BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Setiap penelitian memerlukan teori sebagai landasan kerangka berfikir yang mendukung masalah secara sistematis. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang akan memuat pokok-pokok pikiran yang dapat menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan dibahas (Narawi : 1995 : 39). Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji pemberitaan lingkungan hidup di surat kabar dengan menggunakan metode analisis isi yang termasuk dalam kajian objektif. Barelson (1952) menjelaskan bahwa analisis isi adalah suatu teknik penelitian yang dilakukan secara objektif, sistematis dan deskripsi kuantitatif dari isi komunikasi yang tampak (manifest). Salah satu ciri penting dari analisis isi adalah objektif. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi secara apa adanya, tanpa adanya campur tangan dari peneliti. Peneliti menghilangkan bias, keberpihakan, atau kecenderungan tertentu dari peneliti. Ada dua aspek penting dari objektifitas, yakni validitas dan reliabilitas (Eriyanto : 2011: 15). Kriyantono (2007: 45) menyatakan bahwa fungsi teori dalam riset adalah membantu periset menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Adapun teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah: 2.1.1 Komunikasi Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari bahasa latin communis yang berarti sama, communico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Menurut Menurut Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, pengertian Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna (Mulyana : 2010: 46).
8
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
9
Harold Lasswell (Mulyana : 2010: 69) menggambarkan proses komunikasi meliputi lima unsur yaitu : 1. Komunikator (who) Who dapat diartikan sebagai sumber atau komunikator yang menjadi pihak penyampai pesan atau informasi, dapat berupa individu, kelompok, organisasi, maupun suatu negara. 2. Pesan (says what) Says merujuk kepada apa yang dijelaskan atau isi pesan dari sebuah proses komunikasi, pesan ini disampaikan kepada komunikan atau pihak yang menerima pesan. Pesan dapat berupa simbol verbal maupun non verbal, nilai, gagasan, teks, dan lain sebagainya. 3. Media (in which channel) Sarana atau saluran yang mendukung terjadinya proses komunikasi antara komunikator kepada komunikan baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui media cetak atau elektronik). 4. Komunikan (to whom) Merupakan orang yang menerima pesan atau informasi yang disampaikan komunikator, komunikan dapat berupa individu, kelompok, maupun organisasi. Komunikan disebut juga sebagai pendengar (listener), khalayak (audience), penafsir ataupun penyandi balik (decoder). 5. Efek (with what effect) Dampak atau efek yang terjadi akibat pesan yang disampaikan kepada komunikan oleh komunikator. Efek tersebut dapat berupa perubahan sikap, tingkah laku, atau bertambahnya pengetahuan. Berdasarkan paradigma Lasswell tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media atau saluran yang menimbulkan efek tertentu. Pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima pesan dapat dikemas dengan cara verbal (tulisan, dan perkataan) atau nonverbal (simbol).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.2 Komunikasi Massa Pengertian komunikasi massa merujuk kepada pendapat Tan dan Wright, yaitu
bentuk
komunikasi
yang
menggunakan
saluran
(media)
dalam
menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu (Ardianto:2004: 3). Pendapat lain yang lebih rinci dikemukakan oleh Gerbner, menurut Gerbner Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Dari definisi Gerbner, tergambar bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan-pesan komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kapada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan, dwi mingguan atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan perorangan, melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri (Ardianto, 2004 : 4). Definisi lain komunikasi massa yang dikemukakan Michael W Gamble dan Teri Kwal Gamble (Nurudin, 2004: 7-8) akan semakin memperjelas apa itu komunikasi massa. Menurut mereka sesuatu bisa didefinisikan sebagai komunikasi massa jika mencakup: 1. Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat kepada khalayak yang luas dan tersebar. Pesan itu disebarkan melalui media modern pula antara lain surat kabar, majalah, televisi, film atau gabungan diantara media tersebut. 2. Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesanpesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian dengan jutaan orang yang tidak saling kenal atau mengetahui satu sama lain. Anonimitas audience dalam komunikasi massa inilah yang membedakan pula dengan jenis komunikasi yang lain, bahkan pengirim dan penerima pesan tidak saling mengenal satu sama lain. 3. Pesan adalah publik, artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan dan diterima oleh banyak orang, oleh karena itu diartikan milik publik.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
11
