BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw a. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Jigsaw dikembangkan pertama kali oleh Elliot Aronson dan koleganya diUniversitas Texas (Ibrahim dkk., 2000 dan Ratumanan, 2002 ). Jigsaw tipe II dikembangkan oleh Slavin (Roy Killen,1996) dengan sedikit perbedaan. Dalam belajar kooperatif tipe jigsaw, secara umum siswa dikelompokkan secara hiterogen dalam kemampuan. Siswa diberi materi yang baru atau pendalaman dari materi sebelumnya untuk dipelajari. Masing -masing anggota kelompok secara acak ditugaskan untuk menjadi ahli ( expert) pada suatu aspek tertentu dari materi tersebut. Setelah membaca dan mempelajari materi, “ahli” dari kelompok berbeda berkumpul untuk mendiskusikan topik yang sama dari kelompok lain sampai mereka menjadi “ahli” di konsep yang ia pelajari. Kemudian kembali ke kelompok semula untuk mengajarkan topik yang mereka kuasai kepada teman sekelompoknya.Terakhir diberikan tes atau assesmen yang lain pada semua topik yang diberikan. b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Menurut Drs.H.Khamim Thohari, M Ed 1).Orientasi Pendidik menyampaiakan tujuan pembelajaran yang akan diberikan. Memberikan penekanan tentang manfaat penggunaan metode Jigsaw dalam proses belajar mengajar. Mengingatkan senantiasa percaya diri, kritis, kooperatif dalam model belajaran ini. Peserta didik diminta belajar konsep secara ke seluruhan untuk memperoleh gambaran keseluran dari konsep. (Bisa juga pemahaman konsep ini menjadi tugas yang sebelumya harus sudah dibaca di rumah). 2) Pengelompokan Misalkan dalam kelas ada 20 Siswa, yang kita tahu kemampuan matematikanya dan sudah dirangking (siswa tidak perlu tahu), kita bagi dalam bagian 25% (Rangking 1-
5
6
5) kelompok sangat baik, 25% (rangking 6 -10) kelompok baik, 25% selanjutnya (rangking 11-15) kelompok sedang, 25% (rangking 15 -20) Rendah. Selanjutnya kita akan membaginya menjadi 5 group (A – E) yang isi tiap-tiap groupnya hiterogen dalam kemampuan matematika, berilah indek 1 untuk siswa dalam kelompok sangat baik, indek 2 untuk kelompok baik, indek 3 untuk kelompok sedang dan indek 4 untuk kelompok rendah. Misalkan (A 1 berarti group A dari kelompok sangat baik, .... ,A4 group A dari kelompok rendah). Tiap group akan berisi Group A {A1, A2, A3, A4}, Group B {B 1, B2, B3, B4}, Group C {C1, C2, C3, C4}, Group D {D1, D2, D3, D4},Group E {E1, E2, E3, E4} 3) Pembentukan dan pembinaan kelompok expert Selanjutnya anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk kelompok baru (kelompok ahli ) yang akan mempelajari materi yang diberikan dan dibina supaya jadi expert. Kelompok 1 {A1,B1,C1,D1,E1}, Kelompok 2 {A2, B2, C2, D2 ,E2}, Kelompok 3 {A3, B3, C3, D3 ,E3}, Kelompok 4 {A4, B4, C4, D4 ,E4} 4) Setelah kelomppok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali kekelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai. 5) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. 6) Pembahasan. 7) Penutup .
Gambar 1 Pembentukan Kelompok Ahli
7
2.1.2 Hasil Belajar a. Hasil Belajar Sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (1995: 48) hasil belajar adalah “perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang”. Pendapat tersebut didukung oleh Sudjana (2005: 3) “hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya”. Winarno Surachmad ( 1981 : 2 ) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan nilai hasil belajar yang menentukan berhasil tidaknya siswa dalam belajar. Hal tersebut berarti hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar. Dari berbagai kajian difinisi hasil belajar diatas maka yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika yang berupa kemampuan akademis dalam mencapai standar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan harus dimiliki siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. 2.1.3.Pembelajaran Matematika a. Pengertian Matematika Matematika merupakan salah satu jenis dari enam materi ilmu yaitu matematika , fisika, biologi, psikologi, ilmu-ilmu sosial dan linguistik. Didasarkan pada pandangan konstruktivisme, hakikat matematika yakni anak yang belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya (Hamzah,2007:126-132). “Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Namun demikian, dalam pembelajaran pemahaman konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika”. Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi hasil rumus atau sifat yang diperoleh dari penalaran deduktif maupun induktif sering ditemukan meskipun tidak secara formal hal ini disebut dengan belajar bernalar (Depdiknas,2003:5-6).
