BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui hasil usaha selama satu periode tertentu, laporan keuangan adalah laporan yang memberikan informasi keuangan kepada manajemen dan juga pemilik perusahaan. Laporan keuangan berfungsi mengetahui keadaan dan posisi keuangan perusahaan pada periode tertentu, sehingga manajemen perusahaan dapat memantau perkembangan perusahaan dari periode ke periode dan dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan terhadap perusahaan. Menurut Zaki Baridwan (2009: 17) menyatakan “Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan”. Laporan keuangan dibuat tentunya mempunyai tujuan, dimana menurut Zaki Baridwan (2009: 17) menyatakan bahwa “Tujuan laporan keuangan adalah untuk mempertanggungjawabkan tugastugas yang dibebankan kepadanya oleh para pemilik perusahaan”. Menurut Zaki Baridwan (2009: 17) laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen sebagai berikut. 1) Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada tanggal tertentu. Keadaan keuangan ditunjukkan
6
dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut asset dan jumlah kewajiban perusahaan yang disebut kewajiban dan modal. 2) Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang menunjukkan pendapatan-pendapatan dan beban-beban dari suatu unit usaha untuk satu periode tertentu. Selisih antara pendapatan-pendapatan dan beban merupakan laba yang diperoleh atau rugi yang diderita oleh perusahaan. 3) Laporan perubahan ekuitas disusun pada akhir periode akuntansi untuk menunjukkan sebab-sebab perubahan ekuitas perusahaan. Perusahaan dengan bentuk perseroan misalnya perubahan modalnya akan ditunjukkan dalam laporan laba tidak dibagi. 4) Laporan arus kas bertujuan untuk menyajikan informasi yang relevan tentang penerimaan dan pengeluaran kas perusahaan selama satu periode. Aliran kas diklasifikasikan dalam tiga kelompok berbeda yaitu penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari kegiatan investasi, pembelanjaan dan kegiatan usaha. Adanya Peraturan Undang-Undang Perpajakan, maka nilai laba yang diperoleh perusahaan melalui penyusunan laporan keuangan tidak bisa begitu saja dijadikan dasar perhitungan pajak, sehingga menurut Prabowo Yusdianto (2006:296) dikenal adanya. 1) Laporan keuangan komersial yaitu laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi dan bersifat netral dan tidak memihak.
7
2) Laporan keuangan fiskal yaitu laporan keuangan yang disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan. Kedua laporan keuangan ini mengakibatkan terdapatnya perbedaan pengakuan pendapatan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Peraturan Undang-Undang Perpajakan, maka untuk kepentingan perpajakan dengan melakukan koreksi atau menyesuaikan dengan Peraturan UndangUndang Perpajakan. 2.1.2
Pengertian Pajak Pajak
merupakan
sumber
utama
pendapatan
Negara
dalam
hal
Pembangunan Nasional. Menurut Undang-Undang No. 28 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (2007: pasal 1) menyatakan bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2009: 1) menyatakan “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. 2.1.3
Fungsi Pajak Menurut Mardiasmo (2011: 1), ada beberapa fungsi pajak yaitu. 1) Fungsi budgetair
8
Pajak
sebagai
sumber
dana
bagi
pemerintah
untuk
membiayai
pengeluaran-pengeluaran pemerintah. 2) Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 2.1.4 Jenis Pajak Menurut Yusdianto (2006: 6), ada beberapa jenis pajak yaitu. 1) Ditinjau dari cara pemungutannya, dibagi dua. a) Pajak langsung Pajak langsung adalah Pajak yang dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimbahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). b) Pajak tidak langsung Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2) Ditinjau dari objek yang dikenakan pajak, dibagi dua yaitu: a) Pajak subjektif Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh). b) Pajak objektif
9
Pajak objektif adalah Pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 3) Ditinjau menurut lembaga pemungutnya, dibagi dua yaitu. a) Pajak pusat Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Panghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan Bangunan. b) Pajak daerah Pajak daerah yaitu Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Daerah Tk I, Pajak kendaraan bermotor, BBM kendaraan bermotor, Pajak Daerah Tk II, Pajak pembangunan I, Pajak penerangan jalan dan sebagainya. 2.1.5 Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pajak penghasilan mengandung dua pengertian yang disatukan satu dengan yang lainnya. Pengertian Pertama mengenai arti “pajak” secara bebas dapat dikatakan sebagai suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan anggota masyarakat untuk membiayai berbagai keperluan Negara berupa Pembangunan Nasional yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan bangsa dan negara, “Penghasilan” adalah jumlah uang yang diterima atas usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengkonsumsi dan/atau menimbun serta menambah kekayaan.
