BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas kajian teori yang berisi tentang dua bahasan. Bahasan yang pertama akan dijelaskan secara rinci pengertian LKS, fungsi dan kegunaan LKS, jenis-jenis LKS, syarat-syarat penulisan LKS, dan langkahlangkah penyusunan LKS. Bahasan yang kedua berisi tentang pembelajaran tematik terintegrasi, pembelajaran saintifik di SD, serta LKS dengan konsep tematik terintegrasi. Selain kajian teori bab ini berisi kajian hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis pengembangan berkenaan dengan pengembangan bahan ajar LKS yang akan peneliti susun. 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori akan membahas pengertian dari LKS, pembelajaran dengan konsep tematik terintegrasi, pendekatan saintifik, dan bagaimana pengembangan LKS. Pembahasannya akan dijabarkan sebagai berikut. 2.1.1 LKS 2.1.1.1 Pengertian LKS Dalam pencapaian keberhasilan suatu pembelajaran khususnya di SD, banyak faktor pendukung yang harus dimiliki dan digunakan guru maupun siswa, baik berupa metode, media pembelajaran, dan bahan ajar, baik berupa cetak maupun non cetak. Salah satu sumber pembelajaran cetak yang paling banyak digunakan untuk membantu pencapaian pembelajaran adalah LKS. Terdapat beberapa pandangan dan pendapat mengenai pengertian LKS. Sebagaimana diungkap dalam Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar (Diknas, 2004) LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Suatu tugas yang diperintahkan dalam Lembar Kerja Siswa harus jelas kompetensi dasar yang harus dicapai. LKS yang baik dan sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan di era ini, merupakan LKS yang dapat mengembangkan pemikiran dan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah, maupun menemukan hal yang baru dalam pemantapan dan pemahaman materi ajar. Pernyataan ini sesuai dengan
7
8
yang dikemukakan oleh Muslimin Ibrahim (dalam Trianto (2011:244) yang menyatakan bahwa LKS digunakan untuk mengaktifkan siswa, membantu siswa dalam menemkan dan mengembangkan konsep, melatih siwa menemukan konsep, menjadi alternative cara penyajian materi pelajaran yang menekanan keaktifan siswa, serta dapat memotivas siswa. Dari beberapa pendapat ahli yang sudah diuraikan dapat didefinisikan bahwa, pada dasarnya LKS merupakan sekumpulan ringkasan dari materi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dan pembelajaran yang sudah didapat siswa, serta terdapat latihan untuk siswa yang disusun secara terstruktur langkah demi langkah secara teratur dan sistematis, sehingga siswa dapat mengikutinya dengan mudah. Oleh karena itu, LKS yang dikerjakan secara mandiri oleh siswa diharapkan dapat menumbuhkan pemikiran yang aktif dan kretif, melalui rangkuman dan latihan soal yang terdapat di dalam LKS. 2.1.1.2 Fungsi dan Kegunaan LKS LKS yang disesuaikan dengan materi dan pembelajaran yang didapat siswa, akan menunjang serta mempermudah pemahaman siswa dalam penguasaan materi. Hal ini sesuai yang disampaikan oleh Andi Prastowo (2011: 205-207) menyatakan bahwa LKS sangat penting dalam pembelajaran, yang tidak lepas dari pengkajian tentang fungsi, tujuan, dan kegunaan LKS itu sendiri. Berikut adalah penjabaran dari masing-masing kajian tersebut. Terdapat empat fungsi dari LKS sebagai berikut. a) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik; b) Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan; c) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih; serta d) Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik. Dalam hal ini paling tidak ada empat poin yang menjadi tujuan penyusunan LKS, yaitu : a) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan;
9
b) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang diberikan; c) Melatih kemandirian belajar peserta didik; dan d) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik. Sehingga dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa, LKS disusun untuk mempermudah guru maupun siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran, menuntun siswa untuk bekerja dan memecahkan masalah secara mandiri. Sehingga secara tidak langsung akan membentuk karakter yang pekerja keras, tidak mudah menyerah yang ditunjukkan dalam memecahkan suatu masalah melalui pengerjaan tugas secara mandiri. Serta LKS juga berguna untuk melatih siswa dalam mengembangkan pemikirannya untuk lebih aktif dan kreatif. Mengenai kegunaan LKS bagi kegiatan pembelajaran tentu saja ada cukup banyak kegunaan. Bagi pendidik misalnya, melalui LKS meraka mendapat kesempatan untuk memancing peserta didik agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas. Salah satu metode yang biasa diterapkan untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemanfaatn LKS adalah metode “SQ3R” atau Surey, Question, Read, Recite, and Review (menyurvei, membuat, pertanyaan, membaca, meringkas, dan mengulang). Adapun penjelasan masing-masing tahap itu adalah sebagai berikut. Pertama, tahap survey. Pada kegiatan ini, peserta didik diminta untuk membaca secara sepintas keseluruhan materi, termasuk membaca ringkasan materi jika diberikan. Kedua, taham question. Pada kegiatan ini, peserta didik diminta untuk menuliskan beberapa pernyataan yang harus merka jawab sendiri pada saat membaca materi yang diberikan. Ketiga, tahap read. Pada kegiatan ini, peserta didik dirangsang untuk memperhatikan pengorganisasian materi dan membubuhkan tanda tangan khusus pada
matiri
yang diberikan. Contohnya, peserta
didik diminta
untuk
membubuhkan tanda kurung pada ide utama, menggarisbawahi rincian yang menujang ide utama, dan menjawab pertanyaan yang sudah kita siapkan pada tahap question.
