BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Mutakhir Terdapat beberapa penelitian yang mendukung Tugas Akhir ini, dimana
pada penelitian tersebut dijadikan dasar acuan pada penelitian pada tugas akhir ini. Jurnal “Perancangan Sistem Hibrid PLTS dengan Jala-Jala Listrik PLN untuk Rumah Perkotaan”. Pada jurnal membahas mengenai sistem hybrid PLTS dengan PLN yang menggunakan baterai sebagai penyimpan energi listrik (storage system). Sistem hybrid PLTS dengan listrik PLN dapat diterapkan pada rumah diperkotaan, serta menganalisis faktor yang mempengaruhi besarnya energi listrik yang dihasilkan sel surya berkaitan dengan waktu kerja sistem PLTS. PLTS akan memasok energi listrik sekitar 30% dari beban keseluruhan peralatan listrik rumah tangga, sedangkan 70% listrik sisanya dari PLN. (Bien, L E. 2008). Studi Komporatif 2 Model Pembangkit Listrik Sistem hybrid PLTS dan PLN/Genset. Dalam jurnal ini membahas tentang perbandingan antara PLTS model 1 yang hybrid dengan PLN dan PLTS model 2 yang dibuat secara seri yang akan dianalisis untuk mendapatkan model PLTS yang terbaik. Terdapat perbedaan antara kedua model yaitu pada switch controller (unit pengatur PLTS). Model 2 energi yang dihasilkan dari PLTS, Genset dan kincir akan langsung terdistribusi menuju baterai dan beban tanpa adanya supplay dari PLN. Dari konfigurasi bentuk sistem hybrid model 1 dan model 2 (baik seri maupun parallel), dapat disimpulkan bahwa kinerja dari kedua model pada perinsipnya memiliki keandalan yang sama dalam mempertahankan kontinuitas supplay daya ke beban, namun dari kesederhanaan sistem peralatan, model PLTS 1 lebih sederhana dari model PLTS 2, dan jika dilihat dari kesiapan PLTS dalam mensuplai daya ke beban, maka model PLTS 2 jauh lebih baik dibanding model PLTS 1, sedangkan dari sisi investasi maka model 2 jauh lebih mahal dibanding model 1. (Indrajaya,2012)
4
5
Studi Pemanfaatan PLTS Sebagai catu Daya Tambahan pada Insdustri Perhotelan di Nusa Lembongan Bali. Tesis ini membahas tentang perencanaan sebuah PLTS yang hybrid dengan PLN dimana sistem PLTS yang akan dikembangkan untuk mensuplai energi listrik direncanakan sebesar 30%. Besar daya PLTS yang akan dibangkitkan untuk mensuplai energi hotel yang akan direncanakan tersebut adalah sebesar 21,6 kWp, yang akan dihasilkan dari 144 panel dengan kapasitas 150 Wp. Biaya energi PLTS dengan harga panel surya saat ini adalah Rp.8500/Kwh. Dengan memperhitungkan penurunan harga panel surya rata-rata sebesar 9% pertahun dan kecenderungan kenaikan harga minyak dunia, diperoleh bahwa pada 5 tahun mendatang biaya energi PLTS akan menurun menjadi Rp.6100/Kwh, mendekati biaya energi dari PLTD. Analisis kelayakan investasi PLTS yang dilakukan dengan menggunakan NPV, PI dan DPP menunjukkan hasil bahwa investasi PLTS layak untuk dilaksanakan. Alternatif strategi untuk menentukan kelayakan PLTS sebagai catu daya tambahan diperoleh dengan menganalisis aspek teknis, aspek biaya dan aspek regulasi menggunakan analisis SWOT. Alternatif strategi dari analisis SWOT menunjukkan bahwa penetapan regulasi dari pemerintah sangat berperan untuk membuat pemanfaatan PLTS sebagai catu daya tambahan, layak untuk dikembangkan pada industry perhotelan di Nusa Lembongan khususnya pada hotel Bali Hai Tide Huts.( Santiari,Dewa ayu Sri 2011) Studi Pemanfaatan PLTS Hybrid Dengan PLN di Villa Adleson. PLTS di vila Adleson ini terdiri dari 12 buah PV modul, satu set rack, 1 buah grid-inverter, 1 buah charger regulator yang dilengkapi dengan automatic switch, 12 buah baterai, 1 set remote interface. PLTS ini dibangun pada bulan Agustus tahun 2008 dengan nilai investasi sebesar Rp 276.156.500.Kapasitas PLTS yang dibangun adalah 1,560 kWp yang dihibrida dengan sambungan listrik PLN sebesar 2,300 kW. Total kebutuhan energi listrik harian vila Adleson adalah 6,153 kWh/hari. Energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS di vila Adleson adalah 3,37 kWh/hari yang setara dengan 1.230 kwh per tahun. PLTS ini sudah mampu mensuplai 50% dari kebutuhan energi harian vila. Berdasarkan analisa didapatkan bahwa harga energi (cost of energy) dengan nilai investasi PLTS sebesar Rp 276.156.500
6
adalah Rp 26.650 per kWh. Sementara jika komponen baterai tidak dihitung maka besarnya investasi adalah sebesar Rp 117.002.500 sehingga didapatkan harga energi sebesar Rp 11.291per kWh. Sedangkan jika komponen PLTS tanpa baterai dan fasilitas remote monitoring dihitung dengan harga komponen saat ini maka nilai investasi menjadi Rp 98.600.000 sehingga harga energi turun menjadi Rp 9.500 per kWh. Mahalnya harga energi per kWh dari sistem ini adalah karena produksi PLTS yang relatif kecil. Dari pengamatan dilapangan ditemukan bahwa beberapa penyebab dari kecilnya produksi PLTS adalah cara instalasi PV modul yang kurang tepat sehingga energi yang dihasilkan kurang maksimum (Jati, 2011). Potensi Pengembangan PLTS (fotovoltaic modulsystem) di Dusun Punggang, Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Buleleng-Bali. Pada penelitian ini terdapat beberapa pembahasan lain diantaranya, spesifikasi PV modul yg digunakan yaitu PV ModulSM55-12 V, menghitung besarnya daya harian rumah penduduk yaitu sebesar 1140 Wh, menghitung output harian PLTS yaitu sebesar 200,79 Wh, menghitung banyaknya modul yang diperlukan untuk memenuhi beban rumah tangga yaitu sebanyak 7 unit untuk setiap rumah tangga, menghitung kapasitas baterai yang dibutuhkan yaitu sebesar 285 Ah, menganalisis kebutuhan PLTS untuk beberapa tarif listrik PLN, menganalisis kajian investasi dengan menggunakan metode Net Present Value, dan menganalisis Break Even Point (BEP) PLTS (Diana,N K. 2004). Studi Terhadap Unjuk Kerja PLTS 1920 Watt di Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Penelitian membahas konfigurasi existing optimal PLTS dan unjuk kerja PLTS tersebut. PLTS di Fakultas Teknik Elektro Bukit Jimbaran merupakan paket PLTS off-grid. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa data, yaitu konfigurasi PV modul yang terhubung untuk mensuplai baterai sebanyak 32 PV modul, unit baterai dengan kapasitas sebesar 1455 Ah ≈ 15 unit baterai dengan kapasitas baterai 100 Ah, unit baterai charge controller dengan kapasitas load current sebesar 20 ampere sebanyak 4 buah, dan kapasitas inverter yang digunakan 6000 watt dengan efisiensi 90 %. Analisis unjuk kerja PLTS dipengaruhi oleh faktor lingkungan. PV modulSolarex MSX60 yang terpasang
7
pada sistem PLTS di Jurusan Teknik Elektro bekerja pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur standar test conditition yaitu sebesar 25°C. Secara teoritis PV modul Solarex MSX60 akan bekerja secara optimal, jika temperatur yang diterima sebesar 25°C dengan intensitas radiasi matahari tetap 1000W/m². Setiap kenaikan temperatur PV modul 1 °C dari temperatur standart test condition maka, akan melemahkan daya output yang dihasilkan. Tetapi intensitas radiasi matahari tidak tetap. Dimana intensitas radiasi matahari berfluktuasi setiap waktu. Demikian juga daya output PV modul mengikuti fluktuasi intensitas radiasi matahari. Selain itu perubahan intensitas radiasi matahari diikuti oleh perubahan temperatur PV modul. Semakin besar iradiasi maka, temperatur PV modul juga akan menjadi lebih tinggi begitu juga sebaliknya (Gatot, 2014) 2.2
Pembangkit Tenaga Listrik Pembangkit tenaga listrik ialah suatu alat/peralatan yang berfungsi untuk
membangkitkan tenaga listrik dengan cara mengubah energi potensial menjadi tenaga mekanik selanjutnya menjadi tenaga listrik. Istilah lain yang dipakai untuk menyebut pembangkit tenaga listrik ialah pusat tenaga listrik. Dalam mendefinisikan pengertian pembangkit tenaga listrik, akan muncul berbagai definisi dan pengertian, tergantung dari sudut disiplin ilmu apa kita melihat, mengasumsikan dan memahaminya. Apabila ditinjau dari sudut ilmu kelistrikan dapat kiranya mendefinisikan pengertian pembangkit tenaga listrik sebagai berikut, (Nugroho,2004):
1. Suatu bagian awal dari sistem tenaga listrik yang membangkitkan tenaga listrik yang terdiri dari instalasi listrik, mekanik, bangunan-bangunan, fasilitas pelengkap, bangunan serta komponen bantu lainnya.
