BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1 Piutang Menurut Mulyadi (2008:87) Piutang merupakan klaim kepada pihak lain atas uang, barang, atau jasa yang dapat diterima dalam jangka waktu satu tahun, atau dalam satu siklus kegiatan perusahaan. Menurut Baridwan (2011:123) Piutang merupakan klaim perusahaan atas uang, barang-barang, atau jasa-jasa terhadap pihak-pihak lain yang dalam akuntansi pengertian tagihan biasanya digunakan untuk menunjukkan klaim yang akan dilunasi dengan uang. 2.1.2 Cadangan Kerugian Piutang Menurut Haryono Jusup (2002:66) Cadangan Kerugian Piutang merupakan estimasi akuntansi yang dibuat manajemen dengan menggunakan pertimbangan obyektif maupun subyektif yang pada dasarnya merupakan transaksi piutang usaha yang tidak akan dapat ditagih di masa datang. Tanggung jawab auditor adalah menilai kewajaran cadangan serta besarnya kerugian piutang. Atas dasar daftar umur piutang, informasi tentang kolektabilitas, dan analisis pengalaman klien dengan piutang-piutang yang tak tertagih di masa lalu, auditor biasa menetapkan kewajaran persentase yang digunakan untuk menghitung komponenkomponen cadangan untuk setiap kategori umur, serta kecukupan cadangan untuk setiap kategori umur, serta kecukupan cadangan secara keseluruhan. Salah satu
9
aspek penting dalam menilai pengalaman diwaktu lampau untuk menilai estimasi cadangan di waktu lalu serta pengalaman kemudian dalam penerimaan piutang yang ada pada saat estimasi dibuat. Apabila pengendalian klien cukup kuat dalam hal (1) pemberian persetujuan kredit, dan (2) penghapusan piutang, maka bukti yang diperlukan untuk penetapan ini akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan apabila pengendaliannya lemah. 2.1.3 Mengevaluasi Kecukupan Cadangan Kerugian Piutang Menurut Haryono Jusuf (2002:56) Pengujian saldo ini meliputi: 1) Penggunaan perangkat lunak audit digeneralisasi untuk menjumlah vertikal
dan
menjumlah
horizontal
daftar
umur
piutang
dan
mencocokkan jumlah totalnya dengan saldo buku besar. 2) Pengujian umur atas jumlah-jumlah yang tercantum pada kelompok umur dalam daftar umur piutang. 3) Pertimbangan yang berkaitan dengan kolektabilitas untuk rekeningrekening yang telah waktu, misalnya dengan membaca korespondensi dengan pelanggan. 4) Menetapkan kewajaran persentase yang digunakan untuk menghitung komponen cadangan yang diperlukan untuk setiap kelompok umur dan kecukupan cadangan sebagai keseluruhan. 5) Penilaian atas estimasi kerugian piutang pada waktu yang lalu dengan pengalaman kemudian dan manfaat dan pengalaman di masa lalu.”
10
2.1.4 Koperasi Menurut Pasal 1 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Peraturan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia NOMOR 04/Per/M.KUKM/VII2012 Tentang Pedoman Umum Akuntansi koperasi bahwa dalam rangka penyelenggaraan akuntansi koperasi secara tertib dan baik, perlu menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam
penyajian
laporan
keuangan
yang
transparan
dan
dapat
dipertanggungjawabkan. 2.1.5 Fungsi, Peranan, dan Prinsip-prinsip Koperasi Menurut Pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, fungsi dan peran koperasi adalah : 1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. 2) Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
11
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya. 4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Menurut Pasal 5 UU No 25 Tahun 1995 tentang Perkoperasian, prinsip koperasi sebagai berikut: (1) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka. (2) Pengelolaan dilakukan secara demokratis. (3) Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota. (4) Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal. (5) Kemandirian Dalam mengembangkan koperasi, maka melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut: (1) Pendidikan Perkoperasian. (2) Kerjasama antar koperasi. 2.1.6 Koperasi Simpan Pinjam Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam, Koperasi simpan pinjam dibedakan menjadi 2 macam yaitu: (a) Koperasi Simpan Pinjam; dan (b) Koperasi Unit Simpan Pinjam. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah koperasi yang
12
kegiatannya hanya usaha simpan pinjam. Sedangkan Koperasi Unit Simpan Pinjam (KUSP) adalah koperasi yang kegiatan simpan pinjamnya merupakan bagian dari koperasi induk sebagai badan hukum. Baik KSP maupun KUSP memiliki fungsi dan aktivitas yang sama yakni menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya. 2.1.7 Pengujian Substantif Piutang Usaha Menurut Mulyadi (2002:150) Pengujian Substantif merupakan prosedur audit yang direncanakan untuk menentukan kemungkinan kesalahan moneter yang secara langsung mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan. Menurut Abdul Halim dan Totok Budi Santoso (2004:56) terdapat serangkaian prosedur pengujian substantif siklus pendapatan pada piutang usaha, sebagai berikut: 1) Prosedur Inisial Melaksanakan prosedur inisial atau audit awal atas saldo piutang usaha dan catatan akan tergantung pada pengujian selanjutnya yaitu: (1) Melacak saldo awal piutang usaha dan cadangan kerugian piutang dan catatan yang bersangkutan pada kertas kerja tahun sebelumnya. (2) Menelaah aktivitas dalam buku besar piutang usaha dan cadangan piutang usaha dan mengestadakan invigasi terhadap masukan yang luar biasa jumlah maupun sumbernya.