10
Keempat, tahap recite. Pada kegiatan ini, peserta didik, diminta untuk menguji diri merka sendiri pada saat membaca, kemudian diminta untuk meringkas materi menggunakan kalimat mereka sendiri. Kelima, tahap reviw. Pada tahap ini, peserta didik diminta sesegera mungkin untuk melihat kembali materi yang sdah selesai dipelajari sesaat setelah selesai mempelajri materi tersebut. Jadi dalam penggunaan dan pemanfaatkan LKS yang sudah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa, siswa tidak serta merta hanya mengerjakan soal-soal dan latihan yang tersaji didalamnya saja. Namun sebelum itu juga mereka harus melalui proses berupa pengamatan dan pemahaman materi secara menyeluruh sesuai dengan petunjuk-petunjuk pengerjaan LKS. Dengan demikian apabila siswa sudah mampu melalui langkah demi langkah untuk pemahaman dan pengerjaan tugas dalam LKS secara mandiri, diharapkan kedepannya mereka bisa menerapkan proses ilmiah yang terdapat dalam LKS untuk diterapkan pada pemecahan suatu masalah pembelajaran lainnya. 2.1.1.3 Jenis-jenis LKS Sama halnya dengan bahan ajar yang memilki banyak variasi, seperti macam-macam komik pembelajaran, dan modul. LKS pun juga memilki berbagai jenis yang memilki fungsi yang bergam, seperti yang dijabarkan oleh (Muhammad
Rohman,
2013),
mengenai
jenis-jenis
LKS
dan
berikut
penjelasannya: a. LKS yang Membantu Siswa Menemukan Suatu Konsep LKS ini menyajikan suatu fenomena sederhana baik itu yang terjadi di lingkungan sosial anak maupun fenomena-fenomena alam yang berkaitan dengan materi ajar. Siswa diminta untuk mengamati fenomena tersebut. Selama proses mengamati ini, aktivitas mental siswa berlangsung berupa menalar, menganalisis, dan sebagainya. Proses ini merupakan proses mengonstruksi ilmu pengetahuan yang ada dalam otak siswa dan menghubungkan dengan pengetahuan baru yang didapatnya. Setelah proses konstruksi ini maka siswa akan mendapatkan atau menemukan konsep baru berkaitan dengan materi yang dipelajarinya. Penemuan konsep baru ini tidak lepas dari bimbingan guru berupa penyajian pertanyaan-
11
pertanyaan analisis untuk membantu siswa mengaitkan fenomena yang diamati dengan konsep baru yang akan dibangun siswa dalam benaknya. b. LKS yang Membantu Siswa Menerapkan dan Mengintegrasikan Suatu Konsep yang Telah Ditemukan Setelah siswa berhasil menemukan konsep, siswa dilatih untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Contoh LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan suatu konsep yang telah ditemukan yaitu LKS tentang gaya dan gerak yang dapat melatihkan kemampuan merancang dan melaksanakan percobaan bagi siswa. Konsep gaya dan gerak ini dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dan berada di lingkungan sekitar siswa. c. LKS yang Berfungsi Sebagai Penuntun Belajar LKS ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku pelajaran. Siswa tidak akan dapat mengerjakan LKS ini dengan benar jika tidak membaca buku pelajaran terlebih dahulu, sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu siswa menghafal dan memahami materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku. LKS jenis ini juga sesuai dengan keperluan remidi. d. LKS yang Berfungsi Sebagai Penguatan LKS ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. LKS jenis ini hampir sama dengan LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar, namun materi pembelajaran yang dikemas di dalam LKS ini lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku pelajaran. LKS jenis ini cocok untuk pengayaan. e. LKS yang Berfungsi Sebagai Petunjuk Praktikum. LKS jenis ini umumnya terdapat pada pembelajaran sains. Mengacu kepada Meril Physcal Science: Laboratory Manual dalam Muhammad Rohman (2013), isi petunjuk praktikum diorganisasikan adalah (a) pengentar berisi uraian singkat dari materi pelajaran berupa konsep-konsep yang berkaitan dengan praktikum; (b) tujuan berisi kompetensi atau indikator yang ingin dicapai oleh siswa berkaitan dengan permasalahan yang diungkapkan pada pengantar atau berkaitan dengan unjuk kerja siswa; (c) alat dan bahan yang diperlukan untuk
12
praktikum; (d) prosedur kegiatan berisi instruksi kepada siswa untuk melakukan kegiatan secara terstruktur atau terurut; (e) data hasil pengamatan berisi tabel atau grafik kosong untuk diisi siswa sesuai hasil praktikum; (f) analisi yang berisi bimbingan untuk melakukan analisis data pengamatan; (g) kesimpulan berisi pertanyaan-pertanyaan yang dirancang guru untuk menghasilkan jawaban berupa kesimpulan dari siswa; (h) langkah selanjutnya yaitu berisi kegiatan perluasan, proyek, atau telaah pustaka untuk membantu siswa belajar lebih lanjut berkaitan dengan materi pelajaran atau materi praktikum yang telah dilakukan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan tersebut, dapat diidentifikasi bahwa LKS digunakan untuk memantapkan dan memperdalam konsep siswa dalam memahami suatu materi. Selain melalui latihan soal dan pengerjaan tugas, ada pula LKS yang ditujukan untuk menuntun siswa untuk memperkuat konsep melalui percobaan yang langkah dan caranya dituangkan di dalam LKS. Jadi LKS bukan hanya dapat digunakan untuk pengerjaan soal latihan saja, namun juga dapat dimanfaatkan untuk mencari menarik kesimpulan pada sebuah konsep yang dipelajari melalui percobaan yang dapat dilakukan , baik secara mandiri maupun berkelompok. 2.1.1.4 Kriteria Penulisan LKS Setelah mengetahu tujuan, fungsi dan jenis-jenis LKS. Penulis akan menjabarkan apa saja syarat-syarat penulisannya, LKS yang disusun harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu agar menjadi LKS yang berkualitas, sesuai yang diungkapkan oleh Muslimin Ibrahim dalam (Trianto 2011:224). Terdapat empat kriteria yang harus dipenuhi, sebagai berikut. a. Mengacu pada kurikulum b. Mendorong siswa untuk belajar dan bekerja c. Bahasa yang digunakan mudah untuk dipahami d. Tidak dikembangkan untuk menguji konsep-konsep yang sudah diujikan guru dengan cara duplikasi.
