BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1.
Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian Belajar Pengertian belajar telah banyak didefinisikan oleh para ahli pendidikan. Menurut Gagne (1985) dikutip dari (Anitah & dkk, 2007) belajar merupakan suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Adapun ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, memiliki tujuan dan terarah, perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Belajar dapat diartikan sebagai proses mendapatkan pengetahuan dengan membaca dan menggunakan pengalaman sebagai pengetahuan yang memandu perilaku pada masa yang akan datang. Belajar selalu dilakukan oleh setiap orang baik disadari maupun tidak. Belajar selalu melekat pada kehidupan, karena setiap orang selalu dihadapkan oleh persoalan-persoalan baru dalam kehidupannya yang menuntut untuk selalu meningkatkan kemampuannya dalam menganalisis dan memperbaiki cara-cara mempelajari sesuatu. Pengertian belajar oleh Bell-Gredler (1986:1) dalam (Winaputra & dkk, 2007) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan, keterampilan dan sikap. Menurut Morgan (1978) dalam Sagala (2010:13) belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
6
7
Henry E.Garret dalam Sagala (2010:13) berpendapat bahwa belajar merupakan proses yang berlangsung dalam jangka waktu lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu perangsang tertentu. Dari berbagai pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang menyangkut perubahan diri seseorang yang nampak pada perilaku manusia yang memerlukan tempat dan waktu yang diperoleh dari pengalaman. Seseorang dikatakan belajar karena adanya proses pembelajaran, baik pembelajaran secara formal, informal maupun non formal. b. Pengertian Pembelajaran Secara umum pembelajaran memiliki arti proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam lingkungan pendidikan tetapi juga di lingkungan sosial. Dalam pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa, “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Guru berfungsi sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik untuk mempelajari materi. Subjek pembelajaran adalah peserta didik yang berinteraksi dengan guru dan lingkungan sebagai sumber belajar. Konsep pembelajaran menurut Corey (1986: 195) dalam Sagala (2010: 61) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu daam kondisikondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situai tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dalam pendidikan.
Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogam dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. (Dimyati dan Mudjiono.1999:297 dalam Sagala.2010)
8
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu peristiwa atau kegiatan yang memungkinkan adanya interaksi dan komunikasi antara guru, peserta didik dan lingkungan sebagai sumber dan media belajar sehingga dapat menimbulkan perubahan perilaku peserta didik. Dalam pembelajaran, seorang guru berupaya untuk menyampaikan materi kepada peserta didiknya dengan menggunakan media atau fasilitas yang ada dan mengorganisirnya sedemikian rupa sehingga tercapai kualitas pembelajaran sesuai yang diharapkan. 2.
Hakikat Bahasa Hakikat bahasa dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu; bahasa sebagai
istilah, bahasa sebagai sistem dan bahasa sebagai alat: a. Bahasa sebagai istilah bersifat umum-khusus dan abstrak-konkrit. Yang dimaksud dengan bahasa bersifat abstrak adalah pengertian bahasa itu sendiri, seperti bahasa Indonesia, bahasa Perancis, bahasa Jepang, dll. Bahasa yang bersifat konkrit berupa tutur kata maupun tulisan. b. Bahasa sebagai sistem Bahasa sebagai sistem dilambangkan dengan bunyi yang memiliki makna, sehingga bahasa memiliki dua sistem yakni sistem bunyi dan sistem makna. Ilmu tentang sistem bunyi disebut fonetik dan fonologi. Fonetik adalah ilmu tentang cara pelafalan bunyi bahasa, sedangkan fonologi adalah ilmu tentang bunyi berdasarkan fungsinya (Verhar.2008 dikutip dari (Harjono & Pirenomulyo, 2009). Berdasarkan fungsinya, ilmu yang mempelajari kata atau frasa disebut morfologi, sedangkan ilmu yang mempelajari klausa dan kalimat disebut sintaksis. Ilmu yang mempelajari sistem bunyi disebut semantik. (Harjono & Pirenomulyo, 2009) c. Bahasa sebagai alat digunakan sebagai sarana komunikasi baik lisan maupun tulisan. Pengertian bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk berinteraksi; percakapan yang baik; tingkah laku yg baik; sopan santun. (Fajri & Senja, 2008)