10
Menurut Yusdianto (2006: 21) mendefinisikan bahwa. Pajak Penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditunjukkan kepada masyarakat yang berpengasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya. Undang - Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang–Undang ini telah beberapa kali mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Menurut Undang-Undang No. 36 tentang Pajak Penghasilan (2008: pasal 1) menyatakan bahwa “Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama tahun pajak”. Pajak penghasilan melekat pada subjeknya, sehingga pajak penghasilan termasuk jenis pajak subjektif. Subjek pajak akan dikenai pajak apabila dia menerima atau memperoleh penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan di sebut sebagai wajib pajak. Wajib pajak dikenakan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenakan pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak. Apabila tahun pajak tidak sama dengan tahun takwin karena mengikuti tahun buku, tahun pajak ditentukan berdasarkan tahun yang memperoleh masa 6 bulan pertama kali. Misalnya PT A memilih tahun pajak sesuai dengan tahun bukunya yang dimulai pada tanggal 1 April 2014 dan berakhir pada 31 maret 2015. Dalam hal ini untuk periode 1 April 2014 sampai
11
dengan 31 maret 2015 tahun pajak PT A termasuk dalam pajak 2014, tahun buku meliputi lebih dari 6 bulan yaitu 9 bulan.
2.1.6 Pengakuan Penghasilan dan Biaya Menurut Undang-Undang Perpajakan. Adapun pengakuan penghasilan dan biaya menurut Undang-Undang Perpajakan adalah. 1) Pengakuan penghasilan menurut Undang-Undang Perpajakan No. 36 (2008:pasal 4 ayat 1). Objek pajak adalah pajak penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Berdasarkan Undang-Undang No. 36 (2008: Pasal 4 Ayat 2), penghasilan yang dikenai pajak final adalah. a) Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b) Penghasilan berupa hadiah undian. c) Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan dibursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
12
d) Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. e) Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 (2008: pasal 4 ayat 3), yang dikecualikan dari objek pajak adalah. 1) Bantuan cuma-cuma yang terdiri dari. a) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang berbentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib bagi pemeluk agama yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur
dengan
atau
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah. b) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau pengusaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. 2) Warisan
13
3) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. 4) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15. 5) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa. 6) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat. a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan b) Bagian perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yanng disetor.
14
7) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 9) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif. 10) Dihapus 11) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut. 12) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 13) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
15
sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 14) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur. 2) Pengakuan biaya menurut Undang-Undang Perpajakan Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan adalah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 (2008: pasal 6 ayat 1) menyatakan bahwa biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto terdiri dari. (1) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk. a) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain. a. Biaya pembelian bahan b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang. c. Bunga, sewa, dan royalti. d. Biaya perjalanan e. Biaya pengolahan limbah
16
f. Premi asuransi g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. h. Biaya administrasi, dan i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan. b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A. c) Iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. e) Kerugian dari selisih kurs mata uang asing. f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. g) Biaya beasiswa, Magang, dan pelatihan. h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat. a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
17
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau
adanya
perjanjian
tertulis
mengenai
penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu. d. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf k, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan. i) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. j) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. k) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. l) Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. m) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
18
(2) Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. (3) Kepada orang pribadi sebagai Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 7. Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 (2008: pasal 9 ayat 1) adalah. a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. c) Pembetukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali. a. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang. b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan penyelenggara jaminan sosial. c. Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpanan. d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan.. e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, dan
19
f. Cadangan
biaya
penutupan
dan
pemeliharaan
tempat
pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan. e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. g) Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b. Kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
20
h) Pajak Penghasilan i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa
denda
yang
berkenaan
dengan
pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan. Biaya-biaya tertentu yang diatur secara khusus, menurut Undang-Undang Nomor 36 (2008: pasal 11) yaitu:. 1) Penyusutan
atas
pengeluaran
untuk
pembelian,
pendirian,
penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai, yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi harta tersebut. 2) Penyusutan
atas
pengeluaran
harta
berwujud
sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 selain bangunan, dapat juga dilakukan dalam bagian-
21
bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus, dengan syarat dilakukan secara taat asas. 3) Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut. 4) Dengan persetujuan Direktur Jendral Pajak, Wajib Pajak diperkenankan melakukan penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta yang bersangkutan mulai menghasilkan. 5) Apabila wajib pajak melakukan penilaian kembali aktiva berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, maka dasar penyusutan atas harta adalah nilai setelah dilakukan penilaian kembali aktiva tersebut. 6) Untuk menghitung penyusutan, masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud ditetapkan sebagai berikut.
22
Tabel 2.1 Daftar Tarif Penyusutan Harta Berwujud TARIF PENYUSUTAN KELOMPOK MASA
SEBAGAIMANA DIMAKSUD
MANFAAT
DALAM
HARTA BERWUJUD AYAT (1)
AYAT (2)
I. Bukan Bangunan Kelompok 1
4 Tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 Tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 Tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 Tahun
5%
10%
Permanen
20 Tahun
5%
TidakPermanen
10 Tahun
10%
II. Bangunan
Sumber : Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 8) Apabila terjadi pengalihan atau penarikan harta sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 huruf d atau penarikan harta karena sebab lainnya, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah harga jual atau penggantian asuransinya yang diterima atau diperoleh dibukukan sebagai penghasilan pada tahun terjadinya penarikan harta tersebut.
