BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab II akan menjelaskan tentang kajian teori, kajian penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis. Teori-teori yang digunakan akan dijelaskan dalam kajian teori. Kajian penelitian yang relevan menyajikan ulasan mengenai penelitian lain yang serupa yang mendasari penelitian kali ini. Kerangka berpikir memberikan penjelasan mengenai pemikiran yang mendasari penelitian ini. A. Kajian Teori Kajian teori mengulas tentang matematika, hasil belajar matematika, pengajaran modul, serta hubungan hasil belajar matematika terhadap pengajaran modul. Masing-masing sub bab akan dibahas secara terperinci mulai dari pengertiannya. 1. Matematika Matematika ilmu yang mendasari berbagai bidang ilmu. Dimyati menyebutkan bahwa terdapat enam materi ilmu yaitu matematika, fisika, biologi, psikologi, ilmu-ilmu sosial, dan linguistik. Menggunakan istilah yang berbeda, keenam materi tersebut dikonotasikan sebagai ide abstrak, benda fisik, jasad hidup, gejala rohani, peristiwa sosial, dan proses tanda. Hal ini sesuai dengan Soedjadi yang memandang matematika sebagai ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif. Matematika mendasari dirinya dengan pemikiran deduktif dimana kebenaran berasal dari kebenaran logis yang sebelumnya. Kebenaran datang dengan sendirinya melainkan dapat dibuktikan. Sifat matematika yang demikian membuat matematika dijuluki sebagai ilmu pasti (Uno, 2007:126). Russel (Uno, 2007:129) menyebutkan bahwa matematika adalah suatu studi yang dimulai dari pengkajian bagian-bagian yang sangat dikenal menuju arah yang tidak dikenal. Matematika semakin lama akan menjadi rumit atau kompleks, sebagai contohnya diawali dengan mempelajari bilangan bulat, ke bilangan pecahan, sampai pada bilangan kompleks. Matematika semakin lama akan semakin sulit dan tidak dikenal seperti mempelajari diferensial dan integral. Berbeda dengan pendapat yang lain, Bourne (Uno, 2007:128) mengemukakan bahwa aliran konstruktivisme dalam matematika menekankan pada knowing how. Siswa dianggap sebagai seorang yang aktif dalam mengkonstruksikan ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya. Anak yang belajar dianggap sebagai subjek yang memiliki potensi untuk dikembangkan sesuai dengan penalaran sendiri. 5
6 Anak sejak lahir menggunakan penalaran yang berkembang seiring dengan pertumbuhan dirinya. Hal ini yang akhirnya mendasari pentingnya penyusunan kurikulum matematika di sekolah. Kurikulum matematika disesuaikan dengan berbagai teori belajar dan karakteristik anak yang hendak mempelajarinya. 2. Hasil Belajar Matematika Belajar merupakan hal yang sangat mendasar bagi manusia dan merupakan proses yang tiada hentinya. Proses belajar tersebut akan membuahkan hasil yang dapat dilihat atau diamati dan yang perlu diuji terlebih dahulu. Ahli-ahli memiliki pendapat yang beragam mengenai hasil belajar. Dahar (2006:3) menyebutkan bahwa perubahan yang mencerminkan belajar dipandang sebagai hasil belajar yang dihasilkan dari pengalaman dengan lingkungan, di dalamnya terjadi hubungan antara stimulus dan respons. Hubungan stimulus dan respons masih abstrak, karena tidak dijelaskan stimulus dan respon apa yang dimaksudkan. Pandangan ahli ini sangat luas sehingga ruang lingkup pengertiannya pun luas bukan hanya pada konteks belajar di kelas. Berbeda dengan pendapat dengan Gagne (Dahar, 2006:118) yang mengemukakan lima