BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang sangat penting dan sangat berperan dalam perkembangan dunia. Menurut Kurikulum 2004, matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas. Menurut Kurikulum 2006 (KTSP), matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan diskrit. Untuk mengusai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah Matematika memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa pengertian fungsi matematika menurut para ahli.
5
6
Depdiknas dalam buku “Kurikulum Pendidikan Dasar, Garis-Garis Besar Program Pengajaran Kelas V Sekolah Dasar”. Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagi alat komunikasi melalui simbol, tabel, gradik, diagram, dalam menjelaskan gagasan. Tim MKPBM dalam buku “Strategi Pendidikan Matematika Kontemporer”. Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Ruang lingkup mata pelajaran matematika kelas V SD yaitu: (1) bilangan bulat, (2) pengerjaan hitung bilangan bulat, (3) waktu, (4) sudut, (5) jarak dan kecepatan, (6) luas trapesium dan layang-layang, (7) pengukuran volume. Standar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika ditentukan dengan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). SK dan KD diatur dalam Permendikbud Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. SK dan KD dalam pembelajaran matematika kelas V SD semester 1 secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1 SK dan KD matematika kelas V SD semester 1 Standar Kompetensi Bilangan 1. Melakukan operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah
Geometri dan Pengukuran 2. Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah 3.Menghitung luas bangun datar sederhana dan menggu nakannya dalam pemecahan masalah 4. Menghitung volume kubus dan balok dan menggunakan nya dalam pemecahan masalah
Kompetensi Dasar 1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat termasuk pengguna an sifat-sifatnya, pembulatan, dan penaksiran 1.2 Menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB 1.3 Melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat 1.4 Menghitung perpangkatan dan akar sederhana 1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung, KPK dan FPB 2.1 Menuliskan tanda waktu dengan menggunakan notasi 24 jam 2.2 Melakukan operasi hitung satuan waktu 2.3 Melakukan pengukuran sudut 2.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan 2.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan 3.1 Menghitung luas trapesium dan layanglayang 3.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar 4.1 Menghitung volume kubus dan balok 4.2 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan volume kubus dan balok
7
2.1.2 Prestasi Belajar Prestasi belajar menampakkan besarnya kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik yang meliputi kompetensi kognitif, afektif dan psikomotor pada aktivitas belajar. Prestasi belajar menurut Winkel (1996:226) adalah bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian, prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang. Sependapat dengan Winkel, Arif Gunarso (1993:77) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Jadi prestasi belajar adalah bukti kemampuan yang dimiliki siswa atas aktivitas belajar. Prestasi belajar siswa dapat dibuktikan melalui hasil pengukuran. Pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberi angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda (Wardani Naniek Sulistya, dkk 2012: 47). Penetapan angka dapat dilakukan apabila ada alat ukur (instrumen) yang terstandar. Bentuk-bentuk instrumen seperti
tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan, wawancara, pengamatan
(observasi), skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, dan riwayat hidup. Penggunaan instrumen terkait dengan teknik pengukuran yang dilakukannya. Menurut Djamarah S.B. (2010:256), teknik pengukuran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tes dan nontes. 1. Tes Tes hasil belajar disusun berdasarkan pada hasil perumusan tujuan pembelajaran. Tes ini dilakukan untuk penjajakan atau pengukuran tentang penguasaan siswa terhadap tujuan yang harus dicapai, tes harus dilakukan secara terus menerus untuk mencapai interaksi edukatif yang dilaksanakan. Tes merupakan salah satu alat untuk mengukur terjadinya perubahan tingkah laku pada siswa setelah berlangsungnya serangkaian proses belajar mengajar (Trianto, 2010:199). Tes yang dilakukan oleh guru adalah mengenai guru itu sendiri, sejuh mana guru bisa menyampaikan suatu pengajaran yang baik. Dengan kata lain untuk mengetahui apakah materi sudah dikuasai dengan baik atau belum oleh siswa dan untuk mengetahui apakah proses belajar mengajar sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.
8
Menurut Djamarah S.B. (2010:256) ditinjau dari pelaksanaannya, tes terdiri dari: a. Tes Tertulis Tes tertulis merupakan alat penilaian yang dijawab oleh siswa. Tes tertulis berdasarkan dari cara menjawabnya dibedakan menjadi 2 yakni: 1)
Tes bentuk uraian, yaitu semua bentuk tes yang pertanyaannya membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian. Tes bentuk uraian menuntut kemampuan siswa untuk mnegorganisasi dan merumuskan jawaban dengan kata-kata sendiri. Penilaian pada setiap satuan program di sekolah hendaknya lebih banyak menggunakan tes bentuk uraian karena dapat lebih mengungkapkan proses berpikir siswa.