4. Sebagai sumber, komunikator massa biasanya organisasi formal seperti jaringan, ikatan atau perkumpulan. Dengan kata lain, komunikatornya tidak berasal dari seseorang, tetapi lembaga. Lembaga ini pun biasanya berorientasi pada keuntungan bukan organisasi suka rela atau nirlaba. 5. Komunikasi massa dikontrol oleh gatekeeper (pentapis informasi). Artinya, pesan-pesan yang disebarkan atau dipancarkan dikontrol oleh sejumlah individu dalam lembaga tersebut sebelum disiarkan lewat media massa. Ini berbeda dengan komunikasi antar pribadi, kelompok atau publik dimana yang mengontrol tidak oleh sejumlah individu. Beberapa individu dalam komunikasi massa ikut berperan dalam membatasi, memperluas pesan yang disiarkan. 6. Umpan balik dalam komunikasi massa sifatnya tertunda. Kalau dalam jenis komunikasi lain, umpan balik bisa bersifat langsung. 2.1.3 Surat Kabar Keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan belanda, masa penjajahan jepang, menjelang masa kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde lama serta orde baru (Ardianto, 2004 ; 101). Surat kabar sebagai media massa dalam orde baru mempunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan pembangunan dan sebagai alat mencerdaskan rakyat indonesia. Menurut Effendy, surat kabar adalah lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-ciri ; publisitas (isi surat kabar tersebut disebarluaskan kepada publik), periodisitas (surat kabar terbit secara teratur setiap hari, seminggu sekali atau dua mingguan), universalitas (isi surat kabar tersebut bersifat umum yang menyangkut segala aspek kehidupan) dan aktualitas (yang dimuat surat kabar mengenai permasalahan aktual) (Effendy : 1993: 34). Sementara itu, Suwardi berpendapat umumnya isi dari suatu surat kabar terdiri dari berita utama yang terletak di halaman depan, berita biasa, rubrik opini, reportase, wawancara, feature, iklan, cerita pendek, cerita bergambar, dan lain-lain. Semua komponen itu diramu sedemikian rupa agar pembaca tertarik membaca dan menjadi pelanggan surat kabar itu (1993: 26). Dari empat fungsi media massa (informasi, edukasi, hiburan, dan persuasif), fungsi yang paling menonjol dari surat kabar adalah informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap persitiwa yang terjadi di sekitarnya. Oleh karena itu sebagian besar Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
12
rubrik surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita. Namun demikian, fungsi hiburan surat kabar pun tidak terabaikan karena tersedianya rubrik artikel ringan, feature (laporan perjalanan, laporan tentang profil seseorang yang unik), rubrik cerita bergambar atau komik, serta cerita bersambung. Begitu pula dengan fungsinya mendidik dan mempengaruhi dapat ditemukan pada artikel ilmiah, tajuk rencana atau editorial dan rubrik opini. Fungsi pers, khususnya surat kabar pada perkembangannya bertambah, yakni sebagai alat kontrol sosial yang konstruktif. Adapun ciri-ciri surat kabar sebagaimana yang dipaparkan oleh Ardianto (2004: 104-106) sebagai berikut : a. Publisitas Surat kabar diperuntukkan umum, karenanya berita, tajuk rencana, artikel dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum bukan kepentingan pribadi dan kelompok. b. Universalitas Menunjukkan bahwa surat kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan manusianya. Contoh universalitas surat kabar seperti beragam rubrik yang terdapat dalam surat kabar dan cakupan beritanya yang terdiri dari lokal, regional, nasional, maupun internasional. c. Aktualitas Ciri aktualitas yang dimaksud dengan disini ialah kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan faktor yang amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan berhubungan dengan nama baik surat kabar yang bersangkuntan. d. Periodisitas Periodisitas merupakan penerbitaan surat kabar yang dilakukan secara periodik, teratur. Tidak menjadi soal apakah terbitnya itu sehari sekali, seminggu sekali, sehari dua kali atau tiga kali seperti di negara-negara yang sudah maju, syaratnya ialah harus teratur.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
13
e. Terdokumentasikan Dari berbagai fakta yang disajikan surat kabar dalam bentuk berita, atau artikel, dapat dipastikan ada beberapa diantaranya yang oleh pihak-pihak tertentu diarsipkan atau dibuat menjadi kliping. Menurut konteks jurnalistik, ada tiga produk jurnalistik yang terdapat dalam isi surat kabar (Djuroto : 2004: 46) Produk jurnalistik tersebut adalah berita (news), pandangan, ulasan, komentar (opinion), dan iklan atau perkenalan yang bersifat propaganda (advertisement). 1. Berita (news) Menurut Michael V. Charnley, berita adalah laporan tercepat mengenai fakta dan opini yang menarik atau penting, atau kedua-duanya bagi sejumlah besar orang (Sumadiria : 2005 : 64). Dengan adanya pemberitaan, masyarakat kemudian akan mengetahui segala informasi yang sedang terjadi di seluruh aspek kehidupannya. Hal inilah yang mengharuskan berita-berita yang disajikan tiaptiap institusi media harus berdasarkan fakta yang terjadi dan harus disampaikan secara objektif tanpa melibatkan pendapat pribadi penulis berita. Adapun pengklasifikasian berita menurut jenisnya terdiri atas lima hal, yakni: 1. Straight news (berita langsung) adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya, berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari 5W+1H (what, who, when, where, why dan how). 2. Depth
news
(pengembangan
berita)
merupakan
kelanjutan
atau
pengembangan dari adanya sebuah berita yang masih belum selesai pengungkapannya dan bisa dilanjutkan kembali. 3. Investigative news (penggalian berita) merupakan laporan yang berisikan atau memusatkan pada sejumlah masalah dan bersifat kontroversi. Dalam laporan investigasi, para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi mengungkapkan kebenaran. 4. Interpretative news (penjelasan berita) adalah bentuk berita yang penyajiannya merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi. Dalam penulisannya, boleh dimasukkan uraian, komentar dan sebagainya yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
14
ada kaitannya dengan data yang diperoleh dari suatu peristiwa atau kejadian yang dilihatnya. 5. Feature (karangan khas) adalah bagian dari penyajian berita yang cara menulisnya dapat mengabaikan pegangan utama dalam penulisan berita; atau penyajian berita yang berbentuk human interest (ketertarikan manusiawi). Berita-berita yang telah siap untuk disajikan ke hadapan para pembaca dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya. Bila berita tersebut dianggap sangat layak diletakkan di halaman depan surat kabar, maka berita itu disebut berita utama (headline). Biasanya berita yang menjadi headline sebuah surat kabar dibuat dengan menggunakan huruf relatif lebih besar dengan judul yang dapat menarik
perhatian
para
pembaca.
Sedangkan
berita
yang
ditampilkan
mendampingi berita utama sehingga tampak semarak berita yang ada pada halaman depan disebut sebagai berita non-utama. Namun, bukan berarti berita tersebut tidak penting tetapi mungkin tidak hangat di masyarakat. Berita yang menjadi headline merupakan isu utama dalam sebuah surat kabar. Isu berita headline merupakan berita yang aktual, penting, menarik perhatian masyarakat dan sedang hangat di tengah masyarakat. Memang, setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca, selalu dijadikan headline atau diletakkan pada halaman depan surat kabar. Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa umumnya pembaca ketika akan membaca atau membeli sebuah surat kabar, yang pertama dilihatnya adalah headline berita pada hari itu atau berita-berita yang ada di halaman depannya. Penyajian sebuah isu dalam pemberitaan di media seperti surat kabar dipengaruhi visi dan misi institusi media yang bersangkutan serta segmentasi pembaca dari institusi media tersebut. Kompetensi pihak yang dijadikan narasumber berita dalam mendapatkan informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi peristiwa juga mempengaruhi isi berita yang disampaikan maupun keberpihakan media tersebut terhadap pihak-pihak tertentu. Narasumber berita dapat berasal dari apa yang dilihat oleh wartawan itu sendiri atau dari narasumber yang menguasai persoalan, atau hanya sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
15
Narasumber jelas merupakan bagian penting dari proses kerja jurnalistik. Dalam berbagai literatur tentang jurnalisme, narasumber disebutkan sebagai orang yang membawakan informasi tentang suatu peristiwa. Melalui narasumber, jurnalis mendapatkan informasi yang dibutuhkan terkait dengan tema pemberitaan yang sedang dikerjakan. Karena itu, pilihan narasumber oleh media pers atau jurnalis, dapat dijadikan indikator untuk melihat cara pandang media mengenai suatu isu tertentu. Kehadiran narasumber, khususnya dalam produk jurnalisme yang mengedepankan fakta-fakta psikologi, atau fakta-fakta yang dikonstruksi dari keterangan narasumber, sangat kentara. Alur demi alur yang membingkai fakta media, dan kemudian didistribusikan pada setiap alinea, dibangun berdasarkan pernyataan narasumber. Umumnya pernyataan narasumber yang dianggap paling menarik, berbobot, eksklusif, dikutip dan ditempatkan pada lead atau teras berita. Tidak jarang juga dijadikan judul berita. Herbert Strentz mengungkapkan ada dua peringatan menyangkut kompetensi narasumber berita. Pertama, reporter tidak boleh mengandaikan bahwa, karena posisi atau pengalaman, narasumber berita yang harus tahu memang benar-benar tahu dan dapat memberikan informasi. Mengenai peringatan pertama, Webb dan Salancik seperti yang dikutip Strentz, meringkaskan empat kondisi yang membuat reporter tidak boleh begitu saja mempercayai informasi yang diberikan oleh narasumber: a) Narasumber
mungkin
tidak
tahu
tentang
informasi
yang
dikehendaki reporter; b) Narasumber mungkin memiliki informasi dan mau membaginya, tetapi mungkin kurang pandai berbicara atau kurang memiliki konsep untuk mengatakannya; c) Narasumber mungkin memliki informasi yang dikehendaki tetapi tidak ingin membaginya; dan d) Narasumber mungkin mau membagi informasi, tetapi tidak mampu mengingatnya. Peringatan kedua, kompetensi narasumber berita tidak perlu dikaitkan dengan metode perolehan berita. Mengenai peringatan ini, kompetensi relatif dari narasumber berita harus menentukan metode pengumpulan berita yang paling mungkin
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
16
akan
menghasilkan
informasi
yang
dikehendaki.
(https://kippas.wordpress.com/category/jurnal-kupas-edisi-i)
2. Pandangan atau Pendapat (opinion) Pada sebuah surat kabar tersedia kolom atau rubrik yang berfungsi untuk menampung pendapat atau pandangan. Ini merupakan perwujudan dari institusi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Opini dalam surat kabar tersebut dapat berasal dari masyarakat luas yang disebut pendapat umum (public opinion) dan yang berasal dari media itu sendiri dinamakan pendapat redaksi (desk opinion) (Djuroto : 2004 : 67) Pendapat umum adalah pendapat, pandangan atau pemikiran lain dari masyarakat untuk menanggapi atau membahas suatu permasalahan yang dimuat dalam pemberitaan sebuah media. Pendapat umum ini biasanya disajikan dalam tiga bentuk, yaitu komentar, artikel, dan surat pembaca. Sementara opini penerbit merupakan pandangan, pendapat atau opini dari redaksi terhadap suatu masalah yang terjadi di tengah masyarakat, dan dijadikan sajian dalam penerbitannya. Opini penerbit sering juga disebut sebagai “Suara Redaksi” dan biasanya ditulis dalam beberapa bentuk, seperti tajuk rencana atau editorial, pojok, catatan kecil, dan karikatur. Untuk memisahkan secara tegas antara berita dan opini maka tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, komentar dan surat pembaca ditempatkan dalam satu halaman khusus. Inilah yang disebut halaman opinion (opinion page). 3. Periklanan (advertising) Periklanan adalah kegiatan memasok perhatian penghasilan bagi perusahaan penerbitan pers dengan jalan menjual kolom-kolom yang ada pada surat kabar dalam bentuk advertensi (advertising). Iklan dalam penerbitan media dibagi dua jenis, iklan umum dan iklan khusus. Iklan umum, artinya iklan yang diperuntukkan bagi kepentingan bisnis, misalnya iklan promosi. Sedangkan iklan khusus adalah iklan yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial. Misalnya, pengumuman, iklan keluarga, iklan layanan masyarakat dan sebagainya (Djuroto : 2004 : 83).
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
17