9
Gorys Keraf memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa mencakup dua bidang yaitu bunyi vokal dan arti atau makna. Bahasa sebagai bunyi atau vokal berarti sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berupa bunyi getaran yang merangsang alat pendengar. Sedangkan bahasa sebagai arti atau makna berarti isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan orang lain. Meskipun bahasa erat kaitannya dengan bunyi, namun sebenarnya bahasa juga merupakan suatu visualisasi. Bahasa yang diucapkan sehari-hari dapat dituliskan dalam bentuk simbol- simbol tertentu, seperti huruf, lambang tanda, dan gambar. Dari uraian materi diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa memiliki dua sistem yaitu sistem bunyi dan sistem makna yang digunakan sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulis. 3. Pengertian Bahasa Indonesia Bahasa
Indonesia
merupakan
bahasa
resmi
Republik
Indonesia
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 dan juga bahasa persatuan sebagaimana disebut dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai bahasa Nasional dan bahasa Negara. Bahasa nasional memiliki arti sebagai lambang kebanggaan dan identitas nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, serta alat penghubung budaya dan daerah. Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara berarti bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa kenegaraan, bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, dan bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan. 4. Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu materi pelajaran yang sangat penting di sekolah.
10
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa adalah untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Indonesia sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, sedangkan bagi guru untuk mengembangkan potensi bahasa Indonesia siswa, dan lebih mandiri dalam menentukan bahan ajar kebahasaan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan siswa. Tujuan bagi sekolah adalah agar sekolah dapat menyusun program pendidikan kebahasaan sesuai dengan keadaan siswa dan sumber belajar yang tersedia. BSNP (2006).
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah diharapkan membantu siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran
bahasa
Indonesia
diarahkan
untuk
meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. 5. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Pentingnya penggunaan bahasa Indonesia di sekolah dasar menyebabkan pembelajarannya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tertulis. Ketika anak mulai memasuki usia sekolah dasar, anak-anak dikondisikan untuk mempelajari bahasa tulis. Meskipun demikian, aspek bahasa Indonesia yang lain yaitu mendengarkan, berbicara dan membaca tetap disajikan dengan porsi yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Adapun tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di SD yang tertulis di dalam Standar Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, yaitu: 1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis 2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara 3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
11
kreatif untuk berbagai tujuan 4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial 5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa 6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, jam pelajaran bahasa Indonesia telah ditentukan. Kelas I, II dan III sebanyak 6 jam pelajaran, sedangkan kelas IV, V, VI sebanyak 5 jam pelajaran. Materi pelajaran bahasa Indonesia sebenarnya membutuhkan banyak praktik. Siswa perlu dilatih untuk mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis secara bertahap. Hal ini menuntut partisipasi aktif siswa selama pembelajaran secara individu. Dalam pelaksanaanya, guru dapat melakukan modifikasi pelaksanaan pembelajaran. Modifikasi artinya guru dapat mengajar dengan metode pembelajaran yang berbeda. Guru dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran dengan cara memberikan stimulan atau permasalahan, memberikan ide-ide diluar yang tertulis di buku paket, atau menggunakan strategi yang memicu peran aktif siswa. Meskipun beberapa guru telah melakukannya, namun pelaksanaannya belum maksimal. Masih banyak guru kurang aktif dalam mencari sumber belajar lain selain sumber belajar yang berupa buku paket. 