2)
Tes bentuk objektif, yaitu semua bentuk tes yang mengharuskan siswa memilih diantara kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberi jawaban singkat, atau mengisi jawaban pada kolom titik-titik yang disediakan.
b. Tes Lisan Tes lisan merupakan alat penilaian yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung untuk mengetahui kemampuan-kemampuan berupa
proses
berpikir
siswa
dalam
memecahkan
suatu
masalah,
mempertanggungjawabkan pendapat, penggunaan bahasa, dan penguasaan materi pelajaran. c. Tes perbuatan Tes perbuatan adalah tes yang diberikan dalam bentuk tugas-tugas. Pelaksanaannya dalam bentuk penampilan atau perbuatan/praktek. 2. Nontes Teknik non tes menurut Hamdani (2011:311) terdiri dari: a. Rating scale atau skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angka diberikan secara bertingkat dari angka terendah hingga angka paling tinggi.
Angka-angka
tersebut
kemudian
dipergunakan
untuk
melakukan
perbandingan terhadap angka lain. b. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, kuesioner dibagi menjadi kuesioner langsung dan kuesioner tidak langsung. Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dijawab
9
langsung oleh orang yang diminta jawabannya, sedangkan kuesioner tidak langsung dijawab secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab c. Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang ia anggap sesuai. d. Wawancara, yaitu suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali. e. Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematik apa yang tampak dan terlihat sebenarnya. f. Riwayat hidup yaitu evaluasi dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut. Penilaian tes cocok untuk penilaian yang berkaitan dengan aspek kognitif yang terdiri dari aspek ingatan, pengertian, aplikasi, sintesis, dan penilaian (Djamarah S.B., 2010:285). Sedangkan penilaian non tes berkaitan dengan penilaian sikap dan keterampilan. Tujuan penilaian berdasarnya jenisnya, menurut Hamdani (2011:306) adalah. 1. Tes formatif. Tes formatif bertujuan untuk perbaikan belajar, bukan untuk menentukan tingkatan kemampuan. 2. Tes sumatif. Tujuan tes sumatif adalah untuk menentukan angka berdasarkan tingkatan hasil belajar siswa, yang selnjutnya dipakai sebagai angka rapor 3. Tes penempatan. Pada umumnya tes penempatan dibuat bertujuan untuk tes prestasi yang bertujuan untuk mengetahui keterampilan yang telah dimiliki oleh siswa yang diperlukan untuk belajar dan mengetahui pencapaian tujuan pengajaran oleh siswa, seperti yang telah diprogramkan dalam satuan pengajaran. 4. Tes diagnostik. Tes diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Hasil penilaian akan memberikan makna terhadap prestasi belajar apabila penilaian mendasarkan pada kriteria/pedoman tertentu. Ada dua pedoman penilaian menurut Hamdani (2011:310) yaitu: 1. Penilaian Acuan Norma (PAN). Penilaian acuan norma ini dipakai untuk mengetahui hasil belajar siswa dari segi kedudukannya dalam kelompoknya.
10
2. Penilaian Acuan Patokan (PAP). Penilaian acuan patokan adalah suatu penilaian yang lebih ditujukankepada kemampuan-kemampuan yang telah dicapai siswa sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program (Djamarah S.B., 2010:315) Jadi prestasi belajar adalah bukti kemampuan yang dimiliki siswa atas aktivitas belajar yang berupa aspek kognitif, afektif dan psikomotor. 2.1.3 Model Pembelajaran STAD Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan temantemannya di Universitas John Hopkin. Model pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran yang paling sederhana. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Hamdani (2011:93), adalah model pembelajaran dengan cara siswa dikelompokkan secara heterogen, kemudian siswa yang pandai menjelaskan anggota lain sampai mengerti. Selanjutnya Trianto (2010:68), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif model STAD merupakan model pembelajaran dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil (4-5 siswa) secara heterogen. Senada dengan dua pendapat tersebut, H. Karli dan Yuliariatningsih, M.S. (dalam Hamdani, 2011:165), menyatakan bahwa model STAD adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok. Dengan demikian model pembelajaran STAD adalah model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 siswa secara heterogen yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah dan jenis kelamin untuk saling memotivasi dan memberi pemahaman terhadap anggota kelompok yang belum paham akan materi pembelajaran. Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan model STAD, Hamdani (2011:93) mengatakan untuk mengikuti langkah berikut; 1) Membentuk kelompok yang anggotanya empat orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain); 2) Guru menyajikan pelajaran; 3) Guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Anggota yang tahu menjelaskan kepada anggota lainnya, sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti; 4) Guru