macam hasil belajar, dimana tiga diantaranya bersifat kognitif, satu bersifat afektif, dan satu lagi bersifat psikomotorik. Gagne mendasarkan pendapatnya berdasarkan pada taksonomi Bloom. Taksonomi ini meliputi tiga domain yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendapat Gagne ini lebih konkrit dengan bentuk perubahan setelah belajar yang bukan saja dilihat secara psikologi. Ketiga domain ini masih bisa dilihat perubahannya melalui serangkaian tes dan pengamatan. Reigeluth menyebutkan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan di bawah kondisi yang berbeda. Efek ini bisa berupa efek yang disengaja. Efek dapat merupakan sesuatu yang diinginkan dan bisa juga berupa efek nyata sebagai hasil penggunaan metode pengajaran tertentu. Secara lebih singkat, Uno menyebutkan bahwa keberhasilan pengajaran matematika ditentukan oleh seberapa baik hasil belajar yang dicapai siswa setelah mengikuti pelajaran. Dasarnya pendapat para ahli sama, hanya saja berbeda dalam menyampaikan dan dalam melihat sudut pandangnya lebih kompleks atau lebih luas (Uno, 2007:137). 3. Pengajaran Modul Modul merupakan suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu
7 siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas (Nasution, 1982:205). Dapat disimpulkan bahwa modul sangat lengkap dan dirumuskan tujuan pembelajarannya. Perumusan ini dapat membantu siswa untuk mengerti apa yang hendak dipelajari secara mendalam. Diknas (Prastowo, 2011:104) mengartikan modul sebagai sebuah buku yang ditulis dengan tujuan agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru. Dasarnya adalah belajar mandiri, berbeda dengan buku lain yang masih perlu panduan, modul sudah meminimalisir hal itu karena unsur-unsurnya sudah dipermudah. Wena (2008:232) modul yaitu merupakan salah satu bentuk media cetak yang berisi satu unit pembelajaran, dilengkapi dengan berbagai komponen sehingga memungkinkan siswa-siswa yang mempergunakannya dapat mencapai tujuan secara mandiri, dengan sekecil mungkin bantuan dari guru. Siswa dapat mengevaluasi kemampuan sendiri hingga selanjutnya dapat menentukan mulai dari mana kegiatan belajar selanjutnya harus dilakukan. Hal yang hampir sama dinyatakan oleh Prastowo (2011:106) yang menyebutkan modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usianya, agar mereka dapat belajar sendiri dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari guru. Berdasarkan definisi modul yang diungkapkan di atas, Nasution (1982:205) mendefinisikan pengajaran modul sebagai pembelajaran yang keseluruhan pembelajarannya didasarkan pada modul. Modul digunakan sebagai acuan. Hal ini berarti guru bertindak sesuai dengan pedoman yang ditulis di dalam modul. a. Fungsi dan Tujuan Modul Modul memiliki fungsi sebagai bahan ajar mandiri, pengganti fungsi pendidik, sebagai alat evaluasi, dan sebagai bahan rujukan siswa (Prastowo, 2011:107). Siswa nantinya akan menjadi dewasa dan harus mampu bekerja dan berpikir sendiri tanpa bimbingan orang lain, modul dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian siswa sedari dini sehingga peran serta dari guru menjadi sedikit berkurang. Pembelajaran matematika di kelas-kelas seringkali kekurangan waktu dikarenakan banyaknya materi dan waktu pembelajaran yang sedikit. Ketidak seimbangan ini dapat diisi dengan modul jika dilihat dari fungsinya, sehingga diharapkan waktu dikelas tidak terbuang dengan percuma.
