BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi
Negara yang satu dengan subyek ekonomi Negara lain, baik mengenai barang dan jasa. Subyek ekonomi yang dimaksud disini adalah produk yang terdiri dari warga Negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan
Negara
maupun
departemen
pemerintahan
(Sobri,1986:2).
Perdagangan internasional juga memilki cara untuk meningkatkan kemakmuran suatu bangsa, hal ini disebutkan sebagai berikut. 1)Tidak semua Negara mempunyai peralatan atau kondisi ekonomi yang sama baik dari kualitas maupun kuantitas. 2)Akibat ketidakpastian kondisi ekonomi tersebut maka terdapat perbedaan biaya produksi suatu barang antara satu Negara denagn Negara lainnya. Sehingga Negara akan lebih untung mengimpor daripada menghasilkan barang tersebut sendiri karena biaya produksi yang dikeluarkan akan besar. Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing – masing pihak. Perdagangan luar negeri muncul
13
karena pada hakekatnya tidak ada satu Negara amanapun di dunia ini yang dapat menghasilakan semua barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk suatu Negara (Todaro,2000:6). Menurut
Tambunan
(2000:1)
perdagangan
internasional
dapat
didefinisikan sebagai perdagangan antar atau lintas negara, yang antara lain mencakup ekspor dan impor. Perdagangan intenasional dibagi menjadi dua kategori yakni, perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (travel) asuransi, pebayaran bunga remmitance seperti gaji tenaga kerja Indonesia (TKI) diluar negeri dan pemakaian jasa konsultan asing di Indonesia. 2.1.2
Teori Perdagangan Internasional Menurut Murni (2006:219) banyak sudah teori tentang perdagangan
internasional yang dikemukakan oleh beberapa ahli dan teori tersebut ada dua yaitu teori klasik dan teori modern. Teori – teori yang termasuk teori klasik antara lain teori keunggulan absolute atau absolute advantage yang dikemukakan oleh adam smith dan teori keunggulan komperatif atau comperative advantage oleh David Ricardo. Sedangkan teori modern dikemukakan oleh Heck Ser dan Ohlin. (1) Teori Keunggulan Absolute Suatu Negara akan melakukan perdagangan dengan Negara lain bila masing – masing Negara terdapat keunggulan secara mutlak dalam menghasilkan barang. Untuk mengetahui apakah suatu Negara mempunyai keunggulan mutlak dapat diamati melalui teori keunggulan absolute. Teori keunggulan absolute ini di dasarkan pada “ labor theory of value ” yang menyatakan nilai suatu barang di
14
ukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu barang. Kelemahan teori ini adalah dalam beberapa asumsi yang dipakai, yaitu: 1) Menganggap tenaga kerja itu bersifat homogen. 2) Menganggap tenaga kerja satu – satunya faktor produksi. (2) Teori Keunggulan Komperatif Suatu Negara akan melakukan pertukaran / perdagangan dengan Negara lain dalam bentuk sebagai berikut: 1) Ekspor, apabila ada produk yang dihasilkan memiliki comperative advantage. Artinya produk ( barang – barang ) tersebut dapat dihasilkan dengan biaya murah. 2) Impor, apabila ada produk yang dihasilkan memiliki discomperative advantage, artinya produk tersebut bila dihasilkan sendiri memerlukan ongkos yang lebih tinggi dibandingkan dengan Negara lain. Teori keunggulan ini tetap berdasarkan pada Labor Theory Of Value. (3)
Teori Proporsi Faktor Teori ini dikemukakan oleh Eli Heck Scher dan Bertil Ohlin mereka
menganggap bahwa perbedaan dalam jumlah factor produksi yang dimiliki setiap Negara akan menimbulkan perbedaan dalam opportunity cost untuk menghasilkan suatu produk. Konsep – konsep yang dikembangkan oleh Heck scher ohlin merupakan perluasan dari teori keunggulan komperatif yang dikemukakan Ricardo. Mereka menyatakan keberadaan keungulan komperatif suatu Negara tergantung dari proporsi faktor produksi yang dimiliki Negara tersebut.