11
memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, tidak boleh saling membantu, 5) Memberi evaluasi, dan 6) Penutup Trianto juga mengemukakan langkah-langkah model STAD yang sedikit berbeda dengan Hamdani. Trianto (2010:68) mengemukakan bahwa untuk melaksanakan pembelajaran dengan model STAD, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Mempersiapkan perangkat pembelajaran yang meliputi RPP, buku siswa, LKS beserta lembar jawabannya 2. Membentuk kelompok kooperatif. Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. 3. Menentukan skor awal. Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya. 4. Pengaturan tempat duduk. Pengaturan tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan. 5. Kerja kelompok Berbeda dengan pendapat di atas, H. Karli dan Yuliariatningsih, M.S. (dalam Hamdani, 2011:165), mengatakan langkah-langkah model STAD adalah: 1. Pembentukan kelompok-kelompok heterogen yang terdiri atas 4-5 siswa 2. Sesama anggota kelompok harus saling membantu 3. Pembagian tugas yang sama 4. Evaluasi 5. Penutup Mendasarkan pendapat di atas, maka langkah-langkah model STAD adalah. 1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang secara heterogen. Pembentukan kelompok sesuai dengan skor awal, kemudian di ranking tanpa sepengetahuan siswa. Terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan. 2. Guru menyajikan pelajaran 3. Guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Setiap anggota mendapat bagian tugas sendiri-sendiri dari guru. Anggota yang paham menjelaskan kepada anggota lainnya yang belum paham, sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
12
4. Guru memberi kuis atau pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis, tidak boleh saling membantu. 5. Memberi evaluasi. 6. Memberikan penghargaan kepada kelompok yang memperoleh skor tertinggi 7. Penutup 2.2
Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisnani (2010) yang berjudul ‘Penggunaan
Metode STAD dalam Meningkatkan Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Siswa SMK Negeri 1 Surabaya’, menunjukkan hasil bahwa pada siklus I nilai rata-rata 71,37 dengan nilai terendah 64 dan nilai tertinggi 89. Nilai ketuntasan belajar adalah 65, jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 65 sebanyak 36 siswa, yang berarti 94.74% dari sejumlah 38 siswa memiliki nilai di atas taraf penguasaan konsep yang diberikan atau lebih dari 94.74% mencapai nilai ketuntasan dalam materi pembelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan pada siklus II nilai rata-ratanya 76,32. Dengan meningkatnya nilai rata-rata, maka penerapan model pembelajaran STAD pada siswa SMK N 1 Surabaya berhasil. Kelemahan penelitian ini yaitu 36 siswa (94,74%) telah mencapai nilai ketuntasan pada siklus 1. Dari data tersebut siswa sudah menguasai pembelajaran sebelum dilakukan penelitian dengan model STAD. Kelebihan pada penelitian ini yaitu pada siklus II terdapat 38 siswa (100%) telah mencapai nilai ketuntasan pada siklus II. Solusinya bahwa penelitian berikutnya menegaskan persentase ketuntasan siswa. Hasil penelitian lainnya, dilakukan oleh Seno (2012), dengan judul ‘Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran STAD bagi Siswa Kelas IV SD Kertomulyo 02 Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati pada Semester I Tahun Pelajaran 2011/2012’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan model STAD berhasil meningkatkan hasil belajar siswa dengan perolehan skor rata-rata pada siklus I adalah 66,40 dan pada siklus II adalah 73,20. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal juga menunjukkan peningkatan yaitu pada siklus I adalah 60% dan pada siklus II adalah 80%. Meningkatnya nilai rata-rata, maka penerapan model pembelajaran STAD pada siswa Kelas IV SD Kertomulyo 02 berhasil. Kelemahan pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan terlalu lama. Penelitian ini memakan waktu 12 X 35 menit atau 6 X pertemuan.