6. Kemampuan Menulis Kemampuan dalam bahasa Inggris disebut ability yang memiliki arti kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan dapat berupa bakat sejak lahir ataupun hasil latihan yang rutin. Kemampuan dapat dibedakan menjadi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang erat hubungannya dengan otak, bahasa, pengetahuan. Kemampuan fisik dapat berupa kekuatan
12
dalam melakukan aktivitas. Kemampuan menulis dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam memunculkan ide, mencari informasi, penggunaan ejaan, penyusunan kalimat yang padu, serta kemampuan fisik siswa untuk menulis. Menulis merupakan salah satu cara penyampaian pesan dalam bentuk visual yang berupa simbol-simbol. Kemampuan menulis berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk memilih, memilah dan menyusun pesan yang akan diwujudkan dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif dalam memanfaatkan struktur bahasa dan kosakata yang perlu dilatih secara rutin dan teratur (Tarigan, 2008). Pengertian lainnya, definisi menulis oleh Rusyana (1984) dalam (Susanto, 2013) yaitu kemampuan menggunakan pola-pola bahasa dalam penyampaiannya secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan/pesan. Menulis adalah suatu cara mengoperasikan otak secara totalitas yang juga menyertakan raga, jari dan tangan, sehingga menulis dapat menyebabkan penguatan daya ingat. Walshe dalam (Susanto, 2013) menegaskan bahwa menulis merupakan bentuk belajar yang paling handal dan hampir semua bentuk kegiatan menulis mempunyai komponen “belajar untuk menulis dan menulis untuk belajar.” Dengan demikian, kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk memilih, memilah kata-kata yang disusun secara runtut dan sistematis dalam bentuk simbol-simbol atau tulisan sebagai bentuk belajar yang dilatih secara rutin dan teratur untuk menyampaikan gagasan atau pesan sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Kemampuan menulis merupakan kegiatan yang penting diajarkan sejak tingkat sekolah dasar. Selain manfaat untuk berkomunikasi, menulis dapat membantu siswa berpikir kritis, dan sistematis. Kemampuan menulis siswa juga berguna untuk memberitahukan informasi kepada pembaca, menghibur atau mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan dan emosi.
13
7. Pembelajaran Menulis Dalam pembelajaran menulis, siswa dituntut untuk menulis apa yang ia pikirkan dengan harus menyampaikan pesan kepada pembaca dengan bahasa yang mudah dipahami. Dengan demikian, ide-ide dalam tulisan tersebut juga harus sistematis. Pembelajaran ini diajarkan secara bertahap sejak TK dan dilanjutkan di SD, SMP, SMA, universitas dan seterusnya. Menulis membutuhkan proses (tidak sekali jadi). Prosesnya berupa pengumpulan ide-ide yang dapat dipahami oleh pembaca (produk). Adapun tahap-tahap proses menulis (Pujiono), antara lain: a. Tahap pra-menulis atau persiapan, meliputi: pemilihan topik, memikirkan tujuan, bentuk dan -audiensi, mencari informasi, memanfaatkan dan mengorganisasi ide/gagasan. b. Tahap menulis, yaitu pengungkapan fakta-fakta, gagasan, sikap, pikiran, argumen, perasaan dengan jelas dan efektif kepada pembaca (Keraf, 2004:34 dalam Pujiono). Siswa atau penulis menuangkan ide-idenya dengan memperhatikan ejaan dan tanda baca. c. Tahap pascamenulis atau penyuntingan/ revisi, Tompkins dan Hosskisson (1995:57) menyatakan bahwa penyuntingan adalah pemeriksaan dan perbaikan
unsur
mekanik
karangan
seperti
ejaan,
puntuasi,
diksi,
pengkalimatan, pengalineaan, gaya bahasa, dan konvensi penulisan lainnya. Adapun revisi lebih mengarah perbaikan dan pemeriksaan subtansi isi tulisan. (Pujiono) Siswa di sekolah dasar diharapkan menulis sesuai dengan tahapan tersebut sehingga tulisan yang dihasilkan sesuai dengan penulisan kaidah-kaidah ejaan atau Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), dan isi dari tulisannya runtut. EYD dapat digunakan sebagai pedoman dalam kegiatan berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik secara langsung maupun tidak langsung.
