BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Manajemen Penilaian Kinerja 2.1.1
Proses penilaian kinerja Penilaian kinerja adalah suatu proses manajemen. Manajemen kinerja mengacu pada Bacal (1999) adalah proses komunikasi yang terus menerus antara pegawai dengan atasan langsungnya dan hal ini melibatkan harapan dan pemahaman yang baik tentang tugas yang diberikan pegawai, bagaimana kontribusi pegawai terhadap tujuan organisasi, bagaimana pegawai dan atasannya bekerja bersama-sama untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja dan bagaimana kinerja itu sendiri diukur. Mengacu
pada
Amstrong
(1994),
manajemen
kinerja
merupakan proses yang dikendalikan oleh manajer lini dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, teamwork, dan individu. Dalam pengelolaan kinerja, manajer bekerja sama dengan pegawai untuk menetapkan tujuan penilaian, mengarahkan kinerja memberi feedback, mengevaluasi kinerja dan memberi pengarahan kepada pegawai. Agar pelaksanaan penilaian kinerja tersebut dapat dilaksanakan dengan efektif, ada tiga tahapan yang harus dicapai (Anderson, 1993; Spencer & Spencer, 1993; Drake, 1998; Bacal, 1999). Pertama,
tahapan perencanaan kinerja, yaitu mendefinisikan tanggung jawab pekerjaan dan harapan-harapan, menetapkan target atau tujuan selama
periode
kinerja;
Kedua,
bimbingan/manage,
artinya
memberikan umpan balik dukungan, mendukung pengembangan selama periode kinerja; Ketiga, tahap penilaian, dimana kinerja dievaluasi secara formal pada akhir periode kinerja. Performance Planning. Fase ini merupakan tahapan awal dari siklus manajemen penilaian kinerja. Perencanaan merupakan hal yang esensial karena dengan ini pegawai mengetahui standar penilaian. Pada tahapan ini target prestasi ditentukan. Sasaran atau target ini menggambarkan sesuatu yang harus diraih, berisi definisi tentang apa yang diharapkan akan dicapai oleh organisasi, fungsi, departemen, kelompok individu (Fisher, 1998). Standar dan target ini juga mengatur apa yang harus dilakukan pada tahapan selanjutnya, memberikan wadah bagi diskusi yang sifatnya tidak menghambat kemajuan pegawai. Pada tahap ini, manajer dan pegawai bersama-sama menentukan tujuan atau target, mendiskusikan sumber daya yang diperlukan, mengklarifikasi masalah dan bersama-sama membuat kesepakatan terhadap tujuan yang hendak dicapai (Drake, 1998). Selanjutnya Fisher (1998) membedakan target menjadi dua tipe yaitu target pekerjaan dan target pengembangan. Target pekerjaan atau operasional menunjuk pada kinerja atau kontribusi yang
dilakukan oleh kelompok, departemen, dan perusahaan untuk memenuhi sasaran mereka. Pada level perusahaan, target ini berhubungan dengan misi, value (nilai), utama, dan rencana strategis. Pada level departemen atau fungsi, target ini merujuk kepada target atau sasaran perusahaan, menguraikan misi dengan lebih spesifik disamping menentukan sasaran dan target yang akan dicapai oleh fungsi atau departemen. Pada level kelompok target ini berhubungan dengan sesuatu yang harus dicapai oleh kelompok kerja yang sejalan dengan target departemen atau fungsi. Sedangkan pada level individu, target berhubungan dengan tugas utama yang dijalankan oleh individu. Target menitikberatkan pada kinerja individual dan bagaimana kontribusi mereka dalam pencapaian sasaran atau target kelompok, departemen atau fungsi, dan perusahaan. Tipe
target
yang kedua,
yakni
target
pengembangan,
merupakan target personal dan pembelajaran, menitikberatkan pada hal-hal apa saja yang harus ditingkatkan dan dipelajari oleh individu untuk
meningkatkan
kinerja/prestasi
mereka
(performance
improvement plan) dan atau pengetahuan, ketrampilan dan kompetensi apa yang diperlukan (training personal development plan). Hal ini didapatkan dari diskusi penilaian kinerja yang menetapkan area mana yang harus ditingkatkan.
