6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
Kajian Teori
2.1.1. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 2.1.1.1. Hakikat Pembelajaran PKn PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Permendiknas No. 22 tahun 2006). Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bidang kajian interdisipliner, artinya materi keilmuan kewarganegaraan dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu antara lain ilmu politik, ilmu Negara, ilmu tata Negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral, dan filsafat (Mawardi, 2011:8).
2.1.1.2. Tujuan Pembelajaran PKn di SD Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi-kompetensi sebagai berikut (Permendiknas No.22 tahun 2006). 1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2. Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta antikorupsi. 3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
6
7
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atautidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
2.1.1.3. Ruang Lingkup PKn di SD Dalam BNSP, ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas No.22 tahun 2006). 1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara kesatuan Republik indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. 2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, peraturanperaturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional. 3. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan. Penghormatan dan perlindungan HAM. 4. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara. 5. Konstitusi negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi. 6. Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintahan pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi. 7. Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. 8. Globalisasi meliputi: Globalisasidi lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
8
2.1.1.4. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn Pencapaian tujuan PKn dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran PKn yang ditujukan untuk siswa kelas 4 SD pada tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar PKn Kelas 4 SD
Standar Kompetensi
4.
Kompetensi Dasar
Menunjukkan sikap terhadap 4.1.Memberikan contoh sederhana globalisasi di lingkungannya pengaruh globalisasi di lingkungannya. 4.2.Mengidentifikasijenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional. 4.3Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya.
Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Standar Kompetensi: Menunjukkan sikap terhadap globalisasi di lingkungannya. Kompetensi Dasar: 1. Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya.
9
2. Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional.
2.1.2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Index Card Match 2.1.2.1. Model Pembelajaran Mills dalam Agus Suprijono (2012:45-46) berpendapat bahwa “model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.“ Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Model pembelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar dari awal sampai akhir. Dalam model pembelajaran sudah mencerminkan penerapan suatu pendekatan, metode, teknik atau taktik pembelajaran sekaligus. Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends dalam Agus Suprijono, (2012:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Model pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar (Agus Suprijono, 2012:46). Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola atau kerangka yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam proses pembelajaran, yang didalamnya memuat tujuan, tahapan kegiatan, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas. Joyce dalam Agus Suprijono, (2012:46) berpikiran bahwa fungsi model adalah “each model guides us as we design instruction to help students achieve various objectives.”Melalui model pembelajarn guru dapat membantu peserta didik
10
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide. Selain itu model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran berisi unsur tujuan dan asumsi, tahap-tahap kegiatan, setting pembelajar (situasi yang dikehendaki pada model pembelajar tersebut), kegiatan guru dan siswa, perangkat pembelajaran (sarana, bahan dan alat yang diperlukan), dampak belajar atau hasil belajar yang akan dicapai langsung dan dampak pengiring atau hasil belajar secara tidak langsung sebagai akibat proses belajar mengajar. Model pembelajaran saat ini sangat bervariasi. Inovasi pembelajaran terus menerus dilakukan dengan cara menambah sederetan model pembelajaran bernuansa baru seperti CTL (Contextual Teaching Learning), PBL (Problem Based Learning), Cooperative Learning dan sebagainya.
2.1.2.2. Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa dalam anggota kelompok tersebut harus saling bekerjasama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Slavin dalam Isjoni, (2012:15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan stuktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran (Isjoni, 2012:15). Selanjutnya Stahl dalam Isjoni, (2012:15)
11
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong-menolong dalam perilaku sosial. Menurut pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran kelompok secara heterogen yang khusus dirancang untuk meningkatkan sikap kerja sama antar peserta didik selama proses pembelajaran. Kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamain, dan suku (Isjoni, 2012:17). Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Adapun tujuan pembelajaran kooperatif ini adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat (Agus Suprijono, 2012:59). “Kooperatif” memiliki makna lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif (Agus Suprijono, 2012:55). Pembelajaran kolaboratif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. dalam hal ini guru hanya bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok kearah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Dukungan teori konstruktivisme sosial Vygotsky telah meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygotsky menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual (Agus Suprijono, 2012:55). Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik. Dukungan lain dari teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif dan arti penting belajar kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak mungkin ada kehidupan bersama. Tanpa interaksi sosial tidak
12
akan ada ilmu pengetahuan yang disebut Piaget sebagai pengetahuan sosial (Agus Suprijono, 2012:56). Chaplin dalam Agus Suprijono, (2012:56) mendefinisikan kelompok sebagai “a collection of individuals who have some characterictic in common or who arepursuing a common goal. Two or more persons who interact in any way constitute a group. It is not necessary, however, for the members of a group to interact directly or in face to face manner.” Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kelompok itu dapatterdiri dari dua orang saja, tetapi juga dapat terdiri dari banyak orang. Chaplin juga mengemukakan bahwa anggota kelompok tidak harus berinteraksi secara langsung yaitu face to face. Roger dan David Johnson dalam Agus Suprijono, (2012:58-61) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yaitu: 1.
Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
2.
Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
3.
Face to face promotive interaction (interaksi propotif).
4.
Interpersonal skill (komunikasi antar anggota).
5.
Group processing (pemrosesan kelompok).
Sedangkan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdre dalam Isjoni (2012:16) sebagai berikut: 1. 2.
3. 4. 5.
Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.” Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapinya. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
13
6. 7.
Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase (Agus Suprijono, 2012:65-66) secara rinci dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif
FASE-FASE
PERILAKU GURU
Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik. Fase 2: Present information Menyampaikan informasi. Fase 3: Organize students into learning teams Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar. Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar. Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi.
Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan penghargaan.
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal. Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya. Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Mempersiapkan cara untuk mengakui atau usaha dan prestasi individu maupun kelompok.
Menurut beberapa ahli menyatakan bahwa model kooperatif ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan
14
komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Isjoni, 2012:16). Selain memiliki keunggulan, pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran kooperatif menurut Isjoni (2012:18) bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam meliputi: 1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadahi. 3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. 4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Sedangkan faktor dari luar erat kaitannya dengan kebijakan pemerintah, yaitu pelaksanaan tes yang terpusat seperti EBTA/ EBTANAS sehingga kegiatan belajar mengajar di kelas cenderung dipersiapkan untuk keberhasilan perolehan NEM.
2.1.2.3. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Index Card Match Index
Card
Matchmerupakan
salah
satu
tipe
model
pembelajaran
kooperatifdengan menggunakan metode pembelajaran aktif. Menurut Hisyam Zaini (2004) pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar secara aktif. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktifitas pembelajaran. Siswa secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini siswa diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Agar belajar menjadi aktif, siswa harus mengerjakan banyak sekali tugas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar aktif harus gesit, menyenangkan, bersemangat dan
15
penuh gairah. Siswa bahkan sering meninggalkan tempat duduk mereka, bergerak leluasa dan berfikir keras (Silberman, 2004). Model Pembelajaran Index Card Match dikenal juga dengan istilah “mencari pasangan kartu.” Model ini berpotensi membuat siswa senang, karena di dalam model ini terdapat unsur permainan sehingga tidak akan membuat siswa merasa bosan dan jenuh saat mengikuti pembelajaran. Selain itu model ini juga sangat cocok apabila digunakan untuk mengulangi materi pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya. Silberman, (2004:269-270) mengemukakan index card match merupakan cara aktif dan menyenangkan untuk meninjau ulang materi pelajaran. Cara ini memungkinkan siswa untuk berpasangan dan memberi pertanyaan kuis kepada temannya. Prosedur pembelajaran dengan menggunakan teknik index card match (Pencocokan Kartu Indeks) ini adalah: 1.
2. 3. 4.
5.
6.
Pada kartu indeks yang terpisah, tulislah pertanyaan tentang apapun yang diajarkan dalam kelas. Buatlah kartu pertanyaan dengan jumlah yang sama dengan setengah jumlah siswa. Pada kartu yang terpisah, tulislah jawaban atas masing-masing pertanyaan itu. Campurkan dua kumpulan kartu itu dan kocoklah beberapa kali agar benarbenar tercampuraduk. Berikan satu kartu untuk satu siswa. Jelaskan bahwa ini merupakan latihan pencocokan. Sebagian siswa mendapatkan pertanyaan tinjauan dan sebagian lain mendapatkan kartu jawabannya. Perintahkan siswa untuk mencari kartu pasangan mereka. Bila sudah terbentuk pasangan, perintahkan siswa yang berpasangan itu mencari tempat duduk bersama. (Katakan pada mereka untuk tidak mengungkapkan kepada pasangan lain apa yang ada di kartu mereka). Bila semua pasangan yang cocok telah duduk bersama, perintahkan tiap pasangan untuk memberikan kuis kepada siswa yang lain dengan membacakan keras-keras pertanyaan mereka dan menantang siswa lain untuk memberikan jawabannya.
Sama dengan Silberman, Agus Suprijono (2012:120) juga mengatakan bahwa index card match adalah motode “mencari pasangan kartu” cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulangi materi pembelajaran yang telah diberikan sebelumnya. Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut:
16
1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
9.
Buatlah potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada didalam kelas. Bagilah kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama. Pada separuh bagian, tulis pertanyaan tentang materi yang akan dibelajarkan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan. Pada separuh kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah dibuat. Kocoklah semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban. Setiap siswa diberi satu kertas. Jelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Separoh siswa akan mendapatkan soal dan separuh yang lain akan mendapatkan jawaban. Mintalah kepada siswa untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, mintalah kepada mereka untuk duduk berdekatan. Jelaskan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain. Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan, mintalah kepada setiap pasangan secara bergantian untuk membacakan soal yang diperoleh dengan keras kepada teman-temannya yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.
Senada dengan Silberman dan Agus Suprijono, Zaini Hisyam (2004:69-70) mengemukakan bahwa index card match(mencari pasangan) ini adalah strategi yang cukup menyenangkan yang digunakan untuk mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi barupun tetap bisa diajarkan dengan strategi ini dengan catatan, siswa diberi tugas mempelajari topik yang akan diajarkan terlebih dahulu, sehingga ketika masuk kelas mereka sudah memiliki bekal pengetahuan. Adapun Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Buatlah potongan-potongan kertas sebanyak jumlah siswa yang ada dalam kelas. Bagi kertas-kertas tersebut menjadi dua bagian yang sama. Pada separoh bagian, tulis pertanyaan tentang materi yang akan diajarakan. Setiap kertas berisi satu pertanyaan. Pada separoh kertas yang lain, tulis jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tadi dibuat. Kocoklah semua kertas sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban. Setiap siswa diberi satu kertas. Jelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. Separoh siswa akan mendapatkan soal dan separoh yang lain akan mendapatkan jawaban.
17
7.
8.
9.
Minta siswa untuk menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain. Setelah semua siswa menemukan pasangan dan duduk berdekatan, minta setiap pasangan secara bergantian untuk membacakan soal yang diperoleh dengan keras kepada teman-teman yang lain. Selanjutnya soal tersebut dijawab oleh pasangannya. Akhiri proses ini dengan membuat klarifikasi dan kesimpulan.
Dari ketiga pendapat diatas disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatiftipe index card match merupakan model pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa ketika pembelajaran dalam bentuk kelompok kecil berpasangan,setiap anggota memiliki materi yang berbeda dan bertugas mencari pasangannya berdasarkan kecocokan materi yang tertulis dalam bentuk kartu indeks. Disimpulkan pula langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan kartu indeks sebanyak jumlah siswa yang ada di dalam kelas(31 kartu indeks). 2. Membagi kartu indeks tersebut menjadi dua bagian yang berisi kartu pertanyaan dan kartu jawaban. 3. Guru mencampuradukkan kartu indeks tersebut secara acak sehingga tercampur antara kartu soal dan kartu jawaban. 4. Guru membagikan kartu indeks tersebut kepada semua siswa. Guru juga menjelaskan bagaimana aturan permainan dengan menggunakan kartu indeks, bahwa siswa yang mendapatkan kartu soal harus mencari temannya yang mendapat kartu jawaban dari soal yang diperolehnya, demikian pula sebaliknya. 5. Setelah siswa menemukan pasanganya, siswa diminta untuk duduk sesuai dengan pasangan yang diperolehnya. Antar pasangan satu dengan yang lain diminta untuk tidak memberitahukan materi yang diperolehnya. Kemudiansetiap pasangan diminta untuk membacakan soal yang diperoleh dengan suara keras secara bergantian agar didengar oleh teman-teman yang lain, kemudian pasangannya membacakan jawaban juga dengan suara keras. 6. Setelah semua pasangan selesai membacakan soal dan jawaban yang diperolehnya kemudian guru membuat klarifikasi. Bersama-sama siswa dan guru membuat kesimpulan hasil belajar yang telah dilakukan. 7. Guru memberikan evaluasi pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah dipelajari bersama. 8. Penutup.
18
Sintak model pembelajaran kooperatif tipe index card match berdasarkan kesimpulan diatas terdiri dari delapan fase, secara rinci dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini: Tabel 3 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Index Card Match
FASE-FASE Fase 1: Menyiapkan kartu indeks. Fase 2: Membagi kartu indeks menjadi dua bagian. Fase 3: Mencampuradukkan kartu indeks secara acak. Fase 4: Membagikan kartu indeks dan menjelaskan kegiatan pembelajaran. Fase 5: Mempresentasikan hasil pencocokan kartu indeks. Fase 6: Membuat klarifikasi dan kesimpulan pembelajaran.
Fase 7: Mengevaluasi pembelajaran Fase 8: Menutup pembelajaran.
PERILAKU GURU Menyiapkan kartu indeks sebanyak jumlah siswa yang ada di dalam kelas. Membagi kartu indeks menjadi dua bagian, yaitu separoh bagian berisi kartu soal dan sebagian yang lain berisi jawaban. Mencampuradukkan semua kartu indeks secara acak sehingga tercampur antara kartu soal dan kartu jawaban. Membagikan kartu indeks kepada semua siswa yang ada di dalam kelas kemudian guru menjelaskan bagaimana aturan permainan menggunakan kartu indeks dalam pembelajaran. Meminta siswa untuk mempresentasikan hasil pencocokan kartu indeks yang sudah dilakukan di depan kelas. Membahas hasil pencocokan kartu indeks yang sudah dilakukan siswa dan membuat klarifikasi pembelajaran. Kemudian bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan pembelajaran yang sudah dilakukan. Mengukur sejauh mana pemahaman siswa akan materi pembelajaran dengan menggunakan soal evaluasi pembelajaran. Mengakhiri pembelajaran dengan memberikan penghargaan/ pengakuan kepada siswa atas prestasi yang telah dicapainya.
Seorang guru dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran harus berpedoman pada standar proses. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.(Mulyasa, 2008:2526). Secara garis besar standar proses pembelajaran tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut: 1.
2.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, pendidik memberikan keteladanan.
19
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
Setiap tahun pendidik melakukan perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Perencanaan proses pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Pelaksanaan proses pembelajaran harus memperhatikan jumlah maksimal peserta didik per kelas dan beban mengajar maksimal per pendidik, rasio maksimal buku teks pembelajaran setiap peserta didik dan rasio maksimal jumlah peserta didik per pendidik. Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan budaya membaca dan menulis. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan berbagai teknik penilaian, dapat berupa tes tertulis, observasi, tes praktik, dan penugasan perorangan atau kelompok, sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai. Untuk mata pelajaran selain kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksanakan satu kali dalam satu semester. Pengawasan proses pembelajaran meliputi pemantauan, supervise, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 (2007:2) setiap guru dalam satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsungsecara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalamsatu kali pertemuan ataulebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. a.
Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam satu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan
20
perhatian
peserta
didik
untuk
berpartisipasi
aktif
dalam
proses
pembelajaran (Permendiknas No 41, 2007:3). b.
Kegiatan Inti Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan
pembelajaran
dilakukan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik
melalui
proses
eksplorasi,
elaborasi,
dan
konfirmasi
(Permendiknas No 41, 2007:3). c.
Kegiatan Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (Permendiknas No 41, 2007:4).
Pelaksanaan pembelajaran yang merupakan implementasi RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) denganmenggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match yang diterapkan sesuai dengan standar proses menurut Permendiknas No. 41 tahun 2007 penjabaran pembelajarannya adalah sebagai berikut: Tabel 4 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Index Card Match Sesuai dengan Standar Proses
No. 1
Kegiatan
Penerapan Sesuai Standar Proses
Kegiatan
Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran.
Pendahuluan
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.
21
No. 2
Kegiatan Kegiatan Inti
Penerapan Sesuai Standar Proses a.
Eksplorasi
Melibatkan siswa melalui tanya jawab untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang materi pembelajaran PKn yang akan diajarkan dengan bantuan alat peraga dan gambargambar.
Menyampaikan sedikit materi pembelajarn PKn yang akan diajarkan.
Menyampaikan langkah-langkah pembelajaran menggunakan Index Card Match secara umum.*
Menjelaskan kepada siswa bagaimana aturan permainan menggunakan kartu indeks ke dalam pembentukan tim-tim belajar.*
b.
Elaborasi
Mengeluarkan kartu indeks yang akan digunakan untuk kegiatan pembelajaran.*
Membagi kartu indeks menjadi dua bagian.*
Mencampuradukkan kartu indeks tersebut secara acak.*
Meminta siswa untuk mengambil kartu indeks yang sudah diacak oleh guru secara bergiliran.*
Memberi waktu kepada siswa untuk melakukan pencocokan kartu indeks.*
Memantau dan membantu siswa apabila mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Meminta siswa untuk duduk bedekatan dengan pasangannya apabila siswa tersebut telah berhasil melakukan pencocokan kartu indeks.*
c.
Mempersentasikan hasil pencocokan kartu indeks di depan kelas.*
Konfirmasi
Melaporkan hasil pencocokan kartu index kepada guru.
Melakukan tanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang belum diketahui oleh siswa.
Melakukan klarifikasi dan meluruskan kesalahpahaman yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung.*
3
Kegiatan
Penutup
Memberikan penguatan dan kesimpulan pembelajaran.*
Mengevaluasi siswa dengan memberikan tes tentang materi yang dipelajari untuk mengukur sejauh mana pengetahuan dan pemahaman siswa selama mengikuti pembelajaran.*
Memberikan refleksi kepada siswa mengenai pembelajaran yang sudah dilakukan.
Menyampaikan rencana pembelajaran yang akan dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya.
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam.
Keterangan: tanda * menunjukkan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Index Card Match.
2.1.2.4. Kelebihan dan Kelemahan Menurut uraian diatas model pembelajaran index card matchini juga mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Namun demikian keunggulan model
22
pembelajaran kooperatif tipeindex card match diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun kelemahannya peneliti akan berusaha untuk meminimalisir sekecil mungkin. Kelebihan model pembelajaran index card match adalah: (1). Menumbuhkan kegembiraan dalam kegiatan belajar mengajar, (2). Materi pelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa, (3). Mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan menyenangkan, (4). Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar, (5). Penilaian dilakukan bersama oleh pengamat dan pemain. Sedangkan kelemahan model index card match adalah: (1). Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa untuk menyelesaikan tugas dan presentasi, (2). Guru harus meluangkan waktu yang lebih, (3). Lama untuk membuat persiapan, (3). Guru harus memiliki jiwa demokratis dan keterampilan yang memadai dalam hal pengelolaan kelas, (4). Menuntut sifat tertentu dari siswa atau kecenderungan untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah, (5). Suasana kelas menjadi gaduh sehingga dapat mengganggu kelas. Melihat kelemahan tersebut, peneliti memberikan solusi untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya dengan menggunakan model index card match ini yaitu dengan memberikan batas waktu untuk setiap langkah pembelajaran agar tidak banyak membuang waktu. Selain itu guru juga sebelumnya harus memiliki keterampilan dalam mengelola kelas agar dalam pembelajaran suasana kelas menjadi kondusif dan sebelum pelaksanaan pembelajaran dikelas segala sesuatu yang digunakan untuk menunjang model ini harus dipersiapkan secara matang agar dalam pembelajaran di kelas semuanya berjalan lancar.
2.1.3. Hasil Belajar 2.1.3.1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya (Purwanto, 2010:38).
23
Winkel dalam Purwanto, (2010:39) menyatakan belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Hal ini sejalan dengan definisi belajar menurut Slameto (2010:2) bahwa “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Dari beberapa pendapat mengenai pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku seseorang sebagai hasil pengalamannya sendiri yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap akibat interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik dari segi sifat maupun jenisnya, maka dari itu tidak semua setiap perubahan yang terjadi di dalam diri manusia dapat dikatan belajar. Berikut adalah ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar (Slameto, 2010:3-4), yaitu: 1) Perubahan terjadi secara sadar, 2) Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional, 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Tujuan belajar sebenarnya sangat banyak dan bervariasi. Agus Suprijono (2012:5) membedakan tujuan belajar menjadi dua, pertama tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan instructional effect, yang biasa terbentuk pengetahuan dan ketrampilan. Kedua, tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional lazim disebut nurturant effects bentuknya berupa kemampuan berpikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima orang lain, dan sebagainya. Dengan melihat tujuan diatas, maka belajar digolongkan kedalam beberapa jenis. Slameto (2010:5-8) menyebutkan jenis-jenis belajar dibedakan atas: 1.
Belajar Bagian (part learning, fractioned learning)
24
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Belajar dengan wawasan (learning by insight) Belajar diskriminatif (discriminative learning) Belajar global/ keseluruhan (global whole learning) Belajar incidental (incidental learning) Belajar instrumental (instrumental learning) Belajar intensional (intentional learning) Belajar laten (latent learning) Belajar mental (mental learning) Belajar produktif (productive learning) Belajar verbal (verbal learning)
Seorang guru/calon guru seharusnya sudah dapat menyusun sendiri prinsipprinsip belajar yang akan diterapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Prinsip-prinsip belajar yang disusun yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual (Slameto, 2010:27-28). Susunan prinsip-prinsip belajar itu sebagai berikut: 1)
Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar. a.
Dalam
belajar
meningkatkan
setiap minat
siswa dan
harus
diusahakan
membimbing
untuk
partisipasi mencapai
aktif, tujuan
instruksional. b.
Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
c.
Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
d. 2)
Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.
Sesuai hakikat belajar. a.
Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya.
b.
Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery.
c.
Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan
pengertian
lain)
sehingga
mendapatkan
pengertian
yang
25
diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan. 3)
Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari. a.
Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian
yang
sederhana,
sehingga
siswa
mudah
menangkap
pengertiannya. b.
Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
4)
Syarat keberhasilan belajar a.
Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.
b.
Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.
Belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu (Slameto, 2010:54-72). Faktor intern meliputi: 1.
Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2.
Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
3.
Faktor kelelahan
Faktor ekstern meliputi: 1.
Faktor keluarga termasuk didalamnya cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
2.
Faktor sekolah termasuk didalamnya metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
26
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. 3.
Faktor masyarakat termasuk didalamnya kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
2.1.3.2. Hasil Belajar Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar.” Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengat jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibandingkan sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku yang terjadi pada individu belajar. Proses perubahan perilaku itu sebagai hasil pengalamannya sendiri yang berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap akibat interaksi dengan lingkungannya yang disebut sebagai hasil belajar. Menurut Winkel dalam Purwanto, (2010:45) menyatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Sedangkan menurut Lindgren dalam Agus Suprijono, (2012:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi pengertian, dan sikap. Hal yang sama dikemukakan oleh Gagne dalam Agus Suprijono, (2012:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Sama halnya dengan Gagne, Bloom dalam Agus Suprijono (2012:6-7) mengemukakan bahwa: Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan
27
evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, preroutine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui pengalaman belajarnya yang meliputi kemampuan kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (ketrampilan). Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Pengukuran (measurement) adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu menurut Kerlinger dalam Purwanto, (2010:2). Hopkins dan Antes dalam Purwanto (2010:2), mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari obyek, orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukkan perbedaan dalam jumlah. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Dari pengertian pengukuran di atas untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Tes menurut Endang Poerwanti, dkk (2008:5) adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan atau sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaannya terhadap cakupan materi yang dipersyaratkan dan sesuai dengan tugas pengajaran tertentu. Tes adalah serentetan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, sikap, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Yatim Riyanto, (2010:103). Tes juga bisa diartikan sebagai sejumlah pertanyaan
28
yang yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat kemampuan seseorang atau mengungkapkan aspek tertentu dari orang yang dikenai tes (Harun Rasyid dan Mansur, 2012:11). Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mengukur keterampilan, pengetahuan dan sikap peserta didik. Penilaian dengan tes, digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan awal siswa, hasil belajar siswa, pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa, dan untuk keberhasilan guru dalam menyelenggarakan kegiatan pembelajaran (Sumiati dan Asra, 2012:203). Selain itu tes juga dapat ditujukan untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa, mendorong siswa belajar, dan mendorong agar guru meningkatkan kemampuan mengajarnya. Tes dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu tes lisan, tes tulisan, dan tes perbuatan (Sumiati dan Asra, 2012:203-205). 1.
Tes Lisan Tes lisan dalam bentuk pertanyaan lisan di kelas umumnya ditujukan kepada kelompok, namun bisa pada individu dan dilakukan pada saat pembelajaran di kelas berlangsung atau bisa juga di awal pembelajaran untuk mengulang materi pembelajaran yang lalu, atau di akhir pelajaran untuk materi pelajaran hari itu.
2.
Tes Tulisan Tes tertulis adalah tes yang dilakukan tertulis baik pertanyaan maupun jawabannya. Tes ini bisa dilakukan secara perorangan atau kelompok. Selain itu tes ini juga sangat efektif dan efisien bila dilakukan. Misalnya tes formatif.
3.
Tes Perbuatan Tes perbuatan atau tes unjuk kerja adalah tes yang dilaksanakan dengan jawaban menggunakan perbuatan, tindakan, atau unjuk kerja. Tes ini berfungsi sebagai penilaian terhadap kemampuan melakukan sesuatu (berhubungan dengan domain psikomotor).
perbuatan
29
Non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Teknik non tes sangat penting dalam mengukur kemampuan peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes seperti: 1.
Observasi Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
2.
Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan. Dipergunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mudah diakses dengan cara lain atau interview.
3.
Angket Angket adalah suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif.
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis dengan alat pengukuran seperti tes, observasi, wawancara, dan angket. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik wawancara dan angket dapat menggunakan instrumen butir-butir pertanyaan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
30
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes (tes formatif) dan non tes (observasi keaktifan siswa menyimak materi dan keaktifan siswa ketika belajar bersama).
2.1.4. Hubungan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Index Card Match dengan Hasil Belajar Model pembelajaran kooperatif tipe index card match apabila diterapkan dalam proses belajar mengajar di kelas dapat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menerima pelajaran. Index Card Match merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan metode pembelajaran aktif. Model pembelajaran kooperatif tipe index card match ini merupakan model pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa ketika pembelajaran dalam bentuk kelompok kecil berpasangan, setiap anggota memiliki materi yang berbeda dan bertugas mencari pasangannya berdasarkan kecocokan materi yang tertulis dalam bentuk kartu indeks. Prosedur pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe index card match khusus dirancang untuk lebih mengaktifkan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe index card match ini sangat cocok digunakan untuk meninjau ulang materi pembelajaran dengan cara aktif dan menyenangkan. Apabila model pembelajaran ini diterapkan di dalam kelas, maka siswa akan lebih antusias lagi dalam mengikuti pembelajaran karena suasana pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membuat siswa merasa jenuh ketika belajar. Suasana belajar yang seperti itu akan menumbuhkan kegembiraan dan ketertarikan siswa akan materi pelajaran yang disampaikan oleh guru serta mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar.
2.2. Hasil Penelitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian terdahulu yang menjadi upaya penulis untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kelebihan
31
dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan penulis. Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian penulis oleh Gatut Saputro (2011) yang berjudulPenerapan Model Pembelajaran Index Card Match untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas III SDN Begendeng 3 Kabupaten Nganjuk.Model pembelajaran index card match untuk pembelajaran IPA siswa kelas III SDN Begendeng 3 dapat dilaksanakan dengan efektif. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perolehan skor aktivitas siswa selama pembelajaran IPA dengan menerapkan model pembelajaran index card match, di mana pada siklus I dengan skor 66,95 meningkat menjadi 84,71 pada siklus II. Hasil belajar juga meningkat dari rata-rata 59,2 dan ketuntasan kelas 58,33% pada siklus I menjadi rata-rata 70,83 dan ketuntasan kelas mencapai 83,33% pada siklus II. Ervan Yopi Putranto (2011), dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Strategi Pembelajaran Index Card Match untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V SDN Pesanggrahan 02 Kota Batu.Penerapan strategi pembelajaran Index Card Match dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan rerata aktivitas siswa dari siklus I dengan nilai 62,13 ke siklus II dengan nilai 85,03 sebesar 22,09%. Sedangkan peningkatan hasil belajar dari pra tindakan, siklus I dan siklus II, yaitu dari nilai rata-rata kelas pra tindakan dengan nilai 63 meningkat menjadi 66,97 dan pada siklus II meningkat dengan nilai 84,21 dengan presentase peningkatan nilai rata-rata kelas dari pra tindakan ke siklus I sebesar 3,97% dan dari siklus I ke siklus II sebesar 17,24%, sehingga presentase peningkatan nilai rata-rata kelas dari pra tindakan ke siklus II sebesar 21,21%. Alfan Yuniawan (2011), dengan judul penelitian Penerapan Model Index Card Match
untuk Meningkatkan IPA pada Siswa Kelas IV SDN Tulusrejo 2 Kota
Malang. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil yaitu: (1) Guru telah menerapkan model index card match dengan baik, yang dibuktikan dengan peningkatan hasil belajar siswa dari rata-rata 91,18 pada siklus I menjadi 100 pada siklus II. (2) Berdasarkan hasil analisis data, aktivitas belajar siswa kelas IV
32
setelah diberi tindakan secara keseluruhan rata-rata mengalami peningkatan dari 70,23 pada siklus I menjadi 83,68 pada siklus II. (3) Rata-rata nilai hasil belajar pra tindakan sebesar 52,14 (14%), setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model index card match pada siklus I rata-rata nilai hasil belajar meningkat menjadi 70,63 dengan ketuntasan belajar secara klasikal 61%. Pada siklus II rata-rata nilai hasil belajar siswa meningkat menjadi 74,11 dengan ketuntasan belajar secara klasikal 71%. Pada siklus II ini rata-rata nilai hasil belajar sudah dapat mencapai KKM yaitu 70 dan ketuntasan belajar klasikal telah mencapai 70% dari jumlah siswa dalam kelas. Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatiftipe index card match dapat meningkatkan hasil belajar. Namun demikian perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas ini.
2.3. Kerangka Pikir Kegiatan belajar mengajar PKn di kelas 4 selama ini masih kurang efektif dan berpusat pada guru saja. Di dalam kelas sebagian besar siswa hanya pasif mendengarkan dan mencatat materi yang diajarkan. Banyak model pembelajaran yang bisa dijadikan alternatif untuk memperbaiki mutu pembelajaran dikelas. Model pembelajaran yang dipilih kiranya harus bisa membuat siswa lebih aktif di dalam kelas dan antusias untuk mengikuti pembelajaran serta meningkatkan hasil belajar siswa. Penerapan strategi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe index card match selain meningkatkan partisipasi aktif siswa juga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran-mata pelajaran yang dihadapi. Penerapan strategi ini pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dan sekaligus hasil belajarnya seperti terlihat dalam bagan kerangka berpikir pada gambar 1 sebagai berikut:
33
Model Pembelajaran Konvensional
PBM
Pembelajaran satu arah. Terpusat pada guru Pembelajaran pasif Belajar menggunakan indra pendengaran Suasana kelas cenderung membosankan
Hasil belajar siswa rendah
Menggunakan model index card match
Pembelajaran dua arah Terpusat pada siswa Pembelajaran aktif Belajar berdasarkan pengalaman sendiri Suasana kelas lebih menyenangkan
Pemantapan model index card match
Hasil belajar siswa lebih meningkat
Pembelajaran didesain lebih membuat siswa aktif Suasana kelas lebih menyenangkan dan membuat siswa lebih antusias untuk mengikuti pembelajaran
Hasil belajar siswa meningkat
Gambar 1. Kerangka Berpikir Proses pembelajaran dalam penelitian ini sebanyak 2 tahapan, setiap tahapan terdapat 3 kali pertemuan. Penelitian tahap I, merupakan tahap perbaikan dari pembelajaran
sebelumnya
yang menggunakan
model
konvensional.
Model
konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru di dalam kelas. Model ini biasanya disebut ceramah murni yang merupakan model pembelajaran satu arah dimana siswa dituntut untuk menguasai materi pelajaran dengan menggunakan indera pendengaran. Model konvensional adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru sebagai sumber informasi, siswa lebih pasif, suasana pembelajaran cenderung membosankan, dan hasil belajar rendah. Melihat kondisi seperti itu peneliti tertarik untuk melakukan perbaikan pembelajaran dikelas dengan menggunakan metode pembelajaran yang lebih mengaktifkan siswa, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe index card match. Model pembelajaran index card match merupakan model pembelajaran dua arah, siswa sebagai sumber informasi, dan suasana kelas lebih menyenangkan. Model ini
34
membuat siswa belajar berdasarkan pengalamannya sendiri dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Tahap II merupakan tahap pemantapan dari model pembelajaran index card match. Tahap pemantapan disini merupakan tahap perbaikan dari tahap I, misalnya pada tahap I terdapat kekurangan pembelajaran yang mungkin dikarenakan kurangnya persiapan atau guru lupa menyampaikan sesuatu maka pada tahap pemantapan ini akan diperbaiki menjadi lebih baik. Model pembelajaran yang digunakan akan didesain lebih menarik dan menyenangkan supaya siswa lebih berantusias lagi dalam mengikuti PBM dan hasil belajar yang diperoleh lebih meningkat lagi dari pada pada tahap I.
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir di atas, maka hipotesis penelitian tindakan kelas dirumuskan sebagai berikut: (1) penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe index card matchdiduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn di kelas 4 SD Negeri Ketip Juwana Kabupaten Pati, (2) model pembelajaran kooperatif tipe index card match yang dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran meliputi menyiapkan kartu indeks, membagi kartu indeks menjadi dua bagian, mencampuradukkan kartu indeks secara acak, membagi kartu indeks dan menjelaskan kegiatan pembelajaran, mempresentasikan hasil pencocokan kartu indeks, membuat klarifikasi dan kesimpulan, mengevaluasi serta menutup pembelajaran diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas 4 SD Negeri ketip Juwana Kabupaten Pati.