14
8. Pembelajaran Menulis di SD Pembelajaran menulis di kelas rendah melatih siswa untuk memegang alat tulis dan menggerakkan tangannya dengan memperhatikan apa yang harus dituliskan. Siswa dilatih mengamati huruf sebagai lambang bunyi tertentu. Kemudian dalam kegiatan menulis lanjut, yaitu di kelas tinggi, siswa berlatih mengungkapkan gagasannya secara tertulis. Dalam kegiatan menulis lanjutan, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan menulisnya dalam bentuk yang lebih beragam, yaitu menulis pantun, puisi, surat dan prosa. (Mulia, 2013) Pembelajaran menulis yang dilakukan siswa SD umumnya dikaitkan dengan aspek mendengarkan, berbicara dan membaca. Siswa mendengarkan berita lalu menuliskan tanggapan tentang masalah dalam berita tersebut, siswa membaca suatu bacaan lalu menuliskan pikiran pokok, atau siswa berdiskusi tentang suatu masalah lalu menuliskan hasil diskusinya secara individu. Secara teori, siswa mempelajari beberapa hal dalam menulis seperti unsur kalimat yang minimal terdiri dari subjek dan predikat, penulisan ejaan, dan penggunaan tanda baca. Peran guru disini sangat besar dalam mengingatkan siswa sebelum, sedang maupun setelah kegiatan menulis itu berlangsung mengenai hal-hal yang penting untuk diperhatikan saat menulis. Akan tetapi, guru terkadang meninggalkan siswa atau melakukan aktivitas lain di ruang kelas yang sama saat siswa menulis. Kemampuan menulis siswa SD banyak bergantung pada kreativitas guru. Pembelajaran menulis di SD menuntut ketelatenan dari guru maupun siswa. Jika siswa menulis karangan, puisi, pantun, atau surat pribadi, maka siswa perlu mendapat informasi mengenai suatu tema, menyusun ide tersebut secara runtut, menulis dengan kalimat yang mudah dipahami, serta memperhatikan penulisan ejaan dan tanda baca saat kegiatan menulis berlangsung. Guru perlu mendampingi siswa dalam kegiatan menulis dan menggunakan strategi atau metode pembelajaran yang mampu mengingatkan siswa mengenai unsur kalimat (SPOK) dan penggunaan tanda baca dalam kalimat atau paragraf.
15
9. Pembelajaran Menulis di Kelas IV SD Kelas IV SD merupakan kelas tinggi, sehingga dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk lebih mandiri. Usia siswa kelas IV SD negeri rata-rata adalah 9-10 tahun. Pada usia ini perkembangan bahasa mereka adalah mulai bisa memahami kalimat kompleks dengan anak kalimat dengan penggunaan kata namun demikian, meskipun begitu, walaupun, dsb. Piaget menyatakan bahwa dari segi kognitif anak usia 9-10 tahun termasuk dalam tahapan operasional konkret, artinya anak mampu memahami urutan kronologi suatu peristiwa atau mengurutkan ukuran benda, mengelompokkan atau mengidentifikasi, mengetahui bahwa jumlah benda dapat diubah dan kembali ke keadaan awal, dan berpikir dari sudut pandang orang lain. Di dalam satu semester, terdapat satu Standar Kompetensi (SK) menulis dan 2 – 4 Kompetensi Dasar (KD). Kegiatan menulis kelas IV semester I berupa menulis percakapan, petunjuk, cerita, dan surat, sedangkan pada semester II siswa dituntut untuk menulis
karangan, pengumuman, dan pantun anak. Standar
kompetensi yang akan diteliti di kelas IV SD Banyubiru 01 ini adalah “Mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara tertulis dalam bentuk karangan, pengumuman, dan pantun anak”.
