BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori
2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Winkel (1983:15) menyatakan belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap. Menurut Sudjana (1997:5) belajar adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang ditandai adanya perubahan pada diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar ditunjukkan dengan berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, penalaran, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspekaspek lain yang ada pada diri individu yang belajar. Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1989:3) menyebutkan bahwa “Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan sebagai sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan”. Slameto (2003) mendefinisikan bahwa belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Terdapat ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar, yaitu : 1. Perubahan terjadi secara sadar. 2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional. 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
6
7
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:729) menyebutkan ”belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”. Howard L Kingsly yang dikutip oleh Wasty Sumanto (1998:104) menyatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku dalam arti luas ditumbuhkan atau diubah melalui praktek atau latihan-latihan. Dengan demikian belajar memang erat hubungannya dengan perubahan tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang, karena adanya perubahan dalam tingkah laku seseorang menandakan telah terjadi belajar dalam diri orang tersebut. Dari pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan sebuah proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku. Belajar pada mulanya adalah akibat dorongan rasa ingin tahu. Belajar sebagai proses adalah kegiatan yang dilakukan secara sengaja melalui penyesuaian tingkah laku dirinya guna meningkatkan kualitas kehidupan. Sedangkan belajar sebagai hasil adalah akibat dari belajar sebagai proses. Sehingga seseorang yang telah mengalami proses balajar akan memperoleh hasil berupa kemampuan terhadap sesuatu yang menjadi hasil belajar. Menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sementara itu Dimyati dan Mudjiono (2005) menjabarkan bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruktional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari beberapa pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
8
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. 2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Belajar sebagai proses atau aktifitas banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara global, menurut Muhibbin Syah (1999:130), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam bagian, yakni: faktor internal siswa (jasmani dan rohani siswa), eksternal siswa (lingkungan sekitar siswa), dan faktor pendekatan (strategi dan metode yang digunakan siswa). Selanjutnya, menurut Wasty (1998:113), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak sekali. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: faktor stimuli belajar, faktor metode belajar, dan faktor-faktor individual. Sumadi Suryabrata (2002:233) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua macam, yaitu: faktor-faktor yang berasal dari luar diri pelajar seperti faktor sosial dan non sosial, faktor-faktor yang berasal dari dalam si pelajar seperti faktor fisiologis dan psikologis. Dari beberapa pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas belajar siswa ada dua jenis faktor, yaitu faktor internal siswa, faktor eksternal siswa. Adapun faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah (fisiologis) dan psikologis (rohaniah) serta faktor kematangan fisik atau psikis.Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan (keluarga, masyarakat, dan kondisi alam) dan faktor non sosial. 1. Faktor Internal Adapun yang dimaksud dengan faktor internal adalah faktor-faktor yang yang mempengaruhi dalam belajar yang berasal dari dalam diri siswa berupa
9
kondidi fisiologis, psikologis, dan faktor kematangan fisik maupun psikis siswa. a. Aspek Fisiologis Menurut Muhibbin Syah (1999:132) kondisi fisiologis pada umunya dapat melatar belakangi kegiatan siswa dalam belajar. Keadaan jasmani yang segar akan berbeda pengaruhnya dengan keadaan jasmani yang kurang segar. Begitu juga dengan kondisi tubuh yang lemah akan berpengaruh terhadap proses belajar siswa. Kondisi tubuh yang lemah berpengaruh pada kualitas ranah cipta. Di samping masalah kesehatan tubuh, yang melatar belakangi siswa dalam belajar, fungsi-fungsi jasmani tertentu khususnya panca indera siswa juga sangat mempengaruhi terhadap kemampuan siswa dalam belajar. Panca indera yang dimaksud di sini adalah terutama penglihatan dan pendengaran. Sehingga kondisi fisiologis yang menandai tingkat kebugaran organorgan tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Karena kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan dikelas. b. Aspek psikologis Menurut Muhibbin Syah (1999:132) banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut: inteligensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi. Jadi, faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang mempengaruhi proses belajar. Akan dibahas lebih rinci sebagai berikut: 1) Inteligensi Siswa Menurut Slameto (2003:56) inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis, yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesusikan diri dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif,
10
mengetahui / menggunakan konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Ngalim Purwanto (2002:107) mengatakan bahwa dapat tidaknya seseorang mempelajari sesuatu dengan berhasil
baik ditentukan/dipengaruhi oleh taraf
kecerdasannya. Jadi, kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu mencapai kesuksesan belajar. 2) Sikap Muhibbin Syah (1999:134) menegaskan bahwa sikap adalah gejala yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya baik secara positif maupun negatif. Dapat diartikan, sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaran yang dia punya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajara bermanfaat bagi diri siswa.