8
Sedangkan “Pembelajaran ialah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap” (Dimyati dan Mudjiono,2002:157). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses yang diselengarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa guna memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika. Suatu proses pembelajaran yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan situasi agar siswa belajar dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing. b. Matematika SD Pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak serta berpedoman kepada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini menunjukkan bahwa matematika SD tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki matematika, yaitu: (1) memiliki objek kajian yang abstrak (2) memiliki pola pikir deduktif konsisten. Suherman (2006: 55). Matematika sebagai studi tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkret. Ini tidak berarti bahwa matematika tidak mungkin tidak diajarkan di jenjang pendidikan dasar, bahkan pada hakekatnya matematika lebih baik diajarkan pada usia dini. Mengingat pentingnya matematika untuk siswa-siswa usia dini di SD, perlu dicari suatu cara mengelola proses belajar-mengajar di SD sehingga matematika dapat dicerna oleh siswa-siswa SD. Disamping itu, matematika juga harus bermanfaat dan relevan dengan kehidupannya, karena itu pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar harus ditekankan pada penguasaan keterampilan dasar dari matematika itu sendiri. Keterampilan yang menonjol adalah keterampilan terhadap penguasaan operasi-operasi hitung dasar (penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian). Untuk itu dalam pembelajaran matematika terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah, dan (2)
9
matematika merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari. Karena itu dua aspek matematika yang dikemukakan di atas, perlu mendapat perhatian yang proporsional (Syamsuddin, 2003: 11). Konsep yang sudah diterima dengan baik dalam benak siswa akan memudahkan pemahaman konsep-konsep berikutnya. Untuk itu dalam penyajian topik-topik baru hendaknya dimulai pada tahapan yang paling sederhana ketahapan yang lebih kompleks, dari yang konkret menuju ke yang abstrak, dari lingkungan dekat anak kelingkungan yang lebih luas. c. Hasil Belajar Matematika Hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam waktu tertentu dalam
belajar
matematika
yang
diukur
dengan
menggunakan
tes
hasil
belajar matematika.
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan Dari hasil Penelitian Nur Fadlilatus Shiyam ( 2012 ) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa SDN Gondang III Bojonegoro Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V Semester 2 “ menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Jigsaw melalui Penelitian Tindakan Kelas dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SDN Gondang III Bojonegoro pada mata pelajaran Matematika pokok bahasan pecahan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang menunjukkan hasil belajar siswa terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Anggarini, Yiyin ( 2010 ) dalam penelitian yang berjudul Meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VI dalam pengerjaan hitung campuran melalui model kooperatif tipe jigsaw di SDN 1 Sedayugunung Tulungagung menunjukkan bahwa hasil belajar matematika pada siswa kelas VI dalam pengerjaan hitung campuran melalui model kooperatif tipe jigsaw mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut diketahui dari nilai tes siswa, pada pra tindakan siswa mencapai KKM 33 %, pada siklus I 67 %, dan pada siklus II 100 %. Mulyanto, Respati ( 2007 ) dalam penelitian yang berjudul Pendekatan Cooperative Learning Tehnik Jigsaw untuk Meningkatkan Penguasaan Operasi Pecahan di SDN Paseh I Kabupaten Sumedang menunjukkan bahwa hasil tindakan
10
kelas dapat meningkatkan penguasaan operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan tak senama. 2.3 .Kerangka Berfikir Alur kerangka berpikir pembelajaran konvensional dengan ( metode ceramah ) ke pembelajaran PAIKEM ( pendekatan model Kooperatif Tipe Jigsaw) Pembelajar Konvensional dengan metode ceramah
PBM
(berpusat pada guru)
Perbaikan pembelajaran dengan PAIKEM(pendekatan model Kooperatif Tipe Jigsaw)
Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Pola berpikir siswa abstrak ke konkret
Hasil belajar dibawah KKM
Observasi
1.Siswa dikelompokkan 5 kelompok yang ber anggota heterogen. 2.Tiap anggota kelompok menerima materi yang berbeda , membaca mempelajari. 3.Pembentukan kelompok ahli ( setiap anggota Dari kelompok yang materi samberkelom Pok dengan kelompok lain, diskusi ). 4.Kembali ke kelompok awal menerangkan pada anggota / teman materi yang telah dikuasai. 5 .Mempresentasikan hasil diskusi
Penilaian proses belajar
Tes Formatif Hasil belajar KKM > 63 dan ketuntasan klasikal 82 %
Penilaian hasil belajar
Gambar 2 Skema Kerangka Berfikir
11
2.4 Hipotesa Tindakan Penggunaan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika tentang materi operasi perkalian dan pembagian, operasi hitung campuran, siswa kelas IV SD 4 Gondangmanis, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus Semester I Th.2012/2013.