8 Nasution (1982:205) tujuan pembelajaran menggunakan modul adalah (1) membuka kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut kecepatan masing-masing. Siswa belum tentu akan mencapai hasil yang sama dalam waktu yang sama dan proses yang sama. Siswa yang lebih pintar cenderung lebih cepat dalam memahami dan mempelajari materi sedangkan siswa yang kurang pintar akan sedikit menemui kesulitan dalam mempelajari, dan (2) memberi kesempatan bagi siswa untuk belajar menurut cara masing-masing, oleh sebab mereka menggunakan teknik berbeda-beda untuk memecahkan masalah tertentu berdasarkan latar belakang masing-masing. Modul memberikan keleluasaan bagi siswa untuk berkreasi dengan pikiran mereka sendiri sehingga siswa bukan hanya mandiri tetapi juga kreatif, dan (3) memberikan pilihan dari sejumlah besar topik dalam rangka suatu mata pelajaran, mata kuliah, bidang studi atau disiplin bila kita anggap bahwa siswa tidak mempunyai pola minat yang sama atau motivasi yang sama untuk mencapai tujuan yang sama, dan (4) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengenal kelebihan dan kekurangannya dan memperbaiki kelemahannya melalui modul remedial, ulangan-ulangan, atau variasi dalam cara belajar. Modul memberikan solusi penyelesaian, serta evaluasi secara mandiri sehingga siswa dapat menilai sendiri kemampuannya dan kelemahannya. Berbeda dengan Suryosubroto (1983:18) yang mengungkapkan tujuh tujuan digunakannya modul dalam proses mengajar. Tujuh tujuan tersebut adalah (1) supaya lebih efisien dan efektif dalam mencapai tujuan pendidikan, (2) supaya murid dapat mengikuti pendidikan sesuai dengan kecepatan dan kemampuannya sendiri, (3) memungkinkan siswa untuk menghayati dan melakukan kegiatan belajar sendiri baik dengan atau tanpa bimbingan guru, (4) siswa dapat menilai hasil belajarnya sendiri, (5) siswa benar-benar menjadi pusat kegiatan belajar mengajar, (6) kemajuan siswa dapat diikuti dengan frekuensi yang lebih tinggi melalui evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir modul, dan (7) menekankan konsep mastery learning sehingga siswa harus mempelajari modul dengan optimal. Menurut Prastowo (2011:108) tujuan penyusunan atau pembuatan modul antara lain agar siswa dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bimbingan guru, agar peran guru tidak terlalu dominan dan otoriter, melatih kejujuran siswa, mengakomodasi berbagai tingkat dan
9 kecepaan belajar siswa, dan agar siswa mampu mengukur sendiri tingkat penguasaan materinya. Tujuan pembuatan modul menurut para ahli pada dasarnya sama hanya saja dikemukakan dengan cara dan bahasa yang sedikit berbeda. b. Unsur-Unsur Modul Prastowo (2011:112) menyebutkan ada tujuh unsur yang paling tidak harus ada dalam modul, yaitu judul, petunjuk belajar (petunjuk bagi siswa maupun guru), kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja atau lembar kerja, dan evaluasi. Hal senada juga diungkapkan Vembriarto (1985:37) menyebutkan rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik, petunjuk untuk guru, lembaran kegiatan siswa, lembaran kerja bagi siswa, kunci lembaran kerja, lembaran evaluasi, serta kunci lembaran evaluasi haruslah termuat dalam suatu modul. Unsur-unsur dalam modul yang disebutkan oleh Vembriarto sama dengan unsur-unsur modul yang ditulis Suryosubroto. Berbeda dengan Nasution (1982:212) menyebutkan tentang tiga aspek utama yakni isi atau bahan, waktu belajar, dan urutan modul. Modul bisa dikerjakan kapan saja akan tetapi bukan setiap waktu hanya menggunakan modul. Referensi lain diperlukan untuk bahan ajar, tidak hanya terpaku pada satu sumber. c. Karakteristik Modul Modul sama dengan buku ajar yang lainnya memilikii karakteristik yang khas, Mohammad (Prastowo, 2011:110) menyebutkan antara lain (1) dirancang untuk sistem pembelajaran mandiri, (2) merupakan program pembelajaran yang utuh dan sistematis, (3) mengandung tujuan, bahan