10. Penilaian Kemampuan Menulis Penilaian di sekolah formal tertulis dalam standar penilaian pendidikan (Depdiknas, 2009) bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan (menganalisis dan menafsirkan) data tentang proses dan hasil belajar siswa, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil belajar siswa. Dengan demikian penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil tes atau pengukuran. Nitko (1996) dalam (Putra, 2012) mengemukakan bahwa rubrik merupakan seperangkat aturan yang digunakan untuk mengetahui kualitas kinerja siswa. Sedangkan Popham (1995) berpendapat bahwa rubrik merupakan kriteria
16
yang merupakan alat yang digunakan guru dalam menilai kompetensi siswa pada bidang tertentu. Nitko (1996) dalam (Putra, 2012) mengatakan bahwa ada 3 jenis rubrik yang biasanya digunakan guru yaitu rubrik holistik, rubrik analitik, dan rubrik holistik dengan catatan. Rubrik holistik adalah rubrik yang difokuskan pada proses
penilaian
secara
keseluruhan
terlepas
dari
bagian
komponen-
komponennya, sedangkan rubrik holistik dengan catatan hampir sama dengan rubrik holistik biasa namun ditambahi catatan kekuatan dan kelemahan dari komponen yang dinilai. Pada penskoran holistik, fokus penilaian diarahkan pada tampilan tulisan siswa secara keseluruhan bukan pada aspek tertentu seperti isi, tata bahasa, atau tanda baca. Rubrik analitik memfokuskan penskoran pada komponen-komponen yang dinilai dengan menghitung secara rinci kesalahan-kesalahan yang ada (Putra, 2012). Penggunaan rubrik analitik dianggap lebih tepat untuk penilaian kemampuan menulis siswa pada aspek-aspek tertentu dibandingkan rubrik holistik dengan kompetensi dasar penilaian yang kurang jelas. Salah satu jenis rubrik analitik yang sering digunakan dalam menilai tulisan adalah rubrik yang dibuat oleh Jacob (1981). Berikut adalah rubrik penilaian Jacob:
17
Tabel 2.1. Rubrik Penilaian Analitik Jacob (1981)
18
11. Teknik Pembelajaran Teknik pembelajaran merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Jika metode pembelajaran adalah suatu cara dalam mencapai tujuan, maka teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Pada penelitian ini, peneliti mengimplementasikan teknik silent card shuffle dan teknik brainstorming sebagai upaya peningkatan kemampuan menulis siswa. a. Teknik Silent Card Shuffle Teknik ini dilaksanakan oleh Eric Frangenheim untuk mengingatkan anak pada urutan kejadian. Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan teknik silent card shuffle adalah (Frangenheim, 2010): 1) Pembuatan kelompok yang terdiri dari 5- 6 anak 2) Setiap kelompok mendapatkan satu amplop berisi delapan kartu bergambar 3) Guru menjelaskan 5 aturan dalam melakukan kegiatan: a) Silent card shuffle: menyusun kartu gambar tanpa berbicara atau berbisik. b) Justify and refine: kelompok dapat berdiskusi dan menyusun ulang kartu gambar. c) Circulate and observe: guru mengatur perpindahan arah kelompok. Masing-masing kelompok berkeliling melihat susunan kartu kelompok lain dan berdiskusi serta memberikan komentar apakah sesuai dengan pendapat mereka atau tidak. Siswa tidak boleh menyentuh kartu. d) Return and refine: masing-masing kelompok kembali ke kursi masingmasing dan jika dirasa susunan kartu mereka perlu diubah maka siswa dapat mengubahnya.
19
e) Teacher debriefing: menunjukkan jawaban yang benar dan siswa mengoreksi hasil kerja mereka. Kelebihan teknik silent card shuffle adalah: 1) Masing-masing siswa dapat mengemukakan pendapat, 2) Siswa dapat menyusun ide cerita dengan runtut, 3) Siswa dapat menghargai hasil kelompok diskusi lain, 4) Siswa mampu memberikan kritikan yang membangun. Teknik ini juga memiliki kekurangan, antara lain: 1) Siswa dapat mempertahankan pendapatnya masing-masing sehingga akan terjadi keributan kecil 2) Kartu gambar harus jelas apa yang dimaksud dari gambar tersebut karena dapat memunculkan persepsi atau pandangan lain. Guru perlu mengingatkan siswa untuk saling menghargai pendapat masing-masing. Jika perlu, masing-masing kelompok dapat memilih ketua kelompok yang dapat mengambil keputusan dalam diskusi kecil tersebut. Selain itu kartu gambar yang di print sebaiknya tidak di fotokopi agar terlihat jelas. Hal ini dapat mengurangi munculnya kelemahan teknik silent card shuffle. b. Teknik Brainstorming Teknik brainstorming adalah teknik mengajar yang dilaksanakan guru dengan cara melontarkan suatu masalah ke kelas oleh guru kepada peserta didik. Lalu peserta didik menjawab, memberi komentar, atau menyatakan pendapat sehingga memungkinkan masalah berkembang. Dalam proses brainstorm, peserta didik dituntut mengeluarkan semua
