BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Dasar Pajak 1) Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro,pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negaraberdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan
dan
yang
digunakan
untuk
membayar
pengeluaran
umum.Menurut Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, tanpa adanya kontrapretasi dan semata-mata
digunakan
untuk
menutup
pengeluara-pengeluaran
umum.Menurut Smeet, pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontrapretasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Dari beberapa de-FINisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur. (1) Iuran dari rakyat kepada negara. Pihak yang berhak memungut pajak hanyalah negara, iuran tersebut berupa uang (bukan barang). (2) Berdasarkan undang-undang, pajak dipungut berdasarkan atau dengan ketentuan undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
(3) Tanpa jasa timbal balik atau kontrapretasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan kontrapretasi individual oleh pemerintah. (4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2) Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2013), terdapat dua fungsi pajak yaitu:budgetair dan regulerend. Penjelasannya adalah sebagai berikut. (1) Fungsi budgetair, yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. (2) Fungsi regulerend atau fungsi mengatur, pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, contohnya : a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c) Tarif pajak untuk ekspor 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasar dunia. 3) Asas-Asas Perpajakan Menurut Adam Smith sebagaimana dikutip oleh Nurmantu (2013), mengemukakaan 4 (empat) asas yang disebut sebagai four
maxims atau four canons, diantaranya adalah equity, certainty, convenience, dan efficiency, yang akan dijelaskan dibawah ini. (1) Equity adalah supaya tekanan pajak antara subjek pajak masingmasing hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya dibawah perlindungan negara. (2) Certainty, dimaksudkan supaya pajak yang harus dibayar seseorang harus terang dan pasti tidak dapat dimulur-mulur atau ditawartawar. (3) Convenience, dimaksudkan supaya dalam memungut pajak pemerintah hendaknya memperhatikan saat-saat yang paling baik bagi pembayar pajak. (4) Efficiency, dimaksudkan supaya pemungutan pajak hendaknya dilaksanakan sehemat-hematnya, jangan sampai biaya-biaya memungut lebih tinggi daripada pajak yang dipungut. 4) Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2013) terbagi menjadi Official Assesment System, Self Assesment System dan With Holding Tax System. Penjelasan dari ketiga sistem pemungutan pajak tersebut adalah sebagai berikut. (1) Official Assesment System adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Cirinya-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada
fiskus; wajib pajak bersifat pasif; utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. (2) Self Assesment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri; wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi. (3) With Holding Tax System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan). Ciri-cirinya adalah wewenang menentukan besarnya pajak terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak itu sendiri. 5) Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2013), pajak dapat diklasifikasikan menurut golongan yang terdiri dari pajak langsung dan tidak langsung, berdasarkan sifatnya terdiri dari pajak subjektif dan pajak objektif, sedangkan menurut lembaga pemungutannya pajak terdiri pajak pusat dan pajak daerah, yaitu. (1) Menurut golongannya a) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau
dilimpahkan
kepada
orang
lain.
Contoh:
Pajak
Penghasilan (PPh). b) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). (2) Menurut Sifatnya a) Pajak subjektif, pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya Pajak Penghasilan (PPh). b) Pajak Objektif, pajak yang berpangkal pada obyeknya, tanpa
memperhatikan
keadaan
diri
wajib
pajak.
Contohnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). (3) Menurut Lembaga Pemungutannya a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai. b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas:
-
Pajak Provinsi, contohcontohnya pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
-
Pajak Kabupaten, contohnya pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan.
6) Tarif Pajak Menurut Mardiasmo (2013), tarif pajak terdiri dari: (1) Tarif sebanding/proporsional Tarif pajak berupa prosentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contohnya untuk menyerahkan barang kena pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 10%. (2) Tarif tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak terutang tetap. Contohnya besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp1.000.000,00. (3) Tarif progresif Prosentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. Contohnya Pasal 17 UU Pajak Penghasilan.
