumuskan hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Guru memberi peluang siswa untuk menemukan jawaban-jawaban yang memungkinkan dari mereka sendiri. Pada pencarian jawaban siswa secara mandiri mencari informasi sebanyak-banyaknya dari peristiwa yang mereka lihat atau alami, dan dari berbagai sumber yang ada seperti: buku paket, lingkungan sekitar dan sebagainya yang tentunya dapat menunjang jawaban dari masalah/pertanyaan yang diajukan oleh guru. Siswa diarahkan kepada pokok permasalahan yang akan dicari jawabannya dan dipecahkan. Untuk itu guru menjelaskan tujuan yang ingin dicapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji. 3. Mengumpulkan data Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan
intelektual.
Proses
pemgumpulan
data
bukan
hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan
33
ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Untuk mendapatkan data, siswa merancang dan melakukan penelitian secara langsung dengan menggunakan media kolase. Untuk melakukan penelitian siswa dibagi menjadi tiga kelompok secara heterogen. Secara berkelompok siswa dapat membedakan bahan yang ditempel dengan menggunakan tekhnik kolase sesuai dengan judul masing-masing kelompok pada materi sumber daya alam. Setiap kelompok membuat 6 karya kolase yang terdiri dari: 2 kolase untuk contoh benda yang berasal dari tumbuhan, 2 kolase untuk contoh benda yang berasal dari hewan dan 2 kolase untuk contoh benda yang berasal dari bahan alam tak hidup. Dan siswa diminta untuk mencari bahan tambahan dari luar kelas yang mendukung hasil karyanya. Setiap kelompok hasil karya kolase diberi keterangan. 4. Menguji hipotesis Selanjutnya siswa menyusun dan menguji hipotesis dari hasil karya yang sudah jadi. Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan. Siswa berpikir secara kritis dan logis untuk membuat hubungan antara bukti yang berupa kolase dan penjelasan. Guru berperan untuk memperluas inkuiri siswa dengan mengembangkan informasi yang mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung. Guru menanyakan dasar/alasan pemikiran hasil karya yang sudah jadi tersebut. Setelah itu mengajak siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar dengan indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berlangsung dengan tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu mengendalikan situasi yang terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan jika terdapat kendala dalam diskusi sehingga proses diskusi dalam pembelajaran semakin menarik. Dalam proses diskusi dan pembacaan hasil karya ini guru harus memberikan penekanan-penekanan dengan cara meminta siswa lain
34
untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. 5. Membuat kesimpulan Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang relevan. Siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka yang berupa kolase. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe informasi yang sebelumnya tidak mereka miliki. Guru bertanya jawab tentang hal-hal yang belum diketahui siswa dengan meluruskan kesalahan pemahaman dan memberi penguatan. Guru membimbing dan membantu dalam proses pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Kesimpulan dan rangkuman dilakukan bersama dengan siswa. 2.2 Hasil Kajian Penelitian yang Relevan Sampai saat ini telah banyak penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan, baik itu mengengenai media kolase itu sendiri maupun topik atau materi yang akan dipilih dengan menggunakan media kolase. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah Sulistyawati, 2010 meneliti tentang penerapan teknik kolase untuk meningkatkan kualitas pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas 1 SDN Lesanpuro 02 Kec. Kedungkandang Malang. Hasil penelitiannya menunjukkan 1) Untuk perencanaan pembelajaran dengan teknik kolase dilakukan dengan persiapan berupa rencana pelaksanaan pembelajaran, metode, stragi dan media berupa kartu suku kata dan teknik kolase dua dimensi, 2) Implementasi teknik kolase telah meningkatkan pembelajaran membaca dan menulis baik dari aktivitas, kreatifitas, inovasi, efektifitas dan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, 3) Hasil pembelajaran dengan teknik kolase telah mampu meningkatkan kemampuan membaca dan menulis permulaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia, Wira Deny. 2011. Penerapan metode demonstrasi dalam pembelajaran kolase untuk meningkatkan
35
kemampuan seni anak kelompok B di TK Pertiwi 02 Beru Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan kemampuan seni anak dalam pembelajaran kolase melalui langkah-langkah penerapan metode demonstrasi tiap-tiap siklus, pada siklus I 68,4 % dan siklus II 86,1%. Pada siklus I ke siklus II kemampuan anak mengalami peningkatan yaitu
17,7 %.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan langkah-langkah metode demonstrasi dapat meningkatkan kemampuan seni anak
dalam
pembelajaran kolase. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wulansari, Rizka Dewi. 2011. Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Membuat Kolase pada Siswa Kelas I di SDN Sukoharjo 02 Kota Malang. Dari hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan
kemampuan
siswa
dalam
membuat
kolase.
