BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan suatu aktivitas bisnis yang memegang peranan sangat penting dalam suatu perusahaan. Karena sesuai fungsi pemasaran itu sendiri yaitu sebagai sarana untuk informasi mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen akan suatu produk, merancang suatu produk agar sesuai dengan keinginan pasar, menentukan harga suatu produk, bagaimana caranya suatu produk sampai kepada konsumen atau disebut juga distribusi barang dan memperkenalkan produk yang akan dipasarkan atau promosi produk. Dunia bisnis dapat menginvestasi uang dalam dalam produksi, manajemen, tetapi jika tidak bisa menyediakan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar pada waktu, tempat dan harga yang tepat maka semua kegiatan bisnisnya akan sia-sia. Teknologi yang semakin maju memungkinkan produk-produk dapat dihasilkan dengan cepat dan dalam kapasitas yang banyak pula. Hal ini cenderung mendorong perusahaan lain dengan mudah memasuki pasar. Akibatnya banyak perusahaan yang menawarkan produk yang sejenis dan persainganpun semakin ketat. Oleh karena itu perusahaan perlu menerapkan strategi pemasaran yang tepat agar perusahaan bisa berdaya saing. Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemasaran mengenai definisi pemasaran : Ebert dan Griffin (2009;150), “Pemasaran adalah suatu aktifitas, serangkaian intuisi dan proses menciptakan, menghubungkan, menghadirkan, dan menawarkan peningkata yang memberikan nilai kepada pelanggan, client, partners, dan masyarakat luas. Menurut Kotler dan Amstrong (2008;6), “Pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai untuk pelanggan dan membangun
17
hubungan pelanggan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan bisnis yang dijalankan oleh individu maupun kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen atau masyarakat. Menurut
Kotler
(2006;9),
definisi pemasaran sebagai berikut :
“Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu atau kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain” Menurut Kotler dan Keller (2007;6), definisi Pemasaran adalah fungsi organisasi dan satu set proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada pelanggan dan untuk membangun hubungan pelanggan yang memberikan Sedangkan menurut Swastha (2002;10), unsur-unsur penting yang terkandung didalam definisi pemasaran diatas adalah : 1. Definisi sistem definisi yang bersifat manajemen. 2. Sistem bisnis yang ada harus berorientasi pada pasar atau konsumen. Kebutuhan pembeli harus dipahami dan dilayani dengan efektif. 3. Definisi tersebut menyarankan bahwa pemasaran merupakan suatu proses usaha yang dinamis (proses keseluruhan yang terintegrasi), tidak sekedar menunjukan penggolongan lembaga dan fungsi-fungsi saja. Pemasaran bukanlah suatu kegiatan, ataupun sejumlah kegiatan, tetapi merupakan hasil interaksi dari banyak kegiatan. 4. Program pemasaran bermula dari suatu ide tentang produk dan tidak berakhir sampai kebutuhan langganan terlayani, yang kadang-kadang terjadi sesudah enjualan dilakukan. 5. Definisi tersebut menyatakan secara tidak langsung bahwa untuk mencapai sukses, pemasaran harus dapat memaksimalkan penjualan yang menguntungkan dalam jangka panjang. Jadi, pembeli harus dilayani dengan memuaskan agar bersedia membeli kembali pada perusahaan yang bersangkutan.
