BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang tentunya mendukung tugas akhir ini, dan penelitian tersebut dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam penulisan. Penelitian yang dilakukan oleh I Kadek Suwardana (2013), tentang Simulasi Penentuan Penempatan Filter Aktif Shunt Untuk Mendapatkan Distorsi Daya Yang Terkecil Di Blue Point Bay Villa & SPA. Penelitian ini dilakukan simulasi penggunaan filter aktif shunt menggunakan software MATLAB, pengelompokan jenis beban non linier, perhitungan daya aktif (P) dan arus beban (IL), simulasi pada sistem sebelum dan sesudah penggunaan filter aktif, analisis daya distorsi (D), analisis THD hasil simulasi dan pengukuran sesuai dengan IEEE 519-1992 yang ditentukan dan analisis penempatan filter aktif shunt yang tepat untuk menekan distorsi daya. Hasil analisis menunjukkan pemasangan filter aktif shunt menyebabkan kandungan THD arus dan tegangan telah sesuai dengan standar IEEE 519-1992 yang ditentukan yaitu ≤ 15%. Daya distorsi harmonisa pada sistem mengalami penurunan dan terjadi peningkatan faktor daya mendekati unity power factor pada feeder. Penempatan filter aktif shunt yang terbaik untuk menurunkan THD dan distorsi daya yaitu pada SDP 2 MDP 2 yaitu 7.551,23 VA Selain penelitian yang dilakukan oleh I Kadek Suwardana (2013), penelitian telah pula dilakukan oleh Abdurrahman Ghifari, Agung Warsito, Susatyo Handoko (2013), tentang Studi Harmonisa Pengaruh Kapasitor Bank Pada Sistem Kelistrikan PT. Chandra Asri Petrochemical, TBK. Penelitian ini menggunakan hasil simulasi software ETAP power station, dari hasil penelitiannya di dapatkan bahwa besarnya harmonisa tegangan pada main substation akan berkurang apabila faktor daya sistem meningkat akibat dipasang kapasitor bank. Penambahan kapasitor bank dapat mengurangi ITHD, namun apabila terjadi resonansi yang terjadi akibat pemasangan kapasitor bank dapat menyebabkan arus pada kapasitor dan ITHD naik. Penelitian ini juga dilakukan 4
5
pemasangan harmonic filter dengan single tuned filter dapat mengurangi ITHD pada LV T6 sampai 73,36% dari nilai awalnya. Penelitian juga dilakukan oleh Nofix Jefri Alfama (2013) dengan judul Analisis Harmonik Dan Perancangan Single Tuned Filter Pada Sistem Distribusi Standar IEEE 18 Bus Dengan Menggunakan Software Etap Power Station 4.0. Penelitian ini dilakukan analisis harmonik dan perancangan single tuned filter pada sistem distribusi standard IEEE 18 bus dengan cara melakukan simulasi menggunakan software ETAP Power Station. Penelitian dimulai dengan membuat model sistem distribusi dan memasukkan data-data parameter sistem ke dalam model tersebut. Simulasi aliran daya untuk mengamati nilai dan arah aliran daya, simulasi analisis harmonik tanpa beban non linier dan dengan menambahkan beban nonlinier, merancang single tuned filter, dan pemasangan single tuned filter pada sistem distribusi untuk mengurangi distorsi harmonik. Dari hasil simulasi harmonik akan diketahui pengaruh dari pemasangan beban non linier dan single tuned filter pada sistem distribusi. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan adanya pemasangan beban nonlinier pada sistem distribusi mengakibatkan nilai Total Harmonic Distortion tegangan pada bus yang dekat dengan sumber harmonik mengalami kenaikan berkisar antara 7.88 % sampai 8.21 % dan meningkatnya rugi-rugi daya nyata sebesar 17.6 kW. Setelah dilakukan perancangan dan pemasangan single tuned filter maka nilai Total Harmonic Distortion tegangan mengalami penurunan berkisar antara 3.29 % sampai 4.54 % sehingga sesuai dengan batas standar distorsi harmonik dan mengurangi rugi-rugi daya nyata sebesar 17.6 kW pada sistem distribusi.
2.2 Sistem Tenaga Listrik Secara umum sistem tenaga listrik tediri dari beberapa komponen dasar yaitu pusat pembangkit listrik (Power Plant), transmisi tenaga listrik, sistem distribusi dan beban. Pusat pembangkit (Power Plant) merupakan tempat energi listrik pertama kali dibangkitkan, dimana terdapat turbin sebagai penggerak mula (Prime Mover) dan generator yang membangkitkan listrik. Setelah energi listrik tersebut dibangkitkan maka akan dilakukannya proses transmisi tenaga listrik
6
yang merupakan proses penyaluran tenaga listrik dari tempat pembangkit tenaga listrik (Power Plant) sehingga dapat disalurkan sampai pada konsumen pengguna listrik melalui sistem distribusi. Sistem distribusi merupakan subsistem tersendiri yang terdiri dari: pusat pengatur (Distribution Control Center, DCC), saluran tegangan menengah (6 kV dan 20 kV, yang juga biasa disebut tegangan distribusi primer) yang merupakan saluran udara atau kabel tanah, gardu distribusi tegangan menengah yang terdiri dari panel-panel pengatur tegangan menengah dan trafo sampai dengan panel-panel distribusi tegangan rendah (380V, 220V) yang menghasilkan tegangan kerja atau tegangan jala-jala yang nantinya disalurkan ke beban untuk industri dan konsumen. Ketentuan dasar sistem tenaga listrik : (Standar IEC dan IEEE) 1. Menyediakan setiap waktu, tenaga listrik untuk keperluan konsumen. 2. Menjaga kestabilan nilai tegangan, dimana tidak lebih toleransi ±10% 3. Menjaga kestabilan frekuensi, dimana tidak lebih toleransi ±0,1Hz 4. Harga yang tidak mahal (Efisien) 5. Standar keamanan (safety) 6. Respek terhadap lingkungan
Gambar 2.1. Tiga komponen utama dalam penyaluran tenaga listrik Sumber : Suhardono, 2011
2.3 Penghantar dan Kabel Listrik dalam Instalasi Listrik Bahan penghantar kabel instalasi listrik merupakan sebuah bahan yang berfungsi sebagai penghubung dan penghantar aliran listrik dari satu komponen
7
listrik ke komponen listrik yang lain. Bahan penghantar yang biasanya digunakan dalam instalasi listrik harus memenuhi syarat dan sesuai dengan tujuan penggunaanya, serta telah diuji mutunya oleh lembaga yang berwenang. Ukuran penghantar listrik dinyatakan dalam ukuran luas penampang inti penghantar dan dinyatakan dengan satuan mm2. (Asep Hapiddin, 2009) Tembaga dan alumunium merupakan jenis bahan penghantar yang biasanya digunakan sebagai penghantar aliran listrik. Bahan tembaga yang digunakan sebagai penghantar listrik harus memiliki kemurnian minimal 99%. Tahanan jenis bahan tembaga yang diisyaratkan tidak melebihi 0,017241 ohm.mm2/m pada suhu 20o C atau sama dengan daya hantar 50 siemen 100% IACS (International Annealid Copper Standard). Koefisien suhu pada suhu awal 20o C adalah 0,04% per derajat celcius. Jika terjadi kenaikan suhu 20o C, akan terjadi kenaikan tahanan jenis 4% luas penampang penghantar tembaga harus memenuhi standar internasional. Kabel instalasi yang memiliki selubung banyak digunakan dalam instalasi listrik jika dibandingkan dengan kabel dalam pipa, kabel instalasi berselubung, terdapat beberapa kelebihan, diantaranya lebih mudah dibengkokkan dan lebih tahan terhadap pengaruh asam dan uap atau gas. Pada kabel instalasi listrik berselubung, terdapat beberapa huruf untuk memberikan kode pada kabel tersebut antara lain: (Asep Hapiddin, 2009) a. N
: kabel standar dengan penghantar tembaga.
b. NA
: kabel standar dengan penghantar Alumunium.
c. Y
: kabel dengan isolasi atau selubung PVC.
d. F
: kabel dengan perisai kawat pipih.
e. R
: kaber dengan perisai kawat baja bulat.
f. Gb
: Kabel spiral pita baja.
g. Re
: Kabel pengantar padat bulat.
h. Rm
: Kabel penghantar bulat padat banyak.
i. Se
: Kabel penghantar padat bentuk sektor.
j. Sm
: Kabel penghantar kawat banyak bentuk sektor.
8
Tabel 2.1. Kemampuan penghantaran arus kabel instalasi berbahan tembaga, berisolasi, dan berselubung PVC Kemampuan Hantar Arus Luas Penampang Kemampuan Hantar Arus Nominal Maksimum Nominal Kabel Maksimum Pengaman Mm2
Ampere (A)
Ampere (A)
1,5
19
20
2,5
25
25
4
34
35
6
44
50
10
6
63
16
82
80
25
108
100
35
134
125
50
167
160
70
207
224
95
249
250
120
291
300
150
334
355
185
380
355
240
450
425
300
520
500
Sumber : Dedi Rusmadi, 2006
Adapun nilai tegangan nominal kabel berdasarkan warna selubung luar kabel yang berbahan PVC telah dibakukan, dalam PUIL ayat 720 G1, seperti tercantum dalam tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2 Tegangan nominal kabel berdasarkan warna selubung luar kabel PVC
Jenis Kabel
Tegangan Nominal
Warna Selubung Luar
Kabel berselubung PVC untuk instalasi tetap
500V
Putih
500V
Hitam
Kabel berselubung PVC
0,6 / 1KV
Hitam
Kabel berselubung PVC
Diatas 1 KV
Merah
(misalnya ,NYM) Hantaran udara berselubung PVC(misalnya,NYMT)
Sumber : Dedi Rusnadi, 2006
9
Jenis Kabel Instalasi yang digunakan dalam instalasi listrik rumah adalah jenis kawat tembaga, bukan dengan kabel serabut. Ada berbagai jenis kabel kawat tenbaga yang digunakan dalam instalasi listrik rumah, seperti tipe kabel NYA,NYM dan NYY. (Asep Hapiddin, 2009). PUIL 2011 ayat 2.2.2.2 menetapkan bahawa setiap konduktor harus mempunyai KHA yang tidak kurang dari arus yang mengalir di dalamnya. Untik itu KHA harus dianggap tidak kurang dari kebutuhan maksimum yang ditentukan dalam PUIL 2011 ayat 2.3.2 untuk sirkit utama dan sirkit cabang, atau dalam PUIL 2011 ayat 2.3.4 untuk sirkit utama atau sirkit cabang dengan cara pengukuran atau pembatasan, atau dalam PUIL ayat 2.3.5 untuk sirkit akhir. Untuk kabel dilindungi oleh bahan isolasi keseluruhannya.
2.3.1 Kabel NYA Kabel NYA jenis kabel tembaga berinti tunggal dan berlapis bahan isolasi PVC, yang biasa digunakan untuk instalasi luar/kabel udara. Kode warna isolasi pada kabel NYA terdiri atas warna merah, kuning, biru dan hitam. Jenis kabel ini banyak digunakan dalam instalasi listrik perumahan karena harganya yang relatif murah . akan tetapi, kabel NYA merupakan jenis kabel yang mudah cacat dan mudah terkelupas dikarenakan isolasinya yang hanya 1 lapis. Kabel NYA adalah kabel tipe udara sehingga tidak terlalu tahan terhadap air dan udara lembab. Jika memakai kabel NYA dalam instalasi listrik untuk pengamanan kabel harus dipasang dalam pipa/conduit jenis PVC atau saluran tertutup. Hal tersebut dilakukan agar kabel tidak mudah terkelupas akibat bergesekan dengan benda lain. Jika isolasi kabel terkelupas, kawat kabel tersebut tidak akan tersentuh oleh manusia. (Asep Hapiddin, 2009)
Gambar 2.2 Kabel NYA
10
2.3.2 Kabel NYY Kabel NYY memiliki lapisan isolasi PVC yang biasanya berwarna hitam, ada yang berinti 2, 3 atau 4 . kabel NYY merupakan kabel Instalasi listrik yang dipergunakan untuk instalasi tertanam (kabel tanah) dan memiliki lapisan isolasi yang lebih kaut dari kabel NYM. (Asep Hapiddin,2009)
Gambar 2.3 Kabel NYY
2.3.3 Kabel NYFGBY Kabel NYFGBY/NYRGbY/NYBY merupakan Kabel ini dirancang khusus untuk instalasi tetap dalam tanah yang ditanam langsung tanpa memerlukan perlindungan tambahan (kecuali harus menyeberang jalan). Pada kondisi normal kedalaman pemasangan dibawah tanah adalah 0,8 meter.
Gambar 2.4 Kabel NYFGBY
2.4 Panel Hubung Bagi (PHB) PHB adalah panel berbentuk lemari (cubicle), yang dapat dibedakan sebagai (Sutarno, 2011) : 1. Panel Utama/MDP (Main Distribution Panel) panel yang berfungsi sebagai penerima listrik dari trafo dan memungkinkan pembagian distribusi listrik ke beberapa sirkuit dengan menggunakan ACB (Air Circuit Breaker) untuk
11
memutuskan sirkuit di setiap rangkaian dan mendistribusikan listrik tersebut ke SDP (Sub Distributian Panel). 2. Panel Cabang/SDP (Sub Distribution Panel) adalah panel yang berfungsi untuk mendistribusikan listrik dari MDP (Main Distribution Panel) ke peralatan listrik lainnya sesuai dengan kebutuhan. 3. Panel Beban/SSDP (Subsub Distribution Panel) Untuk PHB sistem tegangan rendah, hantaran utamanya merupakan kabel feeder dan biasanya menggunakan NYFGBY. Di dalam panel biasanya busbar/rel dibagi menjadi dua segmen yang saling berhubungan dengan saklar pemisah, yang satu mendapat saluran masuk dari APP (pengusaha ketenagalistrikan) dan satunya lagi dari sumber listrik sendiri (genset). Dari kedua busbar didistribusikan ke beban secara langsung atau melalui SDP dan atau SSDP. Tujuan dari pembagian busbar menjadi dua segmen adalah jika sumber listrik dari PLN mati akibat gangguan ataupun karena pemeliharaan, maka suplai ke beban tidak akan terganggu dengan adanya sumber listrik sendiri (genset) sebagai cadangan.
2.5 Kualitas Daya Listrik Kualitas daya listrik merupakan tenaga listrik yang handal, energi listrik yang memiliki kualitas baik dan memenuhi standar, serta mempunyai kontribusi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Kualitas daya listrik juga dapat diartikan sebagai hubungan dari daya listrik dengan peralatan listrik. Jika peralatan listrik dapat bekerja handal tanpa mengalami tekanan dan juga kerugian, maka dapat dikatakan peralatan listrik tersebut memiliki kualitas daya yang baik. Begitu pula sebaliknya, jika peralatan listrik bekerja kurang handal atau gagal fungsi serta mengalami kerugian saat pengoperasiaannya maka dapat dikatakan peralatan listrik tersebut memiliki kualitas daya yang buruk. Pada dasarnya, tegangan berbentuk sinusoidal yang memiliki amplitudo dan frekuensi
yang
sesuai dengan standar (pada umumnya) atau spesifikasi sistem. Namun pada kenyataanya, sumber daya listrik tidak ada yang ideal dan pada umumnya daya listrik dapat menyimpang dengan cara-cara berikut (Dugan,dkk, 2003) :
12
1. Peak variation atau RMS adalah 2 hal yang penting dalam membedakan jenis dari peralatan. 2. Swell adalah Saat dimana tegangan RMS melebihi dari tegangan nominal sebesar 10 – 80 % pada 0.5 cycle sampai 1 menit. 3. Dip atau Sag adalah kejadian dimana tegangan RMS di bawah tegangan nominal sebesar 10-90 % dalam 0.5 cycle sampai 1 menit. 4. Kenaikan tegangan yang sangat singkat disebut “spikes”, “impulse” atau “surja”, yang umumnya disebabkan oleh switch off-nya beban induktif yang besar atau (yang sering terjadi) karena petir. 5. Under voltage adalah saat dimana tegangan nominal turun di bawah 90% selama lebih dari 1 menit. 6. Overvoltage terjadi saat tegangan nominal meningkat sampai di atas 110% selama lebih dari 1 menit. 7. Variasi frekuensi. 8. Variasi gelombang (biasanya menggambarkan harmonisa).
2.5.1 Konsep kualitas daya listrik Kualitas daya listrik menjadi perhatian lebih saat ini yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan energi listrik dan utilitas kelistrikan. Istilah kualitas daya listrik telah menjadi isu penting pada industri tenaga listrik sejak akhir 1980-an. Kualitas daya listrik merupakan suatu konsep yang memberikan gambaran tentang baik atau buruknya mutu daya listrik akibat adanya beberapa jenis gangguan yang terjadi pada sistem kelistrikan (Dugan, dkk 1996). Empat alasan utama, para ahli di bidang tenaga listrik memberikan perhatian lebih pada isu kualitas daya listrik (Dugan, dkk 1996), yaitu : 1. Saat ini pertumbuhan beban-beban listrik bersifat lebih peka terhadap kualitas daya listrik seperti halnya sistem kendali dengan berbasis pada mikroprosesor dan perangkat elektronika daya. 2. Meningkatnya efisiensi sistem daya listrik secara keseluruhan, sehingga menimbulkan terjadinya peningkatan penggunaan peralatan yang
13
memiliki tingkat efisiensi tinggi, seperti pengaturan kecepatan motor listrik dan penggunaan kapasitor untuk perbaikan faktor daya. Penggunaan peralatan tersebut dapat mengakibatkan peningkatkan tingkat harmonik pada sistem daya listrik, dimana para ahli mengkhawatirkan dampak harmonisa tersebut di masa mendatang yang dapat menurunkan kemampuan dari sistem daya listrik itu sendiri. 3. Meningkatnya kesadaran pengguna energi listrik mengenai masalah kualitas daya listrik. Para pengguna utilitas kelistrikan menjadi lebih pandai dan bijak dalam persoalan seperti interupsi, sags, dan peralihan transien dan merasa berkepentingan untuk meningkatkan kualitas distribusi daya listriknya. 4. Sistem tenaga listrik yang satu sama lainnya saling berhubungan dalam suatu jaringan interkoneksi, dimana sistem tersebut memberikan suatu konsekuensi
bahwa
kegagalan
dari
setiap
komponen
dapat
mengakibatkan kegagalan pula pada komponen yang lainnya.
2.5.2 Jenis-jenis permasalahan kualitas daya listrik Ada beberapa jenis-jenis permasalahan dalam kualitas daya listrik seperti (Dugan, dkk 1996): 1. Gejala Peralihan (Transient), yakni gejala perubahan variabel (tegangan, arus dan lain-lain) yang terjadi selama masa transisi dari keadaan operasi lunak (steady state) menjadi keadaan yang lainnya. 2. Gejala Perubahan Tegangan Durasi Pendek (Short-Duration Variations), yakni gejala perubahan nilai tegangan dalam waktu yang begitu singkat yaitu kurang dari 1 (satu) menit. 3. Gejala Perubahan Tegangan Durasi Panjang (Long-Duration Variations), yakni gejala perubahan nilai tegangan, dalam waktu yang lama yaitu lebih dari 1 (satu) menit. 4. Ketidakseimbangan Tegangan, yakni gejala perbedaan besarnya tegangan dalam sistem tiga fasa serta sudut fasanya.
14
5. Distorsi Gelombang, yakni gejala penyimpangan suatu gelombang (tegangan dan arus) dari bentuk idealnya berupa gelombang sinusoidal 6. Fluktuasi Tegangan, yakni gejala perubahan besarnya tegangan secara sistematik. 7. Gejala Perubahan Frekuensi Daya yakni gejala penyimpangan frekuensi daya listrik pada suatu sistem tenaga listrik.
2.6 Teori Harmonisa Berdasarkan Standart IEC (International Electrotechnical Commission) 1000.4-11, gangguan harmonisa tergolong kedalam Distorsi Bentuk Gelombang (Dugan, dkk 1996). Pengertian harmonik menurut International Electrotechnical Commision (IEC) 6100-2-1- 1990 didefenisikan yakni tegangan ataupun arus sinusoidal yang mempunyai kelipatan frekuensi sistem pasokan tenaga listriknya sebagaimana yang dirancang untuk dioperasikan ( 50 Hz ataupun 60 Hz). Hampir sama dengan IEC, Institute of Electrical and Electronic Engineering (IEEE) Std 1159-1995 mendefenisikan harmonik sebagai tegangan ataupun arus sinusoida yang mempunyai kelipatan bulat dari frekuensi dimana sistem tenaga listrik pasokannya dirancang untuk dioperasikan (atau disebut juga dengan terminologi: frekuensi fundamental, yaitu pada umumnya 50 Hz atau 60 Hz (Syahwil,dkk 2010). Selain itu, harmonisa ialah gangguan yang terjadi karena adanya distorsi gelombang arus dan gelombang tegangan dalam sistem distribusi tenaga listrik. Dasarnya, harmonisa itu merupakan pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda. Dimana ini merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi fundamentalnya atau frekuensi dasarnya.
15
Gambar 2.5 Gelombang fundamental, gelombang harmonisa dan gelombang terdistorsi. Sumber : Suryajaya, 2011
2.6.1 Sumber harmonisa Terjadinya gangguan harmonisa pada sistem tenaga listrik di industri disebabkan karena banyaknya pemakaian peralatan yang merupakan beban–beban non linier, seperti: inverter, converter, dan lain sebagainya.
Gambar 2.6 Penurunan derajat tegangan pada jaringan yang disebabkan beban non linier. Sumber : Ferracci, Ph, 2001
Ada empat sebab dasar yang menyebabkan terjadinya harmonisa dalam bentuk gelombang non linier, yaitu (Susiono, 1999) : 1. Sumber arus dan tegangan non sinusoidal, dan elemen-elemen rangkaian (resistor, induktor, dan kapasitor) adalah linier (independent). 2. Sumber arus dan tegangan sinusoidal, sedangkan elemen-elemen rangkaian mengandung elemen nonlinier.
16
3. Sumber arus dan tegangan non sinusoidal, sedangkan elemen-elemen rangkaian nonlinier. 4. Sumber arus dan tegangan yang berupa sumber DC, sedangkan rangkaiannya mengandung elemen yang berubah secara periodik.
2.6.2 Pengaruh harmonisa dalam sistem tenaga listrik Ada beberapa akibat yang ditimbulkan oleh adanya harmonisa dalam sistem tenaga listrik, antara lain adalah: 1.
Dengan adanya harmonisa akan meningkatkan nilai efektif (RMS) arus listrik, sehingga rugi-rugi tembaga (I2R) juga semakin meningkat.
2.
Dengan adanya harmonisa yang berfrekuensi lebih tinggi, akan meningkatkan rugi-rugi inti (histeresis dan arus pusar) pada mesinmesin listrik (misalnya transformator).
3.
Harmonisa akan meningkatkan nilai efektif tegangan sehingga akan meningkatkan kerapatan medan magnet pada inti besi yang juga akan meningkatkan rugi-rugi inti (transformator).
4.
Dengan meningkatnya rugi-rugi pada poin pertama sampai dengan poin ketiga di atas, suhu kerja peralatan juga semakin tinggi dan pada akhirnya akan mengurangi umur peralatan. Selain itu, meningkatnya rugi-rugi akan menurunkan efisiensi peralatan.
5.
Tegangan efektif yang meningkat akibat adanya harmonisa ini juga akan meningkatkan kuat medan listrik yang dipikul oleh isolasi peralatan.
6.
Menimbulkan panas yang berlebih pada isolasi kapasitor.
7.
Dengan adanya harmonisa, efek kulit (skin effect) akan meningkat pada kabel sehingga menaikkan resistansi AC (Rac) yang dapat meningkatkan rugi-rugi.
8.
Alat proteksi tidak bekerja secara tepat. Sekring dapat bekerja pada arus di bawah nominalnya, relai bisa bekerja pada selang waktu yang lebih cepat ataupun lebih lambat dibanding dengan waktu yang diharapkan ketika bekerja pada frekuensi fundamental. Oleh karena
17
itu, dalam merencanakan alat proteksi, faktor harmonisa harus juga diperhitungkan. 9.
Menimbulkan kesalahan pengukuran pada alat ukur.
10. Menimbulkan interfrensi pada saluran komunikasi radio, telepon, PLC (Power Line Carrier) melalui kopling induktif. 11. Memperburuk faktor daya. 2.6.3 Interharmonisa Interharmonisa merupakan arus atau tegangan yang mempunyai komponen frekuensi yang bukan kelipatan bilangan bulat dari frekuensi daya (misalnya, 50 atau 60 Hz). Interharmonisa ini dapat ditemukan dalam jaringan sistem tenaga listrik untuk semua klasifikasi tegangan. Sumber utama dari distorsi gelombang interharmonisa ialah berasal dari konverter frekuensi statis, cycloconverter, motor induksi, dan juga peralatan yang dapat menimbulkan busur api. Sinyal pembawa pada saluran tenaga listrik juga dapat disebut sebagai interharmonisa Hal ini dapat dilihat dengan adanya pengaruh sinyal pembawa pada saluran daya, adanya flicker yang terlihat secara visual pada lampu fluoressent, atau dengan adanya pencahayaan secara busur listrik seperti yang terjadi pada layar perangkat komputer. Proses konversi frekuensi dapat dihasilkan ,yang nilainya tergantung dari perubahan beban. Interharmonisa dapat pula muncul sebagai frekuensi diskrit atau sebagai spektrum pita lebar. Interharmonisa arus dapat membangkitkan resonansi yang cukup tinggi pada sistem tenaga listrik sebagai akibat adanya perubahan frekuensi interharmonisa menjadi frekuensi yang digunakan dalam sistem tenaga.
2.6.4 Orde harmonisa Orde Harmonisa adalah perbandingan frekuensi harmonisa dengan frekuensi dasar (Ghifari, dkk, 2013), dapat kita definisikan dengan sebuah persamaan berikut :
n = ƒn/F ……………………………………………………………………..(2.1)
18
Keterangan : n : Orde harmonisa ƒ : Frekuensi dasar harmonisa ke-n (Hz) F : Frekuensi dasar (Hz) Gelombang dengan frekuensi dasar tidak dianggap sebagai harmonisa, yang dianggap sebagai harmonisa adalah orde ke-2 sampai ke-n.
2.6.5 Spektrum harmonisa Spektrum harmonisa adalah pendistribusian dari semua amplitudo dari komponen harmonisa sebagai fungsi dari orde harmonisanya diilustrasikan dari screenshot etap (Ghifari, dkk, 2013).
Gambar 2.7 Bentuk spektrum harmonisa Sumber : Ghifari, dkk, 2013
Gambar diatas bisa kita lihat bahwa spektrum merupakan perbandingan antara arus atau frekuensi harmonisa terhadap arus atau tegangan frekuensi dasar. Spektrum digunakan sebagai dasar perencanaan pembuatan filter yang akan digunakan untuk mereduksi harmonisa.