11
3) Bakat Menurut Erni Emiyanti (2011:19), bakat dimaknai dengan potensi seseorang untuk melakukan sesuatu tanpa banyak tergantung pada upaya pendidikan dan latihan. Oleh karena itu, manakala mata pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakat yang dimiliki maka hasil belajar yang diperolehnya akan lebih baik dari pada mempelajari mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bakat yang dimilikinya. 4) Minat Hilgard, sebagaimana dikutip oleh Slameto (2003:58), memberikan pengertian bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang terus menerus terhadap beberapa kegiatan yang disertai rasa senang. Keberadaan minat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa tidak bisa disangkal lagi. Siswa yang tidak berminat mempelajari mata pelajaran tertentu jangan diharapkan bahwa dia akan berhasil dengan baik dalam mempelajari mata pelajaran tersebut. Sebaliknya, siswa yang mempunyai minat (interest) tinggi dalam mempelajari mata pelajaran tertentu, maka dapat dipastikan bahwa hasilnya akan lebih baik. 5) Motivasi Menurut Sumadi Suryabrata (2002:12), motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motovasi merupakan pendorong bagi suatu organisme dalam melakukan segala kegiatan, termasuk belajar. Sebuah kegiatan dalam proses belajar yang dilakukan oleh siswa akan kurang bergairah manakala tidak dibarengi dengan adanya motivasi. Begitu juga sebaliknya, siswa akan semangat dalam belajar apabila memiliki motivasi yang jelas. Oleh karena itu, proses belajar mengajar merupakan hal yang kompleks. Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar, siswa mengahadapi masalah-masalah secara
12
intern. Jika siswa tidak dapat mengetahui masalahnya, maka ia tidak belajar dengan baik. 2. Faktor Eksternal Sedangkan yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang datang dari luar diri siswa yang dapat mempengaruhi proses belajar, baik faktor lingkungan dan/atau faktor instrumental. a. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan non sosial. 1) Lingkungan Sosial Yang dimaksud dengan lingkungan sosial di sini adalah kondisi keluarga dan masyarakat yang melingkupi siswa tersebut dalam proses belajar. Faktor-faktor fisik dan sosial psikologis yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak. Ahmad Tafsir dalam Erni (2011:21) mengatakan bahwa, keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam proses pendidikan. Orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama. Dan dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan secara alami dan kodrati berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Karena itu, kondisi keluarga, baik secara fisik maupun psikologis sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar. Selanjutnya, adalah kondisi masyarakat. Kondisi sosial menyangkut hubungan siswa dengan masyarakat juga menentukan akan keberhasilan siswa dalam belajar. Masyarakat dan segala sesuatu yang ada di dalamnya seperti organisasi kemasyarakatan, bentuk kehidupan, serta teman yang diajak bergaul oleh siswa sangat mendukung akan keberhasilan siswa proses belajar. Dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial sekolah seperti para guru,
para
staf
administrasi,
dan
teman-teman
sekelas
dapat
mempengaruhi semangat belajar siswa. Para guru yang selalu menunjuk
13
sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar. b. Lingkungan non-Sosial Menurut Muhibbin Syah (1999:138) yang dimaksud dengan lingkungan non sosial di sini adalah lingkungan alami. Lingkungan alami seperti keadan suhu, kelembapan udara berpengaruh pada proses dan hasil belajar siswa. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap. Banyak yang mengatakan bahwa belajar pada waktu pagi dan sore hari lebih efektif daripada belajar pada waktu-waktu yang lain. Berdasarkan pengertian diatas, kelompok faktor-faktor ini dapat dikatakn juga tag terbatas jumlahnya. Alat-alat yang dipakai untuk belajardan letak sekolah atau tempat belajar juga mempengaruhi proses belajar. 2.1.3 Efektivitas Pembelajaran Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Menurut Hidayat (2012) menjelaskan bahwa Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan beberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana semakin besar presentase target yang dicapai, semakin tinggi efektivitasnya. Dalam keterkaitannya dengan pembelajaran, Eggen dan Kauchak (1979) mengemukakan bahwa, “Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar ini tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa”. Keefektifan pembelajaran yang dimaksud adalah sejauh mana pembelajaran IPA berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang dapat dilihat dari ketuntasan belajar. Efektifitas pembelajaran banyak bergantung pada kesiapan dan cara belajar yang dilakukan oleh siswa itu sendiri, baik dilakukan secara mandiri maupun kelompok. Dalam hal ini, Mulyasa (2003) menekankan pentingnya upaya
14
pengembangan aktivitas, kreativitas, dan motivasi siswa di dalam proses pembelajaran. David. W. Johnson dan Roger. T. Johnson mengemukakan bahwa: teaching efektiveness is the successul implementation of the components of intruction, yang artinya keefektifan mengajar adalah implementasi yang berhasil dari komponenkomponen pengajaran. Tiap-tiap komponen pengajaran mempunyai hubungan dengan keterampilan guru. Guru-guru perlu terampil dalam : 1. menyusun tujuan-tujuan pengajaran, 2. mengimplementaskan struktur-struktur tujuan yang tepat, 3. merakit bahan-bahan dan sumber-sumber yang dibutuhkan murid-murid untuk menyempurnakan tugas-tugas pengajaran, 4. menciptakan iklim belajar yang menyenangkan, 5. menilai dan melengkapi balikan kemajuan murid-murid sementara pengajaran berlangsung, 6. menilai dan melengkapi balikan konsekuensi pengajaran yang diharapkan dan yang tidak diharapkan. Dari tinjauan teori yang dikemukakan, maka efektivitas pembelajaran adalah suatu program pembelajaran berkenaan dengan masalah pencapain tujuan pembelajaran, fungsi dari unsur-unsur pembelajaran, serta tingkat kepuasan dari individu-individu yang terlibat dalam pembelajaran untuk mencapai hasil yang tujuan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, indikator efektivitas pembelajaran hanya ditinjau dari belajar siswa yang dapat dilihat dari ketuntasan hasil belajar siswa setelah melakukan pembelajaran. 2.1.4 Hasil Belajar Menurut Sudjana (2006:35) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Leo Sutrisno (2008:25) mengemukakan hasil belajar merupakan gambaran tingkat penguasaan siswa terhadap sasaan belajar pada topik bahasan yan dieksperimenkan, dan diukur berdasarkan jumlah skor jawaban benar pada soal yang disusun sesuai dengan sasaran belajar. Sedangkan Purwanto (2002:3) menyatakan bahwa hasil
15
belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yag telah diberika kepada siswa dalam waktu tertentu. Menurut Rusyan (2000:65) hasil belajar merupakan hasil yang dicapai oleh seorang siswa setelah ia melakukan kegiatan belajar mengajar tertentu atau setelah ia menerima pengajaran dari seorang guru pada suatu saat. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2003:102) hasil belajar merupakan realisasi pemekaran dari kecakapan atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dari seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berfikir, maupun keterampilan motorik. Hasil belajar adalah pernyataan kemampuan siswa dalam menguasai sebagian atau seluruh kompetensi tertentu. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan bertindak dan berpikir setelah siswa menyelesaikan suatu aspek atau sub aspek mata pelajaran tertentu (Depdiknas, 2003:5). Menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2010), ada tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu: 1. Ranah afektif, merupakan aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek; 2. Ranah psikomotor, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan melakukan pekerjaan yang melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik; 3. Ranah kognitif, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, kemampuan yang berkaitan dengan perolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Menurut Susianha (2009) hasil belajar yang dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu sendiri dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Hasil belajar siswa
16
disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa juga ada faktor lainnya, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik, dan psikis. Selanjutnya Nasrun dalam Leo Sutrisno (2008) secara umum hasil belajar dapat diartikan sebagai suatu hasil pekerjaan yang telah dicapai dengan usaha atau diperoleh dengan jalan keuletan bekerja yang dapat diukur dengan alat ukur yang disebut dengan tes. Berdasarkan uraian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran yang menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti proses belajar. Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena menjadi alat ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil belajar itu tinggi, maka dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar itu berhasil. 2.1.5 Metode Permainan Felix Iwan Wijayanto (2006:1) mengatakan bahwa metode permainan diharapkan
dapat
menciptakan
lingkungan
pembelajaran
yang
lebih
menyenangkan dan menarik minat siswa supaya siswa dapat belajar secara optimal, tanpa beban dan tekanan. Hal ini didasari hakekat manusia sebagai makhluk bermain (homo ludens). Dengan ungkapan lain, tak ada permainan yang tidak menyenangkan, atau jika ada suatu aktivitas yang tidak menyenangkan, pasti itu bukan permainan. Menurut Suherman dalam Dian Murni (2010:25) mengatakan bahwa : Permainan IPA adalah suatu kegiatan yang menggembirakan yang dapat menunjang tercapainya tujuan instruksional IPA. Tujuan ini dapat menyangkut aspek kognitif, psikomotor, atau afektif. ... Permainan yang mengandung nilai-nilai IPA dapat meningkatkan keterampilan, penanaman konsep, pemahaman, dan pemantapannya; meningkatkan kemampuan menemukan, memecahkan masalah dan lain-lainnya. Yang begini harus banyak dipakai, terpadu dengan kegiatan belajar mengajar (Suherman, 2003: 216).
17
Menurut Felix Iwan (2006:1) Permainan individu adalah permainan yang dilakukan secara perorangan, biarpun semua peserta melakukan aktivitas permainan yang sama namun masing-masing berlaku sebagai pemain yang berdiri sendiri. Felix juga menambahkan bahwa dalam permainan haruslah memiliki tujuan, diantaranya yaitu : 1. Permainan pengakraban (ingrouping game) adalah permainan yang bertujuan mendorong peserta untuk saling mengenal dan mengakrabkan din' satu sama lain; biasanya dilakukan di awal proses program pendidikan. 2. Permainan penyegaran/penambah semangat (energizing game) adalah permainan yang bertujuan menyegarkan dan menyemangati peserta ketika kondisi din mereka (secara umum) belum/sudah tak lagi terlalu bersemangat/bergairah dalam mengikuti proses program pendidikan. 3. Permainan pemecah kebekuan suasana (icebreaking game) adalah permainan yang bertujuan menetralisir suasana kaku/beku dalam proses program pendidikan, entah disebabkan terjadinya ketegangan antar peserta, antara peserta dan fasilitator atau antara pesertaJfasilitator dengan pihak lain dan luar arena program pendidikan. 4. Permainan bertema (thematic game) adalah permainan yang bertujuan menyampaikan, menggali, mengolah tema materi tertentu untuk memudahkan peserta menyadari, memahami atau sekedar memicu ketertarikan/minat/motivasi mereka untuk mempelajari lebih lanjut dengan metode lain berikutnya. 2.1.6 Metode Index Card Match 2.1.6.1 Pengertian Metode Index Card Match Menurut Erni Emiyanti (2011:26) metode Index Card Match (mencari pasangan jawaban) yaitu suatu cara yang digunakan pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk menemukan jawaban yang cocok dengan pertanyaan yang sudah disiapkan. Erni juga menambahkan bahwa metode Index Card Match merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan kartu,
18
dimana kartu tersebut berisi soal dan sekaligus jawabannya. Metode ini berpotensi membuat siswa senang. Unsur permainan yang terkandung dalam metode ini tentunya membuat pembelajaran tidak membosankan. Tentu saja penjelasan aturan permaian perlu diberikan kepada siswa agar metode ini menjadi lebih efektif. Untuk penggunaan, kartu tersebut dibagikan kepada seluruh siswa dan siswa berfikir sejenak apa yang cocok untuk jawaban pertanyaan yang ada di kartu tersebut dan mencari jawabannya yang ada di kartu yang lainnya. Keadaan ini menggambarkan bahwa kegiatan proses belajar mengajar dikelas tidak hanya berupa penyajian informasi saja, siswa datang duduk dan mendengarkan, tetapi siswa juga ikut berperan aktif dalam berlangsungnya proses belajar mengajar. Proses pembelajaran semacam ini tidak harus didalam kelas, bisa juga diluar kelas agar peserta didik tidak merasa bosan sebab penyakit yang banyak diderita peserta didik selama mengikuti pelajaran adalah kejenuhan. Menurut Hisyam Zaini (2008:66) metode Index Card Match merupakan metode pembelajaran yang cukup menyenangkan yang digunakan guru dengan catatan, peserta didik diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk
kelas
mereka
sudah
memiliki
bekal
pengetahuan. Metode Index Card Match tidak hanya digunakan dalam mata pelajaran IPA saja, tetapi dapat digunakan dalam mata pelajaran yang lainnya. Berdasarkan pernyataan tersebut, didalam metode ini terdapat education game dalam artian suatu kegiatan yang sangat menyenangkan dan dapat merupakan cara atau alat pendidikan yang bersifat mendidik. 2.1.6.2 Sintak atau Langkah-langkah Metode Index Card Match Menurut Zaini (2008:67) secara umum langkah-langkah pembelajaran dengan Index Card Match adalah sebagai berikut 1. Buatlah potongan-potongan kertas (kartu) sejumlah siswa dalam kelas. 2. Bagi jumlah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama. 3. Tulis soal tentang materi yang telah siswa pelajari pada setengah bagian kertas yang telah disiapkan sehingga selanjutnya disebut sebagai kartu soal.
19
4. Pada separuh kertas lain, tulis jawaban dari soal-soal pada kartu soal sehingga selanjutnya disebut sebagai kartu jawaban. 5. Kocoklah semua kertas sehingga kartu soal dan kartu jawaban tercampur. 6. Beri setiap siswa satu buah kartu. Jika kelas termasuk kelas besar, maka dapat dilakukan modifikasi dengan cara memberikan satu buah kartu untuk 2 siswa. 7. Minta siswa untuk menemukan pasangan kartu mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada kelompok yang lain. 8. Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap pasangan secara bergantian, untuk membacakan soal yang diperoleh dengan keras kepada teman-teman yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangan-pasangan yang lain sehingga memungkinkan terjadinya diskusi. 9. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan. Penggunaan metode tentunya juga perlu manajemen waktu yang tepat khsususnya saat digunakan pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak. Guru juga harus siap dengan soal yang bervariatif. Pembacaan soal dan jawaban yang dilakukan oleh tiap-tiap pasangan jika jumlah siswa banyak akan memakan waktu tidak sedikit, disamping itu berpotensi mengakibatkan kebosanan pada siswa. Metode ini terkendala dilakukan jika jumlah siap tidak genap. Namun demikian dengan modifikasi dan menyesuaikan dengan kondisi siswa dan materi pelajaran yang ada metode ini tetap menarik untuk diterapkan. Sintak atau Langkah-Langkah metode Index Card Match (ICM) dalam Kegiatan Pembelajaran 1. Guru menyampaikan atau mempresentasikan materi pembelajaran. 2. Guru menjelaskan pada siswa bahwa kartu yang berwarna merah merupakan kartu soal, dan kartu yang berwarna merah muda merupakan kartu jawaban. 3. Sampaikan pada siswa bahwa mereka harus mencari atau mencocokkan kartu yang dipegang dengan kartu dari siswa lain warna yang berbeda. Guru perlu menyampaikan batasan maksimum waktu yang diberikan pada siswa. 4. Guru membagikan kartu index pada tiap siswa.
20
5. Jika mereka telah menemukan pasangannya, mintalah pasangan untuk duduk berdampingan. Dan guru memberikan poin pada tiap siswa yang menemukan pasangannya sebelum batas waktu yang telah ditentukan. Terangkan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada kelompok yang lain. 6. Jika batas waktu yang telah ditentukan telah habis, maka bagi siswa yang belum menemukan pasangannya diminta untuk berkumpul sendiri. 7. Mintalah satu pasangan untuk membacakan soal berserta jawabannya. Pasangan yang
lain dan siswa
yang tidak
mendapatkan pasangan
memperhatikan dan memberikan tanggapan apakah pasangan itu cocok atau tidak (hal ini memungkinkan terjadinya diskusi). 8. Guru memberikan konfirmasi tetang kebenaran pasangan tersebut. 9. Minta pasangan berikutnya untuk membacakan soal beserta jawabannya, begitu seterusnya sampai seluruh pasangan melakukan presentasi. 2.1.6.3 Tujuan Penerapan Metode Index Card Match Menurut Zaini (2008:69) tujuan penerapan metode Index Card Match ini, yaitu untuk melatih peserta
didik
agar
lebih
cermat
dan
lebih
kuat
pemahamannya terhadap suatu materi pokok. Dengan metode Index Card Match ini siswa akan lebih semangat dan antusias dalam belajarnya dan lebih cermat dan mudah untuk memahami dan mengingat suatu materi pelajaran. Dalam metode index card match, pengajar juga sangat senang bila peserta didik berani mengungkapkan gagasan dan pandangan mereka, berani mendebat apa yang dijelaskan pengajar karena mereka melihat dari segi yang lain. Untuk itu, pengajar selalu memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk mengungkapkan gagasan-gagasan alternatif mereka, pengajar akan sangat senang dan menghargai peserta didik yang dapat mengerjakan suatu persoalan dengan cara-cara berbeda dengan cara yang baru saja dijelaskan pengajar. Kebebasan berpikir dengan berpendapat sangat dihargai dan diberi ruang oleh pengajar. Hal ini akan berakibat pada suasana kelas, artinya suasana kelas akan sungguh hidup, menyenangkan, tidak tertekan, dan menyemangati peserta didik untuk senang belajar.