18
Dari definisi-definisi diatas penekanannya adalah sama, yaitu menekankan kebutuhan, keinginan, dan kepuasan konsumen dengan berusaha untuk mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen dan menyediakan dan menyampaikan kepada konsumen. Perusahaan harus benarbenar
memperhatikan
membentuk
variabel-variabel
dalam
proses
pemasaran
yang
bauran pemasaran agar tujuan perusahaan dalam proses
pemasaran benar-benar tercapai. Dapat disimpulkan dengan sederhana bahwa pemasaran adalah suatu kegiatan bisnis yang dilakukan oleh individu maupun kelompok
untuk
memenuhi
kebutuhan
dan
keinginan
pelanggan
atau
masyarakat. 2.2 Bauran Ritel 2.2.1 Pengertian Bauran Ritel Pengertian bauran ritel adalah proses dari eceran atau retail. Bauran ritel merupakan tahap akhir dari saluran distribusi, yang membentuk bisnis dan orang-orang yang terlibat dalam sesuatu pengertian fisik dan transfer kepemilikan barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Bauran rirel merupakan semua kegiatan penjualan barang dan jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk pemakaian pribadi dan rumah tangga dan bukan untuk keperluan bisnis (Tjiptono 2007;191). Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai bauran ritel, berikut pengertian bauran ritel yang dikemukakan oleh beberapa ahli : Menurut Kotler dan Amstrong (2007;333) retailing adalah : semua aktivitas yang terlibat dalam penjualan barang-barang atau jasa-jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Menurut Berman dan Evans (2007;4) retailing adalah : aktivitas bisnis yang melibatkan penjualan barang-barang dan jasa-jasa kepada konsumen untuk penggunaan pribadi, keluarga atau rumah tangga. 2.2.2 Karakteristik Bauran Ritel Menurut Bermen dan Evans (2007;11) karakteristik bauran ritel ada dua karakter :
19
1. Nilai rata-rata penjualan kecil Nilai rata-rata penjualan pada bauran penjualan eceran nilainya relatif lebih kecil dikarenakan target konsumen yang memang merupakan konsumen akhir yang membeli dalam jumlah sedikit. 2. Pembelian yang tidak direncanakan Pembelian yang terjadi pada bauran penjualan eceran merupakan pembeliaan yang tidak direncanakan. Disinilah terletak kunci dari manajemen ritel untuk menaikan jumlah penjualan yang tidak direncanakan ini dengan strategi yang tepat.
2.2.3
Fungsi Bauran Ritel Penjualan eceran meliputi kegiatan yang berhubungan langsung dengan
penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangganya. Penjualan eceran dapat lebih maju apabila mau bekerja lebih baik lagi guna membangun citra yang lebih baik dimata konsumen. Menurut Utami (2006 ; 8-9), fungsi penjualan eceran adalah : 1. Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa 2. Memecah 3. Menyimpan persediaan 4. Penyedia jasa 5. Meningkatkan nilai produk dan jasa Sedangkan menurut Tjiptono (2007;191), ada empat fungsi utama penjualan eceran yaitu : 1. Membeli dan menyimpan barang 2. Memindahkan hak milik barang tersebut kepada konsumen akhir 3. Memberikan informasi mengenai sifat dasar dan pemakaian barang tersebut 4. Memberikan kredit kepada konsumen (dalam kasus tertentu)
2.2.4
Konsep Bauran Ritel Setiap konsumen dalam memasuki suatu retail tertentu apapun jenisnya
baik tradisional maupun modern pasti memiliki perasaan, kesan, dan citra
20
tersendiri, baik kesan terhadap keberadaan tokonya, harga yang ekonomis, penawaran dan pelayanan dari pemilik toko/retail tersebut. Setiap badan usaha dalam hal ini ritel tradisional berusaha untuk menjalankan strategi pemasarannya sebaik mungkin karena strategi yang baik dan tepat yang mencakup seluruh aspek penting seperti bauran penjualan eceran lebih khusus bagi suatu ritel tradisional yakni penjualan ecerannya yang akan ditawarkan kepada konsumen untuk melakukan keputusan pembelian yang nantinya akan berimbas pada ketercapaian tujuan peningkatan penjualan terhadap retail tersebut (Levy & Weitz (2006;21). 2.2.4.1 Pengertian Bauran Ritel (retailing mix) Retaling Mix menurut Ma’ruf (2006;115) merupakan kombinasi dari place (lokasi), merchandise (barang dagangan), pricing (strategi harga), periklanan dan promosi, atmosfer dalam gerai dan retail service untuk menjual barang atau jasa pada target sasaran/konsumen akhir. Kombinasi ini memproyeksikan positioning gerai yang mempengaruhu persepsi konsumen terhadap stimuli-stimuli yang diberikan oleh lokasi, barang dagangan, penetapan harga, promosi dan pelayanan yang diberikan oleh pasar tradisional kepada konsumen. Menurut Hendry Ma’ruf (2006;114) retailing marketing mix terdiri dari 7 komponen yaitu : 1. Tempat (Place) Tempat adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pasaran. 2. Barang dagangan (Merchandise) Merchandise adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani gerai ( produk berbasis pakaian, makanan, barang kebutuhan rumah tangga, produk umum, dan lain-lain atau kombinasi ) untuk disediakan dalam gerai pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran peritel. 3. Harga (Price) Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan produk.