Surat kabar dapat dikelompokkan menjadi beberapa katagori. Dilihat dari ruang lingkupnya, maka katagorisasinya adalah surat kabar nasional, regional, dan lokal. Ditinjau dari bentuknya, ada bentuk surat kabar biasa dan tabloid. Sedangkan dilihat dari bahasa yang digunakan, ada surat kabar berbahasa Indonesia, Inggris, dan bahasa daerah. Berdasarkan skala penerbitannya, dapat dikelompokkan menjadi surat kabar nasional, diantaranya Kompas, Suara Pembangunan, Media Indonesia, Republika, Suara Karya. Surat kabar regional, diantaranya Pikiran Rakyat (Jawa Barat), Jawa Pos, dan Surabaya Pos (Jawa Timur), Suara Merdeka (Jawa Tengah), Waspada (Sumatera Utara), Bali Pos (Bali). Surat kabar lokal, diantaranya adalah Bandung Pos (Bandung-Jabar), Pos Kota (Jakarta), Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta). Surat kabar bentuk tabloid adalah Bintang, Citra, Nova, Wanita Indonesia, Bola, GO (Gema Olahraga). Surat kabar berbahasa Inggri, diantaranya The Jakarta Post (Ardianto, 2004 :106-107). Harian Waspada merupakan salah satu surat kabar tertua di Kota Medan, surat kabar ini terbit pertama kali di Kota Medan pada tanggal 11 januari 1947. Ketika itu Kota Medan masih dikuasai NICA denga jumlah penduduk berkisar 200 ribu jiwa. Selama perjalanannya, surat kabar ini sudah banyak mengalami pasang surut. Surat kabar Waspada didirikan oleh H. Mohammad Said dengan biaya sendiri. Dasar tujuan diterbitkannya kala itu adalah untuk mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945. Sejak awal terbitnya, surat kabar Waspada secara terang-terangan dan konsekuen mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia. Surat kabar Waspada membaktikan kerjanya dengan jalan menyajikan beritaberita serta meneruskan keterangan resmi pemerintah Republik Indonesia dari ibukota tentang situasi revolusi dan mengemukakan pendapat yang mengukuhkan keyakinan akan suksesnya perjuangan dalam waktu singkat. Keberadaan surat kabar ini pada awal terbit sangat bermanfaat sebagai alat penting
dalam
melancarkan perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi pada waktu itu negara sangat kekurangan alat-alat berupa media penerangan untuk dapat tetap menjaga hubungan antara sesama pejuang kemerdekaan dan gerilyawan yang terpencar di berbagai daerah.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
18
Keberadaan Waspada sebagai surat kabar republik yang tidak mau menyiarkan berita-berita untuk kepentingan NICA mendapat tantangan dari pemerintah Belanda. Bahkan tidak jarang surat kabar Waspada harus menghadapi teror dari pemerintah Belanda. Antara tahun 1947-1949, Waspada seringkali mengalami pembredelan karena menyiarkan berita-berita yang menguntungkan perjuangan Republik Indonesia. Selama masa awal kemerdekaan Indonesia, Waspada harus hidup secara “gali lubang tutup lubang”. Langkahnya kertas koran juga menjadi kesulitan utama yang mengakibatkan Waspada hanya terbit dengan jumlah 1000 eksemplar, bahkan kadang-kadang hanya 300 eksemplar. Setelah keadaan mulai membaik beberapa tahun kemudian, Waspada mulai menerima distribusi kertas sebanyak 5000 eksemplar sehari dan terus bertambah hingga mencapai 25.000 eksemplar di tahun 1956. Harian Waspada sempat juga tidak terbit selama beberapa minggu akibat ketidaklancaran distribusi kertas koran disertai dengan ketegangan suhu politik dan pemberontakan Daud Beureuh di Aceh antara tahun 1955-1956. para pembaca Waspada harus beralih ke surat kabar lain yang mulai banyak terbit di Medan. Setelah terbit kembali, Waspada membutuhkan beberapa minggu untuk menarik kembali pelanggan yang loyalitas membaca Waspada. Penurunan oplah penjualan surat kabar Waspada juga sempa terjadi pada akhir 1956 pada saat Pemberontakan Rakyat Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Kolonel Simbolon di Sumatera Utara. Secara terang-terangan Waspada menyatakan penentangan terhadap aksi tersebut. Segera setelah pemberontakan PRRI meletus di TapanuliLabuhan Batu, kelompok tersebut menyatakan Waspada sebagai bacaan terlarang. Surat kabar Waspada yang masuk ke daerah tersebut dibakar, bahkan orang yang membawanya ikut dihukum dan dipukuli. Oplah penjualan surat kabar Waspada mengalami penurunan dari 25.000 eksemplar menjadi 20.000 eksemplar. Seiring dengan kondisi keamanan negara yang berangsur-angsur pulih dan penurunan tingkat buta huruf sejak Agustus 1966, permintaan menjadi pelanggan surat kabar Waspada terus meningkat. Daerah penyebaran dan agennya juga bertambah. Kini Waspada mampu menyediakan lebih dari 600.000 eksemplar dengan daerah penyebaran mulai dari Medan dankawasan Sumatera Utara,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
19
Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Jakarta. Harian Waspada setiap harinya terbit dengan jumlah minimal 20 halaman. Rubrik yang mengisi surat kabar ini antara lain Rubrik Medan Metropolitan, Nusantara, Luar Negeri, Sport, Ekonomi Bisnis, Opini, dan Rubrik Sumatera Utara yang berisi informasi dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Ada juga Rubrik Nanggroe Aceh Darussalam yang memuat berita berita seputar daerah Banda Aceh, Sigli, Bireue dan Lhokseumawe. Harian Waspada setiap harinya terbit dengan jumlah minimal 20 Halaman. Rubrik yang mengisi harian ini antara lain Rubrik Medan Metropolitan, Nusantara, Luar Negeri, Sport, Ekonomi Bisnis, Opini, dan Rubrik Sumatera Utara yang memuat berita dari berbagai daerah di Sumatera Utara, serta Rubrik Nanggroe Aceh Darusalam yang memuat berita dari berbagai daerah di Banda Aceh,
Sigli,
Bireun,
dan
Lhoksemawe
(http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/16665). 2.1.4 Jurnalisme Lingkungan “Jurnalistik adalah istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yakni : “journalistiek”, dan dalam bahasa Inggris “journalistic” atau “journalism”, yang bersumber pada perkataab “journal” sebagai terjemahaan dari bahasa latin “diurnal”, yang berarti “harian” atau “setiap hari”. Onong Uchjana Effendy mengemukakan secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai pada menyebar luaskan kepada masyarakat (Effendy, 1993: 66). Sumadiria berpendapat bahwa secara teknis jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari mengumpulkan, mengelola, menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya (2005:65). Jurnalisme lingkungan, meskipun diakui sebagai spesialisasi baru, tetaplah jurnalisme yang harus bertolak dari aturan, norma, dan etika baku di dalam jurnalistik. Menurut Muhammad Badri, dalam konteks ini jurnalisme lingkungan didefinisikan sebagai proses-proses untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan berbagai informasi tentang peristiwa, isu, kecenderungan, dan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
20