2.6.6 Harmonisa pada jaringan distribusi Untuk mempermudah dalam menganalisa persoalan harmonisa pada jaringan distribusi, maka representasi suatu jaringan bisa dinyatakan dalam model
19
jaringan dengan beban nonlinier seperti pada Gambar 2.8 di bawah ini. (Susiono, 1999)
Gambar 2.8 Representasi jaringan distribusi dengan beban non linier Sumber : Susiono, 1999
Pada penyulang distribusi radial dan pada penyulang yang melayani kawasan industri, kecendrungan arus harmonisa akan mengalir dari beban (sumber harmonik) ke arah sistem sumber daya (power source). Hal ini terjadi karena, impedansi sumber biasanya relatif lebih kecil dari pada impedansi sumber harmonik sehingga sebagian besar arus harmonik mengalir ke arah sumber daya, seperti pada Gambar 2.9 di bawah ini.
Gambar 2.9 Aliran arus harmonik Sumber : Susiono, 1999
Apabila pada saluran tersebut terpasang impedansi yang relatif rendah pada frekuensi harmonik, maka lintasan arus harmonik akan berubah, hal seperti ini misalnya terjadi karena pemasangan bangku kapasitor (capasitor bank) untuk perbaikan faktor daya pada beban. Kejadian seperti ini ditunjukkan oleh Gambar 2.10 di bawah ini. (Susiono,1999)
20
Gambar 2.10 Perubahan lintasan arus harmonik Sumber : Susiono, 1999
Beban non linier umumnya berupa komponen semikonduktor, sehingga sebagian besar harmonik merupakan fenomena yang timbul akibat bekerjanya suatu peralatan elektronik, misalnya komputer, TV, motor listrik berpengaturan kecepatan, lampu hemat energi dengan ballast elektronik, dan lainnya.
2.6.7 Beban linier dan beban non linier 1. Beban Linier Beban linear adalah beban yang impedansinya selalu konstan sehingga arus selalu berbanding lurus dengan tegangan setiap waktu (De La Rosa, 2006). Beban linear ini mematuhi Hukum Ohm yang menyatakan bahwa arus berbanding lurus dengan tegangan. Gelombang arus yang dihasilkan oleh beban linier akan sama dengan bentuk gelombang tegangan, apabila diberi tegangan sinusoidal, maka arus yang mengalir ke beban linier juga merupakan sinusoidal sehingga tidak terjadi distorsi dan tidak menimbulkan harmonisa. Beberapa contoh beban linier adalah lampu pijar, pemanas, resistor, dan lain-lain. Gambar 2.11 berikut adalah contoh bentuk gelombang arus dan tegangan dengan beban linear (De La Rosa, 2006).
Gambar 2.11 Bentuk gelombang arus dan tegangan beban linier Sumber : Dugan, dkk, 2003
21
2. Beban Non Linier Beban non linier adalah beban yang impedansinya tidak konstan dalam setiap periode tegangan masukan. Impedansinya yang tidak konstan, maka arus yang dihasilkan tidaklah berbanding lurus dengan tegangan yang diberikan, sehingga beban non linear tidaklah mematuhi Hukum Ohm yang menyatakan arus berbanding lurus dengan tegangan (De La Rosa, 2006). Gelombang arus yang dihasilkan oleh beban non linier tidak sama dengan bentuk gelombang tegangan sehingga terjadi cacat (distorsi). Gambar 2.12 berikut ini adalah beberapa contoh beban non linear untuk keperluan rumah tangga maupun industri (Rusli, 2009).
Gambar 2.12 Jenis beban non linear Sumber: Rusli, 2009
Gambar 2.13 berikut adalah contoh bentuk gelombang tegangan dan arus dengan beban non linear.
Gambar 2.13 Gelombang arus dan tegangan beban non linier. Sumber : Suryajaya, 2011
22
Gambar 2.14 Arus yang diserap oleh beban non linier Sumber : Dugan ,dkk, 2003
Kecendrungan penggunaan beban-beban elektronika dalam jumlah besar akan menimbulkan masalah yang tidak terelakkan sebelumnya. Berbeda dengan beban-beban listrik yang menarik arus sinusoidal, beban-beban elektronik menarik arus dengan bentuk non sinusoidal walaupun disupalai oleh tegangan sinusoidal. Beban yang memiliki sifat ini disebut sebagai beban non linear (Rusli, 2009). Beban non linier adalah peralatan yang menghasilkan gelombanggelombang arus yang berbentuk sinusoidal berfrekuensi tinggi yang disebut dengan arus harmonisa. Arus harmonisa ini menimbulkan banyak implikasi pada peralatan sistem tenaga listrik, misalnya rugi-rugi jaringan akan meningkat, pemanasan yang tinggi pada kapasitor, transformator, dan pada mesin-mesin listrik yang berputar serta kesalahan pada pembacaan alat ukur RMS.
2.6.8 Penyearah (Rectifier) Sumber utama dari harmonisa adalah penyearah. Jika dilihat dari segi pengendalian. Penyearah dibagi menjadi dua jenis yakni : 1. Penyearah tak terkendali (dengan dioda) 2. Penyearah terkendali (dengan thyristor) Penyearah yang pertama dan kedua mengintrodusir harmonisa dalam jumlah yang besar. Penyearah kedua, selain untuk menghasilkan harmonisa, juga mempunyai faktor daya yang sangat rendah. Sedangkan penyearah pertama, khususnya dari jenis satu phasa ialah penyumbang harmonisa terbesar dari sektor perumahan. Peralatan elektronik yakni meliputi televisi, printer, scanner, komputer, monitor, oven microwave, dan lainnya menggunakan penyearah jenis ini pada seksi front-end-nya. Pada Gambar 2.15 ditampilkan topologi penyearah
23
pertama. Penyearah tak terkendali tiga phasa sangat sering ditemui pada sektor industri. Penyearah ini sangat lazim dijumpai pada seksi front-end pengendali putaran motor-motor asinkron tiga phasa dalam semua sektor industri
Gambar 2.15 Topologi penyearah tak-terkendali satu phasa Sumber: Dugan, dkk, 2003
Sedangkan penyearah jenis kedua, yaitu penyearah terkendali biasa digunakan dalam sektor industri yang menggunakan pengendalian putaran motor DC dengan penyearah. Pada Gambar 2.16 diperlihatkan topologi dan bentuk arus penyearah terkendali tiga phasa.