2.1.2 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subyeknya yaitu yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dalam peraturan perpajakan.Apabila tidak ada subjek pajaknya maka jelas tidak dapat dikenakan pajak penghasilan.Menurut Early Suandy(2013) dalam bukunya hukum pajak, pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu baik masa pajak maupun tahun pajak.Sedangkan menurut Siti Resmi (2013), pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima yang dapat dikenakan secara berkala dan berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu dalam suatu tahun pajak. 2) Subjek Pajak Penghasilan Subjek dapat diartikan sebagai orang yang dituju oleh UndangUndang untuk dikenakan pajak.Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.Apabila ditinjau dari lembaga pemungutannya maka pajak penghasilan dikategorikan sebagai subjek pajak, dengan pengertian bahwa pajak penghasilan ini berpangkal atau mendasarkan pada subjek pajaknya. Menurut Mardiasmo (2013), yang dimaksud dengan subjek pajak antara lain:
(1) Orang pribadi Orang pribadi subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia atau di luar Indonesia. (2) Warisan
yang
belum
terbagi
sebagi
suatu
kesatuan
menggantikan yang berhak. Subjek pajak warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris.Ketika warisan ini sudah terbagi maka pewarisnyalah yang merupakan subjek pajak. (3) Badan Pengertian “badan” mengacu pada ketentuan UndangUndang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Badan sebagai subjek pajak merupakan perkumpulan yang menjalankan
usaha
atau
melakukan
kegiatan
untuk
memperoleh penghasilan dan/atau memberikan jasa kepada anggota. Perkumpulan mencakup pula asosiasi, persatuan, penghimpunan atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Surat edaran Jenderal Pajak Nomor SE/26/Pj.42/1999 tanggal 21 Juni 1999 menyebutkan bahwa partai politik juga termasuk subjek pajak. (4) Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini ditentukan sebagai subjek pajak tersendiri, terpisah dari badan. Dari segi lokasi subjek pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.Subjek pajak dalam negeri terdiri atas orang pribadi, badan, dan warisan yang belum terbagi.Sedangkan subjek pajak luar negeri terdiri atas orang pribadi dan badan.Subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia, badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi syarat, yaitu sebagai berikut: a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. b) Pembiayaan bersumber dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). c) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat dan daerah. d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. Selain itu, warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak dapat juga diklasifikasikan sebagai subjek pajak dalam negeri. Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulanuntuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia juga termasuk sebagai subjek pajak luar negeri.Bentuk usaha tetap merupakan bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat tinggal di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha.
Yang termasuk dalam pengertian bentuk usaha tetap adalah (1) tempat kedudukan manajemen, (2) cabang perusahaan, (3) kantor perwakilan, (4) gedung kantor, (5) pabrik, (6) bengkel, (7) gudang, (8) ruang untuk promosi dan penjualan, (9) pertambangan dan penggalian sumber alam, (10) wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, (11) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau perhutanan, (12) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, (13) pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, (14) orang pribadi atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, (15) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak berkedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia, (16) komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, dan digunakan oleh penyelenggara transisi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.Perbedaan antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Perbedaan Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek Pajak Luar Negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan, Dikenakan pajak hanya atas baik yang diterima atau diperoleh dari penghasilan yang berasal dari sumber dalam maupun luar negeri. penghasilan di Indonesia. Dikenakan pajak penghasilan neto.
berdasarkan Dikenakan pajak penghasilan bruto.
berdasarkan
Tarif yang digunakan adalah tarif UU Tarif yang digunakan adalah tarif UU PPh Pasal 17. PPh Pasal 26.
Wajib menyampaikan SPT.
Tidak wajib menyampaikan SPT.