21
4. Promosi (Promotion) Promosi
adalah
kegiatan
yang
dilakukan
perusahaan
untuk
mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. 5. Atmosfer toko (Store Atmosphere) Atmosphere toko adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna untuk merancang respon emosional dan persepsi pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli barang. 6. Layanan (Retail service) Merupakan
pelayanan
yang
diberikan
pada
konsumen
untuk
mendefernsiasikan suatu gerai dengan gerai lainnya. 7. Orang (People) Orang adalah pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini adalah personil perusahaan dan konsumen.
Ketujuh unsur dalam bauran pemasaran tersebut berkaitan satu sama lain, keputusan dalam satu elemen akan mempengaruhi tindakan pada elemen lain. Dari berbagai elemen bauran pemasaran yang ada, manajemen harus memilih kombinasi yang sesuai dengan lingkungannya. 2.2.4.2 Faktor-faktor Bauran Penjualan Eceran A. Lokasi (Place) Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran penjualan eceran, pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama. Faktor-faktor dalam mengevaluasi lokasi perdagangan ritel, menurut Ma’ruf (2006;124-126) : 1. Besarnya populasi dan karakteristiknya : jumlah penduduk dan kepadatan pada suatu wilayah menjadi faktor dalam mempertimbangkan suatu area perdagangan ritel.
22
2. Kedekatan dengan sumber pemasok : pemasok mempunyai pengaruh pada peritel dalam hal kecepatan penyediaan produk, kualitas produk yang terjaga, biaya pengiriman, dan lain-lain. 3. Basis ekonomi : industri daerah setempat, potensi pertumbuhan, fluktuasi karena faktor musiman. 4. Ketersedian tenaga kerja 5. Situasi persaingan : penting mengenali jumlah dan ukuran para peritel di suatu wilayah. 6. Ketersedian lokasi gerai : jumlah lokasi, akses pada masing-masing lokasi, peluang kepemilikan. 7. Hukum dan peraturan : perlu diperhatikan khususnya jika ada Perda (Peraturan Daerah) yang tidak terdapat didaerah atau wilayah lain. Sedangkan menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008;139), faktor-faktor dalam mempertimbangkan pilihan lokasi atau tempat agar konsumen tertarik adalah sebagai berikut : a. Lalulintas kendaraan : mobil yang banyak melintas berarti potensi pasar tinggi. b. Fasilitas parkir : untuk kota-kota besar, pusat perbelanjaan yang memiliki fasilitas parkir yang memadai bisa menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan pusat perbelanjaan yang fasilitas parkirnya tidak mencukupi. c. Transportasi umum : bis atau angkot yang melintas didepan suatu pusat perbelanjaan akan memberi daya tarik yang lebih tinggi karena banyak konsumen yang dengan mudah menjangkaunya. d. Komposisi gerai : komposisi gerai yang saling melengkapi akan menjadi tujuan belanja yang disebut one-stop-shopping e. Letak berdirinya gerai : letak berdirinya gerai seringkali dikaitkan dengan visibility (keterlihatan), yaitu mudah terlihatnya gerai oleh pengunjung. f. Syarat dan ketentuan pemakaian gerai : perlu dipelajari dan dibandingkan sebelum lokasi yang hendak diambil.