R S
Io
T
Gambar 2.16 Topologi penyearah terkendali tiga fasa Sumber: Dugan, dkk, 2003
Bentuk arus penyearah terkendali tiga phasa hampir sama dengan bentuk arus penyearah tak terkendali tiga phasa, terkecuali mempunyai beda phasa terbelakang terhadap tegangan Harmonisa pada sistem distribusi tenaga listrik akan mengakibatkan penurunan kinerja pada komponen tersebut. Timbulnya harmonisa ketiga ini dapat mengkibatkan panas yang berlebih pada kawat netral dan transformator, hal ini yang merupakan dampak paling umum akibat adanya harmonisa. Pembebanan
24
yang seimbang, arus beban dari beban linier akan saling mengurangi sehingga dengan begitu arus netralnya akan menjadi nol. Tidak sama halnya pada keadaan tak seimbang dengan beban non linier, akan muncul harmonisa ganjil kelipatan tiga. Harmonisa ini yang akan membuat arus netral menjadi semakin besar, sehingga rugi-rugi daya akan bertambah besar juga. Tabel 2.3 Polaritas dari komponen harmonisa 2 3 4 5 6
Orde harmonisa
1
Frekuensi (Hz)
50
100
150
200
250
Urutan
+
-
0
+
-
7
8
9
300
350
400
450
0
+
-
0
Sumber : Suryajaya, 2011
Harmonisa yang urutan positif akan mengakibatkan medan magnet putar arah maju pada motor dan ini juga mengakibatkan panas pada jaringan distribusi, begitu pula sebaliknya dengan harmonisa yang urutan negatif. Sedangkan harmonisa yang urutan nol akan menimbulkan panas berlebih, selain itu akan mengakibatkan arus netral menjadi meningkat.
2.6.9 Total harmonic distortion (THD) Distorsi harmonisa atau harmonic distortion disebabkan oleh peralatanperalatan nonlinier dalam suatu sistem tenaga listrik. Peralatan yang dikategorikan kedalam beban non linier yakni apabila mempunyai output yang nilainya tidak sebanding dengan tegangan yang diberikan (Dugan, dkk, 1996).
Gambar 2.17 Beban non linier Sumber : Dugan, dkk, 1996
Gambar 2.17 merupakan ilustrasi dari konsep dengan kasus tegangan masukan sinusoidal diberikan pada resistor nonlinear, dimana arus dan tegangan bervariasi sesuai dengan kurva yang ditampilkan. Selain itu tegangan masukan
25
berupa sinusoidal sempurna, tetapi arus yang dihasilkan berupa gelombang terdistorsi. Peningkatan tegangan walaupun hanya beberapa persen dapat menyebabkan terjadinya penggandaan arus dan akan menghasilkan bentuk gelombang yang berbeda. Hal ini merupakan sumber dari distorsi harmonisa dalam sistem tenaga listrik (Dugan, dkk, 1996).
Gambar 2.18 Gelombang terdistorsi Sumber: Dugan, dkk, 1996
Gambar 2.18 memperlihatkan bentuk gelombang terdistorsi yang merupakan penjumlahan dari beberapa gelombang sinusoidal yang memiliki variasi frekuensi yang berbeda. Gelombang sinusoidal yang mempunyai frekuensi berbeda ini merupakan hasil kelipatan dari bilangan bulat dengan frekuensi fundamentalnya. Dan jumlah dari gelombang sinusoidal disebut dengan deret fourier, di mana Fourier tersebut merupakan nama matematikawan besar yang berhasil menemukan suatu konsep yang dapat menjelaskan tentang gelombang terdistorsi tersebut. Nilai Distorsi Harmonisa Total (THD) dari suatu gelombang dapat dihitung dengan menggunakan rumus : =
∑
......................................................................…….. (2.2)
Dimana Mh adalah nilai rms komponen harmonisa h dari kuantitas M. Kuantitas M dapat berupa besaran tegangan V maupun besaran arus I, sehingga THDv nilai distorsi harmonisa total tegangan dan THDI distorsi harmonisa total arus listrik, dimana :
26
=
=
∑
……………………………………………….......(2.3)
∑
.....................................................................……...(2.4)
Nilai rms dari total bentuk gelombang bukanlah penjumlahan dari setiap komponen harmonisa, tetapi akar kuadrat dari penjumlahan kuadratnya. Hubungan THD dengan nilai rms dari gelombang adalah : =
∑
=
+ √1 +
.................................……...(2.5)
Tegangan harmonisa selalu digunakan sebagai pedoman untuk nilai dasar dari bentuk gelombang sesaat. Hal ini dikarenakan tegangan mempuyai persentase perbedaan yang kecil, dimana THD tegangan adalah pendekatan dari jumlah yang sebenarnya. Hal ini tidak berlaku untuk arus listrik, karena sebuah arus yang mempunyai nilai kecil dapat menghasilkan THD yang tinggi, sehingga tidak dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan suatu sistem (Dugan, dkk, 1996) Standar harmonisa berdasarkan standar IEEE 519-1992. Ada dua kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi distorsi harmonisa. Yaitu batasan untuk harmonisa arus, dan batasan untuk harmonisa tegangan. Untuk standard harmonisa arus, ditentukan oleh rasio Isc/IL. Isc adalah arus hubung singkat SC yang ada pada PCC (Point of Common Coupling) dan IL adalah arus beban maksimum. Dan untuk standard harmonisa tegangan ditentukan oleh tegangan sistem yang dipakai.
2.6.10 Standar harmonisa Yang dijadikan standar harmonisa yakni IEEE 519-1992. Ada dua kriteria yang dapat mengevaluasi harmonisa yaitu Distorsi harmonisa arus (THD I) dan harmonisa tegangan (THDV). Harmonisa juga memiliki batas yang dapat ditentukan dari perbandingan arus hubung singkat yang ada pada PCC (Point of Common Coupling), dan IL merupakan arus beban fundamentalnya. Batas harmonisa tegangan sendiri ditentukan dari besarnya tegangan sistem yang
27
terpasang. Standar harmonisa yang diizinkan untuk arus dan tegangan berdasarkan IEEE 519-1992 dapat dilihat pada table dibawah ini (Dugan. dkk, 2003) : Tabel 2.4 Current distortion limits untuk general distribution system Maximum Harmonics Current Distortion In % IL Individual Harmonic Order (Odd Harmonics) Isc / IL
<11
11=
17=
23=
35=
THD %
<20
4
2
1.5
0.6
0.3
5
20-50
7
3.5
2.5
1
0.5
8
50-100
10
4.5
4
1.5
0.7
12
100-1000
12
5.5
5
2
1
15
>1000
15
7
6
2.5
1.4
20
Sumber : IEEE Std 519-1992
THD arus harmonisa yang urutan genap dibatasi oleh 25 % dari harmonisa yang urutan ganjil diatas. Distorsi arus yang ditimbulkan oleh sebuah penyearah setengah gelombang dc tidak diizinkan atau tidak termasuk pada tabel diatas. Dengan : Isc = Max short circuit current di PCC (Point of Common Coupling) IL = Max load current (arus beban fundamental) di PCC Menurut IEEE Standard 519-1992, untuk mengetahui standar batas maksimum THDi pada utility, maka harus diketahui terlebih dahulu rasio hubung singkat (short-circuit ratio). SCratio yang dapat dicari dengan menggunakan rumus: SCratio =
………………………………………………………………(2.6)
Dimana, Isc (Arus hubung singkat) dapat dicari dengan rumus :
Isc
KVA 100 3 KV Z (%)
…………………………………….……...(2.7)
Sedangkan IL (Arus beban maksimum) dapat dicari dengan rumus : IL=
.√ .