Sumber : Mardiasmo. Perpajakan Edisi Revisi Penerbit Andi.2016. 3) Objek Pajak Penghasilan Objek pajak penghasilandapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan untuk menghitung pajak terutang. Yang menjadi objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan yang menjadi objek pajak dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) bagian, yaitu: (1) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja. (2) Penghasilan dari usaha atau kegiatan. (3) Penghasilan dari modal atau penggunaan harta. (4) Penghasilan lain-lain yaitu penghasilan yang tidak dapat masuk dalam 3 kelompok tersebut. Selain
itu
penghasilan
juga
dapat
dikelompokkan
menjadi
penghasilan yang dikenakan pajak tidak final dan pajak final. Objek pajak penghasilan yang dikenakan pajak tidak final, antara lain: a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima/diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lain. Jika penggantian atau imbalan dapat diakui sebagai penghasilan
bagi penerimaannya maka bagi pemberi, penggantian atau imbalan tersebut dapat diakui sebaga biaya. b) Hadiah dari undian atau pekerjaan/kegiatan dan penghargaan termasuk dalam pengertian “hadiah” adalah hadiah dari undian, pekerjaan dan kegiatan sedangkan yang dimaksud dengan penghargaan adalah imbalan yang sehubungan dengan kegiatan tertentu. c) Laba usaha merupakan penjualan yang telah dikurangi dengan harga pokok penjualan dan biaya lainnya. d) Keuntungan karena penjualan dan pengalihan harta termasuk. -
Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lain sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
-
Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
-
Keuntungan karena likuiditas, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun.
-
Keuntungan karena pengalihan harta hibah, bantuan atau sumbangan kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat da badan keagamaan atau badan pendidikan, badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, kepemilikan, pekerjaan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan. -
Keuntungan karena penjualan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan pertambangan.
serta
permodalan
Keuntungan
dalam
karena
perusahaan
penjualan
dan
pengalihan harta muncul apabila harga jual atas harga lebih tinggi dari nilai buku. Harga jual yang dipakai sebagian dasar menilai keuntungan adalah harga pasar. e) Penerimaan kembali biaya pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak. f) Biaya termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan pengembalian utang. Premium timbul apabila obligasi dijual atas nilai nominalnya. Premium merupakan penghasilan bagi pihak yang menjual obligasi sedangkan diskonto merupakan penghasilan dari pihak yang membeli diskonto. g) Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi. h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta. j) Penerimaan atau perolehan biaya berkala. k) Keuntungan karena pembebasan utang kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. l) Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. n) Premi asuransi. o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri atas wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum kena pajak. q) Penghasilan dari usaha berbasis syariah. r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksudkan dalam UndangUndang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan. s) Surplus Bank Indonesia. 4) Undang-Undang Yang Mengatur Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur dalam pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut.
(1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991. (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994. (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. 2.1.3Surat Pemberitahuan (SPT) Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Fungsi SPT adalah sebagai berikut. 1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak. 2) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak. 3) Harta dan kewajiban. 4) Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu masa pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 2.1.4Jenis-Jenis SPT Secara garis besar, SPT dibedakan menjadi 2, yaitu sebagai berikut: 1) Surat Pemberitahuan Masa adalah suratpemberitahuan untuk suatu masa pajak.
2) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah suratpemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak. SPT meliputi: 1) SPT Tahunan Pajak Penghasilan 2) SPT Masa Pajak Penghasilan terdiri dari. a) SPT Masa Pajak PPN b) SPT Masa Pajak PPN bagi pemungut Pajak PPN SPT dapat berbentuk: 1) Formulir kertas (hard copy) atau; 2) e-SPT 2.1.5 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Tabel 2.2 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya No.