atau kegiatan, dan evaluasi, (4) disajikan secara komunikatif, (5) diupayakan agar dapat mengganti beberapa peran guru (6) cakupan bahasan terfokus dan terukur, serta (7) mementingkan aktivitas belajar pengguna. Menurut Russel (Wena, 2008:230) karakteristik modul mencakup self contain, bersandar pada perbedaan individu, adanya asosiasi, pemakaian bermacam-macam media, partisipasi aktif siswa, penguatan langsung, dan pengawasan strategi evaluasi. d. Langkah-Langkah Penyusunan Modul Diknas (Prastowo, 2011:118) menyebutkan bahwa dalam menyusun modul ada empat tahapan yaitu analisis kurikulum, penentuan judul-judul modul, pemberian kode modul, dan penulisan
10 modul. Penulisan modul dibagi lagi menjadi perumusan kompetensi dasar yang harus dikuasai, penentuan alat evaluasi atau penilaian, penyusunan materi, urutan pengajaran, dan struktur modul. Pendekatan sistematik dalam penyusunan modul, terdiri atas enam langkah yang saling berkaitan. Enam langkah tersebut adalah merumuskan tujuan-tujuan, penyusunan criterion items, analisa sifatsifat siswa dan spesifikasi entry behavior, urutan pengajaran dan pemilihan media, tryout modul oleh siswa, dan evaluasi modul. Tujuan pada suatu modul merupakan spesifikasi yang seharunya telah dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan modul. Apabila tujuan dapat diidentifikasi dengan tepat maka dibuat pula tes yang valid untuk mengukur keberhasilan tujuan. Hal ini juga dapat membantu dalam mengetahui bagian-bagian mana dari modul yang masih lemah sehingga menghasilkan modul yang benar-benar baik. Bersamaan dengan dibuatnya tes untuk mngukur keberhasilan tujuan, dibuat pula entry behavior untuk menentukan kemampuan apa saja yang seharusnya sudah dimiliki siswa. Entry behavior memudahkan proses pengajaran, sehingga tidak perlu diadakan pengulangan materi yang sama. Usai membuat entry behavior dilanjutkan dengan menentukan urutan pengajaran dan pemilihan media yang tepat. Tryout juga dilaksanakan untuk melihat sejauh mana penguasaan siswa telah menguasai tujuan-tujuan yang dirumuskan. Bagian terakhir adalah mengevaluasi modul. Evaluasi dilakukan dengan meminta sekelompok siswa untuk mempelajari materi modul (Vembriarto, 1985:44). Nasution (1982:217) menyebutkan garis besar penyusunan modul atau pengembangan modul dapat mengikuti langkah-langkah ini: (1) merumuskan sejumlah tujuan secara jelas, spesifik, dalam bentuk kelakuan siswa yang dapat diamati dan diukur, (2) urutan tujuan-tujuan itu yang menentukan langkah-langkah yang diikuti dalam modul, (3) tes diagnostik untuk mengukur latar belakang siswa, pengetahuan, dan kemampuan yang telah dimilikinya sebagai pra-syarat untuk menempuh modul itu, (4) menyusun alasan atau rasional pentingnya modul ini bagi siswa, (5) kegiatan-kegiatan belajar direncanakan untuk membantu dan membimbing siswa agar mencapai kompetensikompetensi seperti dirumuskan dalam tujuan, (6) menyusun post-test untuk mengukur hasil belajar siswa hingga manakah materi dikuasai sesuai dengan tujuan modul, dan (7) menyiapkan pusat sumber-
11 sumber berupa bacaan yang terbuka bagi siswa setiap waktu ia memerlukannya. e. Format dan Tata Letak Modul Penentuan format modul agar modul layak digunakan haruslah memperhatikan banyak hal, menurut Prastowo (2011:141) antara lain frekuensi dan konsistensi harus benar-benar diperhatikan supaya jangan terlalu sering menggunakan variasi yang membuat kontraproduktif, dan kemudahan pada pembaca. Perlu diingat bahwa modul harus memberikan kemudahan bagi penggunanya sehingga format yang sistematis harus diperhatikan. Tabel format penulisan modul dapat dilihat pada Tebel 2.1. Tabel 2.1. Tabel Format Penulisan Modul Menurut Prastowo (2011:142) Sebelum Mulai Materi 1. Judul 2. Kata pengantar 3. Daftar isi 4. Latar belakang 5. Deskripsi singkat 6. SK 7. Peta konsep 8. Manfaat 9. Tujuan Pembelajaran 10. Petunjuk penggunaan modul
f.
Saat Pemberian Materi 11. KD 12. Materi pokok 13. Uraian materi 14. Heading 15. Ringkasan 16. Latihan atau tugas
Setelah Pemberian Materi 17. Tes mandiri 18. Post test 19. Tindak lanjut 20. Harapan 21. Glosarium 22. Daftar pustaka 23. Kunci jawaban
Andriani (Prastowo, 2011:163) mengungkapkan bagaimana seharusnya tata letak dalam penulisan modul, (1) ukuran halaman dan format modul, (2) kolom dan margin, dan (3) penempatan tabel, gambar dan diagram harus diatur serta konsisten dengan penomoran tabel, gambar, dan diagram. Pemilihan dan Cara Menggunakan Modul Bagi guru banyak hal harus dipertimbangkan ketika harus memilih modul yang hendak digunakan. Prastowo (2011:379) mengungkapkan ada 8 hal yang perlu diperhatikan terutama dalam memilih modul berikut: (1) substansi materi relevan dengan kompetensi dasar atau materi pokok yang harus dikuasai oleh peserta, (2) tersusun lengkap. Minimal terdapat judul, pernyataan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, petunjuk penggunaannya, informasi, langkah kerja, dan
12 penilaian, (3) materi memberikan penjelasan secara lengkap tentang definisi, klasifikasi, prosedur, perbandingan, rangkuman, dan sebagainya, (4) padat pengetahuan, (5) kebenaran materi dapat dipertanggung jawabkan, (6) kalimat yang disajikan singkat dan jelas, (7) menuntun guru dan siswa sehingga mudah digunakan, dan (8) beberapa modul dapat di-download di internet. Modul dapat digunakan dalam beragam keperluan dalam proses pembelajaran. Setidaknya terdapat empat keperluan, yaitu sebagai sumber belajar yang telah disusun secara terstruktur dan terencana, sebagai petunjuk untuk memahami materi yang diberikan beserta cara mempelajarinya, sebagai motivator untuk terus membaca dan memahami materi, dan sebagai alat untuk mengukur tingkat pencapaian dalam belajar (Prastowo, 2011:395). Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa modul memiliki unsur-unsur yang paling tidak harus dimiliki, diantaranya adalah petunjuk. Petunjuk ini memuat bagaimana menggunakan modul dalam proses pembelajaran. Petunjuk ditujukan baik bagi siswa maupun bagi guru. Termuat juga perintah-perintah dalam setiap latihan jadi bukan hanya berupa soal-soal latihan saja. Hal ini cukup membantu dan menjadi petunjuk cara pemakaian yang mudah dipahami. g. Sintak Pembelajaran Modul Pelaksanaan pengajaran modul pada suatu jam pelajaran melalui tahap-tahap. Terdapat lima tahap yang terjadi dalam pembelajaran modul. Lima tahap tersebut disajikan dalam Tabel 2.2. Tabel 2.2. Sintak Pengajaran Modul Langkah Tahap Pertama
Tahap Kedua
Keterangan Tahap ini adalah tahap awal sebelum dimulainya pengajaran modul. Tahap ini adalah tahap pada saat pengajaran modul. Tahap ini berlangsung cukup lama.
Kegiatan Guru Guru menjelaskan dan mengarahkan secara singkat tugas siswa dalam pengajaran modul
Kegiatan Siswa Mempersiapkan diri untuk memulai pengajaran modul
Guru berkeliling mengamati kegiatan siswa.
Siswa membaca materi modul dan mengerjakan soalsoal yang ada sesuai dengan perintah. Siswa yang belum paham dapat bertanya
13
Langkah
Tahap Ketiga
Tahap Keempat
Keterangan
Tahap ini adalah tahap dimana siswa sudah menyelesaikan modulnya. Lembar kerja siswa sudah diisi sepenuhnya.