13
(3) Memperoleh data piutang usaha dalam neraca percobaan dan menentukan aktivitas akuntansi yang mendasarinya dengan melakukan: a) Footing pada neraca percobaan dan menentukan kesesuaian dengan jumlah yang ada dalam buku pembantu atau jumlah piutang usaha yang ada dalam master file, serta saldo dalam buku besar. b) Menguji kesesuaianan dengan pelanggan dan saldo yang terdapat
dalam
neraca
saldo
dengan
angka
yang
dimasukkan dalam master file atau buku besar pembantu. 2) Prosedur Analitis (1) Menghitung rasio, antara lain rasio turnover piutang usaha, rasio piutang usaha terhadap total aktiva lancar, tingkat return dari penjualan bersih, beban kerugian piutang terhadap penjualan kredit neto dan beban kerugian piutang terhadap piutang yang sungguhsungguh tidak tertagih. (2) Melakukan analisis hasil relatif dengan harapan tahun sebelumnya, data-data industri, penganggaran, serta data-data lain yang mendukung. 3) Pengujian Detail Transaksi (1) Melakukan vouching sampel pencatatan transaksi pendukung dokumentasi yang meliputi: a) Vouching debit untuk mendukung faktur penjualan, dokumen pengiriman dan order penjualan
14
b) Vouching kredit untuk remittance advice yang mendasari pembayaran kas atas piutang usaha, otorisasi penyesuaian penjualan kredit dan penghapusan piutang usaha yang tak tertagih. (2) Melakukan uji pisah batas (cut off test) untuk penjualan dan retur penjualan, meliputi: a) Memilih sampel transaksi penjualan yang terjadi beberapa hari sebelum akhir tahun dan memeriksa faktur-faktur penjualan serta dokumen pengiriman untuk menentukan bahea pencatatan transaksi sesuai dengan periodenya. b) Memilih sampel memo kredit yang diterbitkan akhir tahun, memeriksa dokumen pendukung seperti tanggal laporan penerimaan barang yang di retur dan menetukan bahwa pencatatan retur tersebut dilakukan secara tetap sesuai dengan periodenya. Selain itu perlu mempertimbangkan apakah volume retur penjualan setelah akhir menujukkan kemungkinan barang yang tidak diotorisasi sebelum akhir tahun. (3) Melakukan cut off test untuk penerimaan kas meliputi: a) Mengamati apakah semua uang tunai yang diterima pada periode mendekati tutup buku dimasukkan ke kas di perusahaan atau setoran dalam perjalanan (deposit in transit) dan tidak ada penerimaan sesudahnya yang dimasukkan ke dalam periode sebelum akhir tahun.
15
b) Menelaah dokumentasi seperti ringkasan kas harian, tebusan penyetoran kas ke bank dan laporan bank yang meliputi jangka waktu beberapa hari sebelum akhir tahun untuk menentukan cut off test yang sesuai. 4) Pengujian Detail Saldo (1) Konfirmasi piutang usaha, meliputi proses sebagai berikut: a) Menentukan formulir, waktu, dan tingkat permohonan konfirmasi. b) Memilih dan melaksanakan sampel serta melakuakan penelitian terhadap pengecualian. c) Untuk
permohonan
konfirmasi
positif
yang
tidak
dikembalikan debitur, dilakuakan prosedur alternatif yaitu melakukan
vouching
pembayaran
selanjutnya
yang
diidentifikasikan denga item yang berkaitan dengan saldo rekening pada tanggal konfirmasi terhadap dokumen pendukung seperti pada vouching debit, serta melakukan vouching item yang meliputi saldo pada tanggal konfirmasi terhadap dokumen pendukung seperti pada vouching kredit. d) Meringkas hasil prosedur pengauditan alternatif dan konfirmasi. (2) Mengevaluasi kecukupan cadangan kerugian piutang dengan cara: a) Footing dan cross footing pada daftar piutang usaha dan menguji kesesuaian dengan jumlah keseluruhan pada buku besar.
16
b) Menguji daftar umur piutang dengan melakukan vouching terhadap jumlah yang tersaji dalam daftar umur piutang. c) Untuk menguji rekening yang belum dilunasi maka dilakukan beberapa hal, yaitu menguji bukti kolektibilitas seperti koresponden dengn pelanggan dan agen penagihan, laporan kredit dan laporan keuangan pelanggan, serta mendiskusikan kolektibilitas piutang tersebut dengan manajemen yang menanganinya. d) Mengevaluasi kewajaran cadangan kerugian piutang untuk tipe kategori umur piutang dan kewajaran cadangan secara keseluruhan. 5) Penyajian dan Pengungkapan Membandingkan penyajian GAAP (General Accepted Accounting Pricipal) (1) Menentukan bahwa piutang dagang didefinisikan secara tepat dan diklasifikasikan sesuai tipe dan periode pelunasannya. (2) Menentukan apakah terdapat saldo kredit yang bersifat signifikan terhadap jumlah keseluruhan dan hendaknya diklasifikasikan sebagai kawajiban. (3) Menentukan kelayakan pengungkapan berkaitan dengan akuntansi untuk piutang bersyarat, assegned dan piutang yang difaktorkan. 2.1.8 Cadangan Piutang tak Tertagih Piutang tak tertagih timbul karena adanya risiko piutang yang tidak dapat dibayar oleh debitur. Untuk menghindari kerugian piutang yang sangat
17
material maka perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan atau
lembaga keuangan seperti bank, koperasi, dan lain-lain, hendaknya
membentuk cadangan atas piutang tak tertagih. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK/06.2014 pembentukan cadangan piutang tak tertagih untuk Koperasi simpan pinjam yaitu : 1) 0,5 persen untuk piutang dengan kualitas lancar. 2) 10 persen dari piutang dengan kualitas kurang lancar. 3) 50 persen dari piutang dengan kualitas diragukan. 4) 100 persen dari piutang dengan kualitas macet. 2.1.9 Piutang Bermasalah Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Negara Republik
Indonesia
No.14/Per/M.KUKM/XII/2009
tentang
Pedoman
Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam Koperasi menyebutkan piutang bermasalah terdiri dari: 1) Piutang Kurang Lancar Piutang digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini: (1) Pengembalian Piutang dilakukan dengan angsuran yaitu: a) Terdapat tunggakan angsuran pokok sebagai berikut: (a) Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan dan belum melampaui 2 (dua) bulan bagi pinjaman dengan angsuran harian dan/atau mingguan; atau
18
(b) Melampaui 3 (tiga) bulan dan belum melampaui 6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, 2 (dua) bualan atau 3 (tiga) bulan; atau (c) Melampaui 6 (enam) bulan tetapi belum melampaui 12 (dua belas) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya ditetapkan 6 (enam) bulan atau lebih; atau b) Terdapat tunggakan bunga sebagai berikut: (a) Tunggakan melampaui 1 (satu) bulan tetapi belum melampaui 3 (tiga) bulan bagi pinjaman yang masa angsuran kurang dari 1 (satu) bulan; atau (b) Melampaui 3 (tiga) bulan, tetapi belum melampaui 6 (enam) bulan bagi pinjaman yang masa angsurannya lebih dari 1 (satu) bulan. c) Pengembalian piutang tanpa angsuran yaitu : (a) Piutang belum jatuh tempo Terdapat tunggakan bunga melampaui 3 (tiga) bulan tetapi belum melampaui 6 (enam) bulan. (b) Piutang telah jatuh tempo Pinjaman telah jatuh tempo dan belum dibayar tetapi belum melampaui 3 (tiga) bulan. 2) Piutang yang Diragukan Piutang digolongkan diragukan apabila piutang yang bersangkutan tidak memenuhi kriteria kurang lancar tetapi berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa:
19
(1) Piutang masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang-kurangnya 75 persen dari hutang peminjam termasuk bunganya; atau (2) Piutang tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih bernilai sekurang-kurangnya 100 persen dari hutang peminjam termasuk bunganya. 3) Piutang Macet Piutang digolongkan macet apabila: (1) Tidak memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan, atau; (2) Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan (3) Piutang tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau telah diajukan penggantiannya kepada perusahaan asuransi piutang. 2.1.10 Audit Menurut ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yang dikutip oleh Halim (2008:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses yang sistematik untuk mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada yang berkepentingan. Auditing dapat juga diartikan sebagai suatu proses yang sistematis, yang merupakan rangkaian langkah atau prosedur yang logis, berkerangka dan terorganisasi dalam memeriksa dasar-dasar pernyataan, mengevaluasinya secara