………………………………………………………..(2.8)
Keterangan: ISC
= Arus hubung singkat maksimum pada PCC
IL
= Arus beban maksimum
KW = Total daya aktif
28
TabeL 2.5 Voltage distortion limits Total Harmonic Distortion THD Individual Voltage Distortion (%) (%)
Voltage at PCC 69 kV and below
3.0
5.0
69 kV – 161 kV
1.5
2.5
161 kV
1.0
1.5
Sumber : IEEE Std 519-1992
2.6.11Permasalahan teknis yang ditimbulkan oleh harmonisa 2.6.11.1 Konsep daya Bila arus dan tegangan dapat dinyatakan secara umum sebagaimana persamaan (2.8) dan (2.9) sebagai : (Buhron, 2001)
v(t ) ah cos(ho h )
...............................................……(2.9)
h 1
i(t ) bh cos(ho h )
…………………………...….…(2.10)
h 1
Daya aktif dapat dinyatakan sebagai :
Ptotal a h bh cos( h h )
............................................…….(2.11)
h 1
Daya nyata dinyatakan sebagai :
S total a h bh
..............................................…….(2.12)
h 1
Bila daya reaktif diturunkan dengan cara yang sama sebagaimana mendapatkan daya aktif P, maka didapat :
Qtotal a h bh sin( h h )
...............................................…….(2.13)
h 1
Definisi daya reaktif pada persamaan (2.13) di atas belum disepakati secara bulat oleh para insinyur listrik. Salah satunya dikarenakan apabila kita terapkan persamaan “standar” untuk daya tampak (apparent power):
S P2 Q2
……………………………………(2.14)
29
Dimana : S = Daya Semu (VA) P = Daya Aktif (Watt) Q = Daya Reaktif (Var) ternyata P dan Q tidak memenuhi persamaan di atas. Untuk itu, diintrodusir satu besaran lain, yaitu daya distorsi D, yang dinyatakan sebagai:
D S 2 P2 Q2
……………………………………(2.15)
Dari ulasan singkat di atas, tampak bahwa definisi daya, khususnya daya reaktif yang normal harus ditinjau ulang akibat kehadiran harmonisa. Nilai dari daya distorsi juga dapat dinyatakan sebagai berikut: D=
Vrms I 22 I 32 ... I h2
…………………………………………(2.16)
Hubungan antara daya semu, daya aktif, daya reaktif dan daya distorsi dapat dilihat dari hubungan tetahedron dibawah ini:
Gambar 2.19 Tetahedron yang menyatakan hubungan antara daya S, P, Q dan D Sumber : Buhron, 2001
Gambar diatas menunjukkan bahwa dengan adanya daya distorsi, maka terjadi perubahan nilai daya semu dari S1 menjadi S dan juga daya reaktif dari Q1 menjadi Q (Septiawan, 2012).
2.6.11.2 Konsep faktor daya Jika arus dan tegangan berbentuk sinusoidal, maka faktor daya diartikan sebagai cosinus sudut yang dibentuk antara simpangan nol (zero-crossing)
30
tegangan dan simpangan nol arus, dengan nol tegangan sebagai acuan (Buhron, 2001). Seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.20 di bawah ini.
Gambar 2.20 Kurva arus dan tegangan pada beban linier Sumber : Buhron, 2001
Bila arus dan atau tegangan tidak sinusoidal, seperti pada gambar di atas, definisi tersebut tidak lagi dapat digunakan. Permasalahan akan timbul jika salah satu atau kedua besaran tidak sinusoidal sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar di atas, terlebih lagi apabila besaran-besaran memiliki beberapa simpangan nol. Jadi untuk menyelesaikan permasalahan mengenai faktor daya, ada dua definisi yang umum digunakan yang berkaitan dengan bentuk arus dan atau tegangan yang tidak sinusoidal, yaitu true power factor (tpf atau pf saja). (Sutanto; Buhron, 2001) tpf
Ptotal seluruh frekuensi Vrms I rms
……………………………………….(2.17)
dan displacement power factor (dpf), dpf
P fundamenta l V1 I 1
………………………………………...(2.18)
True power factor (tpf) merupakan ukuran dari kemampuan daya rangkaian, dengan mencakup seluruh komponen harmonisa. Nilai tpf adalah selalu lebih kecil atau sama dengan dpf (yaitu dalam kasus arus dan tegangan sinusoidal).
31
2.6.11.3 Tegangan sistem Arus sumber yang tidak berbentuk sinusoidal dapat menyebabkan terjadinya cacat tegangan pada tegangan sistem. Dalam domain waktu, fenomena cacat tegangan dapat berupa puncak dan lembah yang terpotong dapat dijelaskan sebagai berikut, yakni arus yang ditarik dari sumber hanya mengalir ketika gelombang tegangan berada di sekitar puncak dan lembah. Dengan begitu, jatuh tegangan pada feeder juga hanya terjadi ketika tegangan berada di sekitar puncak dan lembah. Jatuh tegangan ini ditandai dengan pemotongan (clipping) tegangan yang hanya terjadi di sekitar puncak dan lembah (Yuliana, 2009).
Gambar 2.21 Rangkaian ekivalen feeder Sumber : Buhron, 2001
Seperti yang tampak pada Gambar 2.21 feeder memiliki elemen resistif dan induktif. Apabila efek kulit (skin effect) dan efek proximity dapat diabaikan, maka elemen resistif secara ideal memiliki sifat yang bernilai konstan untuk setiap nilai frekuensi dari DC hingga infinit. Dengan demikian, elemen resistif memberikan kontribusi jatuh tegangan yang tetap untuk setiap komponen frekuensi. Perilaku yang berbeda terjadi pada elemen induktif, yang disebabkan oleh reaktansi induktif yang bervariasi terhadap frekuensi, dari nol pada DC hingga infinit pada frekuensi infinit. Dengan demikian, elemen induktif memberikan kontribusi jatuh tegangan yang berbeda untuk setiap komponen frekuensi. Reaktansi induktif untuk setiap komponen frekuensi dapat dinyatakan sebagai :
X n j 2. .n.50.L j314.n.L ………………………………………(2.19) Jatuh tegangan V untuk setiap komponen dapat dituliskan sebagai : Vn = In.Zn ……………………………………………………...(2.20)
32
dimana In adalah nilai-nilai efektif komponen arus harmonisa dan Zn = R + j314.n.L. Dari persamaan (2.20) tersebut tampak bahwa jatuh tegangan bergantung pada nilai efektif komponen-komponen arus harmonisa dan impedansi pada frekuensi harmonisa.