21
Dalam penelitian ini metode Index Card Match digunakan untuk mendalami materi. Oleh karena itu persiapan yang perlu dilakukan yaitu: 1. Membuat beberapa pertanyaan sesuai materi yang dipelajari. Tulis pada kartukartu pertanyaan. 2. Membuat kunci jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat. Tulis dalam kartu-kartu jawaban. Agar ada perbedaaan pada kartu jawaban dan kartu soal, di buat beda warna. 3. Jumlah kartu soal dan kartu jawaban disesuaikan dengan jumlah siswa. Misalkan jumlah siswa 28 anak, berarti kartu soal berjumlah 14 dan kartu jawaban juga berjumlah 14. 4. Agar siswa antusias dalam melakukan permainan Index Card Match, siswa bersama guru membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal yang telah disepakati bersama. 5. Sediakan lembaran untuk mencatat pasangan-pasangan yang berhasil. Zaini (2008:69) juga menambahkan, bahwa metode Index Card Match mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangannya, yaitu sebagai berikut : Kelebihan metode Index Card Match 1. Dapat maningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik. 2. Karena terdapat unsur permainan, metode ini menyenangkan. 3. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. 4. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa. 5. Efektif melatih kedisiplinan siswa dalam menghargai waktu untuk belajar. Kelemahan metode Index Card Match 1. Jika guru tidak merancang dengan baik, maka banyak waktu yang akan terbuang. 2. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, pada saat siswa membacakan kartunya banyak siswa yang kurang memperhatikan yang akan menjadikan suasana menjadi ramai. 3. Menggunakan metode Index Card Match secara terus menerus akan menimbulkan kebosanan . 4. Metode ini terkendala dilakukan jika jumlah siswa tidak genap.
22
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keunggulan dari metode ini akan tercipta suasana gembira dalam belajar. Dengan demikian, saat metode tersebut diterapkan pada jam pelajaran terakhir pun, siswa tetap antusias belajar. Sedangkan kelemahan dari metode ini adalah ada siswa yang mengambil jalan pintas dengan meminta tolong pada temannya untuk mencarikan
jawaban.
Solusinya mengurangi poin bagi siswa yang membantu dan yang dibantu. Dan agar metode ini tidak terkendala karena jumlah siswa yang ganjil, maka dapat modifikasi dan disesuaikan dengan kondisi siswa. 2.1.7 Mata Pelajaran IPA di SD IPA berasal dari kata Sains yang berarti alam. Sains menurut Suyoso dalam Diana Rochintaniawati (2010:30) merupakan pengetahuan hasil kegiatan manusia yang bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku secara universal. Sedangkan menurut Abdullah dalam Diana (2010:30), IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan dari hasil kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang berupa metode ilmiah dan dididapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang bersifat umum sehingga akan terus di sempurnakan. IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) sebagai suatu ilmu memiliki obyek kajian berupa benda, fakta, konsep, fenomena alam, sistem, dan teknologi. IPA merupakan suatu ilmu yang mempunyai cakupan yang sangat luas, yang terdiri dari beberapa cabang disiplin ilmu seperti Biologi, Kimia, Fisika, Zoologi, Botani, Astronomi, Ilmu Kesehatan dan lain-lain.Maka dari itu IPA selalu berhubungan erat dengan semua aspek kehidupan sehari-hari.
