BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori 2.1.1. Hakikat IPA SD a. Pengertian IPA menurut Triyanto (2010: 141) adalah ilmu kealaman yang mencakup dunia zat, makhluk hidup, maupun tidak hidup atau benda mati yang diamati. IPA dipahami sebagai pengetahuan yang didapatkan melalui langkah-langkah tertentu seperti observasi, perumusan masalah, membuat dugaan (hipotesis), pengujian hipotesis dengan percobaan, kemudian penarikan kesimpulan. Langkah-langkah tersebut akhirnya akan menghasilkan suatu temuan berupa teori atau konsep.
Susanto (2013: 16) mengemukakan IPA adalah suatu
kumpulan fakta dan konsep yang penemuannya memerlukan suatu proses berupa pengamatan, pengukuran, pengklasifikasian, dan penyimpulan. IPA sendiri berasal dari kata sains yang berarti alam. IPA menurut Wisudawati (2014: 22) merupakan rumpun ilmu yang memepelajari tentang fenomena alam yang nyata dan terjadi serta hubungan implikasi atau sebab akibat. IPA memiliki ciri atau karakteristik khusus yaitu IPA diperoleh melalui percobaan. IPA merupakan penyelidikan yang dilakukan secara teratur sebagai usaha untuk mencari tatanan atau keteraturan dalam alam. IPA dapat menghasilkan suatu produk berupa fakta, konsep, dan teori. Produk-produk ini didapatkan melalui suatu proses empirik yang mencakup observasi, klasifikasi, dan pengukuran (Srini, 2001: 1). Dari beberapa pendapat tersebut di atas, berarti IPA merupakan ilmu yang diperoleh melalui suatu proses atau langkah-
8
9
langkah ilmiah dan pada akhirnya menghasilkan suatu faktafakta, konsep, dan teori tentang alam. b. Kompetensi Dasar IPA SD Susanto (2013: 167) menyatakan bahwa pembelajaran IPA meliputi tiga hal, yaitu pengetahuan sains, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Kompetensi dasar dalam pembelajaran IPA juga meliputi ketiga hal tersebut. Pengetahuan sains adalah fakta-fakta dan teori mengenai alam. Proses ilmiah merupakan ketrampilan-ketrampilan yang digunakan dalam rangka memperoleh pengetahuan tentang alam seperti ketrampilan mengamati, mengukur, mengklasifikasi dan menyimpulkan. Sikap ilmiah adalah hal yang dikembangkan selama melakukan kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran IPA. Sikap ilmiah meliputi sikap ingin tahu, kerja sama, bertanggung jawab, tidak putus asa, serta disiplin. Poedjiati (2010:78) mengemukakan bahwa ketrampilan dasar dalam pendekatan proses adalah menghitung, observasi, mengukur, membuat hipotesis, dan mengklasifikasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi. Keterampilan-ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, generalisasi, konsep, hukum dan teoriteori baru, sehingga perlu diciptakan kondisi pembelajaran IPA di SD yang dapat membuat siswa untuk aktif dan ingin tahu. Dari pendapat kedua ahli di atas, kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa dalam pembelajaran IPA meliputi pengetahuan sains berupa fakta dan teori IPA, kemampuan mendapatkan pengetahuan tentang IPA melalui proses mengamati, mengklasifikasikan, menyusun hipotesis,
menganalisis data, dan
menyimpulkan, dan yang terakhir adalah memiliki sikap ilmiah seperti
10
sikap ingin tahu, kerja sama, bertanggung jawab, tidak putus asa, serta disiplin. c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA SD Penelitian yang akan dilakukan meliputi standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut. Tabel 2.1 Tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA SD Standar Kompetensi 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya
Kompetensi Indikator Dasar 6.1. Mendeskripsi-6.1.1. Menyebutkan sifat-sifat kan sifat-sifat cahaya cahaya 6.1.2. Mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat pada kehidupan sehari-hari 6.1.3. Memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat/benda
d. Pembelajaran IPA SD IPA merupakan hasil kegiatan manusia yang berkaitan dengan alam. Pembelajaran IPA yang baik adalah pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari akan membuat siswa berpikir kritis dan mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Banyak peristiwa sehari-hari siswa yang dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dengan mengaitkannya dengan pembelajaran IPA. Menurut Triyanto (2010: 143) pembelajaran IPA sebaiknya menekankan pada proses, sehingga siswa dapat menemukan faktafakta kemudian membangun sendiri konsep, teori, serta sikap ilmiah dari pembelajaran yang dilakukan. Keterlibatan siswa dalam pembelajaran sangat penting. Dengan terlibat secara aktif dalam pembelajaran siswa akan dapat menemukan dan menerapkan sendiri ide-idenya.
11
Pembelajaran IPA mengutamakan untuk memberi pengalaman langsung kepada siswa guna mengembangkan kemampuan dan juga mempelajari alam sekitar dengan cara ilmiah. Pada sekolah dasar, pembelajaran IPA sebaiknya memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada siswa dengan menggunakan dan mengembangkan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Siswa sekolah dasar harus diberikan pengalaman serta kesempatan selama proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuannya dalam berpikir dan bersikap terhadap alam, sehingga dapat menguak rahasia dan kejadian-kejadian yang terjadi di alam (Susanto, 2013: 170). Pembelajaran IPA pasti selalu berhubungan dengan peristiwa alam atau kehidupan sehari-hari siswa yang berkaitan dengan alam. Pembelajaran IPA tidak hanya menyajikan fakta dan konsep, tetapi juga harus menyajikan hal-hal nyata yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari. Pembelajaran yang menyajikan hal-hal nyata dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa akan memberikan pemahaman yang lebih baik kepada siswa karena siswa mengalami secara langsung dan dapat langsung menghubungkannya dengan kehidupannya sehari-hari. Pembelajaran IPA yang dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan model pembelajaran yang mempunyai karakteristik yang sesuai dengan pembelajaran IPA. Model-model pembelajaran seperti POE, STM, Inquiry, Problem Based Learning dirasa berpotensi dan sesuai untuk mengembangkan pembelajaran IPA. Model pembelajaran yang sesuai
dan
mendukung
terjadinya
pembelajaran
memberikan
pengalaman
langsung
kepada
siswa
yang
dapat
dan
dapat
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Model pembelajaran yang berpotensi menyediakan hal-hal di atas menurut peniliti adalah model POE dan model STM. Kedua model ini mempunyai karakteristik yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yaitu membangun pengetahuan siswa dengan pengalaman langsung dan mengandung
12
unsur penemuan. Penjelasan mengenai model pembelajaran POE dan STM akan dielaskan lebih lanjut
pada uraian selanjutnya setelah
uraian penilaian IPA SD. e. Penilaian IPA SD Penilaian IPA SD tidak hanya terfokus pada hasil belajar akhir siswa. Telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa kompetensi IPA terdiri dari tiga hal yaitu pengetahuan sains, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Jadi penilaian IPA juga meliputi ketiga kompetensi dasar IPA tersebut. Pembelajaran IPA melakukan penilaian terhadap pengetahuan sains siswa berupa ulangan atau tes dan menghasilkan hasil belajar siswa. Pembelajaran IPA juga memperhatikan proses pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya menyajikan suatu fakta dan konsep, tetapi juga menyajikan bagaimana proses suatu konsep bisa terjadi melalui pengalaman langsung. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sikap siswa juga harus menjadi perhatian karena ini termasuk dalam kompetensi sikap ilmiah yang mana sikap ini tumbuh selama kegiatan pembelajaran. Keadaan hasil akhir siswa dari suatu pembelajaran IPA sudah dapat dilihat dari bagaimana siswa tersebut melakukan proses pembelajaran. Jika siswa melalui proses ini dengan baik, maka siswa tersebut akan berpotensi mendapatkan hasil akhir yang lebih baik pula. Siswa akan mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran dengan baik apabila siswa mempunyai antusias yang tinggi pada suatu pembelajaran. Model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk aktif dan membangun pengetahuannya sendiri melalui pengalaman langsung akan dapat membuat siswa lebih mempunyai rasa ingin tahu dan antusiasme yang tinggi untuk mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran yang menyediakan hal-hal tersebut menurut peneliti adalah POE dan STM. Penjelasan lebih lanjut mengenai model
13
pembelajaran POE dan STM akan dipaparkan pada uraian selanjutnya. 2.1.2. Model Pembelajaran POE a. Pengertian Model POE Model pembelajaran POE adalah model pembelajaran yang menerapkan
teori
konstruktivisme.
Siswa
dapat
membangun
pengetahuannya sendiri mengenai suatu materi melalui model pembelajaran POE ini berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Karakteristik khusus dalam model pembelajaran POE ini yaitu sintaksnya yang terddiri dari tiga tahapan. Tahapan-tahapan yang dimaksud yaitu predict atau memprediksi, observe atau mengobservasi, dan explain atau menjelaskan (Teerasong et al, 2010:138). Model pembelajaran POE adalah suatu model pembelajaran yang dikembangkan dalam pendidikan sains. Menurut Wu dan Tsai (2005: 113-114), model pembelajaran POE berlandaskan teori pembelajaran konstruktivisme. Teori konstruktivisme ini berarti pembelajaran akan dilakukan dengan menggali pengetahuan awal siswa atau pengetahuan yang telah diperoleh atau dimiliki siswa sebelumnya dan kemudian akan menggunakan pengetahuan tersebut untuk membangun suatu pengetahuan baru. Menurut Esra Keles (2010: 2) model pembelajaran POE disusun berdasarkan tiga tahapan yaitu Prediction-ObservationExplanation. Model pembelajaran POE mensyaratkan siswa untuk menebak hasil serta alasan dari tebakan yang diungkapkan dari suatu kejadian yang telah dipersiapkan oleh guru. Model pembelajaran POE juga mengharuskan siswa untuk melakukan observasi atau percobaan mengenai suatu kejadian kemudian menjelaskan keterkaitan tebakan awal dengan hasil dari observasi yang dilakukan.
14
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat diartikan bahwa model POE adalah model pembelajaran yang terdiri dari tiga tahapan yaitu
predict, observe, dan explain dan
dikembangkan berdasarkan teori konstruktivisme yang mana teori ini membuat siswa membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. b. Karakteristik Model POE Karakteristik
model
POE
sesuai
dengan
karakteristik
pembelajaran IPA yang berbasis teori konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme merupakan pembelajaran dengan cara membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tiga tahapan yang terdapat pada model pembelajaran POE yaitu predict-observe-explain akan merangsang siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Tahap awal yaitu predict atau membuat tebakan akan merangsang siswa untuk menggali ide dan berpikir menentukan prediksi yang tepat mengenai suatu kejadian atau fenomena.
Tahap
mengembangkan
awal
pemikiran
ini
sudah
dan
membuat
idenya
dan
siswa
juga
mulai
menyusun
pengetahuan awal yang telah dimilikinya untuk membangun suatu prediksi yang tepat mengenai suatu kejadian. Tahap kedua yaitu observe atau observasi. Pada tahap ini siswa harus melakukan observasi melalui kegiatan percobaan yang dilakukan secara berkelompok. Siswa dapat mendapatkan pengalaman langsung melalui percobaan yang dilakukan. Tahap observasi ini juga melatih ketrampilan sains siswa
dalam
melakukan suatu percobaan.
Pengalaman langsung dan ketrampilan sains melakukan percobaan merupakan dua hal yang ditekankan pada pembelajaran IPA. Tahap terakhir yaitu explain yang berarti menjelaskan dapat melatih siswa untuk menyusun pengetahuan yang telah didapatkan melalui percobaan yang telah dilakukan ke dalam suatu gambar, tulisan, dan sebagainya. Siswa harus menjelaskan keterkaitan apa yang telah
15
mereka prediksikan sebelumnya dengan hasil percobaan yang sebenarnya. Hasil yang diperoleh saat percobaan tidak selalu sama dengan prediksi awal yang dibuat oleh siswa. Mereka harus bisa mencari tahu penyebab perbedaan dan menjelaskan alasannya. Siswa akan berlatih menjelaskan pengetahuan yang telah mereka bangun disertai alasan-alasan yang mendukung penjelasannya. Tahap explain ini juga menuntut siswa untuk melakukan diskusi antar teman dan antar kelompok. Penjelasan yang diberikan pada masing-masing kelompok tidaklah selalu sama sehingga ini dapat memunculkan sebuah diskusi antar kelompok. Jadi ketiga tahapan dalam model pembelajaran POE sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA. Teerasong,et al (2010:146) menyatakan beberapa siswa merasa metode POE merupakan model yang tepat untuk membuat mereka berpikir dengan lebih kritis. Mereka berusaha menggunakan pengetahuan yang telah mereka miiki untuk menjelaskan apa yang mereka amati. Siswa berusaha untuk membandingkan prediksi atau tebakan awal mereka dengan hasil observasi atau pengamatan yang dilakukan. Beberapa siswa juga menyebutkan bahwa pembelajaran menggunakan strategi POE dapat merangsang rasa ingin tahu mereka dan mereka menikmati pembelajaran dengan strategi atau model POE. c. Langkah-langkah Model POE Model pembelajaran POE terdiri dari tiga langkah yaitu: 1. Tahap predict Tahap predict merupakan tahap awal di mana siswa akan membuat suatu prediksi atau dugaan mengenai sebuah kejadian yang telah dideskripsikan oleh guru. Siswa akan membuat prediksi
berdasarkan
pengetahuan
yang
telah
dimiliki
sebelumnya. Pada tahap ini guru menampilkan beberapa bahan percobaan kepada siswa dan menjelaskan mengenai apa yang akan dilakukan setelahnya, kemudian siswa akan menebak apa
16
yang akan terjadi serta membuat alasannya juga. Siswa akan mendiskusikan prediksi yang mereka buat secara berkelompok dan menuliskannya pada kertas yang telah disediakan oleh guru. Jadi masing-masing kelompok mempunyai prediksi sendiri yang mungkin berbeda dengan kelompok lainnya. Pada tahap prediksi ini siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan pikirannya dalam membuat dugaan serta alasannya. Semakin banyak gagasan yang muncul dari siswa maka akan semakin baik karena ini membuat guru mengerti bagaimana pola pikir siswa mengenai kejadian yang sedang dibahas. 2. Tahap observe Pada tahap observasi, siswa akan melakukan suatu percobaan untuk membuktikan dugaan yang telah mereka buat sebelumnya. Siswa akan melihat dan mengalami langsung suatu kejadian
yang
mereka
prediksikan
dengan
melakukan
percobaan. Belajar dengan mengalami sendiri merupakan komponen yang penting dalam pembelajaran IPA. Jadi percobaan sangat penting untuk dilakukan pada tahap observasi ini. Pada tahap ini percobaan dilakukan secara berkelompok. Setelah melakukan percobaan siswa dapat membandingkan dugaan atau prediksi yang telah mereka buat dengan kejadian sebenarnya seperti apa yang mereka lihat saat melakukan percobaan. 3. Tahap explain Tahap explain adalah tahap di mana siswa menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat dengan hasil percobaan yang mereka lakukan. Setelah siswa melakukan suatu percobaan dan mengalami langsung apa yang terjadi dalam percobaan yang mereka lakukan, siswa akan mendapat suatu pengetahuan baru. Tahap explain inilah yang menjadi tahapan untuk siswa
17
menjelaskan apa yang didapatnya setelah melakukan observasi. Siswa akan menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat dengan hasil percobaan. Dugaan dan hasil percobaan atau apa yang terjadi dalam percobaan yang dilakukan tidak selalu sama. Siswa harus menjelaskan alasan-alasan mengapa dugaan yang mereka buat tidak sama dengan apa yang terjadi pada percobaan. Pada tahap ini siswa harus menjelaskan hubungan dugaan dengan kejadian nyata disertai dengan alasan yang sesuai. Penjelasan siswa disusun melalui diskusi kelompok. Setelah siswa menyusun penjelasan dalam sebuah tulisan, siswa akan menjelaskannya dalam sebuah kesempatan yaitu diskusi antar
kelompok.
Masing-masing
kelompok
mungkin
mempunyai penjelasan yang berbeda sehingga akan terjadi diskusi antar kelompok dengan saling mengungkapkan alasan atau argumentasi dari penjelasan yang dikemukakan. Jika ada siswa yang mempunyai dugaan yang salah, maka siswa tersebut akan mengalami pembelajaran dari sebuah kesalahan. Belajar dari kesalahan tidak akan mudah dilupakan oleh siswa. d. Analisis Komponen-komponen Model POE Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-117) menyatakan bahwa komponen-komponen sebuah model pembelajaran terdiri dari komponen sintaks, komponen peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Dalam buku Joyce, Weil dan Calhoun memang tidak terdapat penjelaskan
khusus
mengenai
komponen-komponen
model
pembelajaran POE, tetapi dengan mengacu pada pola umum komponen-komponen model pembelajaran yang dikemukakan oleh
18
Joyce, Weil, dan Calhoun, dapat dijelaskan komponen-komponen dari model pembelajaran POE adalah sebagai berikut. 1. Sintagmatik Tahap pertama adalah pembuatan prediksi oleh siswa. Guru memberikan suatu deskripsi mengenai apa yang akan dilakukan dengan bahan-bahan dan alat percobaan yang telah disediakan. Rasa ingin tahu dan penasaran siswa akan tumbuh kemudian siswa akan membuat suatu dugaan mengenai sebuah kejadian berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Siswa akan membuat prediksi secara berkelompok sehingga setiap kelompok mempunyai sebuah dugaan serta alasan dari dugaan tersebut. Tahap kedua adalah melakukan observasi. Pada tahap ini siswa melakukan suatu percobaan untuk membuktikan prediksi yang telah mereka buat. Siswa melakukan tahap observasi secara berkelompok dan dibimbing oleh guru. Siswa akan mencocokkan dugaan awal yang mereka buat dengan hasil percobaan yang sebenarnya.
Setelah
melakukan
percobaan,
siswa
akan
mendapatkan hasil apakah dugaan yang mereka buat sesuai atau tidak dengan hasil percobaan yang terjadi. Siswa akan mendiskusikan hubungan antara dugaan dengan kejadian nyata hasil percobaan di dalam kelompok. Hasil diskusi siswa dalam kelompok ini akan dijelaskan oleh masing-masing kelompok pada tahap selanjutnya. Tahap
ketiga
yaitu
siswa
melakukan
penjelasan
berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dalam kelompok. Siswa akan menjelaskan hubungan dugaan yang mereka buat dengan hasil percobaan. Dugaan dan hasil percobaan atau apa yang terjadi dalam percobaan yang dilakukan tidak selalu sama. Siswa harus menjelaskan alasan-alasan mengapa dugaan yang mereka buat tidak sama dengan apa yang terjadi pada percobaan. Siswa akan menjelaskannya dalam sebuah kesempatan yaitu diskusi
19
antar kelompok. Masing-masing kelompok mungkin mempunyai penjelasan yang berbeda sehingga akan terjadi diskusi antar kelompok dengan saling mengungkapkan alasan atau argumentasi dari penjelasan yang dikemukakan. Guru akan mengawasi jalannya diskusi dan meluruskan jalannya diskusi jika terjadi kekeliruan konsep. 2. Peran Guru Guru mempunyai beberapa peran dalam pembelajaran menggunakan model POE. Peran guru dalam pembelajaran yaitu sebagai pembimbing siswa. Guru membimbing siswa untuk dapat mengembangkan pemikiran siswa dengan memberikan deskripsi awal mengenai apa yang akan dilakukan pada pembelajaran. Tidak hanya itu, guru juga membimbing siswa untuk melakukan diskusi untuk membuat dugaan mengenai apa yang terjadi pada percobaan yang akan dilakukan. Saat siswa mengalami kesulitan seorang guru juga mempunyai peran untuk membimbing siswa mengatasi
kesulitan
yang dihadapinya.
Guru
juga
tetap
membimbing siswa saat siswa mencoba percobaan dan juga diskusi secara berkelompok untuk menjelaskan apa yang telah didapatkan oleh siswa. Guru juga berperan sebagai fasilitator. Guru menyediakan fasilitas untuk siswa melakukan observasi melaui sebuah percobaan. Peralatan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan percobaan akan disediakan oleh guru. Guru memfasilitasi segala kegiatan siswa. Perlu adanya sosok yang memberi pengarahan kepada siswa saat siswa melakukan kegiatan dalam pembelajaran. Ini juga termasuk peran dari guru. Guru memberi instruksi dan pengarahan tentang apa saja yang harus dilakukan oleh siswa dan bagaimana siswa harus melakukannya, ini semua harus diarahkan dengan jelas oleh guru. Guru juga berperan untuk mengarahkan
20
siswa yang tidak mengikuti pembelajaran dengan baik dengan menegurnya. 3. Sistem sosial Sistem sosial dalam model pembelajaran ini adalah sikap saling menghargai antar siswa dan juga kerja sama. Kerja sama diperlukan oleh siswa pada saat berkelompok melakukan percobaan dan mendiskusikan dugaan awal. Saling menghargai pendapat teman diperlukan untuk melakukan diskusi dalam kelompok agar tidak terjadi pemaksaan kehendak dari salah siswa. Sikap saling menghargai dan kerjasama antar siswa ini akan meminimalisir munculnya sikap individualistis siswa. 4. Daya dukung Siswa dan guru harus mampu memanfaatkan benda-benda yang ada di dalam kehidupan sehari-hari untuk digunakan dalam pembelajaran dengan model ini. Banyak benda-denda maupun lingkungan sekitar yang memang berkaitan dengan materi cahaya sehingga kejelian untuk mendaftar hal-hal yang diperlukan selama pembelajaran. Daya dukung yang dibutuhkan tidak hanya benda asli, tetapi juga bisa berupa tiruan. 5. Dampak instruksional dan dampak pengiring Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya, kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari, dan dapat memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat. Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model
21
tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Secara khusus dampak pengiring yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah rasa ingin tahu, sikap kritis, kerja sama, tanggung jawab, teliti terhadap instruksi guru dan komunikatif. Kemampuan menyebutkan cahaya
Rasa ingin tahu Kritis Tanggung jawab
Model POE
sifat-sifat
Kemampuan mengidentifikasi sifatsifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari
Teliti Kemampuan memberi contoh kegunaan sifatsifat cahaya yang terdapat pada suatu alat/benda.
Kerja sama Komunikatif
Gambar 2.1 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran POE Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring
e. Penerapan Model POE dalam Pembelajaran IPA SD Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model POE. Tahapan Pelaksanaan Memberikan pretest 1. Tahap Menjelaskan kegiatan apa yang meramalkan akan dilakukan siswa atau predict Memberikan apersepsi mengenai materi yang akan dibahas melalui pertanyaanpertanyaan Meminta siswa berdiskusi membuat dugaan tentang Kegiatan Guru
1. 2. 3.
4.
Kegiatan Siswa 1. Mengerjakan pretest 2. Mendengarkan penjelasan dari guru mengenai apa yang harus dilakukan 3. Berdiskusi dalam kelompok 4. Membuat dugaan mengenai permasalahan yang dideskripsikan guru
22
jawaban pertanyaan yang dikemukakan guru 5. Memberi arahan kepada siswa 2. Tahap tentang percobaan yang akan mengamati dilakukan atau observe 6. Membimbing siswa apabila mengalami kesulitan dalam melakukan pembuktian dugaan. 7. Mengarahkan siswa untuk 3. Tahap melakukan diskusi menjelaskan 8. Memimpin jalannya diskusi atau explain serta membimbing siswa apabila mengalami kesulitan 9. Meluruskan jika ada konsep yang salah 10.Memberikan posttest
5. Mengobservasi dengan melakukan percobaan secara berkelompok berdasarkan permasalahan yang dikaji 6. Mengisi lembar kerja siswa 7. Berdiskusi dalam kelompok membandingkan dugaan awal dengan hasil percobaan 8. Menjelaskan hasil percobaan dan hubungannya dengan dugaan awal melalui presentasi 9. Menanggapi penjelasan kelompok lain 10. Mengerjakan posttest
Sintaks yang ada pada tabel diatas adalah perencanaan dari kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran. Perlu adanya sebuah pelaporan tentang bagaimana pelaksanaan dari rencana tersebut untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pelaporan tentang bagaimana sintaks itu dilakukan akan disampaikan melalui pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut. Pada tahap pertama yaitu tahap memprediksi, guru memberi
soal
pretest
dan
siswa
mengerjakannya.
Guru
menjelaskan kegiatan apa yang akan dilakukan siswa, siswa mendengarkan penjelasan dari guru. Kemudian guru memberikan apersepsi mengenai materi yang akan dibahas melalui pertanyaanpertanyaan,
siswa
membentuk
kelompok
kemudian
mendiskusikan dugaan awal dari pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan guru. Tahap kedua adalah pengamatan atau observasi. Pada tahap ini guru memberi pengarahan kepada siswa tentang bagaimana percobaan dilakukan, siswa mendengarkan penjelasan guru kemudian melakukan percobaan. Guru mengawasi siswa
23
melakukan percobaan, sedangkan siswa mengisi lembar kerja selama melakukan percobaan. Tahap
ketiga
adalah
menjelaskan.
Guru
memberi
pengarahan kepada siswa untuk melakukan diskusi dalam kelompok masing-masing lalu siswa berdiskusi dalam kelompok membandingkan hasil percobaan dengan dugaan awal. Siswa melakukan
presentasi
untuk
menjelaskan
hasil
diskusi
kelompoknya, guru memimpin jalannya diskusi. Siswa dapat menanggapi penjelasan kelompok lain dan guru meluruskan jika terdapat
kesalahan
konsep.
Yang
terakhir
adalah
guru
memberikan soal posttest dan siswa mengerjakannya. 2.1.3. Model Pembelajaran STM a. Pengertian model STM Sains Teknologi Masyarakat atau sering disingkat STM adalah suatu model pembelajaran baru yang awalnya muncul di Inggris dan Amerika Serikat, kemudian menyebar ke berbagai negara. STM merupakan suatu istilah dari usaha terbaru untuk memasukkan konteks dunia nyata ke dalam pendidikan IPA (Srini, 2001: 73). Pembelajaran yang menyajikan masalah atau konteks pada dunia nyata sangat bagus untuk siswa. Konsep yang telah dipahami siswa setelah mengikuti pembelajaran
akan
dapat
diaplikasikan
oleh
siswa
dalam
kehidupannya sehari-hari. Pemahaman mengenai suatu konsep apabila sering diaplikasikan dan digunakan akan menjadi lebih bermakna. Apabila suatu konsep yang dipahami hanya berhenti setelah siswa mengerjakan tes atau ulangan maka pemahaman siswa tidak akan bertahan lama. Menurut Poedjiadi (2010: 98) model pembelajaran STM adalah model pembelajaran yang memberikan pemahaman mengenai keterkaitan antara materi yang sedang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari
siswa
dalam
masyarakat.
Dalam
pembelaaran
24
menggunakan model STM, pasti ada suatu tema yang dibahas dan didiskusikan di dalam kelas. Tema yang dibahas tentu mengandung masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Masalah yang muncul akan diselesaikan menggunakan konsep yang telah dipahami siswa melalui pembelajaran yang diikuti. Model pembelajaran STM menekankan untuk menghubungkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Siswa harus dapat
mengaplikasikan
pengetahuan
yang
dimiliki
dalam
kehidupannya. Cara menanamkan pemahaman konsep kepada siswa dalam model pembelajaran STM bisa bervariasi. Pada tahap pembentukan konsep, guru dapat menggunakan berbagai cara atau metode. Dalam pembelajaran IPA seorang guru dapat memilih cara atau metode yang sesuai untuk membelajarkan IPA seperti melakukan percobaan. Jadi selain berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, pembelajaran IPA dengan menggunakan model STM juga dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa agar siswa dapat membangun pemahamannya secara mandiri. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, model pembelajaran STM adalah suatu model pembelajaran yang mengaitkan masalah pada kehidupan nyata dengan konsep yang terdapat pada materi yang dipelajari, kemudian menggunakan konsep yang telah dipahami unuk menyelesaikan masalah yang muncul. Dengan begini pengetahuan yang dimiliki siswa akan bermanfaat dalam kehidupannya sehari-hari. b. Karakteristik model STM Model pembelajaran STM mempunyai kekhasan yaitu pada pendahuluan pembelajaran selalu dikemukakan isu atau masalah yang ada pada kehidupan sehari-hari. Isu yang dimunculkan ini nanti akan didiskusikan oleh siswa sehingga siswa mempunyai pandangan mengenai isu yang muncul lalu mengemukakan ide atau pandangan mereka. Pembelajaran menggunakan model STM diawali dengan pemunculan isu atau masalah dalam dunia nyata karena model
25
pembelajaran ini pada dasarnya berusaha mengaitkan pembelajaran dengan kebutuhan masyarakat. Karakteristik model pembelajaran STM lainnya adalah model STM menekankan pada penerapan pengetahuan atau konsep yang dipelajari pada kehidupan nyata. Konsep dan pengetahuan yang dimiliki siswa tidak hanya berhenti saat siswa telah mengerjakan soal ulangan saja tetapi tetap terus dapat digunakan dalam kehidupan. Pengetahuan yang sering diterapkan tidak akan mudah lupa atau mempunyai retensi yang lama. Pengetahuan yang diterapkan pada kehidupan menjadi lebih bermanfaat dari pada hanya dipelajari untuk mengerjakan soal ulangan. Jika menyadari bahwa apa yang dipelajari bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, siswa akan lebih semangat dan termotivasi untuk mempelajari konsep yang diajarkan dengan lebih mendalam lagi. Secara tidak langsung pembelajaran menggunakan model STM dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan meningkatkan ketertarikan siswa mengenai materi yang diajarkan. Pembelajaran dengan model STM menekankan keterlibatan siswa pada proses pembelajaran (Srini, 2001: 73). Pada tahap pendahuluan siswa terlibat untuk mengemukakan isu-isu yang ada di masyarakat yang sesuai dengan materi pembelajaran. Apabila isu dari siswa tidak muncul, guru bisa memberikan masalah atau isu yang nanti akan didiskusikan oleh siswa. Saat pembentukan konsep, siswa juga terlibat langsung dalam pembelajaran. Pembentukan konsep dapat dilakukan sesuai metode yang digunakan guru. Misalnya guru menggunakan meode percobaan, siswa akan terlibat melakukan sendiri di bawah bimbingan guru. Kemudian siswa mendiskusikan bagaimana konsep yang telah didapatkan dan dipahaminya dapat diterapkan untuk menyelesaikan masalah yang dimunculkan pada awal pembelajaran tadi. Tahap-tahap model pembelajaran STM akan dipaparkan secara lebih jelas pada uraian selanjutnya.
26
c. Langkah-langkah model STM Menurut Poedjiadi (2010: 126) model pembelajaran STM mempunyai lima tahapan atau langkah. Kelima tahapan dari model pembelajaran STM adalah pendahuluan, pembentukan konsep, aplikasi konsep dalam kehidupan, pemantapan konsep dan penilaian. 1. Pendahuluan Tahap pendahuluan dalam model pembelajaran STM dapat dilakukan dengan beberapa hal seperti inisiasi, apersepsi, dan eksplorasi terhadap siswa. Ada satu hal yang khas dari model STM, yaitu pembelajaran selalu diawali dengan pemunculan masalah yang dapat digali dari siswa maupun dimunculkan oleh guru sendiri. Inilah yang disebut dengan inisiasi atau mengawali. Masalah ini dimunculkan untuk memusatkan perhatian siswa dan merangsang pemikiran siswa. Masalah yang dimunculkan adalah masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, inilah yang dimaksud apersepsi. Pada tahap pendahuluan ini guru juga dapat melakukan eksplorasi dengan memberi tugas siswa untuk melakukan pengamatan di luar kelas misalnya, atau untuk berdiskusi kelompok. 2. Tahap Pembentukan Konsep Pembentukan konsep dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti diskusi kelompok, percobaan, demonstrasi, bermain peran, dan lain-lain. Seorang guru dapat memilih metode yang paling sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan. Pada pembelajaran IPA metode yang sesuai adalah metode yang dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengamati dan mengalami sendiri mengenai hal yang sedang dipelajarinya. Dengan metode yang sesuai konsep siswa dapat terbentuk dengan baik. Jika ada siswa yang telah mempunyai konsep awal yang salah, maka siswa tersebut akan dapat merekonstruksi konsep
27
yang dimilikinya menjadi konsep yang benar. materi Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan untuk percobaan dan mencoba melakukan percobaan terlebih dulu agar tidak mengalami kegagalan saat melakukan percobaan yang sebenarnya. 3. Aplikasi Konsep dalam Kehidupan Pada tahap sebelumnya, siswa telah membentuk konsep dan memahami konsep-konsep tersebut. Pada tahap ini, konsep yang telah dipahami siswa dapat diaplikasikan pada kehidupan seharihari. Isu atau permasalahan yang dimunculkan pada tahap pertama tadi akan diselesaikan pada tahap ini menggunakan konsep yang telah dipahami. Hal ini penting untuk dilakukan karena karakteristik model pembelajaran STM salah satunya adalah mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan seharihari. Pembelajaran IPA juga selalu berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Konsep yang diaplikasikan dalam kehidupan nyata akan dipahami oleh siswa secara lebih mendalam. 4. Pemantapan Konsep Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, terkadang ada miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Pada tahap ini, guru harus meluruskan miskonsepsi-miskonsepsi yang terjadi. Guru dapat melakukan penekanan-penekanan pada konsep kunci yang pening untuk dipahami siswa. 5. Penilaian Tahap ini
adalah tahapan untuk menguji
tingkat
pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Penilaian dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang sesuai dengan materi atau konsep yang diajarkan. d. Analisis komponen-komponen model STM Joyce, Weil dan Calhoun (2009:104-117) menyatakan bahwa komponen-komponen sebuah model pembelajaran terdiri dari
28
komponen sintaks, komponen peran guru, komponen sistem sosial, komponen daya dukung berupa sarana prasarana pelaksanaan model, serta dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dan dampak pengiring sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Dalam buku Joyce, Weil dan Calhoun memang tidak terdapat penjelaskan
khusus
mengenai
komponen-komponen
model
pembelajaran STM, tetapi dengan mengacu pada pola umum komponen-komponen model pembelajaran yang dikemukakan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun, dapat dijelaskan komponen-komponen dari model pembelajaran STM adalah sebagai berikut. 1. Sintagmatik Tahap pertama adalah pemunculan masalah. Masalah atau isu dapat digali dari siswa atau dapat juga dikemukakan oleh guru.
Masalah
yang dimunculkan adalah masalah
yang
berhubungan dengan materi yang diajarkan dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa memberikan tanggapan terhadap masalah yang ada. Tahap kedua adalah pembentukan konsep. Konsep dapat dibentuk melalui berbagai cara. Pada pembelajaran IPA cara yang sesuai untuk membentuk konsep siswa salah satunya yaitu dengan metode percobaan. Tahap kedua ini dilakukan secara berkelompok. Tahap ketiga adalah aplikasi konsep dalam kehidupan. Setelah siswa berhasil membentuk konsep atau pengetahuan pada dirinya, siswa akan menerapkan konsep yang ia pahami ke dalam permasalahan yang ada pada kehidupan sehari-hari. Siswa akan mengaplikasikan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah yang dimunculkan pada awal pembelajaran. Siswa mendiskusikan bagaimana
penerapan
konsep
yang
dimilikinya
bersama
29
keloompoknya
masing-masing
kemudian
hasil
diskusi
dikemukaan dalam suatu diskusi kelas. Tahap keempat yaitu pemantapan konsep. Tahap ini sangat penting untuk dilakukan untuk meluruskan miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Pada saat siswa mengemukakan hasil diskusinya dalam diskusi kelas, guru dapat mengetahui apakah siswa mengalami miskonsepsi atau tidak. Setelah siswa selesai mengemukakan hasil diskusinya tentang penerapan konsep yang dipahami dalam kehidupan nyata, guru dapat meluruskan miskonsepsi yang ada dengan memberikan penekanan pada halhal yang penting untuk dipahami siswa. Tahap kelima adalah penilaian. Tahap penilaian dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan memberikan soal pilihan ganda untuk dikerjakan siswa secara individu. 2. Peran guru Kemampuan guru dalam mengeksplorasi siswa agar dapat mengemukakan isu pada awal pembelajaran sangat penting untuk mengawali pembelajaran. Apabila isu tetap tidak muncul, maka guru berperan memunculkan isu yang menarik dan sesuai dengan materi pembelajaran. Guru juga mempunyai dalam memilih metode yang sesuai dengan materi pembelajaran untuk dapat membentuk konsep siswa dengan baik. Pada pembelajaran IPA, metode percobaan adalah salah satu metode yang sesuai untuk membangun pemahaman siswa. Peran guru dalam memberikan instruksi kepada siswa saat akan melakukan percobaan sangat diperlukan. Siswa akan melakukan percobaan sendiri, jika instruksi yang diberikan guru tidak jelas atau malah salah maka percobaan yang dilakukan siswa bisa jadi tidak akan berhasil. Selama siswa melakukan percobaan, guru tetap mengamati membimbing siswa untuk dapat melakukan percobaan dengan benar dan untuk meghindari kesalahan siswa.
30
Guru juga berperan sebagai fasilitator. Guru menyediakan fasilitas untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa melalui percobaan. Peralatan yang diperlukan untuk melakukan percobaan akan disediakan oleh guru.
Guru
memfasilitasi segala kegiatan siswa. Guru juga mempunyai peran sebagai pembimbing. Saat siswa mengalami miskonsepsi, guru harus meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat. Guru juga membimbing siswa dalam menerapkan pengetahuan dan konsep yang telah didapatkannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang dimunculkan pada awal pembelajaran. 3. Sistem sosial Pembelajaran dengan model STM ini dilakukan secara berkelompok. Siswa akan melakukan diskusi dan percobaan dalam rangka membentuk konsep secara kelompok. Jadi sistem sosial yang terdapat dari pembelajaran STM ini adalah sikap bekerjasama, menghargai pendapat orang lain, dan sikap lapang dada jika pendapatnya tidak dipakai. Selama pembelajaran siswa banyak
melakukan
diskusi
dengan
kelompoknya,
jadi
kemampuan siswa untuk bekerja bersama orang lain akan terasah melalui pembelajaran STM. 4. Daya dukung Daya dukung yang dapat digunakan dalam pembelajaran STM ini sebaiknya adalah benda-benda nyata yang sering ditemui siswa dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang didiskusikan oleh siswa juga merupakan masalah yang terdapat pada dunia nyata dan ada pada kehidupan sehari-hari siswa. Daya dukung utama pada pembelajaran STM adalah benda-benda atau hal-hal yang ada pada dunia sekitar siswa. Kegiatan percobaan yang dilakukanpun dapat memanfaatkan segala hal yang berkaitan
31
dengan materi
yang diajarkan untuk lebih memperkaya
pengalaman langsung siswa. 5. Dampak instruksional dan dampak pengiring Dampak instruksional yaitu berupa hasil belajar siswa setelah pembelajaran sesuai tujuan yang hendak dicapai dengan pengarahan oleh guru. Secara khusus dampak instruksional yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya, kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari, dan dapat memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat. Dampak pengiring adalah kemampuan yang didapat siswa sebagai akibat dari terciptanya suasana belajar dalam model tertentu yang mana ini tidak diajarkan oleh guru selama pembelajaran. Kemampuan menyebutkan cahaya
Kritis Disiplin
Teliti
Model STM
Kerja sama
sifat-sifat
Kemampuan mengidentifikasi sifatsifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari
Saling menghargai
Kemampuan memberi contoh kegunaan sifatsifat cahaya yang terdapat
Tanggung jawab
pada suatu alat/benda.
Gambar 2.2 Dampak Pengiring dan Instruksional Model Pembelajaran STM Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring
32
Secara khusus dampak pengiring yang terdapat pada pembelajaran IPA materi sifat-sifat cahaya melalui model POE adalah sikap kritis, kerja sama, disiplin, teliti terhadap instruksi guru, tanggung jawab, dan saling menghargai. e. Penerapan model STM dalam pembelajaran IPA SD Tabel 2.3 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran IPA dengan model STM. Tahapan Kegiatan Siswa Pelaksanaan Meberikan soal pretest 1. Pendahuluan : 1. Mengerjakan soal pretest Menggali masalah dari siswa pemunculan 2. Mengemukakan masalah (bisa atau mengemukakan masalah isu dikemukakan oleh guru jika tidak jika dari siswa tidak muncul muncul masalah dari siswa) masalah kemudian menanggapinya Memberi pengarahan dan 2. Pembentukan 3. Melakukan percobaan sesusai penjelasan serta membimbing konsep dengan instruksi guru secara siswa melakukan percobaan berkelompok 4. Mengisi lembar kerja Membimbing siswa 3. Penerapan 5. Melakukan diskusi kelompok melakukan diskusi kelompok konsep untuk menerapkan konsep yang Memimpin diskusi kelas saat dalam telah dipahami untuk siswa mengemukakan hasil kehidupan menyelesaikan masalah yang diskusi kelompok dimunculkan pada awal pembelajaran 6. Mengemukakan hasil diskusi dalam diskusi kelas Memberi pertanyaan4. Pemantapan 7. Menjawab pertanyaan guru pertanyaan pada siswa dan konsep 8. Bertanya mengenai hal yang memberi kesempatan kepada belum dimengerti siswa untuk bertanya Meluruskan miskonsepsi siswa dengan memberi penekanan pada hal-hal yang penting untuk dipahami siswa Memberikan soal posttest 5. Penilaian 9. Mengerjakan soal posttest Kegiatan Guru
1. 2.
3.
4. 5.
6.
7.
8.
Sintaks yang ada pada tabel diatas adalah perencanaan dari kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran. Perlu adanya sebuah pelaporan tentang bagaimana pelaksanaan dari rencana tersebut untuk menjamin kualitas pembelajaran. Pelaporan
33
tentang bagaimana sintaks itu dilakukan akan disampaikan melalui pengamatan. Hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut. Tahap pertama adalah pemunculan isu. Pada tahap ini guru memberikan soal pretest dan siswa mengerjakannya. Kemudian guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berupa masalah kepada siswa kemudian siswa menanggapi masalah yang dikemukakan guru.Tahap kedua adalah pembentukan konsep. Guru mengawalinya dengan memberikan pengarahan tentang apa yang harus dilakukan siswa. Siswa mendengarkan pengarahan guru lalu berkelompok melakukan percobaan dan mengisi lembar kerja. Guru mengawasi dan membimbing siswa melakukan percobaan. Tahap ketiga adalah penerapan konsep. Siswa melakukan diskusi untuk menerapkan konsep yang didapat pada masalah yang dikemukakan guru, guru membimbing siswa melakukan diskusi.
Kemudian
siswa
mengemukakan
hasil
diskusi
kelompoknya dalam diskusi kelas, guru memimpin diskusi kelas. Tahap keempat adalah pemantapan konsep. Pada tahap ini guru
memberi
pertanyaan-pertanyaan
pada
siswa,
siswa
menjawab pertanyaan dari guru. Guru juga memberi kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, kemudian guru menjawab pertanyaan siswa dan meluruskan miskonsepsi siswa.Tahap terakhir adalah penilaian. Guru memberikan soal posttest dan siswa mengerjakannya secara individu. 2.1.4. Hasil Belajar IPA Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Nana Sudjana (2011:22) hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjukkan pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara
34
fungsional. Hasil produksi adalah adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan menjadi barang jadi. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dengan dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar peserta didik berubah perilakunya
dibandingkan
sebelumnya.
Belajar
dilakukan
untuk
mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan perilaku. Menurut Susanto (2013:5) istilah hasil belajar adalah perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dialami siswa sebagai hasil belajar. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah proses belajar mengajar. Berdasarkan pendapat para ahli yang telah diuraikan, dapat diartikan bahwa hasil belajar adalah kemampuan siswa sebagai hasil perubahan yang dialami siswa setelah melakukan proses belajar. Sehingga dalam penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar IPA adalah suatu kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan pembelajaran IPA. Perubahan hasil belajar IPA salah satunya dapat dilihat dari hasil tes atau ulangan yang diberikan atau hasil belajar kognitif. Hasil belajar kognitif IPA peserta didik dapat menjadi indikator untuk mengukur keberhasilan suatu pembelajaran IPA. Selain hasil tes, hasil belajar IPA juga dapat berupa kemampuan dan sikap yang siswa miliki setelah mengikuti pembelajaran. Kemampuan dan sikap yang dimaksud adalah kemampuan seperti mengamati, membuat dugaan, melakukan percobaan, dan menyimpulkan. Sedangkan sikap yang dimaksud adalah sikap ilmiah seperti disiplin, pantang putus asa, rasa ingin tahu, kerja sama, dan bertanggung jawab. Pengetahuan, kemampuan dan sikap tersebut diperoleh siswa selama proses pembelajaran. Pada penelitian ini, hasil belajar yang diukur adalah hasil belajar kognitif. Menurut Permendiknas no 22 tahun 2006, IPA termasuk rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi.
35
Jadi IPA lebih menekankan pada kompetensi pengetahuan siswa atau hasil belajarnya lebih menekankan pada hasil belajar kognitif. 2.2. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Angga
Prabawa
(2014)
membuktikan bahwa rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Predict-Observe-Explain sebesar 23,83 termasuk dalam kategori tinggi sedangkan
rata-rata hasil belajar
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional sebesar 16,67 termasuk dalam kategori sedang. Terdapat perbedaan hasil belajar secara signifikan antara siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran Predict-ObserveExplain dengan siswa yang belajar mengikuti pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wyn Cahyani (2014) menunjukkan bahwa kelompok siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan mengikuti model pembelajaran POE (A1B1) memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 30,00, sedangkan kelompok siswa yang memiliki minat belajar tinggi dan mengikuti model pembelajaran konvensional (A2B1) memiliki skor hasil belajar IPA rata-rata sebesar 24,66. Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Novita Sari (2014) menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji hipotesis data hasil belajar siswa dengan perhitungan menggunakan uji hipotesis komparatif dua sampel independen diperoleh 2,485 > 1,676 (t hitung > t tabel), maka Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan kata lain, hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model POE lebih tinggi daripada hasil belajar IPA siswa dengan penerapan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jose S. Hilario (2015) menyatakan bahwa hasil posttest pada kelompok yang menggunakan model POE mendapat skor rata-rata 33,83 yang mana lebih tinggi dari kelas kontrol yang mendapat skor rata-rata 25,50. Nilai t hitung 3,31 sangat signifikan untuk derajat kebebasan 10. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model POE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar IPA.
36
Penelitian yang dilakukan oleh Setyaning Tyas Nugraheni (2011) menunjukkan bahwa model pembelajaran POE dapat meningkakan hasil belajar IPA siswa. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I 57,14% dengan nilai rata-rata hasil belajar 73,81 dan pada siklus II persentase ketuntasan mencapai 85,71% dengan nilai rata-rata 79,91. Jurnal Procedia – Behavioral and Sciences volume 116 oleh Maria Jose dan Patricia (2014) mengenai implementasi model STM dalam pembelajaran IPA materi fotosintesis menunjukkan bahwa penggunaan model STM mendorong siswa untuk lebih banyak mengajukan pertanyaan kognitif tentang materi fotosintesis yaitu sebanyak 92 pertanyaan. Tingkatan pertanyaan yang diajukan juga tidak hanya terbatas pada tingkat aquisition (kemahiran), tetapi juga sampai tingkat specialisation (lebih khusus dan mendetail), dan intregation (pertanyaan yang berfokus pada gabungan antara penjelasan, sebab, prediksi, dan penyelesaian masalah). Behiye Akcay (2015) dalam jurnalnya yang meneliti tentang keefektifan model STM pada
pemahaman siswa tentang ilmu alam
dibandingkan
tradisional
dengan
model
menggunakan
buku
teks
menyatakan bahwa model STM lebih dapat merubah pemahaman siswa ke arah yang lebih baik dari pada model tradisional. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata perbedaan nilai pretest dan posttest pada kelompok model STM lebih tinggi dari kelompok model tradisional yaitu +25,6 berbanding +4. Suryawati, Agung, dan Ardana (2014) dalam penelitiannya tentang penggunaan model STM pada pembelajaran IPA siswa kelas 5 SD menyatakan bahwa model STM dapat menjadi pilihan yang tepat untuk mengajarkan IPA. Hasil belajar siswa yang diajar dengan model STM lebih tinggi dari pada hasil belajar siswa kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas eksperimen (model STM) adalah 77,71. Ini lebih tinggi dari nilai rata-rata kelas kontrol yang hanya 73,23. Winda, Rinda, dan Md. Suara (2014) dalam penelitiannya tentang penggunaan model STM pada mata pelajaran IPA yang dibandingkan dengan model konvensional menyatakan bahwa model STM lebih sesuai
37
untuk digunakan pada pembelajaran IPA. Dibuktikan dengan rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol = 76,71 > 70,97. Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA menggunakan model STM dan model konvensional. Ditunjukkan dari nilai t hitung > t tabel = 3,74 > 1,99 dengan dk = 78 pada taraf signifikansi 5%. Simpen Kresna, Sumantri, dan Margunayasa (2014) dalam penelitiannya tentang keefektifan model STM terhadap hasil belajar IPA siswa SD menunjukkan bahwa nilai rata-rata IPA yang diajar menggunakan model STM lebih besar dari nilai rata-rata IPA yang diajar menggunakan model konvensional = 24,47 > 19,70. 2.3. Kerangka Pikir Pembelajaran IPA dituntut untuk memberikan pengalaman langsung pada siswa. Selain itu, pembelajaran IPA juga harus dapat menumbuhkan rasa ingin tahu siswa sehingga siswa akan berusaha mencari tahu dan membangun sendiri pengetahuannya melalui kegiatan-kegiatan penemuan yang dilakukan oleh siswa. Pembelajaran IPA juga baik jika dilakukan secara kelompok. Ini akan melatih siswa berhubungan dengan orang lain. Pembelajaran IPA akan lebih baik jika selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa karena pada dasarnya IPA sendiri selalu berhubungan dengan kehidupan sehari-hari tentang alam. Dengan pembelajaran IPA seperti itu, siswa akan dapat menggunakan pengetahuannya dalam dunia nyata dan siswa dapat memperoleh pengalaman langsung selama pembelajaran, tidak hanya sekadar konsep suatu materi saja sehingga siswa mendapat pengetahuan yang mendalam karena mengalami dan membangun sendiri pengetahuannya. Model POE dan STM dapat memfasilitasi pembelajaran IPA yang dipaparkan di atas. Rasa ingin tahu siswa muncul pada tahap pertama pembelajaran model STM dan POE. Model POE dan STM juga memberi pengalaman langsung kepada siswa mengenai materi yang sedang dibahas. Pemberian pengalaman langsung kepada siswa ini terdapat pada tahap kedua pembelajaran model POE dan pembelajaran model STM.
38
Pembelajaran POE dan STM juga melatih ketrampilan ilmiah siswa. Pada tahap pertama model POE siswa berlatih untuk membuat hipotesis dan pada tahap terakhir siswa juga berlatih membuat simpulan dari kegiatan yang dilakukan. Model pembelajaran STM melatih ketrampilan ilmiah siswa pada tahap kedua. Tahap kedua atau pembentukan konsep dalam pembelajaran menggunakan model STM dapat dilakukan dengan metode percobaan. Pembelajaran menggunakan model POE dan STM dilakukan dengan cara berkelompok sehingga akan melatih kemampuan siswa untuk bekerjasama, berdiskusi dan berhubungan dengan orang lain. Karakterisik model POE dan STM sangat sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam pembelajaran IPA sehingga penggunaan model pembelajaran POE dan STM dalam pembelajaran IPA diyakini dapat menghasilkan suatu hasil belajar IPA yang tinggi. Berikut adalah bagan kerangka pikir penggunaan model POE pada pembelajaran IPA.
Sintak
Rasa ingin tahu
Tahap memprediksi
Kritis
Tahap observasi
Tanggung jawab
Tahap explain atau menjelaskan
Teliti Kerja sama
Kemampuan menyebutkan sifat-sifat cahaya Kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari Kemampuan memberi contoh kegunaan sifat-sifat cahaya yang terdapat pada suatu alat.
Komunkatif
Gambar 2.3 Kerangka pikir model POE Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring
Hasil Belajar
39
Model STM Sintak Pendahuluan : pemunculan isu
Kemampuan menyebutkan cahaya
Kritis
Pembentukan konsep
Disiplin
Aplikasi konsep dalam kehidupan
Teliti
Pemantapan konsep
Kerja sama Saling menghargai
Penilaian
sifat-sifat
Kemampuan mengidentifikasi sifatsifat cahaya yang terdapat pada kejadian sehari-hari
Hasil Belajar
Kemampuan memberi contoh kegunaan sifatsifat cahaya yang terdapat pada suatu alat.
Tanggung jawab
Gambar 2.4 Kerangka pikir model STM Keterangan Dampak Instruksional Dampak Pengiring
2.4.Hipotesis Berdasarkan kerangka pikir di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut. H0
: Tidak ada perbedaan hasil belajar yang signifikan siswa kelas 5 SD dalam pembelajaran menggunakan POE dan model pembelajaran STM.
Ha
: Ada perbedaan hasil belajar yang signifikan siswa kelas 5 SD dalam pembelajaran menggunakan POE dan model pembelajaran STM.