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
1
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl 10 bulan berikutnya
Tgl 20 bulan berikutnya
2
PPh Pasal 15
Tgl 10 bulan berikutnya
Tgl 20 bulan berikutnya
3
PPh Pasal 21/26
Tgl 10 bulan berikutnya
Tgl 20 bulan berikutnya
4
PPh Pasal 23/26
Tgl 10 bulan berikutnya
Tgl 20 bulan berikutnya
5
PPh Pasal 25 (angsuran Tgl 10 bulan berikutnya pajak) untuk WP orang pribadi dan badan
Tgl 20 bulan berikutnya
6
PPh Pasal 22, PPN dan 1 hari setelah dipungut PPnBM oleh Bea Cukai
Hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan)
7
PPh pasal 22 (Bendahara Pemerintah)
Pada hari yang sama Tgl 14 bulan berikutnya saat penyerahan barang
8
PPh Pasal (Pertamina)
22 Sebelum delivery order dibayar
9
PPh Pasal 22 Tgl 10 bulan berikutnya (Pemungut Tertentu)
10
PPN dan PPnBM (PKP) Akhir bulan berikutnya Akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan masa pajak sebelum SPT Masa PPN disampaikan
11
PPN dan PPnBM Tgl 7 bulan berikutnya (Bendaharawan Pemerintah)
Tgl 14 bulan berikutnya
12
PPN dan PPnBM Tgl 15 bulan berikutnya (Pemungut Non Bendaharawan)
Tgl 14 bulan berikutnya
13
PPh Pasal 4 ayat (2), Sesuai batas waktu per Tgl 20 setelah Pasal 15, 21, 23, PPN SPT Masa berakhirnya Masa Pajak dan PPnBM untuk WP terakhir kriterian tertentu
Tgl 20 bulan berikutnya
Sumber: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2007 Tabel 2.3 Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan dan Bendaharawan berdasarkan jenisnya No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
1
PPh Orang Pribadi
Sebelum SPT Tahunan Akhir bulan ketiga PPh disampaikan terakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2
PPh Badan
Sebelum SPT Tahunan Akhir bulan ketiga PPh disampaikan berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
3
PBB
6 bulan sejak tanggal diterimanya SPT
Sumber: Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 & Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2010
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh untuk paling lama 2 bulan sejak batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh dengan cara menyampaikan pemberitahuan perpanjangan SPT Tahunan PPh.
2.1.6 Sanksi Terlambat atau Tidak Melaporkan SPT Apabila SPT tidak dilaporkan dalam jangka waktu telah ditentukan, maka WP akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar: 1) Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2) Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya. 3) Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badn. 4) Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi. Sanksi denda tersebut tidak akan dikenakan terhadap: a) Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia. b) Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. c) Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia. d) BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia. e) Wajib Pajak Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. f) Wajib Pajak yang terkena bencana yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
g) Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi. h) Wajib Pajak lain yang tidak dapat melaporkan SPT Tahunan PPh dalam jangka waktu yang telah ditentukan karena kerusuhan masal, kebakaran, ledakan bom atau aksi terorisme, perang antarsuku, kegagalan sistem informasi administrasi penerimaan negara atau perpajakan, dan keadaan lain berdasarkan pertimbangan Dirjen Pajak. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi yang dalam satu tahun pajak menerima atau memeroleh penghasilan netto tidak melebihi PTKP dikecualikan dari kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh. 2.1.7 Tata Cara Pelaporan SPT Tahunan PPh Berdasarkan UU KUP dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER29/PJ/2014, SPT Tahunan PPh dapat dilaporkan melalui: a) Langsung, melalui TPT KPP mana saja, TPT KPP terdaftar, pojok pajak, mobil pajak, atau drop box yang disediakan oleh KPP. b) Dikirim melalui Pos. c) Dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi. d) e-Filing 2.1.8e-Filing Saat ini Direktorat Jenderal Pajak telah memperkenalkan cara mudah untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi melalui internet. Fasilitas ini disebut sebagai e-Filing. eFiling adalah suatu cara penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui internet pada
website Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
http://www.pajak.go.idatau
penyedia layanan SPT elektronik atau Application Service Provider (ASP). Layanan e-Filing melalui website DJP telah terintegrasi dalam layanan DJP online http://djponline.pajak.go.id.