2. Salah satu bagian dari sistem tenaga listrik untuk membangkitkan energi listrik dengan cara mengubah potensi energi mekanik dari air, minyak, uap, panas bumi, nuklir, matahari, angin, kombinasi gas dan uap menjadi energi listrik. Mengingat tingkat kebutuhan energi listrik terus mengalami kenaikan setiap tahunnya, sehingga penyediaan energi listrik harus pula ditingkatkan agar terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan penyediaan
8
energi listrik. Tingkat kebutuhan ini menjadi salah satu pertimbangan utama dalam pembangunan pembangkit tenaga listrik yang baru.
2.3
Perencanaan Sistem Tenaga Listrik Pada proses perencanaan pengembangan sistem tenaga listrik diperlukan
adanya prakiraan kebutuhan tenaga listrik yang dapat memberikan informasi kepada pembuat kebijakan sehingga dengan prakiraan yang baik akan dapat mengurangi resiko pembangunan yang tidak dibutuhkan. Dalam setiap proses perencanaan diperlukan adanya suatu prakiraan yang menggunakan keterangan-keterangan berupa data yang baik dan benar. Diperolehnya angka-angka prakiraan kebutuhan tenaga listrik merupakan bagian dari proses dan syarat untuk dapat menyimpan suatu rencana pemenuhan kebutuhan tenaga listrik maupun pengembangan penyediaan tenaga listrik setiap saat secara cukup baik dan terus menerus. Jika ditinjau dari masalah pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik perlu dibuat untuk jangka waktu yang panjang. Kebutuhan listrik suatu daerah tergantung dari letak daerah, jumlah penduduk, standar kehidupan, rencana pembangunan atau pengembangan daerah di masa yang akan datang sehingga dalam prakiraan diperlukan data yang mencakup perkembangan daerah tersebut, jika dari tingkat perekonomian daerah maka dapat digunakan jumlah Produk Domestik Regional Bruto suatu daerah, kemudian jumlah penduduk daerah tersebut. Tipe-tipe beban pada umumnya dibedakan dalam beberapa sektor antara lain-lain (Nugroho,2004) :
1. Rumah tangga (perumahan) yang terdiri dari beban yang digunakan oleh kelompok rumah tangga antara lain dari televisi, lemari es, setrika listrik, dan lain-lain.
2. Komersial terutama terdiri dari beban untuk toko-toko, hotel, penerangan papan reklame, alat-alat listrik yang digunakan pada toko, restoran, pasar.
9
3. Publik meliputi beban yang digunakan untuk penerangan jalan yang selalu menyala setiap malam, lampu lalu lintas, listrik untuk air mancur taman kota.
4. Industri yaitu beban yang digunakan oleh sektor industri seperti industri air minimum, industri tekstil, dll. 2.4
Energi Surya Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, eko-
nomi, dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan, akses ke energi yang handal dan terjangkau merupakan pra-syarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat. Memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat tersebut, dikembangkan berbagai energi alternatif, di antaranya energi terbarukan. Potensi energi terbarukan, seperti: biomassa, panas bumi, energi surya, energi air, energi angin dan energi samudera, sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan, padahal potensi energi terbarukan di Indonesia sangatlah besar. Memecahkan permasalahan ini listrik tenaga surya merupakan salah satu alternatif jawabannya. Di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara di Eropa dengan bantuan subsidi dari pemerintah telah diluncurkan program-program untuk memasyarakatkan listrik tenaga surya ini. Tidak itu saja di negara-negara sedang berkembang seperti India, Mongol promosi pemakaian sumber energi yang dapat diperbaharui ini terus dilakukan( Halim,2001). Energi surya merupakan energi terbarukan,energi ini akan selalu tersedia selama matahari masih bersinar. Energi surya merupakan salah satu energi yang sedang giat dikembangkan saat ini oleh Pemerintah Indonesia.
10
2.5
Potensi Energi Surya Untuk Pengembangan PLTS di Indonesia Sebagai Negara tropis Indonesia mempunyai potensi energi surya yang
tinggi. Berdasarkan data penyinaran matahari di Indonesia dapat diklasikfikasikan berturut – turut sebagai berikut: untuk kawasan barat dan timur Indonesia dengan distribusi penyinaran di Kawasan Barat Indonesia (KBI) sekitar 4,5 kWh/m2/hari dan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) sekitar 5,1 kWh/m2/hari. Dengan demikian, potensi matahari rata – rata Indonesia yaitu sebesar 4,8 kWh/m2/hari. Berarti prospek penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup cerah. Dengan berlimpahnya energi surya tersebut maka pengembangan listrik tenaga surya yang berbasis kepada efek fotovoltaik dari piranti sel surya sebagai salah satu sumber tenaga listrik yang bebas polusi dan alami menjadi suatu pilihan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia. Adapun alasan yang mendukung hal tersebut yakni: 1. Kondisi iklim di Indonesia yang sangat mendukung karena intensitas radiasi matahari di Indonesia relatife tinggi serta stabil, sehingga PV modul mendapat daya yang optimal sepanjang tahun. 2. Instalasi yang lebih sederhana dari pada pemasangan sumber energi terbarukan lainnya, sehingga memungkinkan pemanfaatan energi ini untuk kebutuhan listrik baik dalam skala kecil sampai skala besar. 3. Indonesia merupakan Negara kepulauan terdiri dari 13 ribu pulau sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyediakan jaringan pembangkit listrik pada setiap daerahnya hingga sampai ke tiap pelosok. 4. Dapat terjangkau seluruh pelosok Indonesia dengan ketersediaan radiasi surya yang merata sepanjang tahun. Energi matahari sistem dapat diinstal di lokasi terpencil sehingga lebih praktis dan hemat biaya.
11
Tabel 2.1 Intensitas radiasi matahari di Indonesia
No
Kota
1 Banda Aceh 2 Palembang 3 Menggala 4 Rawasragi 5 Jakarta 6 Bandung 7 Lembang 8 Citius, Tangerang 9 Darmaga, Bogor 10 Serpong, Tangerang 11 Semarang 12 Surabaya 13 Kenteng, Yokyakarta 14 Denpasar 15 Pontianak 16 Banjarbaru 17 Banjarmasin 18 Samarinda 19 Menado 20 Palu 21 Kupang 22 Waingapu, Sumba Timur 23 Maumere Sumber: Rahardjo, 2008
Provinsi
Radiasi rata-rata (kWh/m²)
Aceh Sumatera Selatan Lampung Lampung Jakarta Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Yokyakarta Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Timur
4.1 4.95 5.23 4.13 4.19 4.15 5.15 4.32 2.56 4.45 5.49 4.3 4.5 5.26 4.55 4.8 4.57 4.17 4.91 5.51 5.12 5.75 5.7
Tabel 2.2 Intensitas radiasi matahari di Jimbaran Bali 2014 Bulan
jan
feb
mar
apr
mei
jun
jul
agus
sept
okto
nov
des
4,93
5,04
5,43
5,39
5,15
4,84
4,79
5,33
5,95
6,19
5,67
5,28
Intensitas radiasi Matahari Sumber : Nasa 2015
Disamping itu ada beberapa alasan yang menuntut Propinsi Bali khususnya, untuk mulai memikirkan energi listrik alternatif terbarukan, agar nantinya mampu memenuhi kebutuhan listrik daerah sendiri, (Widiartha, 2005):
1. Pertumbuhan pemakaian energi listrik dalam setiap tahunnya yang cukup besar.
12
2. Segera diberlakukannya Otonomi Daerah, sehingga Propinsi Bali harus segera memikirkan untuk dapat mandiri dalam hal suplai listrik yang selama ini ada yang masih membeli dari Pulau Jawa.