23
Menurut Utami ( 2006;96), lokasi merupakan hal yang sangat penting dalam bisnis ritel, meliputi : a. Pemilihan wilayah : dimana tepatnya bisnis akan dijalankan. Lokasi yang tepat akan sangat menentukan sukses –tidaknya bisnis ritel. b. Selain aspek lokasi diwilayah mana bisnis ini akan dimulai, konsep place menyangkut juga ukuran besar–kecilnya gerai. c. Place
juga
menunjukan
fasilitas
yang
dapat
mempengaruhi
keberadaan gerai tersebut, misalnya fasilitas parkir. d. Hal terakhir yang termasuk dalam konsep place adalah lay out pemajangan barang didalam gerai. B. Barang Dagangan (merchandise) Menurut Dunne dan Lunch (2005;257) menyatakan “Merchandising is the planning and control of the buying and selling of goods and services to help the retailer realice its objectives ”. Merchandising adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani gerai untuk disediakan dengan jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran gerai (Ma’ruf 2006;135). Ketika konsumen telah tertarik kedalam sebuah gerai eceran, persoalan yang paling penting ialah bagaimana memaksimalkan waktu yang dipakai selama berkunjung dalam gerai tersebut, hal ini tergantung terhadap tingkat besarnya keanekaragaman barang yang ditawarkan. Setiap gerai harus berusaha memperhatikan barang dagangan (merchandise) karena kelengkapan dari jenis produk yang dijual, adanya produkproduk pelengkap dari produk-produk utama yang ditawarkan serta kelengkapan jumlah, ukuran, warna dan karakteristik lain yang ada pada suatu kategori lini yang dijual oleh sebuah gerai karena menurut Berman dan Evans (2007;180) produk yang dijual pleh pengusaha eceran mempengaruhi citranya, faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih barang yang akan dijual meliputi : a. Variety adalah kelengkapan dari jenis produk yang dijual dapat mempengaruhi pertimbangan konsumen dalam memilih gerai. b. Widht or breath adalah adanya produk-produk pelengkap dari produkproduk utama yang ditawarkan dan mempunyai tujuan untuk menarik
24
minat konsumen melakukan pembelian terhadap barang pelengkap jika sudah berada didalam gerai. c. Depth adalah menunjukan jumlah, ukuran, warna dan karakteristik lain yang ada pada satu kategori lini. d. Conviniency adalah produk yang sesuai dengan keinginan harus tetap dijaga keberadaannya dengan cara menjaga kelengkapan produk, kualitas dan harga produk yang ditawarkan. e. Balance adalah jenis-jenis produk yang dijual harus disesuaikan dengan keberadaan pasar dan keinginan konsumen. f.
Flexibility
adalah
produk-produk
yang
ditawarkan
akan
selalu
mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan teknologi. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam merchandise menurut Sopiah dan Syihabudhin (2008;141) antara lain : 1. Melakukan pesanan dan menerima kiriman pesanan sebisa mungkin secara mudah, akuarat, dan memuaskan. 2. Meminimalkan jurang waktu antara saat pesanan dan saat menerima barang mengkoordinasikan pengiriman barang dari berbagai pemasok yang berbeda. Memiliki cukup persediaan untuk memenuhi permintaan konsumen, tanpa harus menyimpan persediaan berlebihan. 3. Dapat segera memenuhi permintaan konsumen secara efisien. 4. Menerima barang yang dikeluhkan pembeli dan meminimalisir produkproduk yang rusak.
C. Penetapan Harga (Pricing) Menurut Berman dan Evans (2007;428) pricing adalah “a crucial strategic variable for a retailer because of its direct relationship with a firm’s objective and its interactions with other retailing mix element”. Dalam situasi pemberian harga dalam pasar, terdapat banyak persaingan dan konsumen cenderung mencari harga yang paling rendah. Dalam beberapa kasus, reaksi pesaing merubah harga menghasilkan perang harga, dimana pengecer-pengecer menurunkan harga dibawah harga standar dan kadang dibawah biaya produksi untuk menarik konsumen. Perang harga tersebut sering menghasilkan keuntungan yang rendah, kerugian bahkan kebangkrutan bagi peritel.
25
Faktor-faktor penetapan strategi harga menurut Ma’ruf (2006;163) yaitu : a. Tujuan penetapan harga Tujuan yang paling penting dan bersifat universal adalah : dari strategi harga adalah untuk
mencapai laba,
sedangkan konsep memainkan harga
meningkatkan daya saing harga “miring” dan lain-lain.
b. Kebijakan Dengan dasar kebijakan harga, penetapan harga disusun agar terkoordinasi untuk mencapai tujuan penetapan harga. Kebijakan harga memperhatikan faktor-faktor berikut ini : pilihan target pasar, pilihan citra, unsur-unsur retail mix, dan pilihan kebijakan harga. c. Strategi harga Strategi harga dapat digolongkan pada tiga orientasi yaitu : orientasi demand (permintaan) konsumen, orientasi biaya, dan orientasi persaingan. D. Promosi (Promotion) Menurut Bermen dan Evans (2007;568), promosi didefinisikan sebagai : “Any communication by retailer that informs, persuade, and or reminds the target market”. “Promosi adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi /membujuk, dan/atau mengingatkan pasar sasaran atas retail agar konsumen bersedia membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan oleh retail tersebut (Tjiptono 2007;219), sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan promosi dengan cara memberitahu, membujuk, dan mengingatkan konsumen agar mau membeli produk-produk yang dijual. Promosi yang dilakukan dalam kegiatan eceran biasanya untuk mengkomunikasikan informasi terhadap harga atau produk lainnya dalam retail. Berkomunikasi dengan konsumen baik tentang barang yang dijual, harga yang diberikan ataupun penawaran-penaaran yang diberikan, komunikasi tersebut harus dibuat sekreatif mungkin sehingga dapat menarik konsumen dengan promosi yang kreaftif dapat digunakan untuk memciptakan stimuli sehingga menuntun konsumen untuk melakukan keputusan pembelian.
26
E. Atmosfer dalam gerai (Store atmosphere) Suasana atau atmosfer di dalam gerai merupakan salah satu dan berbagai unsur dalam bauran penjualan eceran. Jika pihak manajemen memiliki tujuan memberitahu, menarik, memeriksa, atau mendorong konsumen untuk datang ke gerai dan untuk membeli barang, maka suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting dalam memikat pembeli. Menurut
Sopiah
dan
Syihabudhin
(2008;148)
suasana
yang
dimaksud adalah dalam arti atmosfer dan ambiance yang tercipta dari gabungan unsur-unsur, yaitu : 1. Desain Gerai Desain gerai merupakan 5 materi penting untuk menciptakan suasana yang akan membuat pelanggan merasa berat berada disuatu gerai. Desai gerai ini lebih bersifat consummer-led. Pada intinya, desain gerai bertujuan memenuhi syarat fungsional sembari menyediakan pengalaman berbelanja
yang
menyenangkan
sehingga
mendukung
terjadinya
transaksi. 2. Perencanaan Gerai Perencana gerai mencakup : a. Tata letak b. Alokasi ruang 3. Komunikasi Visual Komunikasi peritel dengan pelanggannya tidaklah selalu dengan media massa ataupun media elektronik. Komunikasi bisa terjadi melalui gambaran visual di gerai milik peritel. 4. Penyajian Merchandise Penyajian merchandise berkenaan dengan teknik penyediaan barangbarang dalam gerai untuk menciptakan situasi dan suasana tertentu. Penyajian tersebut bertujuan untuk memikat pelanggan.
27
F. Layanan (Retail service) Merupakan
pelayanan
yang
diberikan
pada
konsumen
untuk
mendefernsiasikan suatu gerai dengan gerai lainnya. G. Orang (People) Orang adalah pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini adalah personil perusahaan dan konsumen. 2.3 Loyalitas Pelanggan 2.3.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan Harapan utama setiap bisnis adalah dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang setiap saat berubah-ubah. Jika hal tersebut sudah dipenuhi, maka pelanggan akan selalu memberikan loyalitasnya kepada dengan cara membeli produk yang dipasarkan, melakukan pembelian ulang, bahkan dapat memberitahukannya kepada orang lain. Secara harfiah, loyal berarti setia atau loyalitas dapat diartikan sabagai suatu kesetiaan. Loyalitas sendiri timbul bukan karena adanya paksaan dari pihak manapun akan tetapi timbul dengan sendirinya sejalan dengan apa yang sudah dilakukan oleh perusahaan bagi pelanggannya. Griffin (2005;5) memaparkan bahwa upaya untuk memperoleh kepuasan pelangan telah berhasil mempengaruhi sikap pelanggan. Konsep loyalitas pelanggan lebih banyak dikaitkan dengan perilaku (behaviour) daripada sikap. Sikap seorang pelanggan terbentuk sebagai alat dari kontak langsung dengan objek sikap. Sikap positif konsumen dapat ditunjukan melalui setia kepada produk perusahaan kepada orang lain. Sedangkan sikap negatif ditunjukan melalui berkata negatif tentang perusahaan, pindah kepada perusahaan lain, mengajukan tuntutan kepada perusahaan melalui pihak luar.