gagasan sesuai kapasitas
wawasannya. Brainstorming dapat digunakan untuk mengatasi suatu masalah yang spesifik, menjawab pertanyaan, mengenalkan suatu subjek baru, meningkatkan minat, dan mendata pengetahuan dan sikap. Brainstorming dapat dilakukan dalam kelas klasikal maupun secara individu (Manktelow & Carlson,
20
2013). Jika brainstorming dilakukan secara individu, maka tidak perlu khawatir terhadap pandangan orang lain terhadap ide atau gagasan yang dibuat sendiri. Langkah-langkah teknik brainstorming : 1) Pemberian informasi dan motivasi Guru menjelaskan masalah yang akan dibahas dan latar belakangnya, kemudian mengajak peserta didik untuk aktif memberikan tanggapan. 2) Identifikasi Peserta didik memberikan sumbang saran pemikiran sebanyak-banyaknya. Semua ide peserta didik ditampung, ditulis tanpa mengkritik. 3) Klasifikasi Mengelompokkan berdasarkan kriteria yang disepakati oleh peserta didik, dan juga berdasarkan struktur atau faktor-faktor lain. 4) Verifikasi Meninjau kembali ide-ide yang sudah diklasifikasikan berdasarkan relevansinya dengan masalah yang dibahas. 5) Konklusi (penyepakatan) Guru beserta peserta didik menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang disetujui. Dengan mengkaji langkah-langkah penerapan teknik brainstorming, peneliti dapat menyimpulkan kelebihan dan keunggulan yang dimiliki oleh teknik brainstorming, antara lain : 1) Melatih peserta didik untuk menyatakan pendapat. 2) Memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir secara cepat dan logis. 3) Merangsang siswa untuk selalu siap berpendapat terhadap permasalahan yang diberikan oleh guru. 4) Meningkatkan partisipasi dan kekreatifan ide peserta didik dalam pembelajaran.
21
5) Terjadi persaingan yang sehat antar peserta didik sehingga muncul suasana demokratis dan disiplin. 6) Siswa belajar menghargai pendapat atau ide orang lain. 7) Peserta didik merasa bebas dan gembira. Adapun kelemahan dari teknik brainstorming adalah: 1) Memerlukan waktu yang relatif lama. 2) Didominasi oleh peserta didik yang pandai. 3) Masalah bisa melebar ke arah yang kurang diharapkan. Untuk mengurangi kelemahan yang terjadi dalam pelaksanaan teknik brainstorming ini, guru dapat memberikan batas waktu siswa dengan cara menunjuk siswa untuk memberikan ide, serta memberikan batasan permasalahan dan mengembalikan fokus permasalahan jika sudah melenceng dari topik pembicaraan.
B. Kajian yang Relevan Ika Fathin Resti Martanti, dan Dr. Agus Widyantoro, M.Pd. dalam penelitian yang berjudul Improving The Teaching Of Reading By Using Silent Card Shuffle Strategy (Scss) To The Eighth Grade Students Of Smpn 1 Seyegan In The Academic Year Of 2012/2013 menyatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengajaran membaca siswa kelas VIII SMPN 1 Seyegan dengan menggunakan Silent Card Shuffle Strategy (SCSS). Subyek penelitian ini adalah peneliti, siswa kelas VIII E yang terdiri dari 36 siswa, guru bahasa Inggris, dan kolaborator. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Silent Card Shuffle Strategy (SCSS) dalam kombinasi dengan menerapkan berbagai media dan kegiatan, seperti gambar dan permainan, dapat meningkatkan pengajaran membaca. Berdasarkan data kualitatif, kegiatan mengajar menjadi lebih terencana dan terstruktur. Dari kegiatan kerja kelompok, siswa dapat membangun kerjasama dan meningkatkan partisipasi mereka. Penggunaan kartu dan gambar dapat memfasilitasi siswa untuk memahami teks-teks dengan mudah. Berdasarkan data kuantitatif, skor membaca siswa meningkat. Skor rata-rata siswa meningkat 65,