20
bijaksana, secara independen, untuk menyatakan pendapatnya mengenai kesesuaian pernyataan tersebut dengan kriteria yang sudah ditetapkan dan menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang erkepentingan (Munawir, 2008:4) Jadi Auditing merupakan suatu proses pemeriksaan atau evaluasi Laporan Keuangan secara sistematis melalui catatan – catatan
dan bukti-bukti
pendukungnya agar dapat memberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan tersebut dan mengkomunikasikannya kepada pihak yang berkepentingan.
2.1.11 Standar Auditing Auditor sebagai suatu profesi sangat berkepentingan dengan kualitas jasa yang diberikan agar jasa yang diberikan tersebut dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat. Untuk mengukur kualitas pelaksanaan audit maka diperlukan suatu kriteria atau ukuran kualitas. Standar auditing menurut Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntansi Publik Indonesia (IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standard dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengen demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masingmasing standar yang tercantum di dalam standar auditing. 1) Standar Umum (1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor
21
(2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor (3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya , auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2) Standar Pekerjaan Lapangan (1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan assisten harus disupervisi dengan semestinya. (2) Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. (3) Bukti Audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3) Standar Pelaporan (1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. (2) Laporan audit harus menunjukan keadaan bahwa prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam periode sebelumnya.
22
(3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang cukup memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit (4) Laporan audit harus memuat suatu pengutaraan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, atau memuat suatu penjelasan yang semestinya. Apabila pendapat yang demikian
tidak
dapat
diberikan.
Jika
pendapat
secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasan-alasannya harus dikemukakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengn laporan keuangan, laporan audit harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor,jika ada,dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya. 2.1.12 Prosedur Auditing Prosedur audit adalah rincian untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat tertentu dalam audit.Menurut Mulyadi (2002: 86) standar pekerjaan lapangan yang ke tiga menyebutkan beberapa prosedur yang harus dilaksanakan oleh auditor dalam mengumpulkan beberapa tipe bukti auditor. Prosedur audit yang biasa dilakukan auditor meliputi : 1) Inspeksi Merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen atau kondisi fisik sesuatu. Prosedur ini dilakukan dengan inspeksi terhadap sebuah dokumen sehingga auditor dapat memperoleh eksistensi dari dokumen tersebut.
23
2) Pengamatan Merupakan prosedur yang digunakan oleh auditor untuk melihat atau menyaksikan pelaksanaan suatu kegiatan. 3) Permintaan keterangan Merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterngan secara lisan. Bukti audit yang dihailkan dari prosedur in adalah bukti lisan dan bukti dokumenter. 4) Konfirmasi Merupakan prosedur pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. 5) Penelusuran Auditor melakukan penelusuran informasi sejak mula data-data tersebut direkam pertama kali dalam dokumen, dilnjutkan pelacakan pengolahan data tersbut dalam proses akunansi. 6) Pemeriksaan Bukti Pendukung Merupakan prosedur audit yang meliputi: inpeksi terhadap dokumendokumen yang mendukung suatu trnsaksi atau data keuangan unuk menentukan kewajaran dan kebenarannya dan perbandingn dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan. 7) Perhitungan Melakukan perhitungan fisik terhadap sumber daya berwujud seperti kas atau persediaan ditangan.
24
8) Scanning Merupakan penelaahan secara tepat terhadap dokumen,catatan,dan daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan yang lebih mendalam. 9) Pelaksanaan ulang Merupakan
pengulangan
Umumnyabpelaksanaan
aktivitas
ulang
yang
diterapkan
digunakan pada
oleh
perhitungan
klien. dan
rekonsiliasi yang telah dilakukan oleh klien. 10) Teknik Audit berbantuan Komputer Prosedur ini digunakan bilamana catatan akuntansi klien dilaksanakan dalam media elektronik.
2.1.13 Materialitas Materialitas merupakan dasar penerapan standar audit terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Menurut Munawir (2008: 214). Materialitas adalah nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya dapat mengakibatkan perubahann atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakan kepercayaan terhadap informasi tersebut,karena adanya penghilangan atau salah saji. Menurut Mulyadi (2008: 160) menyatakan dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menerapkan materialitas pada dua tingkat berikut ini : 1) Tingkat laporan keuangan karena pendapat auditor atas kewajaran mencangkup laporan sebagai keseluruhan.
25
2) Tingkat Saldo Akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan. Sampai saat ini, tidak terdapat panduan resmi yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tentang ukuran kuntitatif material. Berikut merupakan contoh ukuran kuantitaf yang digunakan dalam praktik: 1) Laporan Keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 5 persen Sampai 10 persen dari laba sebelum pajak. 2) Laporan Keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji ½persen sampai 1persen dari total Aktiva. 3) Laporan Keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1persen dari pasiva. 4) Laporan Keuangan dipandang mengandung salah saji material jika terdapat salah saji 1persen dari pendapatan bruto. Berdasarkan penelitian empiris terhadap beberapa hal yang mempengaruhi auditor dalam menentukan besarnya materialitas (materiality judgement). Faktor-faktor tersebut menurut Carpenter yang dikutip oleh Halim,2008 adalah : 1) Faktor Individu Auditor Karakteristik personal mempunyai pengaruh terhadap tingkat keyakinan auditor mengenai keputusan materialitas. Penentuan besarnya materialitas juga dipengaruhi oleh pengalaman auditor yang bersangkutan. 2) Faktor Eksternal Perusahaan Informasi non keuangan yang bersifat kontekstual dapat pula digunakan oleh auditor praktisi dalam penentuan materialitas. Faktor kontekstual tersebut antara lain faktor jenis industri perusahaan auditor dan kondisinya
26
3) Tingkat pengarush suatu Akun Besarnya pengaruh yang diberikan suatu akun terhadap laba bersih merupakan faktor terpenting dalam menentukan bbesarnya tingkat materialitas audit. 4) Faktor kondisi Kantor Akuntan Publik Penentuan tingkat materialitas audit dipengaruhi oleh struktur dari kantor akuntan publik yang melaksanakan penugasan audit.
2.1.14 Kertas Kerja Secara umum tujuan dari kertas kerja adalah untuk membantu auditor dengan memberikan bukti bahwa auditor telah melaksanakan tugas auditnya sesuai dengan standar auditing yang berlaku umum. Menurut Munawir (2008:162) Kertas Kerja adalah catatan tertulis tentang bukti-bukti audit atau informasi-informasi yang diperoleh selama pelaksanaan audit serta metode-metode, prosedur-prosedur yang diterapkan, pengujian yang dilakukan serta kesimpulan yang telah dibuat oleh auditor.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Widiasih (2014) dalam Penelitiannya yang berjudul “Pengujian Kewajaran Saldo Pinjaman Yang Diberikan Pada Neraca Koperasi Eka Candra”. Penelitian ini bertempat di di Jalan Ngurah Rai no 1 Tabanan.
27
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menggunakan variabel piutang/pinjaman koperasi, serta metode penelitian menggunakan teknik wawancara dan observasi. Adapun perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah objek dan tahun penelitian, yaitu Koperasi Suyakti Bares Rejeki yang berlokasi di Jalan Pitu, Banjar Sangging, Desa Sibangkaja, Abiansemal, Badung, pada tahun 2016. Dari penelitian yang dilakukan Widiasih (2014), mengungkapan bahwa saldo pinjaman yang diberikan yang tersaji di Laporan Posisi Keuangan Koperasi Eka Candra per 31 Desember 2013 menujukkan posisi yang tidak wajar. Hal ini dikeranakan terjadi selisih antara per tes dan per book. Itu dikarenakan tidak adanya pemisahan antara pinjaman yang diberikan pada anggota dan calon anggota dan itu disajikan secara tergabung di laporan posisi keuanagn pada akun pinjaman yang diberikan pada anggota.
28