28
Menurut Griffin (2005:5) mengemukakan bahwa: Loyalitas adalah pembentukan sikap dan pola perilaku seorang pelanggan terhadap pembelian dan penggunaan produk merupakan hasil dari pengalaman mereka sebelumnya. Pengertian loyalitas menurut Oliver yang dikutip oleh Kotler dan Keller didalam bukunya”manajemen pemasaran” (2007:175) mengatakan bahwa : “loyalitas adalah komitmen yang dipegang kuat untuk membeli lagi atau berlangganan lagi produk atau jasa tertentu di masa depan meskipun ada pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan peralihan perilaku” Sementara itu Tjiptono (2008;110) mengemukakan bahwa loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, gerai, atau pemasok, yang tercermin dari sikap yang sangat positif dan wjud perilaku pembelian ulang yang dilakukan oleh pelanggan tersebut secara konsisten. Sedangkan menurut Istijanto (2005;183) “Loyalitas menunjukan probabilitas seorang konsumen untuk membeli atau memakai produk secara berulang berulang dalam periode tertentu”. Berdasarkan definisi yang melatarbelakangi loyalitas pelanggan, yaitu loyalitas sebagai suatu perilaku dan loyalitas sebagai suatu sikap dari pelanggan tersebut. Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa loyalitas terbentuk dari dua komponen; loyalitas sebagai perilaku yaitu pembelian ulang yang konsisten dan loyalitas sebagai sikap yaitu sikap positif terhadap suatu bauran eceran karena ditambah dengan pola pembelian yang konsisten. Serta loyalitas juga mempunyai peran penting dalam sebuah bisnis, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah bisnis untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. 2.3.2
Loyalitas dan Siklus Pembelian Pelanggan Setiap kali konsumen membeli,maka konsumen akan bergerak melalui
siklus pembelian. Menurut Griffin (2005:18) pembelian pertama kali akan bergerak melalui lima langkah. Langkah pertama menyadari produk,Langkah kedua melakukan pembelian awal kemudian pembeli bergerak melalui dua tahap
29
pembentukan sikap,yang satu disebut evaluasi pasca-pembelian dan yang lainnya disebut keputusan membeli kembali.langkah terakhir adalah pembelian terakhir.
Gambar 2.1 Siklus Pembelian
Lingkaran pembelian kembali
Pembelian kembali
Keputusan
membeli kembali
Evaluasi pascaPembelian
Kesadaran
pembelian awal Sumber : Griffin (2005:18)
1. Kesadaran Langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk perusahaan.pada tahap inilah perusahaan mulai membentuk pangsa pikiran yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa perusahaan lebih unggul dari pesaing.kesadaran
dapat
timbul
dengan
berbagai
cara:
iklan
konvensional (radio,TV,surat kabar,Billboards),iklan di Web,melalui pos
30
secara langsung,e-mail,terbitan khusus industry,komunikasi dari mulut-ke mulut (online dan offline). 2. Pembelian Awal Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara loyalitas,baik itu dilakukan secara online maupun offline,pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan sehingga perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan oleh perusahaan. 3. Evaluasi Pasca Pembelian Setelah pembelian dilakukan,pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan
mengevaluasi
transaksi.
Bila
pembeli
merasa
puas,atau
ketidakpuasannya tidak terlalu mengeecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan untuk beralih ke pesaing. 4. Keputusan Membeli Kembali Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi loyalitas,bahkan lebih penting dari kepuasan.singkatnya,tanpa pembelian berulang,tidak ada loyalitas.motivasi untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif yang potensial. 5. Pembelian Kembali Langkah terakhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual.Untuk dapat dianggap benar-benar loyal,pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama,mengulangi langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. 2.3.3
Jenis-Jenis Loyalitas Loyalitas konsumen dapat dikatakan komitmen yang dipegang kuat
untuk membeli kembali atau berlangganan kembali atas produk atau jasa tertentu dimasa yang akan datang,meskipun terdapat pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan peralihan perilaku konsumen.
31
Menurut Griffin (2002 : 23) loyalitas pelanggan ada 4 jenis yaitu : 1. Kesetiaan Premium (Premium Loyalty) Merupakan jenis yang terjadi bilamana suatu tingkat ketertarikan yang tinggi berjalan selaras dengan aktivitas pembelian ulang kembali, kesetiaan jenis inilah yang sangat diharapkan dalam setiap usaha. Pada tingkat preference yang tinggi maka orang – orang akan bangga bilamana menemukan dan menggunakan produk atau jasa tersebut dan dengan senang hati membagi pengetahuan serta pengalaman kepada teman atau keluarga mereka. 2.
Kesetiaan Tersembunyi (Latent Loyality) Suatu ketertarikan yang relatif tinggi yang disertai dengan tingkat pembelian ulang yang relatif rendah menggambarkan suatu kesetiaan tersembunyi dari pelanggan yang memiliki sikap kesetiaan tersembunyi, Pembeliaan ulang lebih banyak dipengaruhi faktor situasional daripada faktor sikapnya.
3
Kesetiaan yang Tidak Efektif (Inertia Loyality) Suatu ketertarikan yang rendah dengan pembeliaan ulang yang tinggi akan mewujudkan suatu kesetiaan yang tidak aktif. Pelanggan yang memiliki sikap ini biasanya membeli berdasarkan kebiasaan. Dasar yang digunakan untuk pembelian produk atau jasa biasanya karena sudah terbiasa memakainya atau karena faktor kemudahan situasional.
4
Tidak ada kesetiaan Untuk berbagai alasan yang berbeda ada pelanggan yang tidak mengembangkan suatu kesetiaan terhadap produk atau jasa tertentu. Tingkat ketertarikan (attachment) dengan pembelian ulang yang rendah menunjukan absennya suatu kesetiaan. Pada dasarnya suatu usaha harus menghindari kelompok tidak ada kesetiaan ini untuk dijadikan target pasar karena mereka tidak pernah akan menjadi pelanggan setia.
32
2.3.4 Karakteristik Loyalitas Pelanggan Menurut Griffin (2005:31) mengatakan bahwa pelanggan yang loyal merupakan aset yang tidak ternilai bagi perusahaan sehingga membagi karakteristik pelanggan loyal sebagai berikut : 1. Melakukan pembelian secara teratur 2. Membeli diluar lini produk/jasa 3. Merekomendasikan produk lain 4. Menunjukan kekebalan daya tarik produk sejenis dari pesaing. 2.3.5 Tahap Pembentukan Loyalitas Pelanggan Lima tahap pembentukan loyalitas untuk dapat menjadi pelanggan yang loyal, perantara harus melalui beberapa tahapan. Proses ini berlangsung lama, dengan penekanan dan perhatian yang berbeda untuk masing-masing tahap. Dengan memperhatikan masing-masing tahap dan memenuhi kebutuhan dalam tahap tersebut, perusahaan memiliki peluang yang lebih besar untuk membentuk calon perantara menajdi pelanggan loyal. Griffin (2002:35) menyatakan bahwa tahap-tahap tersebut adalah :
1. Suspect Meliputi semua orang yang mungkin akan membeli barang/jasa perusahaan tetapi belum tahu apapun mengenai perusahaan dari barang/jasa yang ditawarkan. 2. Prospect Adalah orang-orang yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tertentu dan mempunyai kemampuan untuk membelinya. Para Prospect ini meskipun mereka belum melakukan pembelian, mereka telah
mengetahui
keberadaan
perusahaan
dan
produk
yang
ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan produk tersebut kepadanya.
33
3. Disqualified Prospect Yaitu Prospect yang telah mengetahui keberadaan produk tertentu tapi tidak mempunyai kebutuhan akan produk tersebut atau tidak mempunyai kemampuan untuk membeli produk tersebut. 4. First Time Customer Yaitu konsumen yang membeli produk untuk pertama kalinya. Mereka masih menjadi konsumen dari produk pesaing. 5. Repeat Customer Yaitu konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua kali atau lebih, atau membeli dua macam yang berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula. 6. Clients Clients membeli produk yang ditawarkan yang mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur. Hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing. 7. Advocates Seperti layaknya clients, advocates membeli seluruh produk yang ditawarkan yang ia butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Sebagai tambahan, mereka mendorong teman-teman mereka yang lain agar membeli produk tersebut. Ia membicarakan tentang produk tersebut, melakukan pemasaran untuk perusahaan tersebut dan membawa konsumen untuk perusahaan tersebut. 2.3.6 Keuntungan Memiliki Pelanggan yang Loyal Grifin (2005;11). Mengemukakan bahwa dengan memiliki pelanggan yang loyal berarti perusahaan akan memperoleh keuntungan, antara lain :
34
1. Menghemat biaya pemasaran, karena untuk menarik pelanggan baru akan lebih mahal. 2. Mengurangi biaya transaksi seperti biaya negoisasi, kontrak dan pemprosesan pesanan. 3. Mengurangi biaya turn over konsumen, karena jumlah konsumen yang meninggalkan perushaan jumlahnya relatif sedikit. 4. Meningkatkan penjualan silang (cross selling ), dimana konsumen yang loyal akan mencoba dan menggunakan produk lain yang ditawarkan perusahaan sehingga memperbesar pangsa pasar perusahaan. 5. Konsumen yang merasa puas akan menginformasikan tentang produk perusahaan secara positif kepada orang lain. 6. Mengurangi biaya kegagalan, dalam arti biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan konsumen baru tidak menghasilkan apa-apa atau calon konsumen yang ditujungagal didapatkan. 2.3.7
Faktor Pengukuran Loyalitas Langkah pertama dalam membangun sistem loyalitas adalah dengan berusaha mengenal faktor-faktor yang menentukan dan mendorong loyalitas, berikut faktor-faktor pengukuran loyalitas menurut Griffin (2005:200) antara lain : a. Basis klien, merupakan seluruh jumlah pelanggan dan klien aktif. Perusahaan dapat menghitung jumlah ini dengan menjumlahkan pelanggan pertama kali. b. Tingkat retensi pelanggan baru, menunjukan persentase pelanggan pertama kali yang kembali melakukan pembelian kedua dalam periode waktu tertentu. c. Tingkat retensi klien, merupakan persentase pelanggan yang telah memenuhi sejumlah khusus pembelian berulang selama periode waktu tertentu. d. Pangsa pasar, merupakan persentase jumlah pembelian pelanggan atas kategori produk dan jasa tertentu yang dibelanjakan perusahaan.