3. Keinginan Pemerintah Indonesia untuk sedikit demi sedikit mengurangi subsidi listrik untuk masyarakatnya, dengan begitu maka terdapat kemungkinan yang cukup besar bagi kenaikan tarif listrik untuk beberapa tahun mendatang.
4. Dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002, tentang Ketenagalistrikan yang pada pasal 4 menyatakan : Guna menjamin ketersediaan energi primer untuk pembangkitan tenaga listrik, diprioritaskan penggunaan sumber energi setempat dengan kewajiban mengutamakan pemanfaatan sumber energi terbarukan. 2.6
PLTS PLTS adalah suatu teknologi pembangkit yang mengkonversikan energi
foton dari surya menjadi energi listrik. Konversi ini terjadi pada PV modul yang terdiri dari sel surya. Sel surya merupakan lapisan-lapisan tipis dari silicon (Si) murni dan bahan semikondukator lainnya. Apabila bahan tersebut mendapat energi foton, akan mengeksitasi elektron dari ikatan atomnya menjadi elektron yang bergerak bebas dan akhirnya akan mengeluarkan tegangan listrik arus searah. Dengan hubungan seri-paralel, sel surya/sel fotovoltaik dapat digabungkan menjadi PV modul dengan jumlah sekitar 40 sel surya, selanjutnya rangkaian PV modulakan membentuk suatu PV array. PLTS memanfaatkan cahaya matahari untuk menghasilkan listrik DC (direct current), yang dapat diubah menjadi listrik AC (alternating current) apabila diperlukan. PLTS pada dasarnya adalah pecatu daya dan dapat dirancang untuk mencatu kebutuhan listrik yang kecil sampai dengan besar, baik secara mandiri, maupun hybrid. Berdasarkan lokasi pemasangan sistem PLTS dibagi menjadi dua jenis yaitu, sistem PLTS pola tersebar (distributed PV plant) dan sistem PLTS pola terpusat (centralized PV plant).
13
2.6.1
Kelebihan PLTS Dibanding dengan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar
fosil, PLTS mempunyai keunggulan lain (Widiartha, 2005):
1. Tidak memerlukan biaya untuk bahan bakar, karena radiasi matahari dapat diperoleh secara cuma-cuma dari matahari. Matahari secara rutin menyinari bumi kita tiap hari, mulai terbit di saat pagi hari hingga tenggelam saat petang.
2. Dapat menjangkau seluruh pelosok Indonesia dengan ketersediaan radiasi surya yang merata sepanjang tahun. Indonesia yang seluruh wilayah otoritasnya berada di sekitar garis katulistiwa memiliki radiasi matahari yang lebih merata sepanjang tahunnya, bila dibandingkan-dengan negara yang terletak lebih jauh ke selatan atau ke utara dari posisi garis katulistiwa.
3. Tidak menimbulkan polusi baik yang berupa kebisingan atau polusi buangan seperti asap.
4. Memiliki faktor keamanan yang tinggi. Kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan kerja dalam pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan PLT Surya sangat kecil, bila dibandingkan dengan pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil.
5. Bersifat modular sehingga mudah dipasang dan dirancang sesuai kebutuhan.
6. Mudah dioperasikan dan biaya perawatan mudah. Pengoperasian dilakukan bila komponen sistem PLTS masih menggunakan peralatan manual, misalnya tracker manual yang memerlukan operator, namun hal ini hanya dibutuhkan pada saat-saat tertentu saja misalnya pada saat pergerakan matahari dari garis katulistiwa menuju deklinasi. Demikian pula halnya dengan perawatan terhadap system PLTS, yang dapat dilakukan secara berkala setiap satu atau sampai enam bulan sekali.
14
7. Umur teknis dapat mencapai 20 tahun. Menurut penelitian yang telah banyak dilakukan maka umur teknis sebuah PV Modul dapat mencapai 20 sampai 25 tahun. 2.6.2
Jenis-Jenis PLTS Berdasarkan aplikasi dan konfigurasinya, secara garis besar PLTS
diklasikfikasikan menjadi dua yaitu, sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan (off-grid PV plant), atau yang lebih dikenal dengan sebutan PLTS berdiri sendiri (stand alone) dan sistem PLTS terhubung dengan jaringan (on-grid PV plant) atau lebih dikenal dengan sebutan PLTS grid-connected. Apabila PLTS dalam penggunaannya digabung dengan jenis pembangkit listrik lain disebut sistem hybrid. 2.6.2.1 PLTS Off-Grid PLTS Off-grid merupakan sistem PLTS yang tidak terhubung dengan jaringan. Sistem ini berdiri sendiri, sering disebut dengan stand-alone system. Sistem ini biasanya merupakan sistem dengan pola pemasangan tersebar (distributed) dan dengan kapasitas pembangkitan skala kecil. Untuk sistem ini biasanya dilengkapi sistem penyimpanan (storage) tenaga listrik dengan media penyimpanan baterai. Diharapkan baterai mampu menjamin ketersediaan pasokan listrik untuk beban listrik saat kondisi cuaca mendung dan kondisi malam hari. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua yaitu, PLTS Off-grid domestic dan PLTS Off-grid non-domestic (Setiawan, 2014).
Gambar 2.1 Diagram stand alone system Sumber: (Gatot, 2012)
15
Prinsip kerja PLTS sistem terpusat dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pada PLTS sistem terpusat ini, sumber energi listrik yang dihasilkan oleh modul surya (PV) pada siang hari akan disimpan dalam baterai. Proses pengisisan energi listrik dari PV ke baterai diatur oleh Solar Charge Controller agar tidak terjadi over charge. Besar energi yang dihasilkan oleh PV sangat tergantung kepada intensitas penyinaran matahari yang diterima oleh PV dan efisiensi cell. Intensitas matahari maksimum mencapai 1000 W/m2, dengan efisiensi cell 14% maka daya yang dapat dihasilkan oleh PV adalah sebesar 140 W/m2. 2. Selanjutnya energi yang tersimpan dalam baterai digunakan untuk menyuplai beban melalui inverter saat dibutuhkan. Inverter mengubah tegangan DC pada sisi baterai menjadi tegangan AC pada sisi beban. 2.6.2.2 PLTS Off-Grid Domestic PLTS Off-grid domestic merupakan sistem PLTS yang menyediakan daya listrik pada rumah tangga dan pedesaan yang belum terhubung jaringan listrik utilitas, dalam hal ini jaringan listrik PLN. Jenis beban listrik yang dicatu oleh PLTS ini diantaranya beban sistem penerangan dan beban listrik rumah tangga lainnya. 2.6.2.3 PLTS Off-Grid Non-Domestic PLTS Off-grid non-domestic merupakan sistem PLTS yang menyediakan daya listrik untuk batas keperluan atau kegunaan yang lebih luas seperti telekomunikasi, penerangan jalan, pompa air, radio repeater, stasiun transimisi untuk observasi gempa dan cuaca, sistem tanda lalu lintas, pelabuhan dan bandara, instalasi periklanan, alat bantu navigasi, dll. 2.6.2.4 PLTS On-Grid (Grid-Connected PV Plant) PLTS On-grid atau Grid-connected PV plant merupakan sistem PLTS yang terhubung dengan jaringan. Berdasarkan pola operasi sistem tenaga listrik ini dibagi menjadi dua yaitu, sistem dengan penyimpanan (storage) atau disebut Grid-connected PV with a battery back up, menggunakan baterai sebagai
16
cadangan dan penyimpanan tenaga listrik dan tanpa baterai atau disebut Gridconnected PV without a battery back up. Baterai pada PLTS On-grid berfungsi sebagai suplai tenaga listrik untuk beban listrik apabila jaringan mengalami kegagalan untuk periode tertentu dan sebagai suplai tenaga listrik ke jaringan listrik negara (PLN) apabila ada kelebihan daya listrik (exces power) yang dibangkitkan PLTS. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua yaitu, Grid-connected distributed PV dan Grid-connected centralized PV (Setiawan, 2014).