2.1.2
Teori evaluasi kerja Penilaian kinerja adalah proses suatu organisasi mengevaluasi kinerja pegawainya. Penilaian kinerja menyangkut dua unsur yaitu kinerja dan pertanggungjawaban pegawai (Werther dan Davis, 1993). Selanjutnya Werther menyatakan bahwa dalam dunia global yang serba kompetitif, perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Pada saat yang sama, pegawai membutuhkan umpan balik atas penilaian kinerjanya sebagai penuntun untuk mengubah perilakunya. Bacal (1999) menyebutkan penilaian kinerja, pengkajian ulang kinerja, evaluasi kinerja. Tiga istilah yang sering dipergunakan untuk mendeskripsikan suatu pertemuan tahunan, dimana manajer dan pegawai mendiskusikan kinerja pegawai, mendokumentasikan kemajuan (sukses maupun masalah) dan menerapkan suatu pendekatan pemecahan masalah yang terjadi di masa kini dan mendatang. Mengacu pada Wibowo (2011), manfaat penilaian kinerja bagi pegawai adalah (1) Membantu mengembangkan kemampuan dan kinerja sebagai keyakinan bahwa kemampuan dan tenaga pegawai benar-benar diberdayakan seefektif mungkin dalam organisasi perusahaan, (2) Mendorong dan mendukung untuk tampil baik melalui pelatihan yaitu sebagai dasar untuk mengidentifikasi kebutuhan akan pelatihan yang cocok bagi pegawai guna pengembangan pegawai di masa depan, sehingga pegawai dapat
berkembang, lebih terampil, lebih percaya diri dan memiliki wawasan pekerjaan yang lebih luas, (3) Memperjelas peran dan tujuan (promosi) sebagai dasar dalam pengambilan keputusan promosi bagi pegawai, (4) Perencanaan; untuk mengidentifikasi masalah ketrampilan pegawai dan kebutuhan akan pemimpin dalam organisasi atau perusahaan, (5) Memformulasi tujuan dan rencana perbaikan cara bekerja dikelola dan dijalankan. Sedangkan bagi pegawai, ada tiga (3) alasan mengapa pegawai ingin dinilai kinerjanya oleh atasan, yaitu (1) Kinerja; pegawai ingin melakukan pekerjaan dengan baik dan memperoleh penghargaan diri atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, (2) Motivasi; penilaian yang efektif harus dapat meningkatkan antusiasme dan komitmen pegawai terhadap tugas dan pekerjaan yang diberikan organisasi atau perusahaan, (3) Karir; pegawai mendapatkan arahan terhadap karirnya dimasa depan. Mengacu pada Amstrong (1994) yang menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah proses yang berkesinambungan yang berisi catatan prestasi dan kemajuan pegawai dalam suatu periode tertentu. Menurut Amstrong (1994), dalam hal prestasi ada 3 (tiga) pertanyaan yaitu (1) Apa yang telah dicapai selama suatu periode dibandingkan dengan yang diharapkan tercapai? (2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat pencapaian? (3) Apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki prestasi? Dalam hal potensi pegawai ada 2 (dua)
pertanyaan : (1) Apakah potensi yang dimiliki individu dapat lebih dikembangkan? (2) Apa yang perlu dilakukan untuk memastikan yang bersangkutan telah memanfaatkan potensinya?
2.1.3
Tujuan dan manfaat penilaian kinerja Manajemen penilaian kinerja dilaksanakan karena mempunyai beberapa tujuan. Anderson (1993) melihat tujuan penilaian kinerja mempunyai dua fungsi
yaitu sebagai evaluasi dan fungsi
pengembangan. 1) Fungsi Evaluasi Aktivitas penilaian kinerja digunakan untuk melihat prestasi aktual yang dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan. Dalam evaluasi ini bisa diperbandingkan antar individu, antar tugas, situasi, dan lain-lainnya. Konsistensi menjadi sesuatu yang penting dalam hal ini, seperti konsistensi terhadap standar penilaian dan konsistensi pada proses perbandingannya. Data hasil penilaian kinerja digunakan sebagai dasar untuk membuat keputusan promosi, transfer dan kenaikan gaji. 2) Fungsi Pengembangan Sebagai fungsi pengembangan, penilaian kinerja memusatkan diri
pada
pengembangan
kinerja
pegawai
dengan
cara
mengidentifikasi wilayah yang harus dikembangkan, menetapkan
target kinerja di masa datang, dan menyetujui rencana tindak lanjut.