2.7 ETAP (Electric Transient and Analysis Program) ETAP (Electric Transient and Analysis Program) merupakan perangkat lunak yang dapat mendukung sistem tenaga listrik. Dan perangkat ini mampu bekerja dalam keadaan offline untuk simulasi tenaga listrik, online untuk pengelolaan data real-time atau digunakan untuk mengendalikan sistem secara real-time. Fitur yang terdapat dalam ETAP bermacam-macam antara lain, yang digunakan untuk menganlisa pembangkit tenaga listrik, sistem transmisi maupun sistem distribusi tenaga listrik. ETAP juga dapat digunakan untuk membuat proyek sistem tenaga listrik dalam bentuk single line diagram (diagram satu garis) dan juga jalur sistem pentanahan untuk berbagai bentuk analisis, antara lain: hubung singkat, aliran daya, starting motor, trancient stability, koordinasi relay proteksi dan sistem harmonisasi. Proyek dari sistem tenaga listrik memiliki masing-masing elemen rangkaian yang dapat diedit langsung dari diagram satu garis dan atau jalur sistem pentanahan. Yang dapat mempermudahkan hasil perhitungan analisis dapat ditampilkan pada single line diagram (Operation Technology, 2001). Harmonisa
analysis
pada
ETAP
memberikan
fasilitas
untuk
mensimulasikan, memodelkan dan menganalisis fenomena harmonisa pada sistem tenaga listrik. Metode yang digunakan untuk menganalisa harmonisa adalah harmonics load flow method dan harmonics frequency scan method. Dengan menggunakan kedua metode ini dan kombinasinya, harmonisa yang muncul akan dihitung dan dibandingkan dengan batas/standar dari industri dan permasalahan yang muncul pada sistem tenaga khususnya pada kualitas daya. Adapun parameter-parameter yang digunakan pada ETAP dan fungsinya adalah:
33
2.7.1 Study toolbar Toolbar untuk analisa harmonisa akan muncul ketika kita bekerja dalam harmonics analysis mode. Run Harmonic Load Flow Run Frequency Scan Display Options Alert View Report Manager Harmonic Analysis Plot Halt Current Calculation Get Online Data Get Archtved Data Gambar 2.22 Study toolbar pada ETAP
1.
Run Harmonics Load Flow : Menjalankan nalisa aliran daya untuk studi harmonisa. Hasil studi aliran daya harmonisa akan muncul pada one line diagram dan dapat dilihat pada output report dan plot hasil keluaran setelah perhitungan selesai dijalankan.
2.
Run Frequency Scan : Menjalankan analisis scan frekuensi untuk studi harmonisa. Hasil studi scan frekuensi harmonisa akan muncul pada one line diagram dan dapat dilihat pada output report dan plot hasil keluaran setelah perhitungan selesai dijalankan.
3.
Display Options : Mengatur tampilan hasil studi harmonisa pada one line diagram.
34
4.
Alert View : Menampilkan kondisi-kondisi sistem yang marginal atau kritis dengan batas-batas yang dapat disetting pada studi case editor.
5.
Report Manager :Mengatur report keluaran hasil studi harmonisa.
6.
Harmonic Analysis Plot : Melihat grafik hasil studi harmonisa.
2.7.2 Study case editor Harmonics analysis studi case editor berisi variable-variabel control untuk penyelesaian analisa harmonisa seperti kondisi pembebanan, dan beberapa pilihan format laporan atau output software.
Gambar 2.23 Study case editor pada ETAP
2.7.3 Info page Berisi ketentuan untuk parameter umum, kondis pembebanan, opsi keluaran dan study case dari harmonics analysis.
Gambar 2.24 Info page pada ETAP
35
1.
Study Case Id : Id untuk studi kasus analisa harmonisa yang akan dilakukan.
2.
Initial Load Flow : memilih metode perhitungan analisa aliran daya.
3.
Max. Iteration : Jumlah maksimum iterasi yang dapat dilakukan dalam memecahkan persamaan-persamaan load flow.
4.
Precision : Presisi/ketelitian yang ditentukan untuk proses analisa aliran daya.
5.
Accel Factor : Faktor percepatan untuk perhitungan analisa aliran daya. Nilai berkisar antara 1.2 sampai dengan 1.7 dengan setting default 1.45.
6.
Frequency Scan : Nilai-nilai berikut ini hanya digunakan untuk perhitungan frekuensi scan harmonisa.
7.
From : Menentukan frekuensi awal dalam Hz untuk scan frekuensi. Nilai default adalah nilai frekuensi fundamental.
8.
To : Menentukan frekuensi akhir dalam Hz untuk scan frekuensi. Nilainya harus besar dari frekuensi awal dan merupakan kelipatan bulat dari frekuensi fundamental sistem.
9.
Step (df) : Menentukan step frekuensi dalam Hz. Nilainya merupakan interval antara dua titik frekuensi yang berdekatan selama studi analisa harmonisa dengan metode frekuensi scan.
10. Plot Step : Menentukan resolusi dari grafik frekuensi scan. Semakin kecil nilai yang diinputkan, semakin halus grafik yang dihasilkan, tetapi memerlukan banyak data. 11. Loading Category : Menentukan kategori pembebanan yang akan digunakan dalam analisa pada study case. 12. Generation Category : Menentukan kategori pembangkitan yang akan digunakan dalam analisa pada study case.
2.7.4 Plot page Menu plot digunakan untuk menampilkan hasil studi harmonisa secara garfish. Plih komponen yang akan ditampilkan pada one line diagram dan format grafik. Hasil pilihan akan digunakan dalam studi harmonics load flow dan harmonics frequency scan.
36
Gambar 2.25 Plot page pada ETAP
1.
Device Type : Menentukan komponen yang akan ditampilakan dari daftar yang ada.
2.
Plot Option (Device ID) : Menampilkan daftar peralatan atau komponen berdasarkan tipe peralatan.
3.
Plot/ Tabulate : Menyertakan sebuah peralatan atau komponen dalam daftar plot
dengan terlebih dahulu memilih peralatan atau komponen tersebut.
Tanda X akan ditempatkan di sebelah peralatan atau komponen pada kolom Plot/ Tabulate.
2.7.5 Model Page Memungkinkan kita untuk memilih metode pemodelan untuk tipe komponen / peralatan yang berbeda.
37
Gambar 2.26 Model page pada ETAP
1.
Exclude Harmonics Source : Untuk menentukan tipe komponen yang ingin kita modelkan sebagai sumber harmonisa. Hal ini akan mempengaruhi studi harmonics load flow dan frequency scan study. Komponen yang tidak dimodelkan sebagai sumber harmonisa akan dilihat sebagai sebuah impedansi dengan nilai yang sesuai pada saat dilakukan studi harmonics load flow dan frequency scan.
2.
Transmission Line/Cable : Untuk memilih dan memodelkan saluran transmisi dan kabel menggunakan model saluran pendek atau saluran panjang.
3.
Adjustment Page : Menu ini terdiri atas pengaturan atau toleransi dari parameter atau peralatan yang ada di one line diagram seperti konduktor, panjang kabel, impedansi saluran transmisi.
4.
Alert Page : Menunjukkan kondisis-kondisi pada sistem yang berada diluar batas/limit yang telah ditentukan.