Gambar 2.2 Diagram sistem PLTS grid-conenected Sumber: (Gatot, 2012)
Prinsip kerja PLTS sistem on-grid dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pada siang hari, modul surya yang terpasang akan mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik arus searah (DC). Selanjutnya sebuah komponen yang disebut grid inverter merubah listrik arus DC tersebut dari PV menjadi listrik arus bolak-balik (AC) yang kemudian dapat digunakan untuk mensuplai berbagai peralatan rumah tangga. Jadi pada siang hari, kebutuhan energi listrik berbagai peralatan disuplai langsung oleh modul surya. Jika pada kondisi ini terdapat kelebihan energi dari PV maka kelebihan energi ini dapat dijual ke PLN sesuai kebijakan. 2. Pada malam hari atau jika kondisi cuaca mendung maka peralatan akan disuplai oleh jaringan PLN. Hal ini dimungkinkan karena sistem ini tetap terkoneksi dengan jaringan PLN.
17
Selain itu sistem PLTS on-grid ini dapat menggunakan baterai sebagai cadangan atau backup energi. Sistem ini disebut sebagai grid connected PV system with battery backup Sistem ini berfungsi sebagai backup energi listrik untuk menjaga kontinuitas operasional peralatan-peralatan elektronik. Jika suatu saat terjadi kegagalan pada suplai listrik PLN (pemadaman listrik)
maka
peralatan-peralatan elektronik dapat beroperasi secara normal dalam jangka waktu tertentu tanpa adanya gangguan.
Gambar 2.3 Sistem PLTS grid-connected dengan penyimpanan (storage) (a) charge control dan inverter charge control terpisah, dan (b) charge control terintegrasi Sumber: Whitaker, et al. (2008. P.12)
2.6.2.5 Grid-Connected Distributed PV Grid-connected distributed PV merupakan sistem PLTS On-grid yang menyediakan daya listrik untuk pelanggan yang terhubung dengan jaringan listrik yang spesifik. Contohnya penggunaan PLTS pada kawasan rumah yang terhubung jaringan tegangan rendah (JTR) 230/400V AC. Dalam hal ini setiap rumah
18
masing-masing memiliki PLTS sebagai salah satu sumber tenaga listrik, selain terhubung dan memperoleh pasokan tenaga listrik dari jaringan listrik Negara (PLN). Setiap rumah/bangunan memiliki sejumlah beban listrik yang harus dialiri tenaga listrik, jadi dalam kondisi ini energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS sangat dekat dengan area beban listrik. Jadi energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS memiliki nilai lebih tinggi daripada listrik yang dihasilkan oleh pusat tenaga listrik (PLN). Karena rugi-rugi penyaluran daya listrik PLN lebih besar. Selain itu apabila dalam proses pembangkitannya PLTS kelebihan tenaga listrik (exces power) maka daya listrik ini dapat diinjeksikan ke jaringan PLN, diukur oleh kWh meter ekspor impor dan memperoleh insentif sesuai regulasi yang berlaku. Oleh karena itu sistem ini lebih cocok digunakan untuk menyediakan daya listrik seperti kategori beban spesifik seperti contoh diatas. 2.6.2.6 Grid-Connected Centralized PV Grid-connected centralized PV merupakan sistem PLTS On-grid yang menyediakan pembangkitan tenaga listrik yang terpusat sebagai suplai pasokan tenaga listrik yang besar ke jaringan listrik (PLN). Sistem ini lebih cocok untuk membangkitakan daya listrik yang besar ke jaringan listrik sistem tegangan menengah, maupun tegangan tinggi, terlebih jauh dengan pusat beban listrik. Dikarenakan letaknya yang terpusat, maka rugi-rugi daya pada sisi pembangkitan lebih kecil daripada pola tersebar,walaupun dalam penyaluran pada jaringan PLN menuju beban tetap terjadi rugi-rugi penyaluran. Selain itu untuk kontrol dan monitoring lebih baik karena dalam satu area. 2.6.2.7 PLTS Hybrid Sistem hybrid yaitu sistem yang melibatkan 2 atau lebih sistem pembangkit listrik, umumnya sistem pembangkit yang banyak digunakan untuk hybrid adalah genset, PLTS, Mikrohidro, dan tenaga angin. Sehingga sistem hybrid bisa berarti PLTS-Genset, PLTS-Mikrohidro, PLTS-Tenaga Angin, dan lainnya. Di Indonesia sistem hybrid telah banyak digunakan, baik PLTS Genset, PLTS Mikrohidro, maupun PLTS tenaga angin-mikrohidro. Namun demikian hybrid PLTS-Genset yang paling banyak dipakai. Umumnya digunakan pada
19
captive genset/isolated grid (stand alone genset, yakni genset yang tidak diinterkoneksi). Tujuan dari Hybrid PV-Genset adalah mengkombinasikan keunggulan dari setiap pembangkit (dalam hal ini genset dan PLTS) sekaligus menutupi kelemahan masing-masing pembangkit untuk kondisi-kondisi tertentu, sehingga secara keseluruhan sistem dapat beroperasi lebih ekonomis dan efisien. Kombinasi Hybrid PV-Genset akan mengurangi jam operasi genset (misalnya dari 24 jam per hari menjadi hanya 4 jam per hari pada saat peak load saja) sehingga biaya operasi dan manajemen dapat lebih efisien, sementara PLTS digunakan untuk mencatu base load, sehingga tidak dibutuhkan investasi awal yang besar. Dengan demikian Hybrid PV-Genset akan dapat menghemat operasi dan management cost, mengurangi inefisiensi penggunaan genset, serta sekaligus menghindari kebutuhan investasi awal yang besar.
Gambar 2.4 Skema Hybrid Photovoltaic Power System Sumber: LEN (2011, P.17)
Sistem Hybrid PV-Genset terdiri dari empat komponen utama, sebagai berikut: 1. Genset Membangkitkan listrik AC, untuk sistem hybrid umumnya dilengkapi dengan automatic starter, agar nyala-mati nya genset dapat diatur otomatis dari electronic controller.
20
2. PLTS (PV) Mengkonversi sinar matahari menjadi listrik DC. Mengingat sistem hybrid menggunakan modul surya dalam jumlah yang cukup banyak dan semuanya disambungkan baik seri maupun paralel, maka modul surya dengan kapasitas per panel yang besar (> 100 Wp/panel) lebih disukai, dengan demikian dapat mengurangi kebutuhan kabel koneksi. 3. Electronic Controller/ Bi Directional Inverter Electronic controller ini berfungsi sebagai: a. Voltage contditioning sebelum di catu ke load b. Sebagai inverter dengan mengkonversi listrik DC yang dihasilkan solar PV sistem menjadi listrik AC yang akan dicatu ke load c. Sebagai charger untuk mencharge baterai dengan memanfaatkan kelebihan listrik dari genset d. Mengatur charging baterai dari solar modul 4. Baterai Berfungsi sebagai buffer daya untuk mengatasi time lag antara dihasilkannya listrik oleh pembangkit (PV maupun genset) dengan waktu digunakannya listrik oleh load. Prinsip kerja PLTS sistem hybrid dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Prinsip kerja PLTS sistem hybrid tergantung pada sistem sizing dan sistem designnya: a. Sistem sizing adalah proses menentukan kapasitas (ukuran sistem berdasarkan load profile yang ingin dicatu dengan memperhatikan kemampuan output masing-masing pembangkit. b. Sistem design adalah proses menentukan design peralatan yang dipakai agar dapat dicapai tujuan yang telah ditetapkan, dan agar peralatan satu dengan lainnya dapat berinteraksi dengan baik. Apabila load dapat dicatu oleh PLTS dan baterai, maka SMD (Solar Main Diesel) akan mengkonversi listrik listrik DC dari PLTS atau baterai menjadi listrik AC, lalu di catu ke jaringan. Apabila PLTS dan baterai tidak mampu lagi mencatu ke load, maka genset akan dinyalakan untuk
21
membantu mencatu listrik. berdasarkan pada sistem sizing dan sistem designnya, hal ini berarti pada dasarnya base load akan dicatu oleh PLTS dan baterai, sedangkan peak load akan dicatu oleh genset. 2. Baterai akan diisi (charge) oleh dua sumber, yakni PLTS pada siang hari, dan genset yang berasal dari daya berlebih (excess power) pada saat genset mencatu peak load, yakni ketika peak load mulai menurun (dan genset masih menyala). Perilaku hybrid tersebut dapat diset ada SMD, dan dasar set upnya adalah pada saat penentuan sistem sizing dan sistem design berdasarkan data load profile. Oleh baterai modul surya SMD controller, Bi-directional Inverter jaringan distribusi genset karena itu, load profile sangat menentukan perilaku sistem hybrid dalam mencatu listrik. 2.7
Komponen dan Kapasitas PLTS Pemanfaatan PV modulsebagai pembangkit tenaga listrik, umumnya
sebagai berikut: 2.7.1
Sel Surya Sel surya tersusun dari dua lapisan semikonduktor dengan muatan yang
berbeda. Lapisan atas sel surya bermuatan negatif sedangkan lapisan bawahnya bermuatan positif. Silicon adalah bahan semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya. Apabila permukaan sel surya dikenai cahaya maka dihasilkan pasangan elektron dan hole. Elektron akan meninggalkan sel surya dan akan mengalir pada rangkaian luar sehingga timbul arus listrik. Arus listrik yang dihasilkan oleh sel surya dapat dimanfaatkan langsung atau disimpan dulu dalam baterai untuk digunakan kemudian.