praktik dalam kehidupan bermasyarakat yang berhubungan dengan dunia nonmanusia di mana manusia berinteraksi di dalamnya, yakni dunia lingkungan hidup dalam pengertian yang umum. Jurnalisme lingkungan hidup mempunyai ciri yang mampu meneropong interaksi saling mempengaruhi antara komponen, aktor, faktor, dan kepentingan yang mempengaruhi lingkungan hidup, dengan orientasi utama pada dampak-dampak negatifnya (www.ruangdosen.wordpress.com) Peliputan yang terkait dengan masalah lingkungan hidup haruslah menyusur akar masalah sampai tuntas, dan melihat permasalahan dari berbagai sisi yang holistik. Menurut Yayan, pengertian jurnalisme lingkungan juga berkaitan dengan pengertian komunikasi lingkungan. Komunikasi lingkungan, jika merujuk uraian Robert Cox dalam bukunya Environmental Communication And The Public Sphere, adalah studi dan praktik tentang bagaimana individu, lembaga, masyarakat, serta budaya membentuk, menyampaikan, menerima, memahami dan menggunakan pesan tentang lingkungan serta tentang hubungan timbal-balik antara manusia dengan lingkungan (Agus : 2014: 2). Menurut Muhammad Badri (Agus: 2014: 8), tujuan jurnalisme lingkungan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Membantu masyarakat untuk mendapatkan kesadaran sosial atas apa yang terjadi terhadap lingkungan mereka. 2. Membantu masyarakat mendapatkan informasi yang memadai untuk memutuskan sikap. 3. Menggerakkan masyarakat untuk bertindak dan terlibat dalam pelestarian lingkungan hidup. 4. Menekan pemerintah dan DPR untuk mempertimbangkan informasi lingkungan hidup sebagai landasan tindakan dan kebijakan yang akan diambil. 5. Memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah dan DPR tentang pelestarian lingkungan atau pengendalian praktik-praktik yang merusak lingukangan. Permasalahan yang kerapkali terjadi dilapangan adalah media massa yang memiliki fungsi mendidik terasa kurang dalam membuka kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga serta mengawal kelestarian lingkungan hidup karena lebih menonjolkan aspek kontrol sosialnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
21
Maka dari itu, Atmakusumah (1996 : 17) mencoba merumuskan kewajibankewajiban wartawan dalam melakukan peliputan tentang lingkungan hidup. 1. Wartawan yang menaruh minat pada masalah lingkungan harus terus menerus mendalami permasalahan-permasalahan mendasar sambil terus menerus mengikuti perkembangan aktual bidang lingkungan. 2. Memihak lingkungan hidup akan terlegitimasi jika disertai dengan pemahaman masalah. Untuk memperoleh peliputan yang baik, wartawan harus berorientasi ke lapangan dan harus mempuyai komitmen, mempunyai pengetahuan umum yang luas dan pengetahuan yang khusus, serta mempunyai pengetahuan teknis dalam mengemas berita di media cetak dalam bentuk yang cocok bagi masyarakat di masa sekarang. 3. Wartawan harus menguasai metode elementer suatu peliputan atau penelitian, karena bobot dari suatu berita adalah reportase langsung ke lapangan atau fakta dalam suatu konteks yang berperspektif dan benar. 4. Wartawan sangat diharapkan ketetapannya dalam menuliskan pemberitaan tentang lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan istilah-istilah ilmiah. 5. Perkembangan hukum lingkungan perlu juga dicermati oleh para wartawan dalam rangka pengembangan pengetahuan akan masalahmasalah aktual. 6. Wartawan harus mengutamakan manusia atau penduduk yang terkena masalah dan bersikap think globally, act locally. 7. Dalam keberpihakannya pada kaum yang lemah, pers harus bertindak fair, karena tanpa hal itu pers tidak membantu memecahkan persoalan. 8. Wartawan harus lebih sering turun ke lapangan agar laporannya komperhensif dan lengkap. Hutan-hutan di Kalimantan dan Sumatera telah habis dibabat untuk kepentingan jangka pendek tanpa mempertimbangkan serta menjaga kelestarian lingkungan. Pemberitaan tersebut meliputi berbagai dimensi seperti dimensi politik, sosial, ekonomi dan ekologi. Jurnalisme lingkungan adalah sebuah konsep jurnalistik yang memberitakan masalah lingkungan hidup dan solusinya, beritaberita yang disajikan lebih mengutamakan masalah kesinambungan lingkungan hidup. Pers mempunyai peran dalam pengelolaan lingkungan hidup. Menurut M. Soemadi Wonohito SH, pemimpin umum Harian Kedaulatan Rakyat, peranan pers lingkungan tersebut adalah (Abrar:1993:6) :
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
22
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan hidup yang baik dan sehat. Al Gore menyatakan bahwa Media memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan informasi dan pendidikan agar dapat memberitahu kepada masyarakat tidak hanya akan apa yang sedang terjadi melainkan juga kenapa hal tersebut bisa terjadi dan apa artinya untuk kita hari ini dan di masa yang akan datang. The media have a responsibility to inform and to educate, to tell us not only what is happening today but also why it is happening and what it will mean to us today and tomorrow (Rademakers : 2004 :8). Hester dan Wai Lan berpendapat pers menginformasikan kepada mayarakat pengetahuan terhadap lingkungan hidup dengan informasi yang akurat dan tepat. Dalam hal ini pers tidak saja menginformasikan tentang lingkungan yang baik dan sehat tetapi juga memberikan pendidikan secara tidak langsung yaitu kesadaran masyarakat terhadap lingkungan di masa mendatang (Haswari : 2010 : 6). Inti dari pemberitaan lingkungan adalah masalah kesadaran yang perlu ditumbuhkan kepada masyarakat luas. Pemberitaan lingkungan hidup terkadang mengandung istilah yang tidak dimengerti oleh orang awam. Oleh sebab itu penjelasan tentang istilah tersebut menjadi penting. Informasi lingkungan hidup yang tidak memberikan gambaran yang jelas hanya akan membingungkan khayalak dan menjadi mubazir (Atmakusumah:1996:21). Secara umum, agar informasi lingkungan hidup mudah dipahami oleh pembacanya, penyajian berita sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami, tidak banyak menggunakan grafik dan angka, mengungkapkan proses biologi, kimia dan fisika secara sederhana serta memberikan kutipan dialog yang hidup (Abrar:1993:16). 2. Mengangkat isu kemungkinan adanya pencemaran serta bahayanya. Pers berperan sebagai agen pengawas masalah lingkungan. Ketika sebuah lingkungan teranacam akibat eksploitasi manusia. Pers bersiaga dengan memberitakan masalah tersebut kepada masyarakat disertai dengan beragam informasi tentang dampak dan bahaya yang akan terjadi tentang kerusakan/pencemaran lingkungan tersebut. Sebelumnya dalam berita
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
23