13
Kelebihan pada penelitian ini yaitu skor rata-rata pada siklus I adalah 66,40 dan pada siklus II adalah 73,20. Sedangkan ketuntasan belajar klasikal juga menunjukkan peningkatan yaitu pada siklus I adalah 60% dan pada siklus II adalah 80%. .Solusinya yaitu dalam penelitian berikutnya pembelajaran yang dilakukan berdasar KD. Penelitian senada juga dilakukan oleh Rakhmawati (2012), dengan judul ‘Upaya Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD N Binangun 01 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata pada siklus I sebesar 73 dengan ketuntasan 80%, sedangkan pada siklus II skor rata-rata 76 dengan ketuntasan 90%. Dikarenakan meningkatnya skor rata-rata, maka penerapan model pembelajaran STAD pada siswa kelas V SD N Binangun 01 berhasil. Kelemahan pada penelitian ini yaitu soal post tes semuanya uraian dan jumlahnya kurang dari 10, sehingga untuk mencapai nilai yang memuaskan sangat sulit. Kelebihan pada penelitian ini yaitu skor rata-rata pada siklus I sebesar 73 dengan ketuntasan 80%, sedangkan pada siklus II skor rata-rata 76 dengan ketuntasan 90%. Solusinya yaitu penelitian berikutnya harus membuat soal yang lebih banyak, sehingga untuk mencapai nilai yang memuaskan sangat mudah Dari tiga hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran tipe STAD dapat meningkatkan prestasi belajar. Akan tetapi model pembelajaran tipe STAD perlu dibuktikan pada siswa kelas V SD N Langgenharjo 02 Pati. 2.3
Kerangka Pikir Proses pembelajaran matematika sampai saat ini masih konvensional yakni
pembelajaran berpusat pada guru sehingga pembelajaran yang berlangsung kurang efektif. Hal ini nampak masih 70 % dari seluruh siswa tidak tuntas. Kondisi ini diperparah dengan sistem penilaian yang mengandalkan pada aspek kognitif saja, aspek afektif dan psikomotorik siswa tidak mendapat penghargaan. Sudah selayaknyalah kalau pembelajaran yang berlangsung tidak memenuhi KKM 80. Kondisi semacam ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, oleh karena itu penggunaan model pembelajaran matematika tertentu harus segera dilakukan.
14
Salah satu model pembelajaran yang akan digunakan adalah model tipe STAD. Model STAD ini dapat mendorong siswa lebih aktif dan kreatif dalam pembelajaran di kelas, dikarenakan model ini dilakukan secara berkelompok dan anggota kelompok satu sama lain saling membantu, sehingga siswa merasakan kehangatan belajar dan terlibat langsung dalam pembelajaran. Inilah yang mendorong siswa aktif, sehingga pembelajaran berlangsung efektif, apalagi ditunjang dengan penilaian proses, yang menghargai siswa dalam beraktivitas. Inilah yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dengan demikian prestasi belajar siswa diperoleh dari bukti adanya aktivitas dalam belajar. Aktivitas belajar yang dilakukkan mengikuti langkah-langkah pembelajaran tipe STAD yakni: 1. Membentuk kelompok dengan anggota 5 orang berdasar ranking. 2. Siswa menyimak materi jarak, waktu, dan kecepatan 3. Setiap kelompok menerima tugas dari guru. 4. Setiap siswa dalam kelompok mengerjakan tugas sesuai bagiannya. 5. Anggota yang paham menjelaskan kepada anggota lainnya yang belum paham 5. Setiap siswa mengerjakan kuis sendiri-sendiri 6. Siswa mengerjakan tes formatif 7. Kelompok yang memperoleh skor tertinggi menerima penghargaan 8. Penutup Penggunaan model pembelajaran tipe STAD dalam pembelajaran matematika di kelas V SD N Langgenharjo 02 Pati dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu juga siswa mampu bekerja sama dengan siswa lainnya untuk memahami materi saat bekerja kelompok. Karena diharapkan model pembelajaran STAD berhasil meningkatkan keaktifan dan kreatifitas siswa, sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Penjelasan secara lebih rinci disajikan dalam bentuk gambar seperti terlihat pada gambar 2.1 di halaman berikut.
15
Model Pembelajaran Konvensional dan Aspek Penilaian hanya Kognitif
Hasil belajar siswa, 70 %≤ KKM 80
Penilaian Hasil (kognitif) Penilaian Proses (Sikap & ketrampilan)
Model pembelajaran STAD
Penilaian Membentuk Kelompok
Menyimak materi jarak, waktu, dan kecepatan
Penilaian Menyimak
Setiap anggota mendapat tugas dari guru.
Anggota satu menjelaskan ke anggota lainnya
Penilaian Menjelaskan
Mengerjakan kuis
Penilaian Kuis
Mengerjakan tes formatif
Skor Tes Formatif
Prestasi belajar, 80 % siswa ≥ KKM 80
Mendapat penghargaan
Gambar 2.1 Bagan Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Model STAD
Skor Penilaian Non Tes
Membentuk kelompok @ 5 orang
16
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut peningkatan prestasi belajar matematika diduga dapat diupayakan melalui model pembelajaran STAD siswa kelas V SDN Langgenharjo 02 Kecamatan Juwana Kabupaten Pati semester I tahun 2013/2014.