23
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD dan MI oleh Refandi (2006:37) bahwa mata pelajaran IPA di SD/MI diantaranya bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Menurut Drs. Sri Harsono (1993:7) dalam makalah berjudul “Menuju Pembelajaran Sains Sesuai Kiblat dan Karakteristiknya” belajar sains tidak hanya menimbun pengetahuan, tetapi harus dikembangkan serta diaplikasikan kedalam bentuk yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari yaitu teknologi Tujuan Pendidikan IPA Sekolah Dasar Suatu tujuan pendidikan ditetapkan untuk menentukan arah kegiatan pendidikan yang dilaksanakan. Menurut Sandall & Barbara (2003) dalam Diana Rochintaniawati (2010:32) tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah membangun rasa ingin tahu siswa, ketertarikan siswa tentang alam dan dirinya, dan menyediakan kesempatan untuk mempraktekan metode ilmiah serta mengkomunikasikannya. Tujuan pendidikan IPA di Indonesia dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam peraturan menteri (PERMEN) No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi sebagai cakupan kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. “Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan perilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri”. Tujuan kurikuler tersebut diuraikan secara rinci dalam lampiran standar isi PERMEN No. 22 tahun 2006. Berdasarkan PERMEN No. 22 tahun 2006 mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya;
24
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; 4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan; 5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam; 6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan; 7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Dengan melihat rumusan tujuan yang tertuang dalam PERMEN No.22 tahun 2006, maka dapat dikatakan bahwa tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran IPA di Sekolah Dasar bedasarkan PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi mengandung ketiga unsur hakikat pembelajaran IPA, yaitu sebagai proses, produk dan nilai. Tujuan yang tertuang dalam PERMEN No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi dirumuskan untuk mencapai kompetensi lulusan yang memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Dapat melakukan pengamatan terhadap gejala alam dan menceritakan hasil pengamatannya secara lisan dan tertulis; 2. Memahami penggolongan hewan dan tumbuhan, serta manfaat hewan dan tumbuhan bagi manusia, upaya pelestariannya dan interaksi antara mahluk hidup dengan lingkungannya; 3. Memahami bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan serta fungsinya dan perubahan pada makhluk hidup; 4. Memahami beragam sifat benda hubungannya dengan penyusunnya, perubahan wujud benda dan kegunaanya;
25
5. Memahami berbagai bentuk energi, perubahan dan kemanfaatnya; 6. Memahami matahari sebagai pusat tata surya, kenampakan dan perubahan permukaan bumi dan hubungan peristiwa alam dengan kegiatan manusia (PERMEN No. 23 Tahun 2006). Ruang lingkup IPA Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut. 1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas 3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana 4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya. 2.1.8 Pembelajaran Konvensional Menurut
Sagala
(2003:187)
pembelajaran
konvensional
adalah
pembelajaran klasikal atau yang disebut juga pembelajaran tradisional. Pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk dan pasif mendengarkan penjelasan guru. Menurut Sanjaya (2008), pembelajaran klasikal mempunyai beberapa karakteristik, yaitu proses pembelajaran berorientasi pada guru, siswa sebagai objek belajar, kegiatan pembelajaran terjadi pada tempat dan waktu tertentu, dan tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran. Sedangkan Slameto (2003:6) mengatakan guru yang mengajar dengan metode ceramah saja menyebabkan siswa menjadi bosan dan pasif Suherman (2003: 257) juga mengatakan bahwa dalam pembelajaran klasikal guru sangat mendominasi dalam menentukan semua kegiatan pembelajaran. Pembelajaran klasikal tidak dapat melayani kebutuhan belajar siswa secara individu.
26
Sedangkan mengatakan
menurut
bahwa
Djamarah
metode
dalam
pembelajaran
Muhammad
kholik
(2011)
konvensional
adalah
metode
pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Ciri-ciri Pembelajaran Konvensional Menurut Kholik (2011) secara umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah: 1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. 2. Belajar secara individual. 3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis. 4. Perilaku dibangun atas kebiasaan. 5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final. 6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran. 7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik. 8. Interaksi di antara siswa kurang. 9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Dalam pembelajaran konvensional terdapat metode-metode yang berpusat dari guru, salah satunya yaitu metode tanya jawab. Metode tanya jawab adalah metode mengajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang bersifat two way traffic sebab pada saat yang sama terjadi dialog antara guru dan siswa. Metode ini sudah dikenal sejak lama sebelum lembaga pendidikan formal ada. Pendidikan pada waktu itu dilaksanakan pada tempat-tempat umum dan tidak memakai alat belajar sama sekali. Mereka, yaitu guru dan para murid hanya memanfaatkan pikiran, pembicaraan, dan pendengaran saja dengan ditambah obyek-obyek nyata di alam sebagai contoh dan peragaan. Tokoh yang paling terkenal menerapkan metode ini adalah Sokrates.