35
e. Jumlah rata-rata pelanggan baru per bulan, merupakan rata-rata jumlah pelanggan pertama kali yang membeli dari perusahaan setiap bulannya. f.
Frekuensi
pembelian,
merupakan
frekuensi
rata-rata
seorang
pelanggan atau klien membeli dari perusahaan per tahunnya. g. Jumlah pembelian rata-rata, merupakan jumlah rata-rata yang dibayaratas produk dan jasa pada setiap pembelian. h. Tingkat
peralihan,
merupakan
persentase
tahunan
rata-rata
pelanggan yang hilang atau menjadi tidak aktif karena suatu alasan, termasuk ketidak puasan dan pindah lokasi.
2.4 Pengaruh Bauran Penjualan Eceran terhadap Loyalitas Pelanggan Kepuasaan merupakan tanggapan akhir dari pelanggan tentang sebuah presepsi yang terjadi setelah pelanggan melakukan pembelian atau melakukan transaksi ke sebuah gerai. Dalam memahami keinginan konsumen terhadap persepsi akhir yang akan ditimbulkan maka perusahaan tersebut harus mampu menawarkan strategi yang baik dan tepat agar konsumen tetap melakukan pembelian, dengan kata lain konsumen tersebut telah loyal dengan gerai tersebut. Elemen-elemen bauran penjualan eceran sangatlah mempengaruhi proses pemilihan gerai dan tingkat loyalitas pelanggan. Pelanggan yang memasuki suatu retail tertentu apapun jenisnya baik tradisional maupun modern pasti memiliki perasaan, kesan, dan citra tersendiri, baik kesan terhadap keberadaan tokonya, harga yang ekonomis, penawaran dan pelayanan dari pemilik toko/retail tersebut. Setiap badan usaha dalam hal ini ritel tradisional berusaha untuk menjalankan strategi bauran penjualan eceran sebaik mungkin karena strategi yang baik dan tepat yang mencakup seluruh aspek penting seperti bauran penjualan eceran lebih khusus bagi suatu ritel tradisional yakni penjualan ecerannya yang akan ditawarkan kepada konsumen untuk melakukan keputusan pembelian yang nantinya akan berimbas pada ketercapaian tujuan peningkatan penjualan terhadap retail tersebut. Dengan demikian berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas maka penulis menarik kesimpilan bahwa terdapat pengaruh bauran penjualan eceran terhadap loyalitas pelanggan.
36
Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa loyalitas terbentuk dari dua komponen; loyalitas sebagai perilaku yaitu pembelian ulang yang konsisten dan loyalitas sebagai sikap yaitu sikap positif terhadap suatu bauran eceran karena ditambah dengan pola pembelian yang konsisten. Serta loyalitas juga mempunyai peran penting dalam sebuah bisnis, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah bisnis untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Tujuan dari Bauran penjualan eceran adalah memberikan nilai pelanggan dan ukuran keberhasilannya adalah kepuasan pelanggan dalam jangka panjang, maka pelanggan wajib menjadi prioritas setiap perusahaan. Kepuasan pelanggan merupakan modal besar bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas pelanggan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bauran penjualan eceran merupakan pembentukan loyalitas pelanggan ( Fandy Tjiptono,2000:161).
37