23
9) Apabila hasil penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru dapat diketahui dengan pasti dimasa kemudian, maka dengan persetujuan Direktur Jendral Pajak jumlah sebesar kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat 8 dibukukan sebagai beban masa kemudian tersebut. 10) Apabila
terjadi
pengalihan
harta
yang
memenuhi
syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b, yang berupa harta berwujud, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. 11) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelompok harta berwujud sesuai dengan masa manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat 6 diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud, berdasarkan Undang-Undang pajak penghasilan Nomor 36 (2008: pasal 11A) sebagai berikut. a. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan hak guna usaha hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dalam bagain-bagian yang dihitung dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas pengeluaran tersebut atau atas
24
nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat diamortisasi sekaligus dengan syarat dilakukan secara taat asas. b. Amortisasi dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. c. Untuk menghitung amortisasi masa dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut. Tabel 2.2 Daftar Tarif Amortisasi Aktiva Tak Berwujud TARIF AMORTISASI KELOMPOK BERDASARKAN METODE
MASA HARTA TAK MANFAAT
GARIS
SALDO
LURUS
MENURUN
BERWUJUD
Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
Sumber: Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 11A ayat 2 d. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi susuai dengan ketentuan sebagimana dimaksud dalam ayat 2. e. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun 25
dibidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. f. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain yang dimaksud pada ayat (4), hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi setinggi 20% (dua puluh persen) setahun. g. Pengeluran yang dilakukan sebelum operasi komersial yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, dikapitalisasi dan kemudian diamortisasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). h. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (4), dan ayat (5), maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumlah yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. i. Apabila
terjadi
pengalihan
harta
yang
mempunyai
syarat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, yang berupa harta tak berwujud, maka jumlah sisa bukti tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan.
26
2.1.7
Penghasilan Kena Pajak dan Tarif PPh Badan Penghasilan kena pajak adalah selisih yang didapat dari penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan dikurangi dengan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan ditambah dengan penghasilan lainnya yang merupakan objek pajak. Perhitungan besarnya pajak yang terutang terlebih dahulu dihitung besarnya penghasilan kena pajak yang menjadi dasar penerapan pajak penghasilan. Penghasilan kena pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang ada hubungannya langsung dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Wajib Pajak. Penghasilan kena pajak ini akan dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku sesuai dengan undang-undang perpajakan untuk memperoleh besarnya pajak yang terutang. Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 (2008: Pasal 17b) menyebutkan : “Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap dikenakan tarif 25% (dua puluh delapan persen)”. Tarif pajak ini diperjelas kembali dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 (2008: pasal 31E ayat 1) menyatakan bahwa.
1) Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
27
sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 2) Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 (2008: pasal 6 ayat 2) menyebutkan
:
“Apabila penghasilan
bruto setelah pengurangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, maka kerugian tersebut di kompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun”.
2.1.8
Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung pajak Penghasilan bagi wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Perbedaan yang terjadi antara laba menurut perhitungan akuntansi dan laba menurut perhitungan pajak, akan menyebabkan harus dilakukan koreksi fiskal (correction fiskal). Koreksi tersebut dilakukan terhadap laba akuntansi untuk mendapatkan besarnya pendapatan kena pajak. Jenis koreksi fiskal adalah sebagai berikut.
1) Koreksi fiskal positif Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat. Koreksi fiskal positif diantaranya. a. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
28
b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP c. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi d. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak e. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final 2) Koreksi fiskal negatif Yaitu koreksi yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Contoh : Penyusutan aktiva tetap Apabila dalam laporan keuangan yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, tidak perlu lagi diadakan koreksi fiskal sehingga akun - akun dalam perhitungan laba–rugi atas laporan keuangan yang telah dihitung sudah sesuai dan tidak ada perbedaan-perbedaan baik itu konsep, cara pengukuran dan pengakuan pendapatan serta beban dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Perbedaan yang terjadi diklasifikasikan menjadi 2, yaitu . 1) Perbedaan waktu Perbedaan waktu terjadi apabila terdapat item-item dari pendapatan dan biaya yang diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi untuk satu periode tetapi diperhitungkan dalam pendapatan atau laba pajak untuk periode yang berlainan. 2) Perbedaan permanen Perbedaan permanen terjadi jika ada item-item atau transaksi-transaksi yang pengaruhnya ikut diperhitungkan dalam penentuan laba akuntansi
29
tetapi tidak demikian halnya untuk tujuan perpajakan, atau item-item atau transaksi yang pengaruhnya ikut diperhatikan dalam penentuan laba kena pajak tetapi tidak demikian halnya untuk tujuan akuntansi.
30