Tata cara pelaporan ini mempunyai beberapa keunggulan: 1) Mudah, karena pengisian SPT Tahunan PPh dengan e-Filing akan dipandu step by step ketika memilih menggunakan fasilitas wizard. 2) Real time, dengan e-Filing tidak perlu menunggu dan antri di KPP, karena begitu submit, laporan SPT Tahunan PPh kita sudah masuk ke database Dirjen Pajak. 3) Bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja, melalui e-Filing dapat mengisi dan melaporkan SPT Tahunan PPh di rumah, di perjalanan, di kafe, di Mall selama ada koneksi internet. Pelaporan dengan e-Filing mempunyai waktu selama 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu untuk mengisi dan melaporkan SPT, tidak terbatas di hari dan jam kerja saja. Wajib
Pajak
Orang
Pribadi
yang
memenuhi
kriteria
untuk
menyampaikan SPT Tahunan menggunakan Formulir SPT Tahunan 1770 S atau Formulir SPT Tahunan 1770 SS dapat menyampaikan SPT Tahunan secara e-Filing melalui website Dirjen Pajak www.pajak.go.id.Formulir SPT Tahunan 1770 S digunakan oleh WP OP yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja, dari dalam negeri lainnya; dan/atau yang
dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final. Dengan kata lain, yang bisa menggunakan SPT Tahunan PPh OP 1770 S adalah WP OP yang mempunyai penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja dan memiliki bukti potong 1721-A1 atau 1721-A2 atau bukti potong lain. Formulir SPT 1770 SS digunakan oleh WP OP yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi; jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 setahun; dan memiliki formulir bukti potong 1721-A1 atau 1721-A2. 2.1.9 Tata Cara Penyampaian SPT Tahunan secara e-Filing Melalui website DJP (www.pajak.go.id) 1) WP yang akan menyampaikan SPT Tahunan secara e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id harus memiliki e-FIN. eFINadalah nomor identitas yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak kepada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan untuk melaksanakan eFiling. 2) WP yang sudah mendapatkan e-FIN, harus mendaftarkan diri paling lama 30 hari kalender sejak diterbitkannya e-FIN untuk terdaftar sebagai Wajib Pajak e-Filing melalui website DJP www.pajak.go.iddengan mencantumkan alamat surat elektronik mail address; dan nomor telepon genggam handphone, untuk pengiriman kode verfikasi dan notifikasi dan Bukti Penerimaan Elektronik. eFIN yang sudah diperoleh, tetapi WP yang sudah mendapatkan e-FIN tersebut tidak mendaftarkan diri sebagai WP e-Filing melalui Website DJP www.pajak.go.idsampai batas waktu yang ditentukan, e-FIN tersebut tidak
dapat dipergunakan lagi, sehingga WP harus mendaftarkan diri lagi untuk memeroleh e-FIN yang baru. 3) WP yang telah terdaftar sebagai WP e-Filing melalui website DJP http://efiling.pajak.go.id dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan cara mengisi e-SPT kemudian meminta kode verifikasi melalui website DJP https://efiling.pajak.go.id. Kode verifikasi tersebut berlaku sebagai tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital. Hasil pengisian aplikasi e-SPT dianggap lengkap apabila seluruh elemen data digitalnya telah diisi. 4) Dalam hal e-SPT dinyatakan lengkap oleh DJP, kepada Wajib Pajak diberikan Bukti Penerimaan Elektronik sebagai tanda terima penyampaian SPT Tahunan. Bukti Penerimaan Elektronik disampaikan kepada Wajib Pajak melalui alamat surat elektronik e-mail. 5) WP mendapatkan notifikasi setiap penyampaian SPT Tahunan secara e-Filing melalui websiteDJP www.pajak.go.id. 6) Keterangan dan/atau dokumen lain terkait SPT Tahunan tidak perlu disampaikan pada saat penyampaian SPT Tahunan secara e-Filing tetapi wajib disimpan sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan. 7) Penyampaian SPT Tahunan secara e-Filing melalui website DJP dapat dilakukan setiap saat dengan standar Waktu Indobesia Barat (WIB). Penjelasan di atas didasarkan pada Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-1/PJ/2014 tanggal 6 Januari 2014.