15
Ada Negara yang memiliki tenaga kerja lebih besar dari pada modal ( mesin ). Sehingga harga barang tenaga kerja lebih murah dibandingkan harga barang mesin. Kondisi ini mengarahkan kegiatan di Negara tersebut akan bersifat labor intensif. Artinya ada upaya untuk menghemat biaya produksi dengan cara mengalihkan sebagian besar penggunaan barang modal pada penggunaan tenaga kerja, sehingga terjadi opportunity cost dari biaya mesin ke biaya tenaga kerja lebih murah. Sebaliknya, bagi Negara yang memiliki jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit dari pada barang, modal, harga tenaga kerja akan lebih mahal. Kegiatan produksi akan lebih bersifat capital intensif. Artinya, ada upaya penggunaan barang modal lebih diutamakan dari pada penggunaan tenaga kerja, karena akan dapat menghemat biaya produksi. 2.1.2
Teori Impor Impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam wilayah pabean suatu negara dengan memenuhi ketentuanketentuan yang berlaku (BPS, 2002:59) Besarnya impor suatu negara dipengaruhi oleh kesanggupan barang-barang yang diproduksi oleh negara-negara untuk bersaing dengan barang dan jasa produksi domestic. Bila barang dan jasa produksi luar negeri lebih baik mutunya atau harga lebih murah, maka akan adanya kecendrungan untuk mengimpor (Herlambang, 2001 : 267). Barang yang diimpor harus dalam keadaan baru kecuali mendapat izin dari Depperindag atau lembaga pemerintahan non departemen. Memasukkan barang ke daerah pabean Indonesia untuk tujuan impor wajib menggunakan pemberitahuan impor untuk dipakai (PIUD) atau pemberitahuan impor barang
16
(PIB) dan membayar bea masuk atau dikenakan cukai impor sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut indikator ekonomi Badan Pusat Statistik Indonesia, impor sendiri dalam jenis dan golongannya dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: 1) Barang-barang konsumsi yang meliputi makanan dan minuman, bahan bakar dan pelumas, alat angkut/kendaraan. barang tahan lama, barang setengah tahan lama, serta barang tahan lama. 2) Bahan baku dan penolong. 3) Barang modal. Besarnya impor yang dilakukan suatu negara dipengaruhi oleh kesanggupan barang yang diproduksi di negara lain dan mampu untuk bersaing dengan barang-barang dan jasa produksi domestik (Herlambang 2001; 267). Apabila barang di luar negeri mutunya lebih baik dan harga yang lebih murah maka terdapat kecendrungan untuk melakukan impor. 2.1.4
Teori Produksi Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output
(Sugiarto, 2002: 202). Input dapat terdiri dari barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi dan output adalah barang atau jasa yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Faktor-faktor produksi adalah benda-benda yang disediakan oleh alam atau diciptakan oleh manusia yang dapat digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa. Faktor-faktor produksi dalam perekonomian dibedakan dalam empat jenis: 1) Tanah dan sumber alam
17
Faktor produksi ini disediakan oleh alam meliputi tanah berbagai barang tambang dan hasil hutan serta sumber alam yang dapat dijadikan modal. 2) Tenaga Kerja Faktor produksi tenaga kerja dikategorikan sebagai faktor produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsure fisik, pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. 3) Modal Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. 4) Keahlian Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sebaik apapun faktor produksi alam, tenaga kerja, serta modal yang dipergunakan dalam proses produksi, jika dikelola dengan tidak baik, hasilnya tidak akan maksimal. Dalam masyarakat negara-negara berkembang, faktor-faktor produksi yang tersedia relative terbatas jumlahnya. Kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa adalah jauh lebih rendah daripada kebutuhan masyarakat tersebut. 2.1.5
Hubungan produksi dengan impor Impor merupakan kebocoran dalam pendapatan nasional. Jumlah impor
ditentukan oleh kesanggupan atau kemampuan dalam menghasilkan barangbarang yang bersaing dengan buatan luar negeri. Kalau kemampuan produksi rendah, jumlah impor akan naik begitu juga sebaliknya (Deliarnov, 1995: 2004).
18
Apabila produksi tidak mampu menutupi kebutuhan dalam negari maka dilakukan impor, sehingga jumlah produksi berpengaruh negatif terhadap impor. 2.1.6
Teori Konsumsi Konsumsi merupakan terjemahan dari bahasa inggris “consumption” yang
berarti perbelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga ke atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan perbelanjaan tersebut. Dalam analisis Makro Ekonomi, pengertian konsumsi perlu dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Apabila suatu keluarga membeli peralatan rumah tangga seperti meja dan tempat tidur, maka pengeluaran ini digolongkan sebagai konsumsi rumah tangga. Dan apabila pemerintah membeli kertas, alat-alat tulis dan peralatan kantor, pengeluaran ini digolongkan sebagai konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah tangga memberikan sumbangan yang paling besar kepada pendapatan nasional. Dibanyak negara, pengeluaran konsumsi sekitar 6075 persen dari pendapatan nasional. Konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam menentukan fluktuasi kegiatan ekonomi. Dimana besar multiplier dalam perekonomian sangat bergantung kepada kecondongan konsumsi marginal (MPC). Makin tinggi MPC makin besar perubahan kegiatan ekonomi dan pendapatan nasional yang akan berlaku sebagai akibat dari sejumlah perubahan dalam pengeluaran atau perbelanjaan agregat. Dalam perekonomian terbuka pengeluaran konsumsi terpecah menjadi dua, yaitu pengeluaran konsumsi untuk barang-barang buatan dalam negeri dan barang-barang buatan luar negeri (impor). Jelas di sini bahwa sebagian dari
19
kenaikan pengeluaran konsumsi ‘bocor” ke luar negeri sehingga kenaikan konsumsi mengakibatkan kenaikan impor. 2.1.7
Hubungan konsumsi dengan impor Peningkatan permintaan agregat (dari sisi konsumsi) di dalam negeri dapat
meningkatkan impor melalui peningkatan pendapatan nasional (Lindert, 2003: 315). Lindert mengatakan bahwa impor mengikuti pengeluaran nyata secara keseluruhan atau penyerapan dalam perekonomian. Semakin banyak berbelanja barang dan jasa, maka terdapat kecendrungan untuk berbelanja dari luar negeri (barang impor). Dalam hal ini antara konsumsi dan impor memiliki hubungan yang positif, dimana peningkatan konsumsi akan diikuti dengan peningkatan impor. 2.1.8
Konsep Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai barang dan jasa dalam suatu
negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh negara tersebut dan faktor produksi yang dimiliki warga negara asing yang berada di negara tersebut(Sukirno, 1994 : 33). Pendapat lain mengenai pengertian pendapatan nasional dikemukakan juga oleh Deliarnov (1995 : 42), yang menyatakan bahwa Pendapatan Domestik Bruto(PDB) merupakan suatu nilai total produksi yang dihasilkan oleh faktorfaktor produksi di suatu wilayah. Nilai faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh warga sendiri ataupun faktor produksi yang dimiliki oleh warga asing. Secara umum Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai total produksi barang-barang dan jasa yang dihasilkan di dalam wilayah suatu negara yang
20
mencakup faktor produksi yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) dalam periode tertentu (biasanya satu tahun) Menurut Herlambang, PDB dapat dihitung dengan tiga pendekatan berikut. 1) Pendekatan Produksi(production approach) Pendekatan ini diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto(gross value added) dari semua sektor produksi 2) Pendekatan Pendapatan(income approach) Pendekatan pendapatan diperoleh dengan menghitung jumlah balas jasa bruto(belum dipotong pajak)dari faktor produksi yang dipakai. 3) Pendekatan Pengeluaran(expenditure approach) Pendekatan pengeluaran diperoleh dengan menjumlahkan permintaan akhir dari unit-unit ekonomi, yaitu rumah tangga berupa konsumsi (C), perusahaan berupa investasi (I) dan pemerintah disebut pengeluaran pemerintah (G). Perkembangan perekonomian suatu negara dapat diukur menurut Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku dan harga konstan yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Merupakan semua bagian barang dari PDB yang dinilai atas dasar harga tetap pada tahun dasar tetap pada tahun dasar (Sukirno, 1997 : 33), sehingga pertumbuhan perekonomian dapat diukur dari pertambahan
21
sebenarnya dalam barang dan jasa yang diproduksi. Menurut Sri Mulyono (1991 : 52). Pendapatan Nasional pada harga konstan dapat diperoleh dari:
PDB _ H arg a _ Berlaku X 100 % .......... .......... ..(2.1) Indeks _ H arg a _ Tahun _ Dasar
PDB _ H arg a _ Kons tan
2) Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Merupakan nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut harga-harga yang berlaku tersebut. Ini adalah cara yang selalu dilakukan dalam menghitung pendapatan nasional dari periode ke periode berikutnya. Data pendapatan nasional dalam berbagai tahun-tahun tersebut nilainya akan selalu berubah-ubah dan menunjukkan kecendrungan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu: a) Pertambahan fiskal barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian. b)
Kenaikan harga-harga yang berlaku dari satu periode ke periode selanjutnya.