13
2.1.1.5 Pengembangan LKS Pada dasarnya sebuah LKS yang digunakan dalam pembelajaran, merupakan sumber belajar siswa yang tidak hanya memuat ringkasan materi saja, namun juga terdapat langkah-langkah penemuan suatu konsep baru maupun tugas yang dapat menumbuhkan keaktifan dan kreatifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. Agas LKS pembelajaran dapat difungsikan secara baik, maka perlu mengetahui syarat dalam mengembangkan LKS pembelajaran sesuai yang diungkapkan oleh Muslimin Ibrahim (dalam Trianto (2011:244-245) yaitu terdapat tiga persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengembangkan LKS, yaitu persyaratan pedagogic, persyaratan konstruksi, dan teknis. Persyaratan pedagogik: LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran yang efektif, seperti memberi tekanan pada proses penemuan konsep atau sebagai petunjuk mencari tahu dan mempertimbangkan perbedaan individu, sehingga LKS menggunakan berbagai strategi. Persyaratan konstruksi: menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, menggunakan struktur kalimat yang sederhana, pendek, dan jelas tidak berbelit, memiliki tata urutan yang sistematik, memiliki tujuan belajar yang jelas, memiliki identitas untuk memudahkan pengadministrasisan. Persyaratan
teknis:
mencakup
tulisan,
gambar,
dan
tampilan.
Tulisan
menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topic, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah, jumlah kata dalam satu baris tidak lebih dari 10 kata. Gambar harus bisa menyampaikan pesan atau isi secara efektif. Gambar harus cukup besar dan jelas detailnya. Tampilan disusun sedemikain rupa sehingga ada harmonisasi antara gambar dan tulisan, tampilan harus menarik dan menyenangkan untuk meningkatkan motivasi. Dari pendapat ahli yang telah diuraiakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengembangan LKS harus disesuaikan dengan tingkat berfikir dan karakeristik siswa SD pada umumnya. Sehingga LKS yang dikembangkan nantinya, akan mudah dimengerti dan dapat ditelaah siswa walaupun dikerjakan secara mandiri. 2.1.1.6 Langkah-langkah Penyususnan LKS Pada dasarnya pembelajaran dapat dikatakan lengkap apabila guru dapat mengembangkan bahan ajar khususnya LKS, supaya siswa dapat berperan aktif
14
dalam kegiatan belajar mengajar. LKS yang dikembangkanpun harus sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku dan karaktareristik pembelajaran. Pengembangan LKS memerlukan persiapan yang matang dalam perencanaan materi (isi) dan tampilan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Materi LKS harus diturunkan dari Standar Kompetensi dan kompetensi Dasar yang telah ditetapkan, dan tampilan (desain) dikembangkan untuk memudahkan siswa berinteraksi dengan materi yang diberikan. Adapun langkah-langkah dalam pembuatan LKS menurut Diknas dalam Prastowo 2012 (212:215) adalah sebagai berikut: a.
Melalukan Analisis Kurikulum Analisis kurikulum merupakan langkah pertama dalam penyusunan LKS.
Langkah ini dimaksdukan untuk menentukan materi-materi mana yang memerlukan bahan ajar LKS. Pada umumnya, dalam menentukan materi, langkah analisisnya dilakukan dengan cara melihat materi pokok, pengalaman belajar, serta materi yang akan diajarkan. Selanjutnya kita harus mencermati kompetensi yang mesti dimiliki oleh peserta didik. Jika semua langkah tersebut telah dilakukan, maka kita harus bersiap untuk memasuki langkah berikutnya, yaitu menyusun peta kebutuhan LKS. b. Menyusun Peta Kebutuhan LKS Peta kebutuhan LKS diperlukan guna mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis dan sekuensi atau urutan LKS-nya. Sekuens LKS diperlukan dalam menentukan prioritas penulisan yaitu diawali dengan analisis kurikulum dan analisis sumber belajar c.