Peningkatan
keberhasilan kemampuan proses dari pratindakan ke siklus 1 sebesar 10,1% dan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 10%, sedangkan peningkatan keberhasilan kemampuan hasil dari pratindakan ke siklus 1 sebesar 20% dan dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 2,4%. Nurdiariana, Ika. 2011. Perbedaan hasil belajar siswa kelas IV dalam pembelajaran IPA dengan menggunakan media kolase dan media picture and picture pada gugus gajah mada Kec. Randublatung Kab. Blora semester II tahun pelajaran 2010/2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada hasil belajar siswa kelas IV Media kolase memberikan pengaruh yang lebih tinggi tingkatannya daripada media picture and picture terbukti dengan melihat perbedaan hasil belajar yang di peroleh siswa setelah mendapatkan materi pembelajaran yang sama yaitu ”Sumber Daya Alam” tetapi mendapatkan perlakuan yang berbeda. Afriani, Ana Rosiyana. 2011. Efektifitas Penggunaan Media Gambar Kolase dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi (Studi Eksperimen Kuasi pada Mahasiswa Semester V Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis FPBS UPI Tahun Akademik 2010/2011). Hasil penelitian bahwa penggunaan media gambar kolase dalam pembelajaran menulis karangan
36
deskripsi
yang
meningkatkan
diujicobakan kemampuan
pada
menulis
mahasiswa karangan
tersebut, deskriptif
terbukti bahasa
dapat Prancis
mahasiswa. 2.3 Kerangka Berpikir IPA merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sehingga dalam pembelajaran IPA membutuhkan pemikiran kritis dan kreatif. Penggunaan metode yang tepat akan mendorong siswa berfikir kreatif dan kritis sehingga siswa tidak akan bosan dalam belajar IPA. Secara otomatis motivasi untuk belajar IPA akan lebih tinggi pada akhirnya hasil belajarnya akan baik. Proses belajar mengajar merupakan peran penting dalam pencapaian hasil belajar. Guru mempunyai tugas utama dalam penyelenggara pembelajaran, karena pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk membelajarkan siswa. Untuk membelajarkan siswanya, salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah dengan menggunakan metode belajar yang tepat. Metode belajar yang dapat membangkitkan minat siswa pada pelajaran dan pemahaman siswa pada mata pelajaran IPA. Dengan metode belajar yang tepat dalam proses kegiatan belajar mengajar, maka keberhasilan dalam belajar dapat tercapai. Pembelajaran dikatakan efektif, manakala terjadi peningkatan hasil belajar IPA. Agar diperoleh peningkatan dalam belajar pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri (inquiry) karena dapat menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup siswa. Siswa tidak hanya sekedar mendengarkan informasi dari guru, akan tetapi siswa juga melakukan percobaan secara langsung. Sehingga siswa tidak mudah lupa dan memahami materi tersebut. Melalui pembelajaran dengan metode inkuiri ini diharapkan semua siswa dalam kelas aktif dalam melakukan percobaan. Selain itu siswa juga mampu bekerjasama dengan siswa lainnya untuk memahami materi. Hasil belajar IPA yang diharapkan pada metode inkuiri dapat dicapai dengan menggunakan media kolase dan media picture.
37
Pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase diharapkan memberikan pengalaman baru baik bagi guru maupun siswa dalam proses belajar dan menambah pengetahuannya tentang pembelajaran IPA. Selain itu pembelajaran akan lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran yang menggunakan metode inkuiri dengan menggunakan media picture. Dari pembelajaran yang efektif diharapkan melalui model pembelajaran yang baru dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD khususnya dalam pembelajaran IPA. Membandingkan hasil belajar IPA dengan menggunakan media kolase dan media picture adalah cara untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media kolase terhadap peningkatan hasil belajar IPA. Karena dengan media kolase pembelajaran dapat merangsang pikiran, perasaan, mengeksplorasi ide-ide kreatif dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri siswa. Sehingga media yang memungkinkan untuk metode inkuiri adalah kolase. Dengan demikian media kolase apabila dipakai dalam pembelajaran IPA sangat cocok dan benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran. 2.4 Hipotisis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir maka dirumuskan suatu hipotesis. Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu: Ha
= π O1X1 ≠ πOX2 (terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase dengan pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media picture pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Beji 01 Kecamatan Ungaran Timur semester II/2011-2012)
Ho
= π O1X1 = πOX2 (tidak terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase dengan pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media picture pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Beji 01 Kecamatan Ungaran Timur semester II/ 2011-2012)