2.1.9
Hubungan Produk Domestik Bruto(PDB) dengan Impor Realisasi impor juga ditentukan oleh kemampuan masyarakat suatu
Negara untuk membeli barang – barang buatan luar negeri, yang berarti besarnya impor tergantung dari tingkat pendapatan, serta semakin rendah kemampuan Negara dalam menghasilkan barang – barang tersebut, maka impor makin tinggi
22
dan makin banyak terdapat “kebocoran” dalam pendapatan nasional (Deliarnov, 1995 : 204) Hubungan antara impor dengan pendapatan nasional dapat dinyatakan dengan: 1. Average property to impor (APM), yaitu dapat dinyatakan dengan rata-rata pendapatan nasional yang dikeluarkan untuk impor. 2. Marginal property to impor (MPM), yaitu perbandingan antara tambahan impor dengan tambahan pendapatan. Hubungan antara MPM dengan APM disebut elastisitas pendapatan atas impor, yaitu perbandingan antara presentase perubahan pendapatan nasional sebesar ΔY maka akan terjadi perubahan impor sebesar MPM atau sebesar ΔM/ΔY (Sobri, 2001 : 160 ) M = M0 + mY……………………………………………………….(2.2) Keterangan : M = Jumlah impor M0 = Jumlah impor yang nilainya tidak ditentukan oleh pendapatan (Y) m = Kecenderungan untuk mengimpor Y = Pendapatan Nasional Semakin besar pendapatan nasional maka impor akan semakin besar yang ditentukan oleh Marginal Propencity to Impor. 2.1.10 Konsep Kurs Valuta Asing Perdagangan antar negara akan memerlukan sejumlah mata uang asing yang harus ditukarkan dengan mata uang negara itu sendiri. Mata uang asing ini
23
dapat dijual dan dibeli di bursa valuta asing pada kisaran harga yang disebut dengan tingkat nilai tukar (kurs). Jadi tingkat nilai tukar adalah harga mata uang asing yang diukur menurut nilai mata uang sendiri. Pendapat lain menyatakan bahwa, apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar keduanya. Nilai tukar ini sebenarnya merupakan semacam “harga” di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai maupun harga antara kedua mata uang tersebut (Nopirin, 1999;163). Menurut Hamdy Hady (2001 : 24) valuta asing atau foreign currency diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral atau Bank Indonesia. Nilai tukar mata uang asing suatu negara suatu negara bias terjadi dalam keadaan seimbang maupun tidak seimbang. Suatu negara bias saja mengalami defisit atau surplus dalam neraca pembayaran. Kejadian seperti ini akan mengakibatkan timbulnya ketidakseimbangan nilai tukar mata uang negara bersangkutan. Jika suatu negara mengalami defisit terus – menerus pada neraca pembayaran, berarti permintaan valuta asing akan meningkat, sedangkan cadangan devisa yang dimiliki semakin terbatas, maka nilai tukar mata uang negara tersebut akan mengalami koreksi terus – menerus terhadap nilai tukar mata uang asing, begitu pula sebaliknya.