Gambar. 2.5 Panel sel surya Sumber: (ABB QT10, 2010)
22
Besarnya pasangan elektron dan hole yang dihasilkan, atau besarnya arus yang dihasilkan tergantung pada intensitas cahaya maupun panjang gelombang cahaya yang jatuh pada sel surya. Intensitas cahaya menentukan jumlah foton, makin besar intensitas cahaya yang mengenai permukaan sel surya makin besar pula foton yang dimiliki sehingga makin banyak pasangan elektron dan hole yang dihasilkan yang akan mengakibatkan besarnya arus yang mengalir. Makin pendek panjang gelombang cahaya maka makin tinggi energi fotonnya sehingga makin besar energi elektron yang dihasilkan, dan juga berimplikasi pada makin besarnya arus yang mengalir. 2.7.2
Prinsip Kerja Sel Surya Sel surya bekerja berdasarkan efek fotoelektrik pada material semi-
konduktor untuk mengubah energi cahaya menjadi energi listrik. Berdasarkan teori Maxwell tentang radiasi elektromagnet, cahaya dapat dianggap sebagai spectrum gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang berbeda. Pendekatan yang berbeda dijabarkan oleh Einstein bahwa efek fotoelektrik mengindikasikan cahaya merupakan partikel diskrit atau quanta energi. Pada awalnya (1839) sifat fotoelektrik ditemukan pada larutan elektro kimia oleh Alexandre Edmond Becquerel, meskipun tidak ada penjelasan ilmiah untuk peristiwa itu. Tahun 1905, Albert Einstein mengamati efek ini pada lempengan metal. Namun pada perkembangannya, Material yang dipakai adalah semikonduktor, terutama silikon. Material ini dapat bersifat insulator pada temperatur rendah, tetapi dapat bersifat sebagai konduktor bila tersedia energi (Diputra,W.2008). Sel surya sebenarnya adalah sebuah sel fotovoltaik yang berfungsi sebagai pengkonversi energi cahaya matahari menjadi energi listrik dalam bentuk arus searah secara langsung. Pada saat sel surya terkena cahaya yang mempunyai Eg > 1 eV, maka terjadilah hubungan elektron dan hole melalui bahan semikonduktor ini. Maka timbul aliran elektron pada satu arah dan juga timbul aliran hole pada satu arah yang berlawanan dan timbul aliran arus yang bila dihubungkan pada suatu beban akan menimbulkan tenaga listrik. Pada saat sumber cahaya tiba-tiba dimatikan, maka konsentrasi masing-masing elektron dan hole akan kembali seperti saat awal dimana belum diberi cahaya. Proses kembalinya konsentrasi
23
elektron dan hole pada keadaan semula ini dikenal sebagai proses rekombinasi. Jadi pada sel surya tidak akan ada penyimpanan energi, energi akan hilang begitu terjadi proses rekombinasi. Elektron dan hole bebas diusahakan keluar melewati suatu beban luar dan memberikan energi kepada beban tersebut, hal ini jelas membutuhkan life time yang tinggi atau recombination rate yang rendah. Pemisahan elektron dan hole bebas pada photovoltaic cell dilakukan internal field atau yang disebut p-n junction yang terbentuk pada perbatasan bahan semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Pada saat sel surya terkena cahaya, maka sel surya akan menerima energi dari foton ke elektron yang bergerak bebas pada lapisan tipe-n, sehingga dengan adanya pemberian energi dari foton tersebut, maka electron bebas pada lapisan tipe-n memiliki energi tambahan untuk pindah ke lapisan tipe-p. Sehingga pada lapisan tipe-n bersifat lebih positif dari lapisan tipe-p, karena ada beberapa jumlah foton yang lebih besar dari pada jumlah elektron. Lalu elektron bebas tersebut masuk ke dalam lapisan tipe-p, elektron akan memasuki hole yang ada pada lapisan tipe-p. Sehingga lapisan tipe-p ini akan bersifat lebih negatif, karena ada beberapa atom yang memiliki jumlah foton lebih sedikit dari jumlah elektronnya. Jika lapisan tipe-p dan tipe-n dihubungkan dengan beban, maka akan mengalir arus dari lapisan tipe-n menuju tipe-p.
Gambar 2.6 Struktur sel surya Sumber: (ABB QT, 2010)
24
2.7.3
Photovoltaic Module Komponen utama sistem surya photovoltaic adalah PV modul yang
merupakan unit rakitan beberapa sel surya photovoltaic. Untuk membuat PV modul secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film. PV modul dapat dibuat dengan teknologi yang relative sederhana. Sedangkan untuk membuat sel photovoltaic diperlukan teknologi tinggi. PV modul tersusun dari beberapa sel photovoltaic mempunyai ukuran 10 cm x 10 cm yang dihubungkan secara seri atau pararel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat PV modul sekitar 60% dari biaya total. Jadi, bila modul sel surya bisa dibuat didalam negeri berarti akan bisa menghemat biaya. Untuk itulah, modul pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame), kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih di inport.
Gambar 2.7 Hubungan sel surya, PV moduldan array Sumber: (ABB QT, 2010)
Sedangkan kendala utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah investasi awal yang besar. Untuk mendapatkan kapasitas yang lebih besar maka beberapa PV modul digabung akan membentuk PV array. Berdasarkan jenis dan bentuk susunan atom-atom penyusunnya, solar cell dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (ABB QT,2010):
25
1) Monokristal (mono-crystalline) Monokristal merupakan PV modul yang paling efisien yang dihasilkan dengan teknologi terkini dan menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan dengan kondisi alam yang sangat ganas. Memiliki efisiensi sampai dengan 14% - 17%. Kelemahan dari PV modul jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan. 2) Polikristal (Poly-crystalline) Polikristal merupakan PV modul yang memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses pengecoran. Tipe ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. PV modul jenis ini memiliki efisiensi lebih rendah (12%-14%) dibandingkan tipe monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih rendah. 3) Amorphous Amorphous memiliki bentuk yang pasti dan tidak ada didefinisikan sebagai bahan non-kristal. Tidak seperti silikon kristal, di mana susunan atom yang teratur. Sehingga, aktivitas timbal balik antara foton dan atom silikon lebih sering terjadi pada silikon amorf dibandingkan kristal silikon, memungkinkan lebih banyak cahaya yang dapat diserap. Dengan demikian, sebuah film silikon amorf yang sangat tipis yang kurang dari 1μm dapat diproduksi dan digunakan untuk pembangkit listrik. Selain itu, dengan memanfaatkan logam atau plastik untuk substrat, sel surya fleksibel juga dapat diproduksi. Solar cell jenis amorphous adalah solar cell yang dibentuk dengan mendoping material silikon di belakang lempeng kaca. Dinamakan amorphous atau tanpa bentuk karena material silikon yang membentuknya tidak terstruktur atau tidak mengkristal. Solar cell jenis ini biasanya berwarna coklat tua pada sisi yang menghadap matahari dan keperakan pada sisi konduktifnya. Tipe yang paling maju saat ini adalah
26
Amorphous Silicon dengan Heterojuction dengan stack atau tandem sel. Efisiensi Sel Amorphous Silicon berkisar 4% sampai dengan 6%. Pada table 2.2 dibawah akan diperlihatkan karakteristik nilai efisiensi, berbagai jenis sel surya. Tabel 2.3 Karakteristik teknologi sel surya
Sumber: ABB QT10, 2010
2.7.4 Temperatur PV Modul Intensitas cahaya bukanlah satu-satunya parameter eksternal yang memiliki pengaruh penting pada kurva I-V, ada juga pengaruh temperatur. Temperatur memiliki peranan penting untuk memprediksi karakteristik I-V. Komponen semikonduktor seperti diode sensitif terhadap perubahan temperatur, begitu pula dengan sel surya. Secara umum, sebuah PV modul dapat beroperasi secara maksimum jika temperatur yang diterimanya tetap normal pada temperatur 25oC. Kecepatan tiupan angin disekitar lokasi sel surya akan sangat membantu terhadap pendinginan temperatur permukaan sel surya sehingga temperatur dapat
27
terjaga dikisaran 25oC. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada PV modul akan melemahkan tegangan (Voc) yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur PV modul 1oC (dari 25oC) akan mengakibatkan berkurang sekitar 0,5% pada total tenaga (daya) yang dihasilkan. Untuk menghitung besarnya daya yang berkurang pada saat temperatur di sekitar PV modul mengalami kenaikan oC dari temperatur standarnya, dipergunakan rumus sebagai berikut (Gatot, 2014): Psaat t naik oC = 0,5% / oC x PMPP x kenaikan temperatur (oC)
(2.1)
Dimana : Psaat t naik oC
= Daya
pada saat temperatur naik
o
C dari
temperatur standarnya. PMPP
= Daya keluaran maksimum PV modul.
Daya keluaran PV modul pada saat temperaturnya naik menjadi toC dari temperatur standarnya diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut : PMPP saat naik menjadi t oC = PMPP – Psaat t naik oC
(2.2)
Dimana : PMPP
saat naik menjadi
o C
adalah daya keluaran PV modul pada saat
temperatur disekitar PV modul naik menjadi toC dari temperatur standarnya. Faktor koreksi temperatur (Temperature correction factor) diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut : (2.3)
28
Gambar 2.8 Kurva I-V daya terhadap perubahan temperatur Sumber: (Butay, 2008) Tabel 2.4 Suhu Udara di Jimbaran Bali 2014 Bulan
Suhu
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sept
Okto
Nov
Des
29,
28,8
29,1
29,3
28,7
28,0
27,1
26,8
27,2
28,2
29,2
29,3
21
7
5
1
1
4
9
0
0
7
9
3
Sumber : Nasa 2015
2.7.5
Menghitung Kapasitas PLTS
2.7.5.1 Menghitung Area Array ( PV Area) Daya (Watt Peak) yang dibangkitkan PLTS untuk memenuhi kebutuhan energi, diperhitungkan dengan persamaan-persamaan (Nafeh,2009). Area array diperhitungkan menggunakan rumus sebagai berikut :
(2.4) Dimana : EL adalah pemakaian energi (kWh/hari). Gav adalah insolasi harian matahari rata-rata (kWh/m2/hari).
29
Ƞpv adalah efisiensi panel surya. TCF adalah Temperature correction factor. Ƞ out adalah efisiensi inverter. 2.7.5.2 Menghitung Daya yang akan dibangkitkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Dari perhitungan area array, maka besar daya yang dibangkitkan Pembangkit (Watt Peak) dapat diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut :
(2.5) Dimana : PSI (Peak Solar Insolation) adalah 1000w/m2 Ƞpv adalah efisiensi panel surya
Selanjutnya berdasarkan besar daya yang akan dibangkitkan, maka jumlah panel surya yang diperlukan diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut: ( 2.6) Dimana : P watt Peak = Daya yang dibangkitkan (WP) PMPP = Daya maksimum keluaran panel surya
Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan kebutuhan, maka panel surya tersebut harus dikombinasikan secara seri dan paralel dengan aturan sebagai berikut : 1. Untuk memperoleh tegangan keluaran yang lebih besar dari tegangan keluaran panel surya, maka dua buah ( lebih) panel surya harus dihubungkan secara seri.
30
2. Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari keluaran arus panel surya, maka dua buah (lebih) panel surya harus dihubungkan secara paralel. 3. Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran panel surya dengan tegangan yang konstan maka panel-panel surya harus dihubungkan secara seri dan paralel. 2.8
Karakteristik Listrik PV Modul Sel surya menerima penyinaran matahari dalam satu hari sangat bervariasi.
Hal ini dikarenakan sinar matahari memiliki intensitas yang besar ketika siang hari dibandingkan dengan pagi hari. Untuk mengetahui kapasitas daya yang dihasilkan, dilakukanlah pengukuran terhadap arus (I) dan tegangan (V) pada gususan sel surya yang disebut modul. Untuk mengukur arus maksimum, maka kedua terminal dari PV modul dibuat rangkaian hubung singkat sehingga tegangannya menjadi nol dan arusnya maksimum. Dengan menggunakan amper meter akan didapatkan sebuah arus maksimum yang dinamakan short circuit current atau Isc. Pengukuran terhadap tegangan (V) dilakukan pada terminal positif dan negatif dari modul sel surya dengan tidak menghubungkan sel surya dengan komponen lainnya. Pengukuran ini dinamakan open circuit voltage atau Voc. Hal ini bertujuan untuk mengetahui besarnya daya puncak (Maximum Power Point (MPP) yang dapat dicapai. Secara sederhana, karakteristik dari PV Modul ini diterangkan lewat kurva arus terhadap tegangan (Kurva I-V). Pada kurva I-V terdapat hal-hal yang sangat penting yaitu:
Open Circuit Voltage (Voc) Tegangan rangkaian terbuka atau open circuit voltage (Voc), adalah kapasitas tegangan maksimum yang dapat dicapai pada saat tidak adanya arus. Tegangan ini merupakan kondisi panjar maju pada junction sel surya.
Short Circuit Current (Isc) Arus hubung singkat atau short circuit current (Isc), adalah maksimum arus keluaran dari PV modulyang dapat dikeluarkan di bawah kondisi dengan tidak ada resistansi atau hubung singkat.
31
Maximum Power Point (MPP) Maximum Power Point (MPP) pada kurva I-V, adalah titik operasi yang menunjukkan daya maksimum yang dihasilkan oleh PV modul. Hasil perkalian arus dan tegangan pada setiap titik kurva I-V menyatakan besar dayanya.
Gambar 2.9 Kurva I-V pada PV modul Sumber: (Diputra, 2008)
Kurva daya pada saat sel surya bekerja berbentuk segitiga. Secara grafis, daya maksimum pada sel adalah puncak dari segitiga yang memiliki luas terbesar. Titik ini disebut dengan maximum power point (PMPP), tegangan maksimum keluaran PV modul (VMPP) lebih kecil dari tegangan rangkaian terbuka (Voc) dan arus maksimum keluaran PV modul (IMPP) adalah lebih rendah dari arus hubung singkat (Isc). Nilai PMPP dapat dicari dengan persamaan 2.6 berikut: PMPP = Vmp x Imp Dimana: PMPP
= Daya keluaran maksimum PV modul (W)
Vmp
= Tegangan keluaran maksimum PV modul (V)
Imp
= Arus keluaran maksimum PV modul (A)
(2.7)
32
2.8.1
Faktor Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Pengoperasian PV modul Beberapa faktor pengaruh kondisi lingkungan terhadap pengoperasian
modul surya agar mendapatkan nilai yang maksimum sangat tergantung pada: 2.8.2
Intensitas Cahaya Matahari Intensitas cahaya matahari mempengaruhi karakteristik arus-tegangan pada
sel surya. Pengaruh intensitas cahaya matahari terhadap arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan tegangan terminalnya. Faktor ini dapat dikatakan sebagai factor utama yang mempengaruhi karakteristik listrik sebuah PV Modul. Logikanya adalah semakin rendah intensitas cahaya yang diterima oleh PV modul maka arus (Isc) akan semakin rendah. Hal ini membuat titik Maximum Power Point berada pada titik yang semakin rendah.
Gambar 2.10 Kurva I-V terhadap intensitas radiasi matahari Sumber: (Butay, 2008)
Untuk mengukur intensitas cahaya digunakan sebuah alat yang bernama lux meter. Lux meter adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya atau tingkat pencahayaan. Pengukuran intensitas cahaya menggunakan luxmeter yang menghasilkan nilai intensitas cahaya dengan satuan lux. Tidak ada konversi langsung antara lux dan W/m2 itu tergantung pada panjang gelombang atau warna cahaya. Sehingga untuk mendapatkan konversi antara lux dan W/m2 perlu dilakukan percobaan. Namun, ada perkiraan konversi 0,0079 W/m2 per Lux (Hossain, 2011).
33
2.8.3
Efisiensi PV Module Ketika energi matahari menimpa sel surya, tidak 100% energi tersebut
terserap dan dapat dikonversikan seutuhnya menjadi energi listrik, karena dalam penyampaiannya masih ada prosentase kerugian (losses) yang terjadi dengan rincian sebagai berikut (ABB QT10, 2010): 100% dari peristiwa energi matahari yaitu: a) 3% rugi pantulan dan bayangan pada kontak depan (lapisan depan) b) 23% foton dengan panjang gelombang tinggi, dengan energi yang kurang untuk membebaskan elektron, sehingga menghasilkan panas c) 32% foton dengan gelombang pendek, dengan energi yang berlebih (penyebaran/transmission) d) 8,5% penggabungan ulang dari free charge carriers e) 20% peralihan elektrik pada sel, utamanya pada daerah transisi/peralihan f) 0,5% resistansi, mewakili rugi konduksi (conduction losses) g) 13% energi listrik yang dapat dicapai Melihat dari peristiwa energi matahari, PV modul mengkonversikan energi matahari kurang dari 20% menjadi energi listrik. Sementara sisanya akan terbuang sebagai panas. Hal ini, dapat menurunkan efisiensi PV moduls ecara segnifikan. Efisiensi
PV
modul
mengkonversikan
ialah
energi
prosentase
matahari
kemampuan
menjadi
energi
PV listrik.
modul
dalam
Perbandingan
performansi antara satu PV modul dengan PV modul lainnya dilihat dari efisiensinya. Banyakya energi matahari dalam bentuk foton yang diserap sel surya menentukan efisiensinya. Efisiensi PV modul didefinisikan sebagai irradiance yang diterima oleh permukaan sel surya. Nilai efisiensi ini selalu dihitung pada kondisi standar (irradiance = 1000 W/m2) AM 1,5 dan temperature 250 C). 2.8.4
Kondisi Cuaca (cerah,mendung,gerimis) Nilai konstan ini bukanlah besarnya radiasi yang sampai dipermukaan
bumi. Atmosfir bumi mereduksi/ mengurangi radiasi matahari tersebut melalui proses pemantulan, penyerapan (oleh ozon, uap air, oksigen dan karbondioksida) dan penghamburan (oleh molekul-molekul udara, partikel debu atau polusi).
34
Untuk cuaca yang cerah pada siang hari, intensitas radiasi yang mencapai permukaan bumi adalah 1.000 W/m². Nilai ini relatif terhadap lokasi. Insolasi (energi radiasi) maksimum terjadi pada hari yang cerah namun berawan sebagian. Ini karena pemantulan radiasi matahari oleh awan sehingga insolasi (energi radiasinya) dapat mencapai 1.400 W/m² untuk periode yang singkat. 2.8.5
Orientasi PV Modul PV modul hanya akan efektif bila mendapat sinar langsung dengan arah
normal tegak lurus terhadap permukaan PV modul. Jika semakin jauh sudut tegak PV modul terhadap matahari maka tingkat penerimaan sinar matahari akan semakin rendah karena bila sudut PV modul semakin miring maka sebagian besar sinar matahari akan memantul dari permukaan sel surya dan hanya sedikit foton yang diserap. Namun kenyataannya peristiwa dari radiasi matahari bervariasi berdasarkan pada keduanya yaitu garis lintang (latitude) dan seperti halnya deklinasi matahari selama setahun. Faktanya poros rotasi bumi adalah dengan kemiringan sekitar 23,45o terhadap bidang dari orbit bumi oleh matahari, pada garis lintang tertentu tinggi dari matahari pada langit bervariasi setiap harinya. Untuk mengetahui ketinggian maksimum (dalam derajat) ketika matahari mencapai langit (α), secara mudah dengan menggunakan persamaan berikut (ABB QT, 2010): α = 90o – lat + δ (N hemisphere); 90o + lat - δ (S hemisphere)
(2.8)
Dimana: lat adalah garis lintang (latitude) lokasi instalasi PV modulterpasang (dalam satuan derajat) δ adalah sudut dari deklinasi matahari [23,45o] Apabila sudut dari ketinggian maksimum matahari (α) diketahui, maka sudut kemiringan PV modul (β) juga dapat diketahui. Namun tidak cukup hanya mengetahui α saja untuk menentukan orientasi yang optimal dari PV modul. Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh PV modul terhadap permukaan bumi (β), dapat diperoleh dengan :
35
β = 90o – α
(2.9)
Penempatan PV modul untuk mendapatkan energi maksimum, sebaiknya PV modul ditempatkan menghadap arah selatan, meskipun arah timur atau barat juga memungkinkan tetapi jumlah listrik yang dihasilkan akan lebih rendah. Selain itu sudut peletakan PV modul tidak boleh kurang dari 10 derajat atau melebihi 45 derajat. Orientasi dari rangkaian PV modul (array) ke arah matahari adalah penting, agar PV modul (array) dapat menghasilkan energi yang maksimum. Misalnya, untuk lokasi yang terletak di belahan bumi utara maka PV modul sebaiknya diorientasikan ke selatan. Begitu pula untuk lokasi yang terletak di belahan bumi selatan maka PV modul diorientasikan ke utara (Hanif, 2012). 2.8.6
Sudut Kemiringan PV Modul Sudut kemiringan memiliki dampak yang besar terhadap radiasi matahari
dipermukaan PV modul. Untuk sudut kemiringan tetap. Daya maksimum selama satu tahun akan diperoleh ketika sudut kemiringan PV modul sama dengan lintang lokasi. Sistem pengaturan berfungsi memberikan pengaturan dan pengamanan dalam suatu PLTS sedemikian rupa sehingga sistem pembangkit tersebut dapat bekerja secara efisien dan handal. Peralatan pengaturan di dalam sistem PLTS ini dapat dibuat secara manual, yaitu dengan cara selalu menempatkan kearah matahari, atau dapat juga dibuat secara otomatis, mengingat sistem ini banyak dipergunakan untuk daerah terpencil. Otomatis ini dapat dilakukan dengan menggunakan rangkaian elektronik. Namun dalam segi kepraktisan dan memudahkan perawatan pemasangan PV modul yang mudah dan murah adalah dengan memasang PV modul dengan posisi tetap dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk menentukan arah sudut kemiringan PV modul harus disesuaikan dengan letak geografis lokasi pemasangan PV modultersebut. Penentuan sudut pemasangan PV modul ini berguna untuk membenarkan penghadapan PV modul ke arah garis khatulistiwa. Pemasangan PV modul ke arah khatulistiwa dimaksudkan agar PV modul mendapatkan penyinaran yang optimal. PV modul yang terpasang di khatulistiwa (lintang = 0o) yang diletakan mendatar (tilt angle = 0o), akan menghasilkan energi maksimum (Hanif, 2012)
36
Gambar 2.11 Pemasangan PV Moduldengan sudut kemiringan Sumber: (Hanif M, 2012)
2.8.7
Menentukan Jenis PV Modul yang Tepat Penentuan PV Modul yang tepat tidak dapat dilepaskan dari karakteristik
listrik yang dimiliki. Jika disimpulkan maka ada dua faktor penting yang mempengaruhi secara mendasar pemilihan PV Modul yang sesuai, (Widiartha,2005): 1. Faktor internal dalam sistem PLTS adalah sistem penchargeran yang digunakan, dan jenis baterai yang di gunakan untuk menyimpan energi listrik. 2. Faktor eksternal, yaitu suhu udara lokasi, harga dari PV Modul tersebut dan ketersediaan barang pada daerah pembangunan pembangkit. 2.8.7.1 Faktor Internal Hal pertama yang berkaitan dengan factor internal adalah : apakah charge regulator akan digunakan untuk mengisi baterai atau tidak. Apabila system PLTS menggunakan charge regulator, maka waktu pengisian ke baterai penyimpan akan berlangsung lebih cepat, dan arus serta tegangan yang dihasilkan PV Array akan distabilkan terlebih dahulu sebelum memasuki baterai penyimpan. Dari kelebihan yang dimiliki system charge ini (bila dibandingkan dengan 2 sistem charge yang lain), maka umumnya PLTS dilengkapi dengan charge regulator yang dapat ditempatkan pada kotak panel kontrolnya (Widiartha, 2005)
37
2.8.7.2 Faktor eksternal Hal eksternal pertama yang harus dipertimbangkan saat akan memasang atau memilih jenis PV Modul yang akan dipakai adalah suhu udara lokasi. Suhu dari suatu daerah mempengaruhi besarnya output tegangan maksimal pada sebuah PV modul. Semakin tinggi suhu udara suatu tempat, tegangan maksimal keluaran (Voutput maksimal) yang dihasilkan akan semakin rendah. Untuk mengatasi penurunan tegangan ini yakni mengembalikan tegangan nominal PV Modul tersebut, cara yang digunakan adalah dengan menambahkan lebih banyak solar cell, dan ini berarti penambahan pengeluaran biaya. 2.9
Inverter Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct
current) yang dihasilkan PV array menjadi arus dan tegangan listrik AC (alternating current) dengan frekuensi 50Hz/60Hz. Pemilihan inverter yang tepat untuk aplikasi tertentu, tergantung pada kebutuhan beban dan tergantung pada apakah inverter akan menjadi bagian dari sistem yang terhubung ke jaringan listrik atau sistem yang berdiri sendiri. Berdasarkan bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter di kelompokan menjadi tiga (Gatot, 2014) yaitu: a. Square wave (gelombang kotak) Pada beban-beban listrik yang menggunakan kumparan / motor square wave inverter tidak dapat bekerja sama sekali. b. Modified sine wave Inverter
Modified
sine
wave
(gelombang
sinus
modifikasi),
menghasilkan daya listrik yang cukup memadai untuk sebagian peralatan elektronik tetapi memiliki kelemahan karena kekuatan daya listrik yang dihasilkan tidak sama persis dengan daya listrik dari PLN. c. True sine wave Inverter true sine wave (gelombang sinus murni) menghasilkan gelombang listrik yang sama dengan listrik PLN. Bahkan lebih baik dari segi kestabilan daya listrik dibandingkan daya listrik dari PLN. True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang
38
masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, dan tidak cepat panas. Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter bila dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya akan jauh berkurang dibandingkan dengan True sine wave inverter. Inverter yang terbaik adalah yang mampu menghasilkan gelombang sinosuidal murni atau true sine wave yaitu bentuk gelombang yang sama dengan bentuk gelombang dari jaringan listrik (grid utility). 2.9.1
Bentuk Gelombang Keluaran Inverter Kualitas bentuk gelombang keluaran yang diperlukan inverter tergantung
dari karakteristik beban yang terpasang. Beberapa jenis beban membutuhkan gelombang sinusoidal yang murni atau mendekati murni untuk dapat bekerja dengan baik. Beberapa jenis lainnya hanya membutuhkan gelombang sinusoidal yang tidak terlalu sempurna untuk bekerja. Selain dengan menggunakan inverter untuk memperoleh bentuk gelombang keluaran inverter yang mendekati sinusoidal murni dapat juga digunakan teknik PWM (Pulse Width Modulation). PWM adalah sebuah cara untuk memanipulasi lebar sinyal atau tegangan yang dinyatakan dengan pulsa dalam satu periode yang akan digunakan untuk mengatur tegangan sumber yang konstan untuk mendapatkan tegangan rata – rata yang berbeda. Sinyal PWM adalah sinyal digital yang amplitudonya tetap namun lebar pulsa yang aktif (duty cycle) per periodenya dapat diubah – ubah. Dimana periodenya adalah waktu pulsa high (1)Ton ditambah waktu pulsa low (0) Toff.
39
Gambar 2.12 Bentuk umum sinyal PWM Sumber: (Kristian, 2008)
Duty cycle adalah lamanya pulsa high (1) Ton dalam satu periode.grafik berikut menggambarkan sinyal PWM dengan beberapa duty cycle yang berbeda.
Gambar 2.13 Grafik duty cycle sinyal PWM Sumber: (Kristian, 2008)
Pada grafik 2.13 PWM teratas terlihat bahwa sinyal high per periodenya sangat kecil (hanya 10%). Pada garafik PWM ditengah terlihat sinyal high hampir sama dengan sinyal low (50%). Dan pada gambar paling bawah terlihat bahwa sinyal high lebih besar dari sinyal low (90%). Jika tegangan input yang melalui rangkaian tersebut sebesar 10 V. Maka jika digunakan PWM teratas, nilai tegangan output rata-ratanya sebesar 1 V (10% dari V source), jika digunakan PWM yang tengah, maka tegangan output rata – ratanya sebesar 5 V (50%). Begitu pula jika menggunakan PWM yang paling bawah, maka tegangan output rata-ratanya sebesar 9V (90%). Untuk mendapatkan sinyal PWM dari input berupa sinyal analog, dapat dilakukan dengan membentuk gelombang gigi gergaji atau sinyal segitiga yang diteruskan ke komparator bersama sinyal aslinya.
40
Gambar 2.14 Skema pembentukan sinyal PWM Sumber: (Kristian, 2008)
Dan jika digambarkan dalam bentuk sinyal akan terlihat seperti gambar 2.8 dimana sinyal input analog (modulating signal) dimodulasikan dengan sinyal gigi gergaji (carrier) sehingga akan dihasilkan sinyal PWM (pulse width modulated). 2.10
Penyangga dan Sistem Pelacak (Mounting and Tracking Systems) Modul surya harus terpasang pada suatu struktur/kerangka, untuk
menjaganya tetap terarah pada arah yang tepat, agar lebih tersusun rapi dan terlindungi. Struktur pemasangan modul surya bisa pada struktur yang tetap (fixed) atau dengan sistem pelacak sinar matahari, atau biasanya disebut tracking systems. a. Sistem penyangga tetap (fixed mounting systems) Sistem pemasangan tetap (fixed) menjaga barisan dari modul surya pada sudut kemiringan yang tetap, menghadap pada suatu sudut tetap dari arah matahari yang telah ditentukan. Sudut kemiringan dan arah/orientasi pada umumnya disesuaikan berdasarkan lokasi PLTS terpasang. Sistem ini lebih sederhana, murah, dan lebih sedikit perawatan dari pada sistem tracking. b. Sistem pelacak (tracking systems) Sistem pelacak adalah suatu peralatan atau sistem yang digunakan untuk mengarahkan panel surya atau pemantul cahaya terpusat terhadap matahari, sehingga dengan mengarahkan panel surya secara tepat pada posisi matahari, panel surya tersebut dapat memaksimalkan tegangan yang akan dihasilkannya. Sistem pengikut atau pelacak memiliki dua jenis pergerakan, yaitu pengikut matahari dengan dua arah gerak (ke arah timur-barat), dan
41
pengikut matahari dengan empat arah gerak (ke arah timur-barat dan ke arah utara-selatan). Pengikut matahari (selanjutnya disebut solar tracker) yang memiliki dua arah gerak (timur-barat) biasanya digunakan pada daerah-daerah yang terletak di luar garis khatulistiwa (equinox) dan titik balik matahari (solstice). Hal ini dilakukan karena posisi matahari pada daerah tersebut selalu condong ke arah utara dan selatan. Sedangkan pengikut matahari jenis kedua yang memiliki empat arah gerak (timurbarat dan utara-selatan) biasanya digunakan pada daerah yang dilalui oleh garis khatulistiwa ata di dalam titik balik matahari. Hal ini dilakukan karena posisi matahari dalam setiap tahunnya bergerak condong ke arah utara maupun ke selatan. 2.11
Kontrol Unit Secara sederhana fungsi dari kontrol unit adalah untuk mencegah timbul-
nya kerusakan peralatan pada saat terjadi kegagalan, memantau performa dari sistem dan memberikan informasi pada saat kegagalan terjadi. Untuk itu dibutuhkan beberapa perangkat–perangkat proteksi yang antara lain adalah circuit breaker yang berfungsi untuk melindungi sistem dari arus hubung singkat , arus lebih, serta blocking diode yang melindungi rangkaian PV Modul dari arus aliran balik. Blocking diode dipasang secara seri dengan setiap PV Modul dengan bagian anoda terhubung ke terminal positif dan katoda ke arah beban. Adapun bagian utama yang harus dilindungi (Roberts, 1996) adalah: -
Source circuit conductor (konduktor pada rangkaian PV Modul )
-
Storage conductor (konduktor pada rangkaian baterai)