22
54-73, 97. Peningkatan pada siswa nilai rata-rata menunjukkan bahwa peningkatan pengajaran membaca memberi dampak kepada siswa berprestasi. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan Silent Card Shuffle Strategy (SCSS) dapat meningkatkan pengajaran membaca. (Martanti & Widyantoro, 2013) Noveria Anggraeni Fiaji (2011) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Argumentasi dengan Menggunakan Strategi Brainstorming”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: pada setiap siklus tampak ada peningkatan hasil belajar kemampuan menulis paragraf argumentasi pada aspek isi pada siklus I sebesar 55% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 80%, pada aspek kebahasaan siklus I sebesar 25% dan siklus II meningkat menjadi 65%, dan pada spek argumen pada siklus I sebesar 65%, sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 100%. Dari keseluruhan hasil peningkatan menulis paragraf argumentasi, dapat dilihat bahwasannya kemampuan peserta didik dalam menulis paragraf argumentasi saat pretest sebanyak 70%, atau 14 peserta didik masih belum mencapai SKM, sedangkan sisanya sebanyak 30% atau sebanyak 4 peserta didik telah mencapai SKM. Pada siklus I, meningkat sedikit, sebanyak 40% atau 8 peserta didik telah mencapai SKM yang telah ditentukan, sedangkan sisanya sebanyak 60% atau 12 peserta didik, masih belum mencapai SKM yang ditentukan. Terakhir, pada siklus II sebanyak 100% atau sebanyak 20 peserta didik telah mencapai SKM yang ditentukan, ini pertanda bahwasannya peningkatan kemampuan menulis paragraf argumentasi dengan strategi brainstorming dikatakan berhasil. (Fiaji, 2013)
C. Kerangka Pikir Kondisi awal kelas IV SD Negeri Banyubiru 01 pada kemampuan menulis di dalam mata pelajaran bahasa Indonesia adalah 10 siswanya tidak dapat menulis dengan memperhatikan penulisan tanda baca, huruf kapital dan penulisan ejaan
23
yang kurang tepat. Ide-ide juga belum tersajikan dengan runtut. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan menulis siswa di pada hasil menulis siswa semester I. Dalam
menulis
penelitian
ini,
peneliti
memiliki
tujuan
untuk
meningkatkan kemampuan menulis siswa agar dapat menulis karangan dengan memperhatikan tanda baca, huruf kapital dan ejaan sesuai EYD, serta menuliskan ide-ide secara runtut melalui penerapan teknik silent card shuffle dan brainstorming sebagai sarana untuk menampung ide-ide siswa, mengurutkan ideide siswa, dan reminder atau pengingat mengenai penggunaan EYD. Kelebihan teknik silent card shuffle adalah memberikan kesempatan siswa untuk mengetahui urutan cerita berdasarkan gambar, lalu mengembangkan ide menjadi kalimat dan menyusunnya menjadi paragraf. Sedangkan teknik brainstorming dapat membantu siswa mengingat penggunaan tanda baca, huruf kapital dan penulisan ejaan saat menulis, serta untuk mencurahkan ide-ide atau gagasan mengenai suatu tema yang selanjutnya disusun menjadi kalimat, paragraf, dan karangan. Pembelajaran lebih produktif karena memberi kesempatan siswa untuk mengutarakan idenya dan mengklarifikasi bersama-sama apakah ide tersebut dapat dilibatkan dalam permasalahan yang sedang dibahas atau tidak. Secara sistematis kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut.
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir
Guru belum menggunakan teknik silent card shuffle dan brainstorming
Hasil belajar belum maksimal
Guru menggunakan teknik silent card shuffle dan brainstorming yang membantu siswa untuk membangun kemampuan berpikir kritis dalam menulis
Kemampuan menulis siswa meningkat
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir
24
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan uraian pada kajian pustaka, kajian empiris, dan kerangka pikir tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis tindakan jika terdapat penerapan teknik silent card shuffle dan brainstorming dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas IV Semester II di SD Negeri Banyubiru 01 Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang akan meningkatkan kemampuan menulis siswa.