24
Untuk menyeimbangkan kembali neraca pembayaran yang tidak seimbang, peranan pemerintah adalah mengadakan penyesuaian kurs, yaitu sebagai berikut : 1) Apabila mata uang dalam negeri terlalu tinggi, maka ini berati bahwa kurs valuta asing ditetapkan terlalu rendah, dalam keadaan seperti ini biasanya pemerintah meningkatkan nilai kurs valas. Tindakan pemerintah tersebut dapat disebut dengan kebijakan devaluasi. 2) Apabila nilai mata uang dalam negeri dinilai terlalu rendah dinyatakan dalam kurs valuta asing, maka hal ini memiliki makna bahwa kurs valuta asing sudah terlalu tinggi. Dalam kondisi seperti ini pemerintah biasanyamengambil kebijakan revaluasi yaitu menurunkan kurs valuta asing atau dengan kata lain menaikkan nilai mata uang dalam negeri. Untuk mencapai kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri dan mata uang asing, maka ditetapkan beberapa sistem nilai tukar. Menurut Bank Indonesia (2004 : 69) terdapat tiga sistem nilai tukar, yaitu : 1) Sistem Kurs Tetap Sistem kurs tetap adalah suatu sistem nilai tukar dimana bank sentral menetapkan tingkat nilai tukar atau kurs mat uang terhadap mata uang negara lain pada nilai tertentu. Bank sentral siap membeli atau menjual valuta asing pada tingkat kurs yang ditetapkan. Jika kurs valuta asing turun maka pemerintah bersedia membeli kurs valuta asing di pasar dan sebaliknya jika kurs valuta asing naik, maka pemerintah akan menjual
25
valuta asing di pasar sehingga penawaran valuta asing bertambah dan kenaikan dapat dicegah. 2) Sistem Kurs Menggambang Terkendali (Managed floating exchange rate) Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band (batas pita intervensi). Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar menembus batas atas atau batas bawah dari kisaran tersebut, bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak kembali ke pita intervensi. 3) Sistem nilai tukar mengambang (Floating exchange rate) Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila kelebihan penawaran di atas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan atas penawaran yang ada di pasar valuta asing. 2.1.11 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Impor Selain pendapatan dan mutu, salah satu yang mempengaruhi penenentu impor adalah harga barang tersebut (Sukirno, 1997 : 383). Jika harga naik maka impor barang tersebut akan cenderung menurun dan begitu pula sebaliknya
26
apabila harga barang tersebut turun maka impor barang tersebut akan meningkat. Harga barang impor sangat dipengaruhi oleh kurs yang berlaku sebagai alat pembayaran. Semakin menguatnya nilai kurs Amerika Serikat terhadap rupiah yang dipakai sebagai alat pembayaran internasional maka harga barang-barang tersebut akan semakin meningkat mengikuti nilai kurs pada saat itu. Dengan meningkatnya harga barang maka kecendrungan untuk mengimpor barang akan menurun. Begitu pula sebaliknya, jika kurs Amerika Serikat melemah, maka kecendrungan harga barang impor akan menurun. Dengan menurunnya harga barang impor maka kecendrungan untuk mengimpor barang akan semakin meningkat karena memperoleh harga dengan lebih murah. Jadi, kurs Amerika Serikat terhadap rupiah berpengaruh negatif terhadap volume impor.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya mengenai impor dilakukan oleh Artha Wijaya, I
Nyoman (2003) dengan judul “Analisis Pengaruh Domestik Bruto, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Dalam Negeri Terhadap Impor Barang Kosumsi Indonesia tahun 1987-2003” teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, uji t,uji F, dan analisis koefisien determinasi. Memperoleh persamaan sebagai berikut. Y = - 20008,666 + 0,01045X1 + 0,032902 - 4,484X3 Dengan koefisien determinasi (R²)sebesar 0,904 artinya 90,4 persen variasi impor barang kosumsi dipengaruhi oleh variasi PDB,Kurs Dollar Amerika Serikat dan tingkat inflasi dalam negeri, sedangkan sisanya 9,6 persen dipengaruhi
27
oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dalam analisis koefisien regresi secara parsial menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto berpengaruh nyata dan positif terhadap impor barang konsumsi Indonesia dengan thitung(10,795) > ttabel (1,782), sedangkan Kurs Dollar Amerika Serikat tidak berpengaruh nyata terhadap volume impor barang konsumsi Indonesia dengan thitung (0,360)
Ftabel (3,49) yang berarti bahwa Produk Domestik Bruto ,Kurs Dollar Amerika Serikat dan tingkat inflasi dalam negeri berpengaruh secara serempak terhadap impor barang konsumsi Indonesia. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebasnya sama-sama PDB dan Kurs Dollar Amerika serikat dan menggunakan analisis dengan menggunakan metode analisis linier berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya variabel terikat variabel dari penelitian ini adalah volume impor beras sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan variabel terikat adalah Impor barang konsumsi. Pada variabel sebelumnya menggunakan jangka waktu 1987-2003 sedangkan penelitian ini menggunakan jangka waktu 1995-2010. Penelitian oleh Anis Ashadi (2008) yang berjudul ”Pengaruh Produksi, Konsumsi dan Harga Eceran Gula serta Inflasi dan Kurs Dollar Amerika terhadap Impor Gula Indonesia Periode 1990-2006”.Memperoleh hasil persamaan sebagai berikut. Y = 14,289-1,388X1+1,254X2+0,95X3+0,008X4+1,102X5
28
Secara serempak produksi, konsumsi dan harga eceran gula serta inflasi, kurs dollar Amerika Serikat, krisis ekonomi secara serempak berpengaruh terhadap nilai impor gula Indonesia periode 1990-2006 . Nilai koefisien determinasi(R²)bernilai 0,946, artinya 94,6 persen variasi perubahan volume impor gula Indonesia dipengaruhi variasi perubahan Produk Domestik Bruto,kurs dollar Amerika Serikat dan Inflasi dalam negeri sedangkan sisanya sebesar 1,6 persen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Dalam analisis koefisien regresi secara parsial menunjukkan bahwa Produksi gula tidak berpengaruh secara parsial terhadap impor gula 1990 – 2006, dengan nilai thitung (1,388) > ttabel (-1,796). Konsumsi gula tidak berpengaruh secara parsial terhadap impor gula Indonesia periode 1990-2006, dengan nilai thitung (1,254) < ttabel (1,771). Harga eceran gula tidak berpengaruh secara parsial terhadap impor gula Indonesia 1990-2006, dengan nilai thitung (-0,449) > ttabel (-1,796). Inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap impor gula Indonesia periode 1990-2006 dengan nilai thitung (0,051) < ttabel (1,771). Kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap impor gula Indonesia periode 1990-2006. Nilai β5 = 218,424 artinya setiap kenaikan kurs dollar Amerika satu rupiah per 1 US dollar (Rp/1 US$), akan menyebabkan volume impor gula Indonesia naik sebesar 218,424 ton, dengan syarat variabel lain diasumsikan konstan. Krisis ekonomi tidak berpengaruh secara parsial terhadap impor gula Indonesia periode 1990-2006, dengan nilai thitung (-0,929) < ttabel (1,771).
29
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebasnya sama-sama Produksi, Konsumsi dan Kurs dollar AS dan menggunakan analisis dengan menggunakan metode analisis linier berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel terikat variabel dari penelitian ini adalah volume impor beras sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan variabel bebas adalah Impor gula Indonesia. Pada variabel sebelumnya menggunakan jangka waktu 1990-2006 sedangkan penelitian ini menggunakan jangka waktu 1995-2010.
2.3
Rumusan hipotesis Berdasarkan pokok permasalahan dan landasan teori yang telah diuraikan,
maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini sebagai berikut: 1)
Diduga produksi, konsumsi, produk domestik bruto, dan kurs dollar AS secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume impor beras di Indonesia tahun 1995 – 2010.
2)
Diduga konsumsi dan produk domestik bruto berpengaruh positif dan signifikan terhadap impor beras Indonesia sedangkan produksi dan kurs dollar AS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume impor beras di Indonesia tahun 1995 – 2010.
30