yang dijabarkan, sudut pemberitaan tentang masalah lingkungan perlu dijelaskan sehingga memudahkan untuk melihat masalah dengan lebih jelas. Dengan memberitakan isu tersebut, diharapkan akan dilakukan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Menjadi mediator di antara pihak-pihak yang terkait. Pers menjadi mediator bagi pihak-pihak yang terkait masalah lingkungan hidup. Pers menyatukan berbagai pendapat dari berbagai narasumber yang terlibat pada masalah tersebut. Misalnya LSM dengan pengusaha perkebunan kelapa sawit dan pemerintah daerah dalam menyikapi mengenai isu lingkungan tersebut. Peran mediator ini juga disebutkan oleh R. Gregory yaitu “…the news media help develop the public’s perception of health or environmental risk by facilitating a two-way conversation between technical expert and the public and from the public to the scientist and government or industry decision makers” (Rademakers : 2004 :6). Menurut Abrar seperti yang disebutkan di awal, pemberitaan tentang masalah lingkungan hidup mengandung konflik dengan pihak-pihak yang terkait. Sepadan dengan itu, Lisa Rademakers mengatakan “…environmental journalism has been a complex beat, encompassing more than just the environment often, politics, economics, and social issues play a part”. Banyaknya aktor yang terlibat pada masalah lingkungan, membuat peran pers sebagai mediator menjadi penting. Pers mengakomodasikan pendapat dan informasi yang perlu diketahui oleh publik ataupun oleh pengambil kebijakan. Oleh sebab itu wartawan lingkungan hidup dituntut untuk melakukan kinerja profesional dalam menyajikan berita lingkungan hidup. Pers tidak membangun berita sendirian, melainkan dengan ketelibatan pihak-pihak lain. Oleh sebab itu wartawan lingkungan perlu mengembangkan jaringan narasumber yang berkaitan dengan masalah lingkungan, yaitu (Atmakusumah : 1996:58) : 1. Lembaga Swadaya Masyarakat, baik lokal, nasional dan internasional yang pro lingkungan hidup. LSM mempunyai jaringan yang kuat berupa informasi dan akses ke masyarakat, advokasi, dan konfirmasi yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
24
terpecaya dalam menghadapi masalah lingkungan. Contoh LSM : Walhi, Greenpeace, WWF, dan sebagainya 2. Lembaga Pemerintahan baik di tingkat daerah seperti pemerintahan daerah setempat, tingkat nasional seperti departemen kehutanan maupun lembaga pemerintahan
yang
spesifik
seperti
Badan
Pengendali
Dampak
Lingkungan (Bapedal), LBN (Lembaga Biologi Nasional) dan sebagainya. 3. Lembaga Internasional seperti UNEP, World Bank, UNDP, UNESCO dan sebagainya yang turut berperan dalam masalah lingkungan. 4. Pusat Studi Lingkungan yang berada di perguruan tinggi. PSL ini berada di dalam lingkungan akademisi yang menyikapi masalah lingkungan hidup. Selain itu, peneliti turut menambahkan poin ke-empat dan ke-lima dari narasumber yang perlu dikembangkan dalam meliput masalah lingkungan. Menurut Lisa Rademakers dalam thesisnya mengatakan : “Environmental issues can range from those associated with the natural environment of the earth or those assosiated with environmental threats to the health of living things”. Bahan baku berita lingkungan hidup adalah realitas lingkungan hidup seperti polusi udara, penggundulan hutan, pencemaran air, masalah kesehatan masyarakat dan sebagainya, yang membedakan persoalan lingkungan hidup dengan yang lain adalah juga kompleksitasnya karena melibatkan tidak hanya informasi teknis, tetapi juga ekonomi, politik dan pertimbangan sosial (atmkusumah:1996:38) Tabel 2.1 Kategori Pemberitaan Lingkungan menurut Noviriyanto Detwiler (2004) 1. Kualitas udara 2. Kualitas air 3. Populasi manusia 4. Zat addiktif 5. Sumber energi 6. Margasatwa dan kawasan konservasi 7.Pergerakan organisasi lingkungan
FON (1996) 1. Udara bersih dan penghijauan 2. Perlindungan daerah liar 3. Pencemaran air 4. Erosi tanah dan ekologi agrikultur 5. Pencemaran udara an penanganannya 6. Pencemaran sampah padat
Baskoro (2003) 1. Berkaitan dengan pencemaran lingkungan di darat, udara, dan laut 2. Berkaitan dengan pelestarian hutan, mahluk hidup dan keanekaragaman hayati 3. Berkaitan dengan aspek kebijakan (policy), undang-
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
25
8. Fenomena alam alami
7.Masalah-malasah lingkungan 8. Iklim yang tidak normal dan bencana alam 9. Penggunaan produk dan teknologi yang ramah lingkungan 10. Organisasi lingkungan dan aktivitasnya
undang, peraturan dan hukum lingkungan. 4.Berkaitan dengan masalah teknologi yang berhubungan dengan pelestarian/persoalan
(sumber : http://e-journal.uajy.ac.id/1916/) Tabel di atas menjelaskan bahwa berita-berita lingkungan hidup adalah berita yang memuat persoalan atau permasalahan lingkungan hidup di dalamnya. Abrar menyatakan bahwa selain itu berita lingkungan juga bisa mengundang konflik kepentingan berbagai pihak. Sehingga dalam penerapannya berita lingkungan hidup selain membutuhkan ketrampilan jurnalistik yang standar, juga membutuhkan pengetahuan yang cukup komperhensif tentang hubungan alam, manusia, pembangunan dan ekonomi secara holistik, dampak fisik dan sosial kerusakan lingkungan hidup termasuk bagaimana cara menanggulangi kerusakan lingkungan hidup tersebut (1993: 9). 2.1.5 Kode Etik Jurnalisme Lingkungan Ditinjau dari segi bahasa, kode etik berasal dari dua bahasa, yaitu “kode” berasal dari bahasa Inggris “code” yang berarti sandi, pengertian dasarnya dalah ketetuan atau petunjuk yang sistematis. Sedangkan “etika” berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti watak atau moral. Dari pengertian itu, kemudian dewasa ini kode etik secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan atau kumpulan etika dengan kata lain, kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Wartawan selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga harus berpegang kepada kode etik jurnalistik. Tujuannya adalah agar wartawan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya, yaitu mencari dan menyajikan informasi. Di Indonesia terdapat banyak kode etik jurnalistik. Hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
26
organisasi wartawan di Indonesia, untuk itu kode etik juga berbagai macam, antara lain Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (KEJ-PWI), Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), Kode Etik Jurnalistik Aliansi Jurnalis Independen (KEJ-AJI), Kode Etik Jurnalis Televisi Indonesia, dan lainnya. Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat vital bagi wartawan, bahkan dibandingkan dengan perundang-undangan lainnya yang memiliki sanksi fisik sekalipun, Kode Etik Jurnalistik memiliki kedudukan yang sangat istimewa bagi wartawan. M. Alwi Dahlan sangat menekankan betapa pentingnya Kode Etik Jurnalistik bagi wartawan. Menurutnya, Kode Etik setidak-tidaknya memiliki lima fungsi, yaitu: a. Melindungi keberadaan seseorang profesional dalam berkiprah di bidangnya; b. Melindungi masyarakat dari malpraktik oleh praktisi yang kurang profesional; c. Mendorong persaingan sehat antarpraktisi; d. Mencegah kecurangan antar rekan profesi; e. Mencegah
manipulasi
informasi
oleh
narasumber
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kode_etik_jurnalistik). Joseph L. Blast (2000) dalam artikel 'Environmental Journalism: A Little Knowledge is Dangerous' mengatakan bahwa pengetahuan tentang lingkungan serba sedikit yang dimiliki jurnalis justru membahayakan. Hal ini muncul karena hanya sedikit wartawan yang memiliki latar belakang pengetahuan ilmiah sehingga mereka rentan terhadap manipulasi para aktifis lingkungan karena di satu sisi mengabaikan pendapat ilmiah para pakar. Ketidaksiapan sumber daya manusia dalam sebuah institusi media kemudian menjadi salah satu kendala terwujudnya jurnalisme lingkungan yang baik. Untuk itu, Para akademisi dan praktisi media yang tergabung dalam Center of Journalism, memiliki kesadaran akan perlunya sebuah standar etik khusus bagi jurnalisme lingkungan. Pada tahun 1998, dilakukan ratifikasi code of ethics dalam event 6th World Congress of
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
27
Environmental Journalism yang diselenggarakan di Colombo, Sri Lanka. Adapun poin-poin yang diratifikasi: 1. Jurnalis lingkungan harus menginformasikan kepada publik tentang halhal yang menjadi ancaman bagi lingkungan mereka, baik yang berskala global, regional, maupun lokal. 2. Tugas para jurnalis adalah untuk meningkatkan kesadaran publik akan isuisu lingkungan. Jurnalis harus berusaha untuk melaporkan dari beragam pandangan yang berkaitan dengan lingkungan. 3. Tugas jurnalis tidak hanya membangun kewaspadaan masyarakat akan hal-hal yang mengancam lingkungan mereka, tetapi juga menempatkan hal tersebut sebagai upaya pembangunan berkelanjutan. Jurnalis harus berusaha untuk menuliskan solusi-solusi untuk persoalan lingkungan. 4. Jurnalis harus mampu memelihara jarak dari berbagai kepentingan baik itu kepentingan perusahaan, pemerintah, politisi, dan organisasi sosial dengan tidak memasukkan kepentingan mereka. Sebagai aturan, jurnalis harus melaporkan sebuah isu dari berbagai sisi, terutama isu lingkungan yang syarat dengan kontroversi. 5. Jurnalis harus menghindar sejauh mungkin dari informasi yang sifatnya spekulatif/dugaan
dan
komentar-komentar
tendensius.
Ia
harus
memastikan otentisitas narasumber, baik dari kalangan industri, aparat pemerintah, atau dari aktivis lingkungan. 6. Jurnalis lingkungan harus mengembangkan keadilan akses informasi dan membantu pihak-pihak, baik institusi maupun perorangan untuk mendapatkan informasi tersebut. 7. Jurnalis harus menghargai dan menjamin hak hak dari individu (korban) yang terkena dampak kerusakan lingkungan, bencana alam, dan sejenisnya. 8. Jurnalis lingkungan tidak boleh ragu untuk mengoreksi informasi yang ia yakini
sebagai
sebuah
kebenaran,
atau
untuk
menghilangkan
keseimbangan opini publik dengan hanya menganalisis aspek tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
28
Jurnalisme lingkungan mengedepankan masalah-masalah lingkungan dalam pemberitaannya. Lingkungan tempat tinggal manusia dan mahkluk lainnya tak luput dari kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Kerusakan tersebut terdiri dari eksploitasi laut, reklamasi, penebangan liar, aktivitas pertambangan ilegal dan termasuk pembakaran hutan dan lahan yang menyebabkan kabut asap. Marakanya pembangunan yang tak mengikutsertakan konsep keberlanjutan menjadi salah satu akibat dari kerusakan lingkungan. Maka dari itu Abrar menyatakan bahwa jurnalisme lingkungan adalah cara-cara jurnalistik yang mengedepankan masalah lingkungan hidup yang berpihak kepada kesinambungan lingkungan hidup (Abrar, 1993: 9). Jurnalis lingkungan hidup perlu berpihak kepada lingkungan hidup dimana kelestarian lingkungan hidup adalah tempat dimana manusia tinggal dan bergantung pada alam. Pemberitaan mengenai lingkungan hidup sebaiknya tuntas dan memasukkan solusi ke dalam pemberitaannya. Solusi yang tuntas ini bisa dilihat dari hubungan antara beberapa kegiatan manusia dengan bidang ekonomi, ekologi dan energi. Oleh sebab itu surat kabar merupakan media yang cocok untuk memuat berita lingkungan hidup, dimana surat kabar dapat memberikan kesempatan kepada pembacanya untuk mengembangkan daya analisisnya. (Abrar:1993:6) 2.1.6 Surat Kabar Sebagai Media Penyebar Informasi Lingkungan Fungsi media massa juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang tersebut berbunyi : “Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial”. Sementara peranan pers nasional sebagai media untuk mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, benar dan melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum serta memperjuangkan keadilan dan kebenaran dinyatakan dalam pasal 6 (point c,d,e) Undang-Undang tersebut. Sesuai perannya, surat kabar dapat digunakan untuk menyampaikan informasi lingkungan. Penyebaran informasi lingkungan sangat diperlukan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
29
mengingat berbagai kegiatan pembangunan memiliki kaitan erat dengan isu lingkungan dan isu lingkungan memiliki kaitan erat dengan kualitas hidup manusia. Surat kabar bersama media massa lainnya terbukti berperan membangun kesadaran publik akan pentingnya upaya mengelola lingkungan yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Menurut Atmakusumah, surat kabar ikut menyumbang berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan masalah lingkungan untuk membangkitkan kesadaran itu. Lembaga Pers Dr. Sutomo (Atmakusumah 1996:27) mengungkapkan, media massa memiliki tiga misi utama di bidang lingkungan: 1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan masalah-masalah lingkungan. Kesadaran
dibidang
pemeliharaan
kelestarian
lingkungan
dapat
ditumbuhkan dengan informasi yang disuguhkan media massa khususnya surat kabar. 2. Merupakan wahana pendidikan untuk masyarakat dalam menyadari perannya dalam mengelola lingkungan hidup, hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang belum mengetahui perannya sebagai penjaga ekosistem lingkungan sehingga media massa diharapkan dapat memberikan pengertian tersebut kepada masyarakat. 3. Memiliki hak mengoreksi dan mengontrol dalam masalah pengelolaan lingkungan hidup. Assegaff (1996:12) mengungkapkan, dari sekian banyak masalah pembangunan dewasa ini, lingkungan merupakan objek pemberitaan yang kian mendapat sorotan. Menurutnya, kecenderungan ini muncul karena persoalan lingkungan memiliki keterkaitan erat dengan berbagai kegiatan pembangunan. Disamping masyarakat semakin menyadari arti penting lingkungan yang baik bagi mereka. Hal tersebut menjadikan masyarakat lebih tertarik pada berita-berita mengenai penciptaan pelestarian lingkungan, dan proyek-proyek yang berupaya memulihkan lingkungan yang rusak seperti proyek reboisasi lahan kritis, perbaikan daerah aliran sungai, pencemaran industri dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
30
Menurut Assegaff, tulisan tentang lingkungan di surat kabar biasanya dalam bentuk berita, feature dan tajuk rencana. Menurutnya, dalam pemberitaan masalah lingkungan akhir-akhir ini tengah berkembang bentuk jurnalistik baru yang dikenal sebagai jurnalistik proses. Bentuk jurnalistik ini tidak hanya memberitakan fakta suatu peristiwa yang terjadi, akan tetapi juga memotret secara mendalam proses yang berlangsung yang telah menciptakan peristiwa tadi. Jurnalistik proses, contohnya, menggambarkan ancaman terjadinya penggurunan di daerah-daerah subur dengan tujuan memberitahu sejak dini kepada masyarakat tentang bahaya yang sedang mengancamnya. Dalam tulisannya, wartawan mengungkapkan bagaimana proses tersebut terjadi, apa penyebabnya dan tindakan-tindakan perbaikan dan pencegahan apa yang sedini mungkin dapat diambil pemerintah dan lembaga terkait, sekaligus menyadarkan masyarakat tentang apa yang harus dilakukan untuk mencegah gangguan yang mengancam kelestarian kemampuan alam. Beranjak dari pemahaman tersebut, Assegaff menyarankan,
penulisan
masalah
lingkungan
sebaiknya
menggabungkan
jurnalistik proses dan model penulisan mendalam (in-depth reporting), sebagai salah satu jenis penulisan feature. Hal tersebut disebabkan karena, menurutnya, penulisan dalam bentuk feature atau berita yang hanya mengungkapkan kenyataan-kenyataan
kerusakan
lingkungan
kurang
dapat
menggerakkan
penghayatan masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian kemampuan lingkungan. (Assegaff 1996:12) Sementara tulisan feature yang menyertakan jurnalistik proses lebih dapat menggambarkan pentingnya upaya membina kelestarian kemampuan lingkungan. Menurut Friedman (Atmakusumah:1996: 21), untuk membuat tulisan yang lebih mendalam tentang lingkungan, penulisan jurnalistik lingkungan perlu menjawab pertanyaan lebih dari satu “what”, “who”, “why” dan “how”. Misalnya, apabila terjadi suatu peristiwa alam, penulis laporan tidak hanya mencari informasi tentang “apa yang terjadi”, melainkan juga siapa yang melakukan dan terdampak, kenapa hal tersebut bisa terjadi dan bagaimana proses kejadian tersebut serta proses pemulihannya. 2.1.7 Analisis Isi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
31
Analisis isi (content analysis) merupakan teknik penelitian alternatif bagi kajian komunikasi yang cenderung lebih banyak mengarah pada sumber (source) maupun penerima pesan (receiver). Pendekatan penelitian ini mengedepankan penyajian data secara terstruktur serta memberikan gambaran rinci tentang objek penelitian berupa pesan komunikasi. Pesan itu sendiri jika mengacu pada Leewin dan Jewit (Birowo, 2004 :147) terdiri dari komponen : words, actions, pictures, sehingga penelitian dengan teknik analisis isi sebenarnya memiliki wilayah yang luas untuk menggali masalah-masalah yang ada dalam objek penelitian komunikasi. Analisis isi adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Analisis isi merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor analisi isi adalah Harold D. Lasswell dalam bukunya yang berjudul analisis isi dalam media massa (Bungin, 2008:157), yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, skemudian diberi interpretasi. Analisis isi tidak dapat diberlakukan
pada semua penelitian sosial. Analisis isi dapat
dipergunakan jika memiliki syarat berikut : 1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari berbagai bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript). 2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut. 3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan/data yang dikumpulkannyakarena sebagian dokumentasi tersebut sangat spesifik. 4. Langkah berikutnya adalah memililih unit analisis yang akan dikaji, memilih objek penelitian yang menjadi sasaran analisis. Kalau objek penelitian berhubungan dengan data-data verbal, maka perlu disebutkan tempat, tanggal, dan alat komunikasi yang bersangkutan. Namun kalau objek penelitian berhubungan dengan pesan-pesan 1 dalam suatu media,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
32
perlu dilakukan identifikasi terhadap pesan dan media yang mengantarkan pesan itu. 2.2 Unit Analisis Langkah awal yang penting dalam analisis isi ialah menentukan unit analisis (Krippendorff: 2007: 97). Unit analisis adalah upaya untuk menetapkan gambaran sosok pesan yang akan diteliti. Terhadap unit analisa ini perlu ditentukan kategorinya dan sifat inilah yang akan dihitung, sehingga kuantifikasi atas pesan sebenarnya dilakukan kategori ini. Unit analisis secara sederhana dapat digambarkan sebagai bagian apa dari isi yang
diteliti dan dipakai untuk
menyimpulkan isi dari suatu teks. Bagian dari isi ini dapat berupa kata, kalimat, foto, scene (potongan adegan) ataupun paragraf. Bagian-bagian ini harus terpisah dan dapat dibedakan dengan unit yang lain, dan menjadi dasar kita sebagai peneliti untuk melakukan pencatatan (Eriyanto : 2011:59). Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit analisis referensial. Dalam unit referensial, kata-kata yang mirip, sepadan, atau punya arti dan maksud yang sama dicatat sebagai satu kesatuan. Contohnya peneliti menetapkan kata-kata diduga, kira-kira, mungkin, diperkirakan, ditetapkan sebagai unit analisis informasi spekulatif. Unit analisis isi mengharuskan peneliti untuk mencari padanan kata dari masing-masing kata dan menjadikannya sebagai sebuah katagorisasi.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara