A-10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendekatan Pembelajaran Matematika Dalam proses pembelajaran, seorang guru akan memilih strategi tertentu agar pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya di kelas berjalan lancar dan hasilnya optimal. Pengertian strategi dalam kaitannya dengan pembelajaran (matematika) adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuan pembelajaran bisa tercapai sacara optimal (Suherman, 2001: 6). Dalam penyusunan strategi pembelajaran matematika, salah satunya adalah guru menetapkan pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan, cara, atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam pencapaian tujuan pengajaran dilihat dari sudut bagaimana proses pengajaran atau materi pengajaran itu, umum atau khusus, dikelola (Ruseffendi, 2006 : 240). Suherman (2001: 7) mengemukakan bahwa pendekatan (approach) pembelajaran matematika adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran dalam matematika, diantaranya adalan pendekatan konstruktivisme, problem solving, open ended (pendekatan terbuka), dan realistik. Pendekatan yang akan dibahas lebih lanjut disini adalah pendekatan metakognitif yang berdasarkan kepada pendekatan konstruktivisme.
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B-11
B. Keterampilan Metakognitif Metakognitif merupakan kata sifat dari metakognisi. Istilah metakognisi memiliki akar kata “meta” dan “kognisi”. Meta berasal dari bahasa Yunani yang berarti “setelah” atau “melebihi” dan kognisi mencakup keterampilan yang berhubungan dengan proses berpikir (Costa dalam Tamalene, 2010: 31). Metakognitif terdiri atas pengetahuan metakognitif dan aktivitas metakognitif. Pengetahuan metakognitf melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada pikiran seseorang pada saat sekarang. Sedangkan aktivitas metakognitif terjadi saat siswa secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan sesuatu tujuan (Santrock dalam Tamalene, 2010: 32). Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Metakognitif dipandang sebagai suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan oleh seseorang dapat terkontrol oleh dia sendiri secara optimal. Para peserta didik dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat siswa mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha untuk memperbaikinya. Menurut Heller, Child, dan Walberge (Muin, 2005: 17), kegiatan metakognitif dibagi dalam tiga aktivitas, yaitu:
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B-12
1.
Kesadaran (mengenal salah satu informasi baik implisit maupun eksplisit);
2.
Monitoring/ pengamatan (mempertanyakan diri sendiri dan menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk menstimulasi pemahaman);
3.
Regulasi/ pengaturan (membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan untuk pemecahan masalah); Suzana (2003: 29) mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika. Proses
pendekatan
keterampilan
metakognitif
dalam
pembelajaran
matematika lebih dominan pada memonitor kesadaran pengetahuan, strategi, dan proses berpikir diri sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan. Pada hakekatnya yang dimunculkan adalah pertanyaan yang memandu proses berpikir secara madiri dan dapat muncul dari diri sendiri. Wahyuni (2008: 14) merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam pendekatan keterampilan metakognitif adalah sebagai berikut: 1.
Pertanyaan pemahaman yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa menterjemahkan konsep dengan kata-kata sendiri setelah membaca soal dan memahami.
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B-13
2.
Pertanyaan strategi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa mempertimbangkan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah beserta alasannya.
3.
Pertanyaan refleksi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa melakukan evaluasi mengenai hasil pekerjaannya. Guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika dengan pendekatan
keterampilan metakognitif di dalam kelas harus berusaha mengajari siswa untuk merencanakan, memantau, dan merevisi pekerjaan mereka sendiri. Tidak hanya membuat siswa sadar tentang apa yang mereka tahu tapi juga apa yang bisa mereka lakukan ketika mereka gagal untuk memahami. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan keterampilan metakognitif dalam pembelajaran matematika menekankan siswa agar mampu menanamkan kesadaran tentang apa yang dipikirkan kemudian menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang dia kerjakan dan selanjutnya mengevaluasi hasil pekerjaannya tersebut. Menurut Elawar (Suzana, 2003: 32), pendekatan keterampilan metakognitif dapat diupayakan melalui tiga tahap: 1. Tahap Pertama Diskusi Awal (Introductory Discussion) Pertama-tama guru menjelaskan tujuan tentang topik yang akan dipelajari. Setiap siswa dibagi bahan ajar, dan penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tertera dalam bahan ajar tersebut. Kesalahan siswa diminimalkan dengan pemantauan. Siswa dibimbing menanamkan kesadaran dengan bertanya kepada diri sendiri menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bahan ajar.
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
B-14
Pada akhir penanaman konsep, melalui pertanyaan dalam bahan ajar diharapkan siswa memahami semua uraian materi dan sadar apa yang dilakukannya, bagaimana melakukannya, bagian mana yang belum dipahami, pertanyaan apa yang timbul, dan bagaimana upaya untuk mencari solusinya. Contoh pertanyaannya: a.
Apa saya harus menguasai prasyarat untuk pelajaran topik ini?
b.
Apakah saya memahami semua uraian materi tadi?
c.
Jika tidak memahami, maka pertanyaan saya adalah…
d.
Diskusikan pertanyaan saya tadi dengan teman sebangku atau dengan guru. Hasil diskusinya adalah…
2. Tahap Kedua Kerja Mandiri/Individu (Independent Work) Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakannya secara individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan pengaruh timbal balik secara individual. Pengaruh timbal balik metakognitif akan menuntun siswa untuk memusatkan perhatian pada kesalahannya dan memberikan petunjuk agar siswa dapat mengoreksinya sendiri. Guru membantu siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar ketika siswa membuat kesalahan. 3. Tahap Ketiga penyimpulan Penyimpulan yang dilakukan oleh siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang telah dilakukan di kelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. Contoh pertanyaan yang ditanyakan oleh guru:
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-15
a.
Apa yang kamu pelajari hari ini?
b.
Apa yang kamu pelajari tentang diri kamu sendiri dalam menyelesaikan soal matematika yang diberikan.
C. Kemampuan Berpikir Kreatif dalam Matematika Treffinger (Munandar, 2009: 35) mengatakan bahwa pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisasi dalam tindakan. Rencana inovatif serta produk orisinal mereka telah dipikirkan dengan matang lebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin timbul dan implikasinya. Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) (Siswono, 2009). Evans (Siswono, 2009) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus, sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Dalam pendapat ini, hubungan (pola) yang dibentuk itu didasarkan pada informasi-informasi yang ada serta pengalaman belajar yang dimiliki melalui pemikiran secara analogis sampai diperoleh idea-idea baru yang berbeda dengan idea-idea sebelumnya atau sampai individu tersebut mencapai titik jenuh untuk berpikir. Jadi, berpikir kreatif mengabaikan hubungan-hubungan yang sudah mapan, dan menciptakan hubungan-hubungan tersendiri. Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif merupakan kegiatan mental untuk menemukan suatu kombinasi yang belum dikenal sebelumnya.
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-16
Berpikir kreatif dapat juga dipandang sebagai suatu proses yang digunakan ketika seorang individu mendatangkan atau memunculkan suatu idea baru. Idea baru tersebut merupakan gabungan idea-idea sebelumnya yang belum pernah diwujudkan (Siswono, 2009). Pengertian ini lebih memfokuskan pada proses individu untuk memunculkan idea baru yang merupakan gabungan idea-idea sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran. Pengertian berpikir kreatif ini ditandai adanya idea baru yang dimunculkan sebagai hasil dari proses berpikir tersebut. Berdasar pendapat-pendapat yang telah dipaparkan di atas, dapat diambil suatu kesimpulan tentang berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun, menghasilkan idea atau gagasan yang baru. Supriadi (Agustiani, 2005: 17) mengemukakan bahwa proses kreatif merupakan suatu proses yang bersifat subyektif, misterius, dan personal. Proses kreatif seseorang tidak mudah diidentifikasi secara jelas, pada tahap mana seseorang berada dalam proses kreatif tidak dapat diamati secara persis. Proses kreatif menurut Wallas (Munandar, 2009: 39) meliputi empat tahap: (1) persiapan; (2) inkubasi; (3) iluminasi; dan (4) verifikasi. Pada tahap pertama, seseorang mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah dengan belajar berpikir, mencari jawaban, bertanya kepada orang lain, dan sebagainya. Pada tahap kedua, kegiatan mencari dan menghimpun data/ informasi tidak dilanjutkan. Pada tahap ini individu seakan-akan melepaskan diri untuk sementara dari masalah tersebut, dalam arti bahwa dia tidak memikirkan masalahnya secara
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-17
sadar, tetapi “mengeramnya” dalam alam pra-sadar. Tahap ini penting artinya dalam proses timbulnya inspirasi yang merupakan titik mula dari suatu penemuan atau kreasi baru berasal dari daerah pra-sadar atau timbul dalam keadaan ketidaksadaran penuh. Pada tahap ketiga, timbul “insight” atau “Aha Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru, beserta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru. Pada tahap keempat, ide atau kreasi baru tersebut harus diuji terhadap realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Dengan perkataan lain, proses divergensi (berpikir kreatif) harus diikuti oleh proses konvergensi (berpikir kritis). Adapun sifat proses kreatif yang dikemukakan oleh Munandar (Agustiani, 2005: 19) meliputi: 1.
Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan untuk memunculkan ide-ide secara cepat dan ditekankan kepada kuantitas bukan kualitas. Atau dengan kata lain merupakan kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan.
2.
Flexibility
(keluwesan)
adalah
kemampuan
untuk
mengemukakan
bermacam-macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. 3.
Originality (keaslian) adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasangagasan asli.
4.
Elaboration (rincian) adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu secara rinci. Uraian mengenai ciri-ciri perilaku kreatif siswa menurut William
(Munandar, 2009 : 192) dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-18
Tabel 2.1 Ciri-ciri Perilaku Kreatif Siswa A. Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (kognitif-intelektual) 1) Berpikir lancar Menghasilkan banyak gagasan/ jawaban yang (fluency) relevan. Arus pemikiran lancar. 2) Berpikir luwes Menghasilkan jawaban, gagasan/ pernyataan yang (fleksibility) bervariasi. Mampu mengubah cara atau pendekatan Arah pemikiran yang berbeda-beda. 3) Berpikir orisinal Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain (originality) dari orang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang. 4) Berpikir terperinci Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu (elaboration) gagasan. Memperinci detil-detil. Memperluas suatu gagasan. b. Ciri-ciri afektif berpikir kreatif 1) Mengambil Tidak takut gagal atau kritik resiko Berani membuat dugaan Mempertahankan pendapat 2) Merasakan Mencari banyak kemungkinan. tantangan Melihat kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya. Melibatkan diri dalam masalah-masalah atau gagasan-gagasan yang sulit. 3) Rasa ingin tahu Mempertanyakan sesuatu. Bermain dengan suatu gagasan. Tertarik pada kegaiban (misteri). Terbuka terhadap situasi yang merupakan teka-teki. Senang menjajaki hal-hal baru. 4) Imajinasi Mampu membayangkan, membuat gambaran mental. Memikirkan hal-hal yang hanya dapat dijangkau oleh daya khayal. Pada penelitian ini, yang akan dijadikan tolok ukur berpikir kreatif dalam matematika adalah fluency (kelancaran), flexibility (keluwesan), orginalitiy (keaslian), elaboration (rincian).
