BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Kajian Teori
2.1.1
Belajar Gagne dalam Dimyati & Mudjiono (2009: 10) mengatakan bahwa” Belajar
adalah seperangkat proses kognitif yang yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapasitas baru”. Sedangkan komponen penting yang didalamnya terdiri atas kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar .yaitu faktor- faktor yang mempengaruhi belajar terdapat komponenkomponen yang mempengaruhi individu baik yang berasal dari luar maupun dari dalam seorang individu dalam perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai sesorang melalui aktivitas”.
Menurut Dimyati dan Mujiono (2009: 295) belajar
adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan, perilaku dan keterampilan, dengan cara mengolah bahan belajar dan dalam proses belajar tersebut individu menggunakan ranah ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang akan menjadi semakin bertambah baik” Bruner dalam (Budiningsih, 2005: 40-43) menyatakan bahwa belajar merupakan sebuah proses di mana peserta didik berkembang secara intelektual dan tingkah laku dengan didukung oleh, peran guru yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami konsep sesuai dengan taraf perkembangan siswa. Belajar menurut Sudjana (2008: 25) merupakan peristiwa yang terjadi apabila subjek didik secara aktif berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru.Jadi siswa terjun langsung dengan situasi pembelajaran dan mereaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Belajar juga merupakan proses yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui pengalaman, dan proses melihat, mengamat,i dan memahami sesuatu”. Reber dalam Suprijono (2011: 2) menyatakan bahwa “belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan”. 6
7
Menurut Abdurrahman (2003: 28) “belajar adalah suatu proses dari individu yang berupaya mencapai tujuan belajar atau hasil belajar, dalam suatu bentuk perubahan perilaku yang menetap”. Perilaku anak dapat dibentuk dengan perilaku yang berulang–ulang dan diharapkan atau dipancing dengan sesuatu yang dapat menimbulkan perilaku tersebut jadi siswa setelah mengalami dan mengulangi kejadian-kejadian tersebut siswa lebih mudah menerima dan mengingat konsep tersebut.di dalam proses belajar terjadi dua macam hubungan yaitu hubungan material dan hubungan sosial.hubungan material ditandai oleh pertemuan anak dengan materi pelajaran, sedangkan hubungan sosial ditandai dengan adanya hubungan antara anak dengan guru dan hubungan antar sesama anak. Menurut Wijaya (2006: 89) yang mengatakan bahwa “belajar adalah hal atau peristiwa yang dilakukan dengan proses yang dirancang dan disengaja diarahkan untuk mencapai tujuan yang disadari manfaat dan kegunaanya oleh setiap individu yang belajar”. Menurut Suparno (2001: 2) belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relative permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya. Belajar juga dihasilkan melalui kegiatan–kegiatan meniru hal-hal yang diamati dari lingkungan. Meniru adalah pekerjaan yang paling efektif didalam proses belajar. Thorndike dalam Budiningsih (2005: 21) adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indra. Sedangkan respon yaitu suatu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/ tindakan. Cronbachyang dalam Suprijono (2011: 2) menyatakan bahwa “Belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman”. Jadi dengan berdasarkan pendapat- pendapat di atas dapat dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dan dilakukan dengan sadar melalui proses yang
8
dialami sendiri oleh seorang individu yang berupa perubahan perilaku yang mencakup perubahan kognitif, afektif maupun psikomotorik dalam diri individu. 2.1.2
Hasil Belajar Bloom dalam Suprijono (2011: 6) mengatakan bahwa “hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”.
1) Domain kognitif adalah: a. Knowledge (pengetahuan, ingatan) b.
Komprehensif ( pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh),
c.
Application( menerapkan)
d.
Analisys ( menguraikan,menentukan hubungan)
e.
Synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru) dan evaluation( menilai)
2) sedangkan Domain Afektif adalah : a.
Receiving, (sikap menerima)
b.
Responding ( memberikan respon)
c.
Valuing ( nilai)
d.
Organization(organisasi)
e.
Characterization ( karakterisasi)
3) Domain psikomotorik meliputi: a.
Intiatory, pre-routine dan rountinized
b.
Psikomotorik juga mencakup ketrampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Hul dalam Abdurrahman (2003: 32) menyatakan bahwa “hasil belajar terjadi
melalui adapatasi biologis dari suatu organisme terhadap lingkungannya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya”. Langren dalam Suprijono (2010: 7) “hasil pembelajaran itu meliputi pembelajaran kecakapan, informasi, pengertian dan sikap”.Sedangkan menurut Suprijono (2011: 7) yang menyatakan bahwa”hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensial
9
kemanusiaan saja melainkan komprehensif”. Yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil belajar menurut Gagne yang dikutip oleh suprjiono (2011: 5) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari suatu kegiatan dalam pola-pola perbuatan, nilai- nilai, pengertian-pengertian,sikap-sikap, apresiasi, dan ketramapilan” . Menurut Wijaya (2006: 27) “hasil belajar adalah gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”. Pendapat lain tetang hasil belajar adalah pendapat dari Kellerdalam Abdurrahman (2003: 39) mangatakan bahwa “hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak sedangkan usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas- tugas belajar”. Jadi setelah mengetahui pendapat para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu pencapaian kemampuan siswa setelah melalui tahapan–tahapan dan proses yang dialami oleh siswa sebagai usaha dalam memperoleh pengetahuan yang mengalami perubahan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.1.3
Matematika Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang
abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Belajar matematika pada hakikatnya adalah belajar konsep, struktur konsep, dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Matematika merupakan ilmu dasar untuk mempelajari ilmuilmu yang lain sehingga penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan sejak dini dan konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini (subarinah: 2006). Matematika adalah ratu dari ilmu pengetahuan dan aritmatika adalah ratu dari matematika (Karl Freidrich Gauss). Johnson dan myklebust dalam Abdurrahman (2003: 252) Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan
10
kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Russefendi dalam Heruman (2010: 1) mengatakan bahwa “matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma atau postulat dan akhirmya ke dalil”. Definisi matematika menurut Soedjadi dalam Heruman (2010: 1) yang menyatakan bahwa: a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan. d) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur- struktur yang logik. e) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan–aturan yang ketat. f) Jadi menurut pendapat di atas dapat saya simpulkan matematika adalah ilmu dasar yang harus di pelajari sejak dini untuk mengetahui konep–konsep perhitungan bilangan.
2.1.4
Karakteristik Matematika Beberapa karakteristik matematika dalam buku kiat pendidikan matematika di
Indonesia karya. Soedjadi menjelaskan bahwa karakteristik matematika adalah: a) Memiliki objek kajian abstrak. b) Bertumpu pada kesepakatan. c) Berpola pikir dedukatif. d) Memilki simbol yang kosong dari arti. e) Memperhatikan semesta pembicaraan. f) Konsisten dalam sistemnya.
11
2.1.5 Matematika di Sekolah Matematika sekolah adalah unsur atau bagian dari matematika yang dipilh berdasakan dan berorientasi kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi. Soejadi: (2000) matematika sekolah tidak sama dengan matematika sebagai ilmu, dikatakan tidak sepenuhnya sama karena memiliki perbedaan antara lain dalam hal: a.
Penyajianya
b.
Pola pikirnya
c.
Keterbatasan semestanya
d.
Tingkat keabstrakannya. Russeffendi dalam Heruman (2010: 1) matematika adalah ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefenisikan ke unsur, ke aksioma, atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
2.1.6
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Ciri – ciri pembelajaran Matematika di SD (John A. Van De Walle 2008: 6) a)
Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral. Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan di mana pembelajaran konsep atau topik, matematika selalu mengaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya.
b)
Pembelajaran Matematika bertahap. Materi pembelajaran matematika diajarkan secara bertahap yang dimulai dari konsep – konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit.
c)
Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif. Matematika merupakan ilmu deduktif, namun karena sesuai dengan tahap perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SD digunakan pendekatan induktif.
12
d)
Pembelajaran matematika menganut kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan yang lainya,
e)
Pembelajaran matematika hendaknya bermakna. Pembelajaran
secara
bermakna
merupakan
cara
pengajaran
materi
pembelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Pembelajaran adalah seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal (Gredler, 1991: 205). Pada sekolah dasar umur siswa berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun yang masih ada pada fase kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah- kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek yang yang bersifat konkret. Piaget dalam Heruman (2010: 1) mengatakan usia pada masa sekolah dasar adalah usia pembelajaran melalui tahapan dari konkret, semi konkret, semi abstark, dan selanjutnya abstrak.Dalam mengajarkan matematika di Sekolah Dasar penyajian pembelajaran harus melalui tahapan – tahapan pembelajaran yaitu tahap pemahaman dasar, penanaman konsep, pemahaman konsep, dan pembinaan ketrampilan.
2.1.7
Hasil Belajar Matematika Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses belajar dan juga proses mengajar
dan melalui proses belajar mengajar ini akan memperoleh hasil yang disebut dengan hasil belajar. Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan serangkaian seperti membaca, menulis kegiatan. Menurut Hamalik (2002: 155) menyatakan bahwa hasi belajar tampak sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa yang diamati dan diukur dalam peranahan, pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah tingkat keberhasilan dalam menguasai bidang studi matematika setelah memperoleh pengalaman atau proses belajar mengajar dalam waktu tertentu yang akan
13
diperlihatkan melalui skor yang diperoleh dalam test hasil belajar. Hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah untuk mengukur keberhasilan siswa dalam menguasai tujuan pembelajaran matematika.
2.1.8
Metode Pembelajaran Kooperatif Metode adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan
dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran Sudjana (2008: 76). Agar pembelajaran lebih efektif maka guru menggunakan metode yang sesuai dengan materi pelajaran dan juga mampu merangsang minat siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Syah (2008: 201) yang menyatakan bahwa metode adalah cara melakukan kegiatan atau melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep – konsep secara sistematis. Metode mengajar ialah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pendidikan khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa. Isjoni (2011: 8) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif diartikan belajar bersama- sama saling membantu antara satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan atau tugas yang telah yang telah ditentukan sebelumnya.Masih menurut Isjoni (2011: 14-15) pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuanya berbeda yang setiap anggota harus bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.Pembelajaran koperatif adalah salah satu pendekatan mengajar di mana murid bekerjasama di antara satu sama lain dalam keolmpok belajar kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru,teknik pembelajaran kooperatif sangat sesuai di dalam sebuah kelas yang berisi siswa-siswa yang mempunyai berbagai tingkat kecerdasan. Johnson dalam Isjoni (2011: 21) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai satu kaedah pengajaran yang merupakan satu proses pembelajaran yang
14
melibatkan siswa yang belajar dalam kumpulan yang kecil di mana siswa dalam kelompok yang dikehendaki bekerjasama untuk memperlengkap dan memperluas pembelajaran diri sendiri dan yang lain untuk menerima arahan dari guru dan melaksanakan tugas yang diberikan secara bersama-sama. Slavin dalam Isjoni (2011: 15) “pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok–kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Sedangkan Sunal dan Hans dalam Isjoni (2011: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama selama proses pembelajaran. Menurut Isjoni (2011: 23) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru untuk mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, agresif, dan tidak perduli dengan orang lain. Kerja kelompok merupakan salah satu strategi untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan belajar karena strategi ini banyak memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Pembelajaran kooperatif menekankan pada pada kehadiran teman sebaya. Roger dan David Johnson dalam (suprijono 2011: 58), mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif, lima unsur dalam metode pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan : a)
Positive interpedence (saling ketergantungan)
b)
Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
c)
Face to face promotiveinteraction (interaksi promotif)
d)
Interpersonal skil (komunikasi antar anggota)
e)
Group processing (pemprosesan kelompok)
15
Suprijono (2011: 65) menjelaskan bahawa ada 6 langkah langkah dalam pembelajaran kooperatif, adapun sintak metode pembelajaran dapat dilihat dari tabel dibawah ini. Tabel 2.1. Sintak Metode Pembelajaran Kooperatif Fase- fase 1. 1. Menyampaiakan tujuan dan mempersiapkan peserta didik 2. 2. Menyajikan informasi
Perilaku Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik belajar Mempersentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal 3. 3. Mengorganisasipeserta didik Memberikan penjelasan kepada peserta kedalam tim- tim belajar didiktentang cara pembentukan tim belajar dan memnbantu kelompok melakukan transisi yang efisien 4. 4. Membantu kerja tim dan Membantu tim- tim belajar selama peserta belajar didik mengerjakan tugasnya 5. 5. Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didikmengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompokkelompok mempresentasikan hasil kerjanya 6. memberikan pengakuan atau Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha penghargaan dan presenatsi individu maupun kelompok 2.1.9 Ciri –ciri Pembelajaran Kooperatif Arends (2004: 356) model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar. b. Kelompok dibentuk dari siswa mempunyai kemampuan akademis, tinggi, sedang, rendah serta dari berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda. c. Penghargaaan berorientasi pada kelompok daripada individu.
16
Siswa dibentuk dalam kelompok yang terdiri dari bermacam- macam karakter yang berbeda latar belakang akademik, jenis kelamin maupun suku yang berbeda sehingga dengan beragamnya latar belakang siswa diharapkan akan terjadinya kerjasama dalam kelompok. Peran semua siswa disini adalah sebagai tutor sebaya di mana siswa lebih mudah menerima informasi dari teman sebayanya. Menurut Isjoni (2011: 27) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah: a. Setiap anggota memiliki peran. b. Terjadi hubungann interaksi langsung antara siswa. c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman– teman sekelompoknya. d. Guru
membantu
mengembangkan
ketrampilan–ketrampilan
interpersonal
kelompok. e. Gurunya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. f. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam pembelajaran Sedangkan menurut Bennet dalam Isjoni (2011: 60) menyatakan bahwa unsur dasar yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok adalah: a.
Positive Interdependence yaitu terdapat hubungan timbal balik yang didasari adanyakepentingan yang sama atau perasaan yang diantara anggota kelompok di mana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya.
b.
Interaction Face to Face yaitu terjadinya interaksi antara siswa tanpa adanya perantara, tidak adanya penonjolan kekuatan individu yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya hubungan timbal balik yang bersifat positif sehingga data mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran.
c.
Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok
17
d.
Membutuhkan keluwesan
e.
Meningkatkan ketrampilan bekerjasama dalam memecahkan masalah ( proses kelompok)
2.1.10 Team Game Tournament (TGT) Pembelajaran Team Game Turnament adalah salah satu tipe atau model pembelajaran yang kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan seluruh aktifitas siswa, melibatkan tutor teman sebaya dan mengandung unsur permainan dan penguatan, Team Game Tournament merupakan pembelajaran kooperatif yang menggabungkan kegiatan belajar kelompok dengan kompetisi kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament memungkinkan siswa belajar lebih rileks disamping menumbuhkan, tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Aktifitas pembelajaran dengan permaianan yang dirancang dalam metode Team Game Tournament adalah suatu pembelajaran yang didahului dengan penyajian materi pembelajaran oleh guru dan diakhiri dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada siswa.Setelah itu siswa pindah ke kelompok masing- masing untuk mendiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan- pertanyaan atau masalah- masalah yang diberikan guru. Sebagai ganti dari tes tertulis, setiap siswa akan bertemu setiap sekali seminggu pada meja tournament dengan dua rekan dari kelompok lain untuk membandingkan kemampuan kelompoknya dengan kelompok lain (NurAsma : 2008). Menurut Slavin (2010: 166) Team Game Tournament adalah sebuah metode kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dan menggunakan kuis- kuis dan sistem skor kemajuan individu,di mana para siswa berlomba mewakili tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerjanya sama.
18
1) Tim Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar–benar belajar dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya dapat mengerjakan kuis dengan baik. 2) Game Game nya terdiri dari atas pertanyaan–pertanyaan yang kontennya relevan yang diracang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari persentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut di atas meja dengan tiga orang siswa yang masing – masing mewakili tim yang berbeda. Game terdiri dari nomor–nomor pertanyaan yang di tulis pada lembar yang sama, seorang siswa mengambil sebuah nomor yang tertera pada kartu dan harus menjawab pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut.penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing–masing. 3) Tournament Tournament adalah sebuah struktur di mana game berlangsung, biasanya pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru mempersentasikan di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. Pada tournament pertama guru menunjuk siswa untuk berada pada meja tournament tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja 1, tiga berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Setelah tournament pertama, para siswa akan bertukar meja tergantung pada kinerja mereka pada tournament terakhir. Pemenang pada tiap meja akan naik tingkat ke meja berikutnya yang lebih tinggi misalnya dari meja 6 ke meja 5 skor tertinggi kedua tetap tinggal pada meja yang sama dan skor yang paling rendah diturunkan, dengan cara ini jika pada awalnya siswa sudah ditempatkan untuk seterusnya mereka akan terus dinaikkan atau diturunkan sampai mencapai tingkat kinerja yang sesungguhnya.
19
Team Game Tournament adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok- kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yanga memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing- masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok lain bertanggung jawab memberikan jawaban, atau mengerjakannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Akhirnya untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Dalam permainan akademik siswa- siswa akan dibagi dalam meja- meja tournament, di mana setiap meja tournament terdiri dari setiap 5 sampai 6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing- masing. Dalam setiap meja tournament atau meja permainan diusahakan agar tidak ada peserta yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa yang dikelompokkan
dalam
satu
meja
tournament
secara
homogen
dari
segi
kemampuan akademik, artinya dalam satu meja tournament kemampuan setiap peserta diusahakan agar setara.Hal ini dapat ditentukan dengan melihat nilai yang mereka
peroleh
pada
saat
tes dilaksanakan.Skor
yang
diperoleh
dengan
menjumlahkan skor-skor yang diperoleh anggota suatu kelompok, kemudian dibagi banyaknya anggota kelompok tersebut. Jumlah skor kelompok yang terbanyak akan diberikan penghargaan tim berupa hadiah.
2.1.11 Langkah- langkah Team Game Tournament Menurut Slavin, (2009:166), ada empat komponen-komponen Team Game Tournament sebagai berikut:
20
1) Penyajian kelas Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung dengan ceramah, atau diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar- benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat games karena skor game akan menentukan skor kelompok. 2) Kelompok (teams) Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan rasa atau etnis. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalam materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. Setelah selesai penyajian materi team tersebut berkumpul untuk mempelajari LKS, untuk menyelesaikan tugas kelompok siswa mengerjakan sacara berpasangan, kemudian saling mencocokkan jawabannya atau memeriksa ketepatan jawabannya dengan jawaban teman sekelompok. Bila ada siswa yang mengemukakan pertanyaan, teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru. 3) Permainan/games Games terdiri dari pertanyaan–pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok, permainan dimainkan dimeja–meja turnament yang terdiri dari 5 atau 6 orang siswa yang memiliki kemampuan akademik sama atau mendekati sama. Permainan berupa pertanyaan– pertanyaan pada kartu bernomor. Secara bergiliran siswa mengambil sebuah kartu nomor dan membaca soal itu dengan keras supaya siswa yang ada dalam meja tersebut dapat mendengar, siswa yang membaca soal mendapatkan kesempatan pertama untuk menjawab pertanyaan tersebut dan siswa lain yang berada pada meja yang sama menganggap jawaban yang
21
diberikan salah maka siswa yang lain boleh memberikan jawaban yang berbeda, kemudian jawaban siswa dicocokkan dengan kunci jawaban yang tersedia dimeja tournament. Jawaban yang benar akan mendapatkan skor nilai, setelah siswa menyelesaikan tournament dilakukan perhitungan skor yang diperoleh siswa. Masing- masing anggota membawa perolehannya kembali kekelompok semula dan bersama- sama. Anggoata lain menyumbangkan poin untuk kelompoknya. Bagi kelompok yang mendapatkan skor/ poin tertinggi akan mendapatkan penghargaan dari guru. 4) Tournament Tournamen merupakan struktur bagaimana dilaksanakan permainan tersebut, yang dilaksanakan setelah guru menyelesaikan persentasi kelas penyajian kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja latihan. Pembentukan kelompok meja tournament dilakukan dengan membentuk kelompok baru dan dilaksanakan tidak ada yang berasal dari kelompok yang sama. Siswa diberi tugas menggeser meja- meja untuk dijadikan meja tournament, salah seorang guru membagikan lembar permainan, lembar kunci jawaban, dan satu tumpukan kartu bernomor serta lembar skor permainan kepada tiap meja. Untuk memulai permainan masing- masing siswa dilotre terlebih dahulu untuk menentukan pemain. Pemain pertama yang akan mengambil sebuah kartu bernomor yang berisi pertanyaan. Untuk permainan selanjutnya, permainan berlangsung menurut arah jarum jam dari pembaca pertama. Pada saat permainan, pemain mengocok kartu dan mengambil sebuah kartu bernomor yang berisi pertanyaan kemudian membacakan dengan keras pertanyaan yang ada pada kartu tersebut, misalnya siswa yang mengambil kartu yang bernomor 6 akan menjawab pertanyaan no 6. Pembaca yang tidak yakin jawabanya diperbolehkan menerka tanpa mendapatkan hukuman. Setelah pembaca tersebut memberikan jawaban siswa sebelah kirinya memiliki kesempatan untuk menantang daan membeikan jawaban yang berbeda, bila
22
dinyatakan pas atau tidak menggunakan kesempatan tersebut, atau jika penantang kedua mempunyai jawaban yang berbeda dari jawaban pertama, penantang kedua dapat maju untuk memberikan jawaban.sementara penantang kedua harus hati-hati karena mereka akan kehilangan sebuah kartu (yang berhasil dikumpulkan) apabila jawaban mereka salah.apabila ada setiap orang menjawab dan jawanaya pas maka pemain yang berada disebelah kananya akan mencocokkan dengan lembar jawaban atau membacakan jawaban yang benar dengan keras,pemain yang jawabanya benar akan diberikan kartu dan menyimpan kartu tersebut, apabila ada jawaban yang salah pemain tersebut harus mengembalikan kartu yang ia menangkan sebelumnya, apabila tidak ada satupun jawaban yang benar maka kartu tersebut dikembalikan ketumpukan permainan sampai waktu yang ditentukan oleh guru atau setelah permaianan berakhir. Para pemain mencatat banyak kartu yang mereka menangkan pada lembar skor permainan, apabila masih ada waktu siswa mengocok kembali tumpukan kartu tersebut dan memainkan permainan kedua, dan mencatat banyaknya kartu yang dimenangkan pada kolompok permaianan Slavin (2009 : 17).
2.1.12 Kelebihan Metode Kooperatif Tipe TGT Sanjaya (2008: 249) keungggulan metode kooperatif dalam pembelajaran adalah: a) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri. b) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan. c) Dapat membantu anak untuk merespon orang lain. d) Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar, e) Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. f) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. g) Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
23
h) Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Sedangkan Jarolimek dan Parker dalam Isjoni (2009: 36) keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran metode kooperatif tipe TGT adalah: 1) Saling ketergantungan yang positif. 2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu. 3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. 4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan. 5) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
2.1.13 Kelemahan Metode Kooperatif Tipe TGT Kelemahan pembelajaran menggunakan metode kooperatif sanjaya (2008: 249) adalah sebagai berikut: a) Dengan leluasanya pembelajaran, maka apabila keleluasaanya itu tidak optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai. b) Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu jika guru tidak jeli dalam pelaksanaannya. c) Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang. Sedangkan kelemahan metode kooperatif menurut Jarolimek & Parker dalam Isjoni (2009: 36) adalah sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu. 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup mamadai. 3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
24
4) Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Jadi setelah menggunakan metode kooperatif tipe team game tournament dan setelah mengetahui kelemahan maupun kelebihan dari metode ini salah satunya adalah kelemahan maka solusi yang untuk mengatasi permasalahan diantaranya adalah pembahasan sebuah topik akan meluas sehingga setiap persoalan berkembang harus segera diarahkan untuk kembali ke topik semula. Jika kelompok didominasi oleh seorang saja maka kita perlu menanamkan pengertian kepada siswa bahwa kerja kelompok ini adalah pemikiran kelompok bukan individu maka semua siswa mempunyai hak yang sama sebagai anggota kelompok. Dan kita dapat juga untuk memilih siswa yang pasif dalam kelompok untuk mewakili kelompoknya untuk mempersentasikan hasil kerja kelompoknya maju kedepan sehingga siswa tersebut ikut berpartisipasi dalam kelompok dapat tercipta kerja kelompok seperti yang diharapkan.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian dari Rohiat (2009) menunjukan adanya peningkatan kualitas proses dan prestasi belajar siswa meningkat pada pelajaran matematika pada materi mengurutkan dan membandingkan bilangan di kelas IV SDN 01 Air Manjuto kabupaten Mukomuko dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan hasil yang ditunjukkan dari nilai rata- rata Siswa pada pra siklus, sebelum diadakan tindakan nilai rata- rata yag diproleh adalah 5,45 meningkat menjadi 7,8 pada siklus I dan 8,7 pada siklus II. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa penggunaan metode Kooperatif Tipe Team game Tournament dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran matematika di kelas IV SDN 01 Air Majunto kabupaten Mukomuko. Ani Widyaningsih (2010) dalam penelitianya menyatakan bahwa sebelum penelitian diperoleh nilai rata- rata 75,09 dengan persentase ketuntasan klasikal
25
sebesar 62,5% .selamjutnya hasil belajar yang diperoleh Pada siklus I setelah diadakan penelitian diperoleh nilai rata-rata kelas 76,72 dengan persentase ketuntasan klasikal 71,88%. Pada siklus I nilai rata-rata dan ketuntasan belajar klasikal sudah meningkat, tetapi ketuntasan belajar klasikal belum mencapai Indikator. Selanjutnya hasil belajar yang diperoleh pada siklus II mengalami peningkatan yang signifikan yaitu nilai rata-rata kelas siklus II sebesar 79,84 dengan ketuntasan klasikal mencapai 87,5%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Luh Juwita Purwanti dalam penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika setelah LKS dengan nilai ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada siklus I 76,66% berada pada kategori tinggi (23 orang siswa yang dapat mencapai KKM) dan pada siklus II 93,3% berada pada kategori sangat tinggi (28 orang siswa yang dapat mencapai KKM). Ini berarti bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) berbantuan LKS sebesar 16, 64%. Berdasarkan
analisis
data
dan
pembahasan
disimpulkan
bahwa metode
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) berbantuan LKS sangat efektif digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD No.3 tahun ajaran 2009/2010. Ayuk Septiana Dewi SD Negeri Salatiga hasil penelitianya rata- rata kelas experiment dan control berbeda yaitu 82,06 dan 74,06 dapat dinyatakan bahwa ratarata kelas dengan metode Team Game Tournament lebih tinggi dibanding dengan model onvensionallitas. Rata- rata tersebut dapat diperoleh dengan perhitungan data spsss yaitu uji independent T test yang sebelumnya data diuji normalitas dan homogenitas .berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe Team Game Tournament lebih efektif dan nilai hasil belajar lebih unggul.
26
2.3 Kerangka Pikir Belajar merupaan proses. Belajar terjadi karena dorongan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar merupakan pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya. William burton dalam Suprijono (2011: 5) mengemukakan bahwa A good learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and carried on interaction with a rich varied and propocative environment. Hasil belajar adalah perbahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja artinya hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakarpendidikan sebagaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah melainkan komprehensif. Permasalahan yang terjadi pada pembelajaran matematika pada kelas II SD negeri Sidorejolor 01 Salatiga maka penelitiann ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa menggunakan metode kooperatif tipe team game tournament pada siswa kelas II SD Negeri Sidorejolor 01 Salatiga Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Upaya yang di lakukan peneliti dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan tersebut adalah peneliti merancang pembelajaran yang pada akhirnya dapat membantu siswa dalam proses belajar dan mempermudah guru dalam menyampaikan materi pembelajaran sehingga siswa lebih merasa rileks menerima pelajaran dan dapat tercapainya tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif tipe team game tournament Slavin ( 2010: 166) adalah pembelajaran yang mengguaka tournament akademik dan menggunakan kuiskuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba mewakili tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerjanya sama. Untuk mengimplementasikan pembelajaran metode kooperatif tipe team game tournament adalah sebagia berikut:
kerangka pikirnya
27
Penyajian materi pelajaran . Hasil belajar Matematika pada pokok bahasan perkalian dan pembagian bilangan
Metode Kooperatif tipe team game tournament
Membentuk Kelompok
Hasil Belajar Matematika Meningkat
Permaian/ game
Tournament
Bagan 2.1. Kerangka Pikir Dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan maka diharapkan tujuan yang telah ditentukan peneliti akan tercapai yaitu meningkatkan hasil belajar Matematika 2.4
Hipotesis penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir maka hipotesis tindakan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ”Dengan menggunakan metode kooperatif tipe Team Game Tournament dapat meningkatkan hasil belajar matematika dengan pokok bahasan perkalian dan pembagian bilangan pada siswa kelas II SD Negeri Sidorejolor 01 Salatiga semester II tahun ajaran 2011/ 2012.”