Tahap ini, siswa yang sudah menyelesaikan modul lebih cepat akan diberikan soal pengayaan. Tahap ini dilakukan terus menerus hingga akhir bab yang hendak dipelajari
Kegiatan Guru Guru memberikan bantuan kepada siswa bila diperlukan. Guru perlu mengingatkan siswa untuk tidak tergesa-gesa dalam menyelesaikan modul. Guru menyediakan kunci jawaban kepada siswa yang telah menyelesaikan modulnya di meja guru. Guru memberikan penjelasan bahwa siswa yang memperoleh 75% dari skor keseluruhan dinyatakan tuntas, sedangkan yang belum mencapai 75% diminta untuk mengulang modul. Guru memberikan soal pengayaan kepada siswa yang sudah memperoleh skor lebih dari 75% dari skor keseluruhan.
Kegiatan Siswa kepada guru secara pribadi.
Siswa mencocokan hasil jawabannya sendiri dengan kunci jawaban yang diberikan guru. Siswa yang memperoleh skor 75% dari skor keseluruhan bisa lanjut ke tahap yang berikutnya. Sedangkan siswa yang belum mencapai 75% harus mengulang modul kembali. Siswa yang sudah menyelesaikan modul, melanjutkan dengan mengerjakan soal pengayaan. Siswa yang belum tuntas dapat mengulang modul yang sama.
14
Langkah Tahap Kelima
Keterangan selesai. Tahap terakhir dari pengajaran modul untuk mengevaluasi.
Kegiatan Guru
Kegiatan Siswa
Guru memberikan lembaran tes pada akhir pertemuan pengajaran modul. Guru memberikan lembar tes setelah seluruh siswa menyelesaikan modul.
Siswa mengerjakan lembar tes sebagai evaluasi hasil belajar siswa.
4. Hubungan Hasil Belajar Matematika Terhadap Pengajaran Modul Hasil belajar secara umum dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut Purwanto (Djoko, 2009:94) ada 2 faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor fisiologis, yaitu kondisi jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis. Faktorfaktor eksternal, yaitu faktor dari luar diri anak yang ikut mempengaruhi belajar anak, yang antara lain berasal dari orang tua, sekolah, dan masyarakat. Sekolah yang dimaksud disini berarti lingkungan sekolah dimana guru termasuk didalamnya. Guru sangat berperan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Djamarah (2010:1) menyebutkan bahwa guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran. Perencanaan kegiatan pengajaran meliputi perangkat pembelajaran, alatalat mengajar, dan media pembelajaran. Hobri (2010:31) mendefinisikan perangkat pembelajaran sebagai sekumpulan sumber belajar yang memungkinkan siswa dan guru melakukan kegiatan pembelajaran, meliputi rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), buku siswa, Lembar Kerja Siswa (LKS), buku guru, dan tes hasil belajar. Djamarah (2010:161) variasi sangat penting disamping untuk menjaga perhatian siswa juga termasuk memberikan kesempatan kemungkinan berfungsinya motivasi, membentuk sikap positif terhadap guru, memberikan kemungkinan pilihan atau fasilitas belajar individual, dan mendorong siswa untuk belajar. Variasi juga dapat dilakukan pada media dan bahan ajar siswa bukan sekedar cara mengajar dan proses pembelajaran saja. Wena (2008:229) menjelaskan bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah peningkatan kualitas pembelajaran. Salah satu bentuk peningkatan mutu adalah dengan meningkatkan kualitas bahan ajar. Pannen mendefinisikan
15 bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Menurut Prastowo segala bahan (baik informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran misalnya buku pelajaran, modul, handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif, dan sebagainya (Prastowo, 2011:17). B. Hasil Kajian yang Relevan Penelitian terhadap modul sebagai bahan ajar sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh banyak peneliti. Salah satunya adalah penelitian Suradi (Wena, 2008:234) yang dilakukan pada siswa akademi keperawatan pemerintah kabupaten Ponorogo. Penelitiannya berjudul, “Pengaruh Pembelajaran Modul dan Pembelajaran Konvensional Terhadap Hasil Belajar serta Retensi Siswa Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Ponorogo dalam Mata