27
Teknik bertanya merupakan keterampilan berpikir dan berbicara. Oleh karena itu ia tidak dapat disiapkan secara mendadak. Kegiatan guru yang paling menonjol adalah bertanya dan memperhatikan jawaban para siswa serta memberikan dorongan agar aktif berpikir dan menjawab pertanyaan. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode tanya jawab adalah : 1. Guru mengawali menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan materi yang dibahas. 2. Siswa yang ditunjuk menjawab pertanyaan itu. 3. Bila jawaban yang diberikan oleh siswa kurang tepat atau salah, guru memberikan pertanyaan baru yang sifatnya menggiring pikiran siswa agar ia sadar bahwa jawaban yang diberikannya kurang tepat. Bila tetap tidak bisa menjawab dengan benar maka pertanyaan tersebut dilemparkan kepada siswa yang lain. 4. Bila siswa masih kesulitan mencari jawaban, maka guru membantu mencari jawaban dengan menunjukkan alat peraga yang relevan. 5. Bantuan kepada proses berpikir dapat pula berupa contoh-contoh kongkrit yang terdapat di masyarakat atau lingkungan. 6. Bila dengan bantuan tersebut siswa belum juga menjawab dengan tepat, guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk bertanya jawab antar siswa. 7. Tanya jawab tersebut seringkali dilanjutkan dengan tanya jawab segi tiga, yaitu guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa. 8. Bila segala model tanya jawab tersebut menemui jalan buntu, dalam arti tidak ada satupun siswa yang menjawab pertanyaan dengan tepat, maka gurulah yang turun tangan menjawab pertanyaan itu yang biasanya dilengkapi dengan penjelasan yang cukup mendalam agar siswa benar-benar memahaminya. 2.2
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan
penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun penelitian yang terdahulu diantara sebagai bertikut: Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sri Hardiyanti (2010) yang berjudul Meningkatkan Nilai Tes Formatif Siswa dengan Menerapkan Model
28
Pembelajaran Index Card Match Pelajaran IPA Semester I pada Siswa Kelas V SD Negeri 01 Botok Tahun Ajaran 2009/2010. Dari penelitian tersebut didapat hasil penerapan metode Index Card Match dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA. Kedua, Erni Emiyanti (2011) yang berjudul Penerapan Metode Index Card Match untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VII A Mts. Erni Menyimpulkan bahwa menerapkan metode Index Card Match dalam pembelajaran memudahkan siswa memahami pelajaran karena dalam pembelajaran ini siswa disuguhkan pada situasi untuk berdiskusi sehingga saling berinteraksi satu sama lain yang mirip pada kehidupan sehari-hari. Hasil itu terlihat dari perolehan prestasi belajar yang meningkat. Kedua penelitian tersebut walaupun berbeda akan tetapi masih berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada penelitian ini menekankan pada efektifitas penggunaan metode Index Card Match dalam mempengaruhi hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA. 2.3
Kerangka Berpikir IPA dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang susah untuk
dimengerti. Dalam tingkat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran IPA, siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya. Tetapi pada kenyataannya, siswa sering kali tidak memahami atau mengerti secara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan metode yang dapat menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta siswa mampu mencapai proses belajar yang ideal. Melalui metode Index Card Match diharapkan dapat memberikan cara dan suasana baru yang menarik dalam pengajarannya khususnya pada mata pelajaran IPA. Metode Index Card Match merupakan suatu metode pembelajaran yang menggunakan kartu, dimana kartu tersebut berisi soal dan sekaligus jawabannya. Metode ini berpotensi membuat siswa senang. Unsur permainan yang terkandung dalam metode ini tentunya membuat pembelajaran tidak membosankan. Tentu saja penjelasan aturan permaian perlu diberikan kepada siswa agar metode ini menjadi lebih efektif.
29
Aktivitas belajar yang dirancang dalam metode pembelajaran Index Card Match (ICM) memungkinkan siswa dapat belajar lebih menyenangkan disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. 2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, kajian hasil penelitian yang
relevan dan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan pada mata pelajaran IPA yang dilaksanakan menggunakan metode Index Card Match (ICM) dan metode pembelajaran konvensional. Rincian rumusan hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : H0 : yX1 = yX2 “Tidak ada perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara penggunaan metode Idex Card Match (ICM) mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri 02 Kemloko dengan penggunaan metode pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Sumberagung semester II tahun pelajaran 2011/2012”. Ha : yX1 ≠ yX2 “Ada
perbedaan
efektivitas
pembelajaran
yang
signifikan
antara
penggunaan metode Idex Card Match (ICM) mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri 02 Kemloko dengan penggunaan metode pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Sumberagung semester II tahun pelajaran 2011/2012”.