Visi Strategik Visi Nilai-nilai (values)
Faktor Sukses Kunci (Key Success Factors)
Kompetensi Inti (core)
Job specific
Peran Strategik Pengkaitan kegiatan dengan pencapaian sasaran perusahaan dan pengimplementasi-an strategi
Peran Pengembangan Peran Administratif Penguatan pengembangan kompetensi melalui pemberian dasar bagi kebijakan dan praktik kompensasi dan alokasi SDM
Pemberian masukan bagi program pelatihan dan pengembangan kompetensi, sebagai upaya untuk mengatasi kesenjangan kompetensi 4
Gambar 2.1. Peran Penilaian Kinerja Sumber : Handoko (2011)
Mengacu pada Chen et al. (2011) bahwa penilaian kinerja tujuan evaluasi hanya berfokus pada perbandingan diantara individu untuk fungsi adminstrasi sehingga menuai banyak kritik. Secara kontras,
berbeda
halnya
dengan
penilaian
kinerja
tujuan
pengembangan yaitu menilai tanpa perbandingan antar individu, fokus ke pembelajaran pegawai, dan hal tersebut berhubungan dengan reaksi positif pegawai atas penilaian kinerja. Mengacu pada Murphy dan Cleveland (1991) bahwa sebaiknya tujuan penilaian kinerja dibedakan diantara pegawai yang berbeda
level di dalam struktur organisasi. Bagi manajemen tingkat menengah misalnya, penilaian kinerja digunakan sebagai alat untuk mekanisme kontrol, untuk mengidentifikasi dan membedakan level kinerja antara satu pegawai dengan pegawai lainnya, dan di sini mungkin memerlukan komponen adminstrasi yang kuat. Sebaliknya, bagi level manajemen yang lebih tinggi, hasil penilaian kinerja bisa digunakan untuk menugaskan eksekutif ke aktivitas khusus dan yang lebih menantang dan untuk mengembangkan ketrampilan yang ditargetkan. Siapa yang tepat menilai pegawai, bisa dilihat dari sisi tujuan penilaian kinerja. Murphy dan Cleveland (1991) menguraikan bahwa jika tujuannya adalah untuk memberikan umpan balik dan pengembangan pegawai, maka yang memberikan penilaian adalah atasan langsung atau rekan kerja se level. Sumber penilai sebaiknya lebih dari satu orang, dan pegawai memerlukan informasi ini lebih sering (bisa jadi secara informal) daripada sekedar informasi tahunan. Apabila kinerjanya meningkat, umpan baliknya perlu diselenggarakan tiap 3 atau 6 bulan, atau bahkan lebih sering, tergantung dari tugasnya. Sebaliknya jika untuk kepentingan administratif, maka cukup atasan yang memberikan penilaian. Informasi ini cukup diperbaharui setahun sekali. Tujuan penilaian kinerja tidak dapat dibaikan ketika membandingkan metode penilaian atau format skala penilaian (Murphy dan Cleveland, 1991).
Apabila tujuan penilaian kinerja untuk meramalkan kinerja yang akan datang atau potensi seseorang, traits atau skill rating yang lebih umum dan lebih sesuai daripada sesuatu yang lebih spesifik seperti behavioral rating. Di lain pihak, skala behavioral based akan lebih berarti, tepat dan efektif bila digunakan untuk memberikan umpan balik pengembangan kinerja pegawai. Beberapa peneliti yang mengkaji masalah penilaian kinerja di Amerika Serikat mengemukakan bahwa manfaat penilaian kinerja telah bergeser dari tahun ke tahun (Murphy dan Cleveland, 1991). Pada tahun 1970an dan 1980an informasi tentang prestasi dan kinerja banyak bermanfaat untuk tujuan administratif. Pada tahun 1970an, 50 persen sampai dengan 85 persen dari organisasi yang disurvei menggunakan
penilaian
kinerja
untuk
melakukan
keputusan
adminstratif seperti administrasi gaji, promosi, peringatan dan memberhentikan pegawai.
2.2
Kepuasaan dan keyakinan akan manfaat penilaian kinerja Reaksi dari raters dan ratees terhadap sistem penilaian kinerja bila mengacu Murphy dan Cleveland (1991) merupakan ukuran yang sangat penting terhadap keberhasilan proses dan hasil penilaian kinerja. Selanjutnya mereka menyatakan, agar terdapat jaminan bahwa akan ada reaksi positif dan konstruktif, maka harus dilakukan hal-hal sebagai berikut : (1) Harus dilakukan pengukuran bagaimana pelaksanaaan penilaian kinerja yang ada,
apakah diterima atau ditolak oleh sebagian besar orang yang ada di organisasi; (2) Disediakannya strategi atau program pengembangan training yang mengikuti pelaksanaan penilaian kinerja, khususnya bagi yang tidak mendapatkan hasil yang baik. Reaksi pegawai yang muncul sehubungan dengan pelaksanaan penilaian kinerja menurut beberapa ahli yaitu : (1) Keyakinan akan manfaat penilaian (Murphy dan Cleveland, 1991; (2) Kepuasaan pegawai terhadap penilaian kinerja (Boswell dan Boudreau, 2000). Keyakinan akan manfaat penilaian merupakan kriteria reaksi yang juga tak kalah penting. Mengacu pada Murphy dan Cleveland (1991) bahwa seberapapun sempurnanya suatu sistem dan teknik penilaian, ia tidak akan bekerja dengan baik jika penilai dan orang yang dinilai tidak yakin akan manfaat penilaian itu sendiri. Penilaian kinerja akan diyakini manfaatnya jika terdapat kriteria sebagai berikut : (1) Penilaian kinerja diselenggarakan secara teratur dan berkala, (2) Adanya sistem penilaian kinerja yang formal, (3) Atasan menguasai pekerjaannya, baik dari sisi pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliknya, (4) Ratees atau bawahan mempunyai kesempatan untuk bertanya atau mengekspresikan perhatian mereka terhadap hasil penilaian, (5) Dimensi prestasi/kinerja dipandang sangat relevan, (6) Rencana tindak lanjut disusun untuk mengatasi kelemahan yang ada saat ini. Sementara itu kepuasaan pegawai bila mengacu pada Boswell dan Boudreau (2000) menjelaskan bahwa sikap pegawai dapat bervariasi
tergantung dari persepsi mengenai bagaimana penilaian kinerja dilakukan. Perspesi pegawai terhadap tujuan penilaian kinerja apakah untuk administrasi atau pengembangan, berpengaruh terhadap kepuasaan pegawai akan pelaksanaan penilaian kinerja. Sikap pegawai terhadap penilai dan hasil penilaian juga berpengaruh terhadap kepuasaan mereka.
2.2.1
Keyakinan Akan Manfaat Penilaian Kinerja Salah satu kriteria yang penting dalam pelaksanaan penilaian kinerja adalah perasaan yakin akan manfaat dan kegunaan adanya penilaian kinerja. Penilaian kinerja mempunyai manfaat, baik bagi perusahaan dan pegawai. Pendekatan dalam melaksanaan penilaian kinerja berpengaruh terhadap keyakinan pegawai akan manfaat penilaian ini. Penggunaan informasi dari hasil penilaian kinerja (Murphy dan Cleveland, 1991) harus dilihat apakah ditujukan untuk memuaskan kebutuhan pegawai (seperti umpan balik dan pengembangan pegawai) atau ditujukan untuk memenuhi kebutuhan organisasi (keputusan administrasi seperti promosi, kenaikan gaji, dan lainlain). Keduanya dapat digunakan secara bersamaan ataupun terpisah. Persepsi pegawai terhadap manfaat penilaian kinerja ini akan mempengaruhi
keberhasilan
penilaian
secara
keseluruhan.
Selanjutnya, Lee dan Son (1998) sesuai hasil penelitiannya
menyatakan bahwa kinerja pegawai akan meningkat karena keyakinan ini, meskipun hasilnya tidak signifikan.
2.2.2
Kepuasaan pegawai terhadap penilaian Kinerja Penelitian pengukuran reaksi penilaian kinerja yang paling banyak digunakan adalah kepuasaan penilaian kinerja atau penerimaan pegawai terhadap penilaian kinerja (Kuvaas, 2009). Lee dan Son (1998) meneliti mengenai bagaimana reaksi pegawai terhadap isi penilaian kinerja. Reaksi ini meliputi kepuasaan terhadap penilaian dan manfaat penilaian. Mereka menilai kepuasaan pegawai terhadap penilaian merupakan hal yang penting karena bisa menjamin kesinambungan penilaian kinerja. Kepuasaan yang mereka maksudkan adalah seberapa jauh pegawai merasa puas dengan penilaian, merasa adil dan nyaman dengan cara pelaksanaan penilaian. Penilaian kinerja memiliki korelasi positif dengan kepuasaan terhadap penilaian dan manfaat penilaian jika di dalam penilaian terdapat (1) Kesempatan pegawai berpartisipasi dalam diskusi, (2) Target yang dirumuskan dengan jelas, (3) Adanya diskusi mengenai masalah karir. Hal ini disebabkan karena informasi yang diperoleh dari proses penetapan tujuan yang melibatkan pegawai menghasilkan pemahaman yang jelas terhadap harapan atasan dan kriteria evaluasi kinerja (Lee dan Son, 1998), dengan demikian menimbulkan reaksi yang menyenangkan terhadap
penilaian kinerja. Hal ini menunjukkan pentingnya peran atasan dalam membangkitkan reaksi yang menyenangkan dari bawahannya terhadap penilaian kinerja. Atasan sebaiknya mendengarkan saran bawahannya dan membolehkan bawahannya untuk menentukan target pekerjaan. Atasan sebaiknya juga memberikan informasi tentang karir dan hal-hal apa yang diperlukan agar dapat sukses dalam organisasi. Kepuasaan pegawai terhadap sistem penilaian kinerja adalah ketika
terdapat
umpan
balik,
ikut
berpartisipasi
terhadap
pengembangan pengetahuan, memperhatikan kinerja, dan pencapaian karir puncak pegawai dalam sesi penilaian (Nathan et al. 1991). Penelitian Boswell dan Boudreau (2000) menyatakan bahwa bila perspesi pegawai terhadap tujuan penilaian kinerja adalah untuk pengembangan, maka tingkat kepuasaan terhadap penilaian kinerja akan tinggi. Bila tujuannya adalah untuk evaluasi, tidak secara signifikan berhubungan dengan kepuasaan. Organisasi hendaknya menyusun proses penilaian kinerja dengan jelas sehingga pegawai memahami dan percaya bahwa tujuan utama dari penilaian kinerja adalah
untuk
pengembangan
pekerjaan
dan
karir
pegawai.
Kepuasaan pegawai akan proses penilaian kinerja ajan berguna bagi organisasi itu sendiri karena partisipasi dan semangat pegawai dalam menjalankan penilaian menjadi lebih baik.
2.3. Perumusan sasaran dan target kinerja Mengacu pada Wibowo (2011) bahwa perencanaan sasaran dan target kinerja merupakan bagian terpenting manajemen kinerja. Perencanaan merupakan proses di mana pekerja dan manajer bekerja bersama merencanakan apa yang harus dilakukan pekerja dalam setahun mendatang, mendefinsikan bagaimana kinerja harus diukur, mengidentifikasi dan merencanakan mengatasi hambatan dan mendapatkan saling pengertian tentang pekerjaan. Mengacu pada Drake (1998) bahwa meskipun perumusan target di dalam aktivitas bisnis merupakan hal yang biasa, namun dalam hal penilaian kinerja bisa menjadi sulit dan gagal diterapkan. Drake menekankan bahwa penyusunan target ini akan efektif untuk pegawai pada level middle manajemen ke atas atau kaum profesional. Di bawah level ini penilaian berdasarkan target tidak tepat. Sasaran atau target yang ditetapkan akan bekerja dengan baik jika : (1) Dirumuskan oleh pegawai dan disetujui oleh atasan, sehingga pegawai akan mempunyai motivasi dan komitmen yang kuat untuk mencapainya, (2) Berprinsip sedikit lebih baik daipada banyak. Meskipun tidak ada anjuran berapa jumlah target yang tepat, untuk level manajemen ke atas, 6-10 target sudah cukup, (3) Dapat diubah bila kondisinya berubah. Target adalah suatu hal yang realistis sehingga apabila memang tidak memungkinkan untuk tercapi, pegawai dan atasan dapat sama-sama merubahnya, (4) Ditulis secara spesifik, sehingga perkembangan dan hasil menjadi lebih mudah untuk diarahkan.
Berdasarkan penelitian Lee dan Son (1998), ditemukan bahwa bila sasaran dan target telah dirumuskan dengan jelas, maka reaksi pegawai akan positif. Penelitian yang berhubungan dengan penetapan target (Lee dan Son, 1998) menunjukkan bahwa penetapan target berhubungan secara positif dengan kinerja pegawai. Mengacu pada (Lee dan Son, 1998) menyatakan bahwa informasi yang diperoleh melalui penetapan target yang melibatkan pegawai dapat menimbulkan pemahaman yang baik dari pegawai akan tugas dan target mereka dan bagaimana harapan atasan langsung mereka. Penetapan sasaran berhubungan secara positif dengan manfaat penilaian terhadap pegawai. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh pada saat penetapan target akan memberikan pemahaman yang jelas terhadap apa yang diharapkan oleh atasan dan kriteria evaluasi kinerja. Penetapan target kinerja akan berkorelasi secara positif dengan keyakinan pegawai akan manfaat penilaian dan kepuasaan pegawai akan manfaat penilaian kinerja.
2.4
Pelaksanaan Penilaian Kinerja di Bank Indonesia Penilaian kinerja pegawai Bank Indonesia dilakukan untuk mengetahui tingkat kesiapan kualitas pegawai. Terdapat tiga kompetensi yang dinilai dalam asesmen yaitu kompetensi perilaku, kompetensi teknis, dan pengetahuan organisasi. Metode penilaian yang digunakan adalah self assesment yang kemudian divalidasi oleh Line Manager. Validitas dari hasil
asesmen tersebut tergantung pada objektivitas asesmen dari pegawai dan validasi dari Line Manager. Penilaian kinerja pegawai Bank Indonesia mengacu pada Peraturan Dewan Gubernur (PDG) Bank Indonesia, Nomor 10/6/PDG/2008 tanggal 26 September 2008 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Bank Indonesia. Penilaian kinerja pegawai Bank Indonesia diatur pelaksanaannya dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia, Nomor 11/5/INTERN tanggal 30 Januari 2009 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Bank Indonesia. Menurut Peraturan tersebut, tujuan penilaian kinerja pegawai dibagi menjadi dua, yaitu: (1) Mengukur prestasi kerja dan perilaku kerja pegawai selama periode tertentu dan (2) Meningkatkan motivasi kerja pegawai. Penilaian kinerja dilakukan untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai dengan cara memberikan penilaian atas kinerja yang telah dicapainya. Bank Indonesia menetapkan prinsip dasar penilaian kinerja pegawai adalah sebagai berikut : 1) Berdasarkan indikator kinerja individu yang memiliki korelasi yang erat dengan indikator kinerja utama. Indikator kinerja individu diturunkan dari indikator kinerja utama, misi, visi, sasaran strategis serta program kerja satuan kerja yang bersangkutan. 2) Berdasarkan pencapaian target indikator kinerja individu dan perilaku kerja selama periode penilaian. Penilaian kinerja ditetapkan sesuai pencapaian prestasi kerja yang dicerminkan dengan pencapaian indikator kinerja individu serta hasil penilaian perilaku kerja dalam satu periode penilaian.
3) Objektif dan transparan. Pegawai dinilai berdasarkan aspek-aspek yang terkait dengan uraian tuas pegawai yang bersangkutan dan kompetensi inti serta tingkat kehadiran, melalui komunikasi dua arah antara line manager dan pegawai yang bersangkutan pada setiap tahapan penilaian. 4) Merupakan tanggung jawab pemimpin satuan kerja dan line manager. Penilaian kinerja dilakukan oleh line manager sebagai pemberi tugas yang mengetahui kualitas dan kuantitas kerja yang diharapkan, dan disetujui oleh pemimpin satuan kerja sebagai pejabat yang paling bertanggung jawab atas pencapaian kinerja satuan kerja yang bersangkutan. Peraturan Gubernur Bank Indonesia (2008) menyebutkan ada dua fungsi penilaian kinerja pegawai yaitu (1) sebagai dasar pertimbangan dalam pemberian penghargaan kepada pegawai. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar dalam menentukan penghargaan yang akan diberikan kepada pegawai, seperti penghargaan yang diberikan dalam bentuk kenaikan gaji dan pemberian insentif pegawai, (2) sebagai dasar pertimbangan dalam pembinaan pegawai. Penilaian kinerja digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembinaan dan pembimbingan terhadap pegawai antara lain pengarahan dalam pelaksanaan tugas dan perilaku, pembinaan karena pegawai bermasalah dalam kinerja hingga rekomendasi pemberhentian pegawai. Dalam Surat Edaran Intern (2009) lebih jelas dipaparkan manfaat penilaian prestasi kerja (kinerja) pegawai adalah sebagai berikut
1)
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.
2)
Untuk mengukur sejauh mana seorang pegawai dapat menyelesaikan pekerjaannya.
3)
Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan.
4)
Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan.
5)
Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi pegawai yang berada dalam organisasi.
6)
Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja pegawai sehingga dicapai performance yang baik.
7)
Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan pegawai selanjutnya.
8)
Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan pegawai.
9)
Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai.
10) Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description). Dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia, (2009) mengenai Penetapan Indikator Kinerja Individu (IKI) dijelaskan bahwa penetapan IKI dilakukan paling lambat pada bulan Desember sebelum memasuki periode
penilaian. Pada tahap penetapan IKI, yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut 1)
Kesepakatan IKI, yang merupakan kegiatan diskusi antara Line Manager dengan pegawai mengenai IKI dan target IKI yang harus dicapai pegawai selama periode penilaian.
2)
Kalibrasi IKI, dilakukan diskusi antara Pemimpin Satuan Kerja dan seluruh Line Manager mengenai IKI dan target IKI seluruh pegawai di Satuan Kerja yang bersangkutan.
3)
IKI pegawai disusun dengan memperhatikan faktor-faktor: 1. Pencapaian IKI pada periode penilaian sebelumnya 2. Misi, visi, dan sasaran strategis Satuan Kerja serta program verja unit selama periode penilaian 3. Uraian tugas pegawai 4. Kejelasan unsuran yang meliputi cuantiĆtas, kualitas biaya, dan waktu
2.5
Bagian Pengawasan Bank Bank Indonesia mempunyai kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan bank. Untuk menduduki suatu jabatan sebagai pengawas bank, pegawai perlu mengetahui apa saja pekerjaan yang harus ia lakukan. Pelaksanaan tugas pegawai Bank Indonesia mengacu pada standar yang jelas, sehingga dapat mengukur pencapaian hasil sesuai dengan tujuan organisasi. Pegawai mengetahui apa saja tugas dan kewenangannya,
melakukan hubungan kerja dengan siapa saja, apa yang harus dihasilkan, dan bagaimana kinerjanya akan dinilai. Pegawai dapat mengukur kompetensi yang harus dipenuhi untuk menuntaskan pekerjaan tersebut, sehingga ada acuan pengembangan kompetensi dan penempatan pegawai (Direktorat Sumber Daya Manusia Bank Indonesia, 2010). Karyawan adalah aset terpenting dalam sebuah organisasi. Pengembangan pegawai menjadi aspek yang sangat penting untuk dilakukan secara berkesinambungan. Rencana pengembangan SDM di Bank Indonesia, terutama menjelang akan dialihkannya tugas, fungsi, dan wewenang pengawasan bank dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 1 Januari 2014, Bank Indonesia berkomitmen untuk tetap akan membekali pegawai dengan melakukan agenda pelatihan di sektor perbankan secara menerus dan berkelanjutan. Bank Indonesia (BI) mempersiapkan yang terbaik, untuk mengantarkan pegawai yang akan berpindah. Bank Indonesia juga akan melakukan optimalisasi seluruh pegawai BI dalam proses alih tugas yaitu dengan melakukan manajemen perubahan, dengan tujuan agar pegawai memiliki kesiapan baik bagi pegawai yang akan beralih OJK atau yang tetap di BI (Sugiono, 2011). Dalam pelaksanaan penilaian kinerja, pada setiap awal periode penilaian setiap pegawai wajib menetapkan indikator kinerja individu. Di bidang pengawasan bank, line manager berperan besar dalam pencapaian target penilaian kinerja yang salah satunya terdapat target pengembangan yang dilakukan melalui pelatihan di sektor perbankan. Line Manager sebagai atasan memiliki kepemimpinan yang mencerminkan
tingkat kepuasaan bawahan atas kepemimpinan dalam hal memberikan pengarahan
dan
melakukan
pengembangan,
pembinaan,
menunjukkan peran sebagai role model dalam pelaksanaan tugas.
penilaian,