Pelajaran Pelayanan Kesehatan Utama”. Penelitian disimpulkan: (1) Terdapat perbedaan hasil belajar pelayanan kesehatan utama antara siswa yang belajar dengan menggunakan modul dan yang belajar tidak menggunakan modul, dengan nilai thitung = -8,589 pada taraf signifikan 0,000. Penggunaan modul secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar, dan (2) terdapat perbedaan retensi belajar pelayanan kesehatan utama antara siswa yang belajar dengan menggunakan modul dan yang belajar tidak menggunakan modul, dengan nilai thitung = -8,966 pada taraf signifikan 0,000. Penggunaan modul secara signifikan dapat meningkatkan retensi. Penelitian Wena, dkk dalam Wena (2008:235) dalam penelitian berjudul, “Pengembangan Modul Pembelajaran dengan Metode Elaborasi pada Mata Pelajaran Konstruksi Bangunan dan Menggambar I pada Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan”. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) pembelajaran modul dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan, dan (2) pembelajaran modul dapat meningkatkan kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas-tugas pembelajaran. Penelitian tersebut dilakukan pada siswa jurusan pendidikan teknik bangunan. Penelitian yang dilakukan oleh Suradi dan Wena menggunakan modul pada jenjang pendidikan yang sama. Hasil penelitian keduanya juga menunjukkan adanya perbedaan hasil belajar yang signifikan. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian Suradi yaitu melihat pengaruh pengajaran modul dilihat dari
16 hasil belajarnya. Perbedaan dengan penelitian Suradi adalah tidak dilihatnya retensi siswa. Jenis penelitian ini juga berbeda dengan jenis penelitian Wena. Penelitian Wena memasukkan metode elaborasi mengembangkan modulnya, sedangkan penelitian ini menggunakan pengajaran modul saja. Pengajaran modul pada penelitian ini tidak memasukkan model atau metode tertentu. Merujuk pada penjelasan di atas, penelitian ini berbeda dengan penelitianpenelitian lainnya. C. Kerangka Berpikir Kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2 Salatiga memiliki karakter yang khas. Siswa cukup kooperatif dan tidak terlalu gaduh. Terjadi ketimpangan dalam hasil belajar siswa yang nampak dalam nilai ujian tengah semester dan ujian akhir semester pada semester gasal. Kondisi ini mengindikasikan perlu diadakannya perbaikan. Modul dirasa mampu memberikan hasil yang diharapkan. Modul merupakan satu unit konsep bahan pelajaran yang disajikan secara mandiri. Modul ini bertujuan untuk membantu belajar siswa sesuai dengan kecepatannya. Modul yang memuat petunjuk penggunaan serta berisi materi yang disampaikan dengan lugas, menjadi mudah dipahami. Memungkinkan siswa untuk belajar sendiri tanpa bantuan dari guru. Harapannya dengan waktu belajar di rumah yang singkat, tetap memungkinkan siswa belajar di rumah. Pembelajaran modul dapat dimulai dengan memberikan pretest pada siswa untuk melihat penguasaan siswa terhadap materi yang hendak diperolehnya. Nasution (1982:212) mengungkapkan bila ia telah menguasai pretest sepenuhnya berarti bahwa ia juga telah menguasai modul. Pelaksanaan pembelajaran modul dimulai dengan pemberian pretest pada siswa yang dilanjutkan dengan pengajaran menggunakan bahan ajar modul dalam kegiatan belajar mengajarnya. Akhir materi diberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa. Remidial diberikan pada siswa yang tidak memenuhi syarat ketuntasan dengan mengulang modul kembali (Nasution, 1982:212). Penelitian yang sudah dilakukan oleh Suradi dan Wena, dkk (Wena, 2008:234) menunjukan bahwa pembelajaran modul lebih meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran modul juga dapat menungkatkan hasil belajar matematika siswa.
17 D. Hipotesis Berdasarkan kajian teori yang dijabarkan, dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ada pengaruh pengajaran modul matematika terhadap hasil belajar matematika pada siswa kelas XI jurusan IPA SMA Negeri 2 Salatiga semester genap tahun ajaran 2013/2014.
18