Menentukan Judul-Judul LKS Judul LKS ditentukan atas dasar Kompetensi Dasar (KD). Materi-materi
pokok atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurilkulum. Satu KD dapat dijadikan sebagai judul LKS apabila kompetensi itu tidak terlalu besar, sedangkan besarnya KD dapat dideteksi antara lain dengan cara apabila diuraikan ke dalam Materi Pokok (MP) mendapatkan maksimal empat (4) MP, maka kompetensi itu telah dapat dijadikan sebagai satu judul LKS. Namun apabila diuraikan menjadi lebih dari empat (4) MP, maka perlu dipikirkan kembali apakah perlu dipecah menjadi dua judul LKS. Jika judul LKS telah ditentukan, maka langkah
15
selanjutnya yaitu mulai melakukan penulisan. d.
Penulisan LKS Untuk menulis LKS, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut. 1) Merumuskan KD dan Indikator Rumusan KD pada suatu LKS langsung diturunkan dari dokumen BSNP. Kesesuaian materi dengan kompetensi dasar sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran. 2) Menentukan Alat Penilaian Penilaian dilakukan terhadap proses kerja dan hasil kerja siswa. Karena pendekatan
pembelajaran
yang
digunakan
adalah
kompetensi,
dimana
penilaiannya didasarkan pada penguasaan kompetensi maka penilaian melalui proses dan hasilnya. 3) Menyusun Materi Materi LKS tergantung pada KD yang akan dicapai. Materi LKS dapat berupa informasi pendukung, yaitu gambaran umum atau ruang lingkup substansi yang akan dipelajari. Materi dapat diambil dari berbagai sumber seperti buku, majalah, internet, dan jurnal hasil penelitian. Agar pemahaman siswa terhadap materi lebih kuat, maka dalam LKS harus ditunjukkan referensi yang dapat digunakan agar siswa dapat membaca lebih jauh materi tersebut. Selain itu, tugas yang diberikan kepada siswa juga harus jelas. 4) Memperhatikan Struktur LKS Langkah terakhir dalam penyusunan LKS, adalah memahami bahwa struktur LKS terdiri dari 6 komponen yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi yang akan dicapai, informasi pendukung tugas dan langkah kerja, serta penilaian. Berdasarkan pendapat yang telah diuraikan, penulis menyesuaikan langkah pembuatan
LKS
dengan
tahapan
pengembangan
ADDIE.
Pada
tahap
pengembangan penulis menggunakan langkah-langkah pembuatan LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik sebagai berikut. Pertama ialah mengumpulkan referensi materi, kedua menyusun kerangka LKS, ketiga ialah merancang pembelajaran sesuai tujuan pembuatan LKS, keempat menyusun LKS sesuai kerangka dan alur pembelajaran, kelima yaitu melengkapi unsur LKS
16
sesuai kerangka, dan yang terakhir adalah merancang tampilan. 2.1.2 Pembelajaran Tematik Terintegrasi Dalam kurikulum terbaru pendidikan di Indonesia, yaitu kurikulum 2013. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model pembelajaran tematik terintegrasi.
Hal
Permendikbud
ini
sesuai
dengan peraturan yang dikeluarkan oleh(
No: 57 th 2014), dengan pengertian pembelajaran tematik
merupakan salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai pembelajaran yang menghubungkan berbagai gagasan, konsep, keterampilan, sikap, dan nilai, baik antar mata pelajaran maupun dalam satu mata pelajaran.Pembelajaran tematik memberi penekanan pada pemilihan suatu tema yang spesifik yang sesuai dengan materi pelajaran, untuk mengajar satu atau beberapa konsep yang memadukan berbagai informasi. Pembelajaran dengan menggunakan model tematik terpadu akan membentuk pemikiran yang aktif dan kretif pada diri siswa, seperti yang diungkapkan oleh bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran terpadu yang menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, sehingga siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam memecahkan masalah, sehingga hal ini menumbuhkan kretivitas sesuai dengan potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan yang lain. Sekaligus dengan diterapkannya pembelajaran tematik, siswa diharapkan dapat belajar dan bermain dengan kreaivitas yang tinggi. Pembelajaran tematik berdasar pada filsafat konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan yang dimiliki peserta didik merupakan hasil bentukan
peserta didik sendiri. Peserta didik membentuk pengetahuannya
melalui interaksi dengan lingkungan, bukan hasil bentukan orang lain. Proses pembentukan pengetahuan tersebut berlangsung secara terus menerus sehingga pengetahuan yang dimiliki peserta didik menjadi semakin lengkap. Pembelajaran tematik menekankan pada keterlibatan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung
17
dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar peserta didik. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Selain itu, penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan sangat membantu peserta didik dalam membentuk pengetahuannya, karena sesuai dengan tahap perkembangannya peserta didik yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik). Pembelajaran tematik memiliki ciri khas, antara lain: 1. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2. Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan peserta didik; 3. Kegiatan belajar dipilih yang bermakna dan berkesan bagi peserta didik sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4. Memberi penekanan pada keterampilan berpikir peserta didik; 5. Menyajikan kegiatan belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui peserta didik dalam lingkungannya; dan 6. Mengembangkan keterampilan sosial peserta didik, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. Tujuan dari pembelajaran tematik adalah: a. Menghilangkan atau mengurangi terjadinya tumpang tindih materi. b. Memudahkan siswa untuk melihat hubungan-hubungan yang bermakna.
18
c. Memudahkan siswa untuk memahami materi/konsep secara utuh sehingga penguasaan konsep akan semakin baik dan meningkat. Pada dasarnya langkah-langkah pembelajaran tematik sama dengan langkah-langkah pada model pembelajaran lainnya seperti pada model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif, atau model pembelajaran berdasarkan masalah. Secara umum terdapat tiga tahap pada pembelajaran yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi. (Prabowo dalam Trianto, 2012: 63). Berikut ini tahapa dalam pembelajaran tematik yang dikemukakan oleh Trianto (2012: 64) sebagai berikut. a.Tahap Perencanaan Dalam tahap perencanaan ini, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan, diantaranya: (1) menentukan jenis mata pelajaran dan jenis keterampilan yang dipadukan; (2) memilih kajian materi, standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator; (3) menentukan sub keterampilan yang dipadukan; (4) merumuskan indikator hasil belajar; dan (5) menenntukan langkah-langkah pembelajaran. b.Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan pembelajaran tematik mengikuti skenario langkahlangkah pembelajaran yang telah dirancang pada tahap perencanaan. Dalam pelaksanaannya, guru berperan sebagai fasilitator yang menyediakan lingkungan belajar bagi siswa dan memberikan kemudahan-kemudahan untuk siswa selama berlangsaungnya kegiatan pembelajaran sehingga siswa aktif sebagai pebelajar mandiri. Perlu adanya kejelasan dalam memberikan tanggung jawab baik kepada individu maupun kelompok sehingga menuntut kerjasama kelompok. Selain itu juga guru perlu akomodatif terhadap ide-ide yang muncul di luar perkiraan atau di luar perencanaan. c.Tahap Evaluasi Tahap evaluasi ini diklasifikasikan ke dalam dua jenis evaluasi, yaitu evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil pembelajaran. Dalam tahap evaluasi ini perlu memperhatikan prinsip evaluasi pembelajaran terpadu, yaitu: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan evaluasi diri di samping
19
bentuk evaluasi lainnya; (2) guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai. 2.1.2.1 Karakteristik Pembelajaran Tematik Teintegrasi Pembelajaran
tematik
teintegrasi
berbeda
dengan
pembelajaran
konvensional yang sudah sejak lama diterapkan di sekolah. Terdapat beberapa hal yang menjadi ciri pembeda pembelajaran tematik dengan pembelajaran konvensional. Berikut ini karakteristik pembelajaran tematik yang dikemukakan oleh Ibnu (2013:44-45) diantaranya adalah : a. Berpusat pada siswa Dalam proses pembelajaran berbasis tematik terpadu, siswa dipandang sebagai subjek belajar secara aktif terlibat dalam proses belajar mengajar dan bukan dipandang hanya sebagai objek semata. Paradigma siswa belajar dengan cara DDCT (Duduk Dengar Catat dan Hafalkan) secara perlahan harus dirubah. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dimana guru memberi ruang yang luas agar siswa dapat berekspresi sesuai dengan tema yang diajarkan. b. Memberikan pengalaman langsung Siswa dihadapkan pada pembelajaran yang konkret, bukan hanya sekedar mendengarkan penjelasan dari guru ataupun membaca dari buku teks pelajaran yang ada. Siswa dapat mengamati, meraba, merasakan, serta membayangkan secara nyata objek yang dipelajari. Akan sangat membantu apabila objek yang dipelajari berkaitan langsung dengan kehiupan siswa sehari-hari. c. Tidak terjadi pemisahan materi pelajaran secara jelas Penggabungan beberapa mata pelajaran menjadi sebuah tema bukan berarti menghilangkan esensi mata pelajaran sehingga mengaburkan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Hal ini dimaksudkan agar siwa memahami suatu substansi materi secara utuh. d. Bersifat fleksibel Dalam proses belajar mengajar guru harus dapat bersikap luwes (fleksibel). Dalam implementasinya guru harus dapat mengaitkan suatu materi pelajaran dengan materi pelajaran lainnya, bahkan guru harus mampu mengaitkan
20
dengan nilai yang belaku di lingkungan sehari-hari siswa seperti nilai agama, kesopanan, dan lain sebagainya. e. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Salah satu penyempurnaan pola pikir perumusan kurikulum diketahui bahwa standar kompetensi lulusan (SKL) kurikulum 2013 diturunkan dari kebutuhan siswa. Dengan kata lain materi pelajaran yang dikuasai oleh siswa merupakan hal yang nantinya sangat berguna, dibutuhkan, serta dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan intelektual dan kehidupan siswa. f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan Pembelajaran akan lebih hidup jika siswa merasa senang mengikuti kegiatannya dan tidak ada unsur keterpaksaan, sehingga materi ajar akan lebih mudah dipahami siswa. Oleh karena itu dalam merancang pembelajaran tematik perlu memperhatikan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan. g. Mengembangkan komunikasi siswa Pembelajaran tematik menekankan adanya interaksi dengan siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Kemampuan berinteraksi merupakan salah satu indikator untuk mengukur keaktifan siswa. Kemampuan berinteraksi ini perlu dilatih karena tuntutan dunia kerja saat ini mengharuskan seseorang mempunyai kemampuan interaksi yang baik dengan orang lain agar dapat membangun team work yang berkompeten, bukan hanya mengandalkan kemampuan akademis semata. h. Menekankan proses daripada hasil Pembelajaran yang dilakukan tidak menilai keberhasilan siswa dengan angka, melainkan dari setiap tahapan yang dilalui siswa dalam pengalaman belajar mereka. 2.1.3 Pembelajaran Saintifik di SD Untuk mengetahui apa itu pembelajaran berbasis sains, maka perlu dipahami terlebih dahulu definisi dari “pembelajaran” dan “sain”. Secara sederhana, pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, yakni antara guru sebagai pemberi informasi, dan siswa sebagai penerima informasi. Hal ini sesuai
21
dengan pendapat Mulyasa (2014:99) yang menyatakan bahwa “pendekatan yang dilatihkan dan diunggulkan adalah pendekatan saintifik (saintific approach). Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menekankan keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan yang memungkinkan siswa aktif dalam proses mangamati, menanya, mencoba, menalar, mengomunikasikan, dan membangun jejaring.” Empat kemampuan yang disebutkan pertama dibutuhkan dalam rangka pembentukan kemampuan personal, sedangkan membangun jejaring merupakan kemampuan interpersonal. Pendekatan saintifik juga berguna untuk melatih kemampuan soft skill dan hard skill. Hal ini sesuai denganpendapat Imas & Berlin (2014:26) yang menyatakan bahwa “proses pembelajaran Kurikulum 2013 khususnya di tingkat Sekolah Dasar dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik yang menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan.” Hal ini diharapkan dapat meningkatkan dan menyeimbangkan antara soft skill dan hard skill. Dalam pedoman pembelajaran tematik terpadu (Permendikbud No 57 Tahun 2014) dinyatakan bahwa dalam implementasi kurikulum 2013 pendekatan yang digunakan adalah pendekatan saintifik. Di dalam pembelajaran siswa difasilitasi untuk terlibat secara aktif mengembangkan potensi yang dimiliki untuk mencapai kompetensi yang diharapkan. Keaktifan siswa ini terlampir dalam lampiran I Permendikbud No 57 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa “pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan pendekatan pembelajaran saintifik”. Lebih lanjut Hosnan (2014:34) menyatakan “implementasi kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep.” Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis sains adalah proses transfer ilmu dua arah antara guru (sebagai pemberi informasi) dan siswa (sebagai penerima informasi) dengan metode tertentu (proses sains). Jadi, yang dimaksud pembelajaran berbasis sains adalah pembelajaran yang menjadikan sains (murni) sebagai metode atau pendekatan dalam proses
22
pembelajaran sehingga, pembelajaran menjadi lebih kreatif, dan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. (Permendikbud
No.103 2014) Pembelajaran adalah suatu proses
pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah, keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia. Keluarga merupakan tempat pertama bersemainya bibit sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Kurikulum 2013 menggunakan modus pembelajaran langsung (direct instructional) dan tidak langsung (indirect instructional). Pembelajaran langsung adalah pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan menggunakan pengetahuan peserta didik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP. Dalam pembelajaran langsung peserta didik melakukan kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi/mencoba,
menalar/mengasosiasi,
dan
mengomunikasikan. Pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung, yang disebut dengan dampak pembelajaran (instructional effect). Pembelajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang terjadi selama proses pembelajaran langsung yang dikondisikan menghasilkan dampak pengiring (nurturant effect). Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap yang terkandung dalam KI-1 dan KI-2. Hal ini berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pengembangan nilai dan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku, dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan
23
masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler baik yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat (luar sekolah) dalam rangka mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan nilai dan sikap. Sesuai yang dicantumkan pada Permendikbud No. 81A, pendekatan saintifik meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana tercantum dalam Tabel 1 deskripsi langkah pembelajaran sebagai berikut. Tabel 1 Deskripsi Langkah Pembelajaran Langkah Kegiatan Belajar Kompetensi yang Pembelajaran dikembangkan Mengamati (observing) Membaca, mendengar, Melatih kesungguhan, menyimak, melihat (tanpa ketelitian, mencari atau dengan alat) informasi Menanya (questioning) Mengajukan pertanyaan Mengembangkan tentang informasi yang tidak kreativitas, rasa ingin dipahami dari apa yang tahu, kemampuan diamati atau pertanyaan merumuskan untuk mendapatkan pertanyaan untuk informasi tambahan tentang membentuk pikiran apa yang diamati (dimulai kritis yang perlu untuk dari pertanyaan faktual hidup cerdas dan sampai ke pertanyaan yang belajar sepanjang hayat bersifat hipotetik) Mengumpulkan - melakukan eksperimen informasi/mencoba - membaca sumber lain Mengembangkan sikap (experimenting) selain buku teks teliti, jujur,sopan, - mengamati objek/ kejadian/ menghargai pendapat - aktivitas orang lain, kemampuan - wawancara dengan nara berkomunikasi, sumber menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Menalar/Mengasosiasi - mengolah informasi yang Mengembangkan sikap (associating) sudah dikumpulkan baik jujur, teliti, disiplin, terbatas dari hasil kegiatan taat aturan, kerja keras,
24
Langkah Pembelajaran
Mengomunikasikan (communicating)
Kegiatan Belajar mengumpulkan/eksperi men mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. - Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya
Kompetensi yang dikembangkan kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar. *) Dapat disesuaikan dengan kekhasan masing-masing mata pelajaran. Kurikulum 2013 yang baru-baru ini diterapkan pada pembelajaran
menekankan penerapan pendekatan saintifik dalam seluruh kegiatan belajar siswa. Menurut Kemendikbud, 2013. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. a. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. b. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
25
c. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat
dalam
mengidentifikasi,
memahami,
memecahkan
masalah,
dan
mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. d. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran. e. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. f. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung jawabkan. g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. Langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada pendekatan saintifik harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Jika digambarkan dalam bentuk diagram pada gambar 1 berikut ini.
Gambar 1 Ranah Pembelajaran
26
1) Ranah sikap menyajikan materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” 2) Ranah keterampilan menyajikan materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. 3) Ranah pengetahuan menyajikan materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” 4)
Hasil
akhirnya
adalah
peningkatan
dan
keseimbangan
antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari
peserta
sikap, pengetahuan,
didik dan
yang
meliputi
keterampilan. Pada
aspek intinya,
kompetensi hasil
belajar
melahirkan peserta didik yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam kurikulum 2013 meliputi aktivitas sains berupa mengamati, menanya,
menalar,
mencoba,
membentuk
jejaring
untuk
semua
mata
pelajaran. Jika digambarkan dalam bentuk bagan seperti gambar 2 sebagai berikut.
Gambar 2 Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach) Langkah-langkah pembelajaran Saintifik sesuai dengan pendapat Imas Kurniasih 2014 (26-45) sebagai berikut. a. Mengamati Kegiatan
mengamati
ini
mengutamakan
kebermaknaan
proses
pembelajaran (meaningfull learning). Keunggulan dari kegiatan ini yaitu dengan
27
menyajikan obyek secara nyata kepada siswa, maka siswa akan merasa tertantang untuk mengetahui lebih lanjut tentang obyek tersebut, sehingga siswa merasa senang selama proses pembelajaran. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu siswa, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi, siswa menemukan fakta keterhubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang disajikan oleh guru. b. Menanya Siswa yang aktif salah satunya terlihat dari intensitas mengajukan pertanyaan berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Agar siswa aktif bertanya, guru perlu menstimulasinya dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang dapat mendorong siswa agar mau mengungkapkan pikiran dan ide-idenya. Berbeda dengan penugasan yang mengharuskan tindakan nyata dari siswa, pertanyaan dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, dapat juga dalam bentuk pernyataan, dengan catatan keduanya memperoleh tanggapan verbal dari siswa. c. Menalar Menalar merupakan proses berfikir logis dan sistematis terhadap faktakata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Penalaran yang dimaksudkan dalam kurikulum 2013 yaitu berhubungan dengan proses asosiasi. Menurut kamus besar bahasa indonesia asosiasi bermakna pembentukan hubungan atau pertalian antara gagasan, ingatan, atau kegiatan pancaindra. Berangkat dari pengertian tersebut, istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokan beragam ide dari peristiwa atau fenomena yang terjadi dan menghubungkannya dengan ide atau gagasan yang telah tersimpan dalam memori siswa sebelumnya sehingga terbentuklah gagasan baru yang tercipta dari proses asosiasi tersebut. Proses ini dikenal sebagai proses menalar. d. Mencoba Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi pembelajaran
28
yang sesuai. Dengan kegiatan mencoba ini maka pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa karena siswa diberi kesempatan secara langsung berinteraksi dengan peristiwa, fenomena, dan lingkungan nyata. Proses ini diharapkan dapat mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar siswa, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. e.
Membentuk Jejaring Jejaring dalam pendekatan saintifik ini berkaitan dengan pembelajaran kolaboratif. Kolaboratif atau kolabirasi merupakan istilah dari kerja sama. Sehingga pembelajaran kolaboratif ini diartikan sebagai penciptaan situasi kerja sama baik antara siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa (kelompok). Dalam pembelajaran kolaboratif ini guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa belajar secara berkelompok. Berdasarkan pendapat ahli diatas, penulis merangkum pembelajaran saintifik dalam tahap 5M yaitu dengan Mengamati, Menanya, Mengumpulkan Informasi, Mengasosiasi, dan Mengkomunikasikan. Tahapan tersebut dipilih karena disesuiakan dengan kebutuhan siswa dan karakteristik siswa sesuai dengan buku guru dan siswa yang diterbitkan pemerintah. 2.1.4 LKS dengan Konsep Tematik Terintegrasi Berdasarkan uraian mengenai LKS, model pembelajaran tematik terpadu, dan pendekatan saintifik dapat diketahui bahwa LKS yang akan dikembangkan merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggabungkan beberapa materi pelajaran menjadi satu kesatuan tema yang utuh dengan menggunakan pendekatan saintifik. Fakta di lapangan yang mengungkapkan bahwa masih terdapat permasalahan terkait dengan materi pelajaran pada buku siswa masih berdiri sendiri serta masih kurang sesuainya silabus, KD, serta substansi materi pada buku pegangan siswa, maka dapat diidentifikasi karakter bahan ajar modul yang akan peneliti susun adalah sebagai berikut: 1. Dikemas sesuai dengan karakteristik siswa 2. Menggunakan bahasa yang komunikatif sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman siswa
29
3. Menggunakan pendekatan saintifik 4. LKS dibuat dalam lingkup satu subtema yang terdiri dari enam pembelajaran 5. Memadukan aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik serta mengedepankan nilai religi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian ini mengenai pengembangan Lembar Kerja Siswa berbasis pendekatan saintifik pada subtema daur air di sekolah dasar. Berdasarkna hasil studi literatur, peneliti menemukan beberapa tulisan atau penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian dari Anita Saradima, Nina Kadaritna, Ila Rosilawati, yaitu Pengembangan LKS dengan Pendekatan Scientific pada Materi Kelarutan dan Hasil Kelarutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan layak digunakan sebagai sumber belajar lain penunjang pembelajaran. Hal ini didasarkan pada skor penilaian diperoleh melalui tahap uji coba yang menghasilkan presentase respon siswa dengan rata-rata persentase jawaban terhadap aspek keterbacaan dan kemenarikan termasuk dalam kriteria sangat tinggi, dengan 87,87% dan 86,42%. Kedua, penelitian dari Afifah Hidayati dkk yang berjudul “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Problem Based Learning Bermuatan Sikap Spiritual Sosial dengan Penilaian Autentik”. Penelitian yang dilakukan diketahui bahwa LKS yang dikembangkan efektif untuk meningkatkan keaktifan, hasil belajar dan karakter siswa. Hal tersebut ditunjukkan batas layak secara teoritis dengan persentase 91% (kategori: sangat layak) dan secara empiris berdasarkan ketuntasan indikator hasil belajar 99,31%. Hasil belajar tersebut sesuai dengan standar KKM yaitu 75% dapat dikatakan layak digunakan. Pengembangan LKS ini juga memiliki kualitas kemenarikan sangat menarik dengan kategori skor 3,55, kualitas kemudahan sangat mudah dengan kategori skor 3,56, kualitas kebermanfaatan sangat bermanfaat dengan kategori skor 3,70; dan (3) LKS dinyatakan efektif di- gunakan sebagai media pembelajaran ber- dasarkan perolehan hasil belajar siswa yang mencapai nilai rata-rata 80 dengan persen- tase
30
kelulusan sebesar 88,9 % pada uji coba pemakaian terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 3 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2014/ 2015. Wulandari 2013 melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan LKS Berbasis Cerita Bergambar pada Materi Sistem Pencernaan di SMP”. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar, sesudah dan sebelum menggunakan produk yang dikembangkan. Hal ini dibuktikan dengan rekapitulasi hasil belajar kognitif siswa dari ketuntasan klasikal 60 % sebelum LKS dikembangkan dan setelah LKS dikembangkan menjadi 85% pada kelas VIII A, namun ada 3 siswa yang tidak tuntas dikarenakan siswa tidak memiliki semangat belajar. Mereka tidak antusias mengikuti pembelajaran dan 90% pada kelas VIII B, tetapi ada 2 siswa yang tidak tuntas. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan LKS bergambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa penelitian relevan diatas peneliti akan melakukan penelitian serupa, dengan pengembangan bahan ajar LKS pembelajaran tematik terintegrasi subtema Bumi Bagian dari Alam Semesta dengan pendekatan saintifik untuk kelas 3 SD. 2.3 Kerangka Berpikir 1. Fakta yang ditemui a) Kurangnya keterkaitan pencapaian KD pada materi pembelajaran dengan materi yang terdapat pada LKS pada umumnya. b) Kecenderungan LKS yang biasa dikerjakan mandiri oleh siswa hanya copy paste dari rangkuman materi yang terkesan ditempel pada LKS, sehingga kreatifitas siswa dalam memecahkan soal sangat terbatas. 2. Produk yang ditawarkan LKS yang terintegrasi dengan kompetensi yang diharapkan pada buku siswa dengan menggunakan pendekatan Scientific 3. Tujuan a) LKS yang dapat dikerjakan secara mandiri oleh siswa b) Siswa lebih mendalami materi yang sudah diajarkan dengan membaca rangkuman dan latihan pada LKS
31
c) Meningkatkan kemampuan berfikir secara kreatif dalam memecahkan soal Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis saintifik yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa baik itu dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Penggunaan LKS yang berbasis saintifik ini diharapkan dapat meningkatkan sikap ilmiah siswa berupa keterampilan proses mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring sehingga pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa. Dengan berlandaskan pendekatan saintifik, maka pada perancangan LKS ini memasukkan unsur-unsur atau prinsip-prinsip dari pendekatan saintifik tersebut. 2.4 Hipotesis Pengembangan Berdasarkan kajian teori, kajian hasil penelitian yang relevan, dan kerangka pikir yang telah dibahas, LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk subtema Bumi dan Alam Semesta dapat dirumuskan hipotesis pengembangnnya sebagai berikut: 1. LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 3 SD dapat dikembangkan dengan desain pengembangan ADDIE
dengan
langkah-langkah
Analisis,
Perencanaan,
Pengembangan, Implementasi, dan Evaluasi. 2. LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 3 SD valid. 3. LKS dengan konsep tematik terintegrasi dan pendekatan saintifik untuk siswa kelas 3 SD efektif.