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-19
D. Teori Belajar Pendukung Belajar merupakan suatu proses yang aktif sehingga suatu organisme berubah perilakunya sebagai pengalaman (Gagne dalam Lestari, 2008: 49). Perubahan perilaku diantaranya siswa berpikir, merasa, mengingat dan berbuat kreatif, dan lain-lain. Untuk mencapai perubahan perilaku tersebut dibutuhkan suatu teori belajar yang dapat digunakan sebagai acuan melakukan prediksi. Teori belajar ini dapat memperlihatkan dan menjelaskan apa yang diharapkan untuk dikemukakan, bila telah melakukan eksperimen atau pengamatan. Strategi
dalam
pendekatan
metakognitif
menggunakan
serangkaian
pertanyaan yang berhubungan dengan pengetahuan sendiri, seperti bertanya pada diri sendiri, memperluas strategi untuk mendapatkan pengendalian atas diri si pembelajar, memilih strategi yang cocok untuk menyelesaiakn soal-soal. Proses belajar yang diatur sendiri, mengontrol diri sendiri, dan mengevaluasi diri, pembelajaran seperti ini dilandasi oleh konstruktivisme. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan seseorang adalah konstruksi itu sendiri (Betten Court dan Mathew dalam Suzana, 2003: 34). Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan, tetapi merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Artinya seseorang membentuk skema, kosep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Proses pembentukan pengetahuan itu berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi akibat adanya suatu pemahaman baru. Jadi pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui dan tidak dapat
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-20
dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala orang lain (siswa) (Lorsbah & Tobin dalam Lestari, 2008: 129). Berdasarkan pemaparan di atas bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa, maka siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Siswa mengatur sendiri serta mengontrol diri sendiri dalam proses belajarnya. Hal tersebut bersesuaian dengan pendekatan katerampilan metakognitif. Dalam pendekatan keterampilan metakognitif, guru membantu mengembangkan kesadaran siswa tentang apa yang mereka ketahui dan bagaimana melakukannya serta membimbing siswa jika ada kesulitan.
E. Hasil Penelitian yang Relevan Lestari (2008) dalam hasil penelitiannya memiliki kesimpulan bahwa: (1) pemahaman dan penalaran matematis siswa yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif lebih baik daripada siswa yang menggunakan pembelajaran tradisional; (2) aktivitas dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif secara umum sudah terlaksana dengan baik; (3) siswa aktif dalam berdiskusi dan mengikuti proses jalannya pembelajaran dengan mengisi bahan ajar yang diberikan; dan (4) guru mempunyai pandangan positif terhadap pembelajaran dengan pendekaan metakognitif. Selain itu, penelitian yang dilakukan terhadap salah satu SMA Negeri di Bandung oleh Prabawa (2009) didapatkan hasil bahwa: (1) setelah dilakukan
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-21
pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif, kemampuan penalaran matematis dan pemecahan masalah siswa menjadi lebih baik; (2) terdapat perbedaan penalaran matematis dan pemecahan masalah siswa berdasarkan klasifikasi kemampuan awal matematika (kelompok atas, tengah, dan bawah) antara kelompok kelas metakognitif dan kelompok kelas konvensional; (3) tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan klasifikasi kemampuan awal matematika (kelompok atas, tengah, dan bawah); dan (4) siswa memiliki sikap positif terhadap matematika dan pembelajaran matematika. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Tata (2009) adalah: (1) peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang menggunakan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi teori Van Hiele lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok atas, tengah, dan bawah setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif berorientasi Van Hiele. Schoenfeld (Tamalene, 2010: 40) melakukan penelitian pada mahasiswa berhubungan dengan kemampuan mereka dalam menyelesaikan masalah. Mahasiswa-mahasiswa tersebut dilatih untuk menyelesaikan permasalahan matematika dan mengajukan pertanyaan pada diri mereka sendiri dengan pertanyaan metakognitif, misalnya adalah pertanyaan: apa yang sedang saya lakukan?; bagaimana melakukannya? dan lain-lain. Dari hasil penelitian ini, diperoleh bahwa mahasiswa yang dilatih dengan menggunakan pertanyaan metakognotif memperoleh peningkatan hasil belajar. Sejalan dengan hal ini,
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
C-22
Elawar dan Conro (Tamalene, 2010: 40) mengemukakan bahwa siswa yang berkemampuan rendah mendapat manfaat dari pelatihan metakognitif berdasarkan pada umpan balik yang disesuaikan dengan kebutuhan individual siswa.
F. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan hasil-hasil penelitian sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Peningkatan
kemampuan
berpikir
kreatif
pada
siswa
yang
pembelajarannya menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif lebih baik daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan metode ekspositori. 2.
Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa kelompok atas, tengah, dan bawah setelah mendapatkan pembelajaran matematika dengan pendekatan keterampilan metakognitif.
Dewi Apriani, 2012 Pengaruh Penggunaan Pendekatan ... Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu