BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Hasil Belajar Pakar psikologi melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis individu dalam interaksinya dengan lingkungan hidup secara alami. Sedangkan pakar pendidikan melihat perilaku belajar sebagai proses psikologis pedagogis yang ditandai dengan adanya interaksi individu dengan lingkungan belajar yang sengaja diciptakan. Menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (1986: 1) belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, dan attitudes. Kemampuan (competencies), ketrampilan (skills), dan sikap (attitudes) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat. Rangkaian proses belajar itu dilakukan dalam bentuk keterlibatannya dalam pendidikan informal, keturutsertaannya dalam pendidikan formal. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kemampuan belajar inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Menurut Sudjana (2005: 22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih baik lagi. Howard Kingsley dalam Sudjana (2005: 22) membagi 3 macam hasil belajar, yaitu: (a) Keterampilan dan kebiasaan, (b) Pengetahuan dan pengertian, (c). Sikap dan cita-cita. Pendapat ini menunjukkan hasil perubahan dari semua proses belajar. Hasil belajar ini akan melekat terus pada diri siswa karena sudah menjadi bagian dalam kehidupan siswa tersebut. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah dilakukan berulang-ulang yang akan tersimpan dalam jangka waktu lama atau bahkan tidak akan hilang selama5
6
lamanya karena hasil belajar turut serta dalam membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih baik. 2.1.2. Hakekat Pembelajaran Matematika di SD Pada dasarnya pembelajaran Matematika bermaksud menata nalar, membentuk sikap siswa dan menumbuhkan kemampuan menerapkan Matematika dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar. Hal ini dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Untuk mencapai pembelajaran Matematika dipakai suatu strategi yaitu mengaktifkan siswa untuk belajar. Pada dasarnya strategi tersebut bertumpu pada dua hal sebagai berikut: a. Optimalisasi interaksi antara semua elemen pembelajaran (guru, siswa dan media). b. Optimalisasi keikutsertaan semua elemen pembelajaran (guru, siswa, media belajar, dan komponen belajar lain). Optimalisasi yang dikehendaki dapat dicapai dengan penerapan dan pemanduan berbagai metode secara tepat. Dalam hal ini perlu diingat bahwa tidak ada suatu metode apapun yang tidak memiliki kelemahan kreatifitas guru tetap diperlukan untuk memiliki metode yang sekiranya cocok dengan bahan kajian dan kondisi yang dihadapi. Suatu metode yang saat ini cocok untuk pembelajaran topik tertentu belum cocok untuk merasa yang akan datang pada topik yang sama (Depdikbud, 1995).
7
Proses pembelajaran akan berjalan baik apabila sebagai guru memiliki kemampuan dalam menciptakan suasana belajar siswa yang menyenangkan. Apabila siswa berpendapat bahwa belajar itu menyenangkan serta secara pribadi sangat bermakna dan relevan ditambah lingkungan yang mendorong siswa untuk mempunyai kendali terhadap proses dan hasil belajar, maka motivasi belajar dan kecenderungan untuk mengatur sendiri proses belajar (self-regulate) akan muncul sendirinya (Kidley, 1991). Berbagai metode dapat dikembangkan dan digunakan dalam suatu kegiatan pembelajaran. Tidak ada suatu metode mengajar yang selalu sesuai untuk digunakan dalam setiap kegiatan pembelajaran, artinya tidak semua kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan hanya satu metode saja, tetapi dapat dilakukan dengan menggunakan variasi mengajar, metode ceramah yang dapat dikatakan tepat untuk kegiatan yang lebih memukai pada penyajian informasi tetapi metode diskusi akan lebih tepat digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang lebih menekan pada kemampuan tenggang rasa sesama teman (Asep Herry Hermawan, 2003: 11.12). 2.1.3. Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini sebaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memilki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dan Ibrahim (2000: 8) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman
8
mereka terhadap pelajaran tersebut. Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu: a. Hasil belajar akademik struktural, bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. b. Pengakuan adanya keragaman, bertujuan agar siswa dapat menerima temantemannya yang mempunyai berbagai latar belakang. c. Pengembangan ketrampilan sosial, bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan sosial siswa. Ketrampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 9) dengan tiga langkah, yaitu pembentukan kelompok, diskusi masalah, dan tukar jawaban antar kelompok. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 9) menjadi enam langkah sebagai berikut: Langkah 1. Persiapan Dalam hal ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat skenario pembelajaran (SP), LKS yang sesuai dengan model pembelajaran NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok. Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor pada siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan pencampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre tes) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan guru. Langkah 4. Diskusi masalah.
9
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berfikir bersama untuk menggambarkan atau menyakinkan bahwa tiap orang memiliki jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban. Dalam tahap ini guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan. Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berkembang dengan materi yang disajikan. Dari uraian di atas singkatnya NHT merupakan kegiatan belajar kooperatif dengan tahap kegiatan: Pertama, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok tiap kelompok terdiri dari 50 orang. Setiap anggota kelompok diberi satu nomor 1, 2, 3, 4, dan 5. Kedua, guru menyampaikan pertanyaan. Ketiga, berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu. Keempat, guru menyebut nomor (1, 2, 3, 4, dan 5) dan siswa dengan nomor yang bersangkutan yang harus menjawab (Widdiharto, 2004: 18). 2.1.4. Penerapan Pembelajaran NHT dalam Pembelajaran Matematika di SD Penerapan dan keunggulan Numbered Head Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas sisw dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagen, dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagen menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari struktur kelas tradisional seperti mengacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan.
10
Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan di dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Iryana, 2008). Menurut Kagen (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat, serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Lalu seperti apa langkah-langkah dalam menerapkan NHT? Sintaks NHT dijelaskan sebagai berikut: Langkah Pertama, Penomoran Penomoran adalah hal yang utama dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 dan memberi siswa nomor yang berbeda-beda sesuai dengan kelompok siswa. Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan. Guru mengajukan kepada siswa pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang dipelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan yang bervariasi dari yang spesifik sehingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula. Dilanjutkan berfikir bersama. Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berfikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan. Langkah terakhir adalah pemberian jawaban. Guru menyebutkan salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut. Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah: a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi b. Memperbaiki kehadiran c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar
11
d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil e. Konflik antara pribadi berkurang f.
Pemahaman yang lebih mendalam
g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi h. Hasil belajar lebih tinggi Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagaimana dijelaskan oleh Hill (1993) dalam Tryana (2008) bahwa model NHT dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mampu memperdalam pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar, mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa, meningkatkan rasa percaya diri siwa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan. 2.2. Hasil Penelitian yang Relevan Ani Indriawati (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Berbasis Realistik pada Siswa Kelas 4 SD”. Ada dua siklus yang dilaksanakan dalam penelitian. Hasil penelitian membuktikan bahwa aktivitas siswa dapat ditingkatkan sebesar 25,57%, kinerja guru dapat ditingkatkan 20,00% dan kompetensi siswa dapat ditingkatkan ketuntasan belajarnya 83,3%. 2.3. Kerangka Berfikir Kegiatan pembelajaran Matematika kelas 2 di SDN Panggungroyom 01 Kecamatan Wedarijaksa Kabupaten Pati masih belum optimal. Dalam pembelajaran Matematika guru masih menggunakan pendekatan pembelajaran konvensional dan metode ceramah. Hal ini mengakibatkan siswa kesulitan dalam memahami konsep Matematika. Selain itu, jika dilaksanakan diskusi dan kerja kelompok masih banyak siswa bergantung pada siswa yang pandai. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kejenuhan, dan kurang bertanggung jawab yang berakibat aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika sangat rendah. Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa maka guru perlu menggunakan model pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan konteks dunia maya.
12
2.4. Hipotesis Penelitian Melalui model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) pada proses pembelajaran maka aktivitas siswa, ketrampilan guru dalam mengelola pembelajaran dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika tentang menggunakan alat ukur waktu dengan satuan jam dapat meningkat.