BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia a. Keterampilan Berbahasa Keterampilan bahasa atau berbahasa adalah terjemaham dari Language Skills, yakni bahasa sesungguhnya adalah sarana atau alat untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari (Iskandarwassid, 2009:226). Keterampilan berbahasa (language arts, language skills) dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi (Iskandarwassid, 2009:227), yaitu: 1) keterampilan menyimak/mendengarkan (listeningskills); 2) keterampilan berbicara (speaking skills); 3) keterampilan membaca (reading skills); 4) keterampilan menulis (writing skills). Setiap keterampilan tersebut memiliki keterkaitan dengan proses berfikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas jalan pikirannya. Antara menyimak dan membaca erat kaitannya karena kedua keterampilan tersebut merupakan alat untuk menerima komunikasi. Berbicara dan menulis erat kaitannya karena keduanya merupakan cara untuk mengekspresikan makna atau arti. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa empat keterampilan berbahasa seorang individu akan selalu berkaitan satu sama lain di dalam penggunaannya. Jadi dari pengembangan empat keterampilan berbahasa yang saling memiliki keterkaitan erat dalam penerapannya diharapkan dapat menjadi sarana komunikasi yang mendukung kegiatan belajar mengajar sehingga tercapai tujuan pembelajaran. 1) Membaca Dalam kehidupan sehari-hari peranan membaca tidak dapat dipungkiri. Membaca adalah sebuah kegiatan fisik dan mental. Aktivitas fisik berupa mengamati dan melafalkan tulisan. Sedangkan aktivitas mental berupa memahami isi bacaan.
Melalui membaca informasi dan pengetahuan yang berguna bagi kehidupan dapat diperoleh. Menurut Tarigan (dalam Mohammad Sumarni, 2011:116) mengatakan membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media katakata/bahasa tulis. Morow (dalam, Mohammad Sumarni, 2011:116) mengemukakan membaca adalah suatu kegiatan mengartikan teks dan memahami makna yang hendak disampaikan dalam bacaan. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa membaca adalah proses pengolahan bacaan secara kritis-kreatif yang dilakukan pembaca untuk memperoleh pemahaman, yang diikuti oleh penilaian keadaan, nilai dan dampak bacaan itu. Proses membaca terdiri dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut antara lain: 1) aspek sensori, yaitu kemampuan untuk memahami simbol-simbol tertulis; 2) aspek perseptual, yaitu keampuan untuk menginterpretasikan apa yang dilihat sebagai simbol; 3) aspek sekuensial, yaitu kemampuan mengikuti pola-pola urutan, logika, dan gramatikal teks; 4) aspek berfikir, yaitu kemampuan mengevaluasi materi yang dipelajari; 5) aspek afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca; 6) aspek asosiasi, yakni aspek kemampuan mengenal hubungan antara symbol dan bunyi, dan antara kata-kata yang diprentasikan; 7) aspek pengalaman, yaitu aspek kemampuan menghubungkan katakata dengan pengalaman yang telah dimiliki untuk memberikan makna itu; 8) aspek belajar, yaitu aspek kemampuan untuk mengingat apa yang telah dipelajari dan menghubungkannya dengan gagasan dan fakta yang dipelajari. Jadi interaksi yang harmonis antara delapan aspek tersebut akan menghasilkan pemahaman membaca yang baik (Nyoto Harjono dan Pirenomulyo, 2010:36). Keterampilan
membaca
pada
umumnya
diperoleh
dengan
cara
mempelajarinya di sekolah. Keterampilan berbahasa ini merupakan suatu keterampilan yang sangat unik serta berperan penting bagi perkembangan pengetahuan, dan sebagai alat komunikasi bagi kehidupan manusia. Dikatakan unik karena tidak semua manusia, walaupun telah memiliki keterampilan membaca, mampu mengembangkannya menjadikannya budaya bagi dirinya sendiri. Dikatakan
penting bagi perkembangan pengetahuan karena persentase transfer ilmu pengetahuan terbanyak dilakukan melalui membaca (Iskandarwassid, 2009:245). 2) Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar Pembelajaran membaca bahasa Indonesia di SD bertujuan meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi secara efektif, baik lisan maupun tertulis. Keterampilan membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa tulis yang bersifat reseptif/menerima perlu dimiliki siswa SD agar mampu berkomunikasi secara tertulis. Dengan dasar kemampuan membaca, siswa dapat menyerap berbagai informasi atau pengetahuan yang sebagian besar disampaikan melalui tulisan. Pembelajaran membaca di SD terdiri atas dua bagian, yakni: (1) membaca permulaan di kelas 1, 2 dan 3. Melalui membaca permulaan ini, diharapkan siswa mampu mengenali huruf, suku kata, kata, kalimat,dan mampu membaca dalam berbagai konteks; (2) membaca lanjut mulai dari kelas 4 dan seterusnya (Mohammad Sumarni, 2011:114). Prinsip dari model pembelajaran keterampilan membaca adalah: (1) reading for pleasure, maksudnya adalah membaca untuk memperoleh kesenangan; (2) reading for information, yaitu membaca untuk memperoleh informasi. Dari kedua hal tersebut, membaca dapat dirumuskan menjadi memahami isi dari apa yang teritulis, dan mengeja atau melafalkan apa yang tertulis (Iskandarwassid, 2009:289). Selanjutnya, untuk mendorong siswa agar dapat memahami berbagai bacaan, guru seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca. Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan kegiatan membaca. Pada kegiatan saat baca, digunakan beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa. Kemudian kegiatan pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh tingkat pemahaman yang lebih tinggi (Nyoto Harjono dan Pirenomulyo, 2010:39). Jadi, sesuai dengan pengertian bahwa membaca merupakan suatu proses, seorang guru hendaknya mengajarkan pembelajaran membaca juga melalui proses yang sistematis. Proses membaca dimulai dari kegiatan sebelum membaca berupa
kegiatan untuk memberi motivasi saat membaca, kemudian kegiatan saat baca, dan kegiatan pascabaca berupa tugas lanjut dari kegiatan saat baca. Keberhasilan membaca tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Faktor-faktor yang mempengaruhi membaca ialah faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis (Iskandarwassid, 2009:111, 143-146). Penjelasan mengenai keempat faktor tersebut ialah sebagai berikut. Faktor fisiologis, mencakup kesehatan fisik pembaca misalnya gangguan pada alat penglihatan. Faktor intelektual, merupakan kemampuan intelegensi pembaca untuk memahami bacaan. Namun, hal ini tidak sepenuhnya berpengaruh. Keterampilan guru dalam mendesain pembelajaran lebih berpengaruh. Faktor lingkungan, mencakup latar belakang dan pengalaman siswa di rumah serta sosial ekonomi keluarga siswa. Faktor psikologis, mencakup motivasi, minat, serta kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri pembaca. Dengan memahami faktor-faktor tersebut, diharapkan guru dapat memilih strategi yang tepat serta disesuaikan dengan kondisi yang ada. b. Tujuan dan Membaca Pemahaman 1) Tujuan Membaca Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi, mencakup isi, memahami makna bacaan. Beberapa tujuan pembelajaran membaca, diantaranya: (1) membaca untuk menemukan ide pokok dan ide penunjang; (2) membaca untuk menafsirkan isi bacaan; (3) membaca untuk membuat intisari bacaan; (4) membaca untuk mengenali lambing-lambang (simbol-simbol bahasa); (5) membaca untuk menceritakan kembali berbagai jenis isi bacaan (Iskandarwassid, 2009:290). Tujuan dari kegiatan membaca adalah untuk memahami bacaan yang dibacanya. Degan demikian pemahaman merupakan faktor yang penting dalam membaca. Pemahaman terhadap bacaan dipandang sebagai suatu proses yang bergulir, terus-menerus, dan berkelanjutan. Menurut Syafi’ie (dalam Nyoto Harjono dan Pirenomulyo, 2010:37) tujuan pembelajaran membaca pada siswa yaitu: (1)
memperoleh informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal; (2) mencari sumber, menyimpulkan, menyaring, dan menyerap informasi dari bacaan; serta (3) mampu mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari bacaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan dari kegiatan membaca adalah menggali informasi melalui pemahaman dari suatu teks bacaaan guna memperoleh pengetahuan baru setelah kegiatan pascabaca. 2) Membaca Pemahaman Aspek-aspek keterampilan membaca pemahaman menurut Burns dan Roe (dalam Nyoto Harjono dan Pirenomulyo, 2010:37) ada empat tingkatan atau kategori pemahaman membaca yaitu: (1) pemahaman literal, yaitu kemampuan memahami informasi yang dinyatakan secara eksplisit dalam teks; (2) pemahaman inferensial, yakni kemapuan memahami informasi yang dinyatakan secara tidak langsung dalam teks; (3) pemahaman kritis, yaitu kemampuan mengevaluasi materi teks; (4) pemahaman kreatif, yaitu kemampuan untuk mengungkapkan respon emosional dan estetis terhadap teks yang sesuai dengan standar pribadi dan standar professional. “Beberapa ahli memiliki pendapat mengenai definisi/pengertian membaca pemahaman. Effendy dkk (dalam Nasih 1995:18) mengungkapkan bahwa membaca pemahaman atau disebut membaca dalam hati merupakan salah satu proses mengolah informasi masukan dari tuturan tertulis dan menghubungkan informasi tersebut dengan pengetahuan yang hendak dimiliki pembaca. Dengan kata lain membaca pemahaman adalah suatu jenis kegiatan membaca yang tujuan utamanya agar pembaca dapat menangkap sejumlah informasi yang dipaparkan penulis lewat karya tulisnya. Menurut Bintari (2000:12) membaca pemahaman merupakan keterampilan yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman utuh terhadap isi bacaan. Tingkat pemahaman pada pengetahuan awal atau keakraban dengan subyeknya dan kemampuan bersifat subjektif. Kualitas tingkat pemahaman pembaca akan bervariasi tergantung pada apa yang dibaca oleh pembaca dan maksud pembaca membacanya (Redway, 1992:12)”. (Agus Faizi 2012:3) Jadi, dalam membaca pemahaman, pembaca akan menggabungkan pengetahuan awal pembaca sebelum membaca, pengetahuan mengenai struktur bacaan, kegiatan dalam rangka menemukan makna yang terdapat dalam bacaan. Untuk memahami sebuah bacaan setiap orang mempunyai asumsi dan tujuan membaca yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai, atau dengan membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa
sendiri. Selain menentukan tujuan membaca, agar siswa dapat memenuhi kompetensi membaca pemahaman dengan baik, guru juga harus menerapkan dan membelajarkan metode membaca yang tepat serta memahami hal-hal yang mempengaruhi pemahaman membaca. Prinsip-prinsip membaca yang mempengaruhi pemahaman membaca menurut McLaughlin (dalam Kuswari Usep, 2010:4) ialah: (1) pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial; (2) keseimbangan kemahiraksaraan adalah kerangka kerja kurikulum yang membantu perkembangan pemahaman; (3) guru membaca yang profesional mempengaruhi belajar siswa; (4) pembaca yang baik memegang peranan yang strategis dan berperan aktif dalam proses membaca; (5) membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna; (6) siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada berbagai tingkat kelas; (7) perkembangan kosakata dan pembelajaran mempengaruhi pemahaman membaca; (8) pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman; (9) strategi dan keterampilan membaca bisa diajarkan; (10) asesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca pemahaman. Jadi, membaca pemahaman merupakan kegiatan membaca dalam rangka memahami seluruh unsur yang terdapat dalam bacaan baik dari segi struktur maupun isi. Tinggi rendahnya pemahaman seseorang akan bacaan dapat dilihat dari kemampuan pembaca dalam menangkap ide pokok bacaan. Pengetahuan awal pembaca akan membantu pembaca dalam memahami isi bacaan. Selanjutnya, penentuan tujuan membaca dan strategi yang digunakan dalam membaca sangat mempengaruhi pemahaman yang didapat. 2.1.2
Hasil Belajar Menurut Anni (2007: 5) hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang
diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Dalam pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh pembelajar setelah melaksanakan aktivitas belajar dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Menurut Winkel menyatakan hasil belajar adalah setiap macam kegiatan belajar menghasilkan perubahan yang khas yaitu, belajar. Hasil belajar tampak dalam suatu
prestasi yang diberikan siswa, misalnya menyebutkan huruf dalam abjad secara berurutan (Maisaroh dan Rostrieningsih, 2010:161) Bloom (dalam Sumarni 2007: 30) menyebutkan bahwa ada tiga ranah dalam tujuan pembelajaran yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu masukan. Masukan dari sistem tersebut merupakan bermacammacam informasi, sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu pengetahuan dan keterampilan. Pendapat yang mendukung tentang hasil belajar juga dikemukakan oleh Bloom (dalam Suprijono 2011:5) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Berkenaan dengan hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Senada dengan itu, Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009:5) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya. Pendapat dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai peserta didik melalui usaha dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti yang mana informasi yang didapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan dan pengetahuan yang terdapat dalam aspek kehidupan. Hasil belajar juga bisa diperoleh ketika tes evaluasi diberikan dan kemudian dapat diketahui dari skor perolehan siswa yang berupa aspek kognitif dengan menggunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk skor, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran berupa tanya jawab, diskusi, presentasi dan aspek psikomotorik yang menunjukkan siswa dalam menyimak kompetensi yang diberikan guru dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil belajar siswa dapat diketahui, apabila ada pengukuran. Pengukuran adalah kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberi angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda (Wardani Naniek Sulistya, dkk 2012: 47) Penetapan angka dapat dilakukan apabila ada alat ukur (instrumen) yang terstandar. Bentuk-bentuk instrumen
seperti tes tertulis (uraian/objektif), tes lisan, tes perbuatan, wawancara, pengamatan (observasi), skala bertingkat, kuesioner, daftar cocok, dan riwayat hidup. Penggunaan instrumen terkait dengan teknik pengukuran yang dilakukannya 2.1.3
Model Kooperatif Tipe KWL Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam
kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan (Hamdani, 2011:30). Menurut Djamarah S.B. (2010:356), pembelajaran koopertatif adalah sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Menurut Johnson Tjofinson (dalam Djamarah S.B., 2010:356) yang termasuk dalam struktur ini, ada lima unsur pokok yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab individual; (3) interaksi personal; (4) keahlian bekerja sama; dan (5) proses kelompok. Menurut Jacob (dalam Djamarah S.B., 2010:357), bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode instruksional di mana siswa dalam kelompok kecil bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas akademik. Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan para siswa untuk bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lain dalam belajar. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Hamdani (2011:31) a. Setiap anggota memiliki peran. b. Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa. c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. d. Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok. e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Sedangkan menurut Johnson dan Johnson serta Hilke (dalam Djamarah S.B., 2010:359), cirri-ciri pembelajaran kooperatif adalah: a. Terdapat saling ketergantungan yang positif di antara anggota kelompok. b. Dapat dipertanggungjawabkan secara individu. c. Heterogen. d. Berbagi kepemimpinan.
e. Berbagi tanggung jawab. f.
Menekankan pada tugas dan kebersamaan
g. Membentuk keterampilan sosial h. Peran guru mengamati proses belajar siswa i.
Efektivitas belajar tergantung pada kelompok. Model Cooperative Learning diterapkan melalui kelompok kecil pada semua
mata
pelajaran
dan
tingkat
umur disesuaikan
dengan
kondisi
dan
situasi
pembelajaran. Keanggotaan kelompok terdiri dari siswa yang berbeda (heterogen) baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin dan etnis, latar belakang sosial dan ekonomi. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang dan satu yang lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang. Cooperative Learning bertujuan untuk mengkomunikasikan siswa belajar, menghindari sikap persaingan dan rasa individualitas siswa, khususnya bagi siswa yang berprestasi rendah dan tinggi. Model KWL memberikan kepada siswa tujuan membaca dan memberikan suatu peran aktif siswa sebelum, saat, dan sesudah membaca. Model pembelajaran ini membantu siswa memikirkan informasi baru yang diterimanya. Model KWL ini juga dapat memperkuat kemampuan siswa mengembangkan pertanyaan tentang berbagai topik. Siswa juga bisa menilai hasil belajar mereka sendiri (Rahim, 2008: 41). Model KWL dikembangkan oleh Ogle (1986) untuk membantu guru menghidupkan latar belakang pengetahuan dan minat siswa pada suatu topik. Model KWL melibatkan tiga langkah dasar yang menuntun langkah siswa dalam memberikan suatu jalan tentang apa yang telah mereka ketahui, menentukan apa yang ingin mereka ketahui, dan mengingat kembali apa yang mereka pelajari dari membaca. Langkah-langkah dalam model KWL menurut Rahim (2008: 41) adalah sebagai berikut. 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan model pembelajaran KWL yang akan dipakai pada proses pembelajaran. 2. Siswa membentuk kelompok secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain). Pembentukan kelompok sesuai dengan skor awal
(hasil ulangan harian sebelun tindakan penelitian), kemudian di ranking tanpa sepengetahuan siswa. 3. Guru menyampaikan materi yang akan disampaikan. 4. Guru membagikan lembar bacaan yang disalin dari majalah anak-anak. 5. Guru memberikan tugas membaca pemahaman dengan model KWL, dengan mengisi pada kolom K (know), W (want to learn), dan L (what i have learned) dengan dipandu oleh guru. a. know Apa yang saya ketahui (K), merupakan kegiatan sumbang saran pengetahuan dan pengalaman sebelumnya tentang topik lalu membangkitkan kategori informasi yang dialami dalam membaca ketika sumbang saran terjadi di dalam kelas. Guru memulainya dengan mengajukan pertanyaan awal mengenai sebuah topik. Setelah itu guru menuliskan tanggapan siswa di papan tulis, kemudian berlanjut dengan pertanyaan lain. Ketika siswa mengungkapkan gagasan mereka dalam diskusi kelas, mereka mencatat informasi yang telah mereka ketahui tentang topik yang sedang dibicarakan. Setelah sumbang saran, guru bertanya kepada siswa tentang jenis informasi yang sedang disajikan. Guru memberikan beberapa contoh kategori informasi yang dikumpulkan saat sumbang saran. Lalu guru meminta siswa untuk menuliskan kemungkinan kategori lain yang kemudian dicatat siswa. Setelah itu siswa memaparkan kategori informasi tersebut. b.
want to learn Apa yang ingin saya pelajari (W), merupakan langkah dimana guru
menuntun siswa untuk menyusun tujuan khusus dari kegiatan membaca. Dari minat, rasa ingin tahu, dan ketidakjelasan yang ditimbulkan selama langkah pertama, guru menyusun kembali pertanyaan-pertanyaan yang diajukan siswa. Pertanyaan yang sudah dituliskan kembali oleh guru di papan tulis diharapkan dapat memancing pemikiran siswa untuk menuliskan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri atau memilih pertanyaan yang sudah ditulis guru di papan tulis untuk dijadikan tujuan dari membaca.
c. what i have learned Apa yang telah saya pelajari (L) terjadi setelah kegiatan membaca. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut untuk menentukan, memperluas, dan menemukan seperangkat tujuan membaca. Setelah itu siswa mencatat informasi yang telah mereka pelajari dan mengidenfikasi pertanyaan yang belum terjawab. 6. Guru memberi tugas kepada setiap kelompok untuk dikerjakan oleh anggota kelompok. Setiap anggota mendapat bagian tugas sendiri-sendiri dari guru. Anggota yang paham menjelaskan kepada anggota lainnya yang belum paham, sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti. 7. Guru memberikan evaluasi. 8. Penutup, guru bersama siswa membahas materi dengan model KWL. Uraian di atas merupakan gambaran singkat kegiatan membaca menggunakan model KWL. Model KWL diawali dengan membangun gambaran umum tentang topik yang dipelajari, menumbuhkan pertanyaan dari topik tersebut dan dilanjutkan dengan membaca untuk membuat pertanyaan seta mncari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Menurut Rahim (2008:41), keunggulan dari pemilihan model KWL ialah siswa dapat menentukan tujuan membaca dan memberikan suatu peran aktif sebelum, saat, dan sesudah membaca. Model KWL dapat membantu mereka memikirkan informasi baru yang diterimanya. Model KWL juga bisa memperkuat kemampuan siswa mengembangkan pertanyaan tentang berbagai topik. Siswa juga bisa menilai hasil belajar mereka sendiri. Jadi, melalui penerapan model KWL diharapkan siswa dapat memahami isi dari suatu bacaan tanpa terlepas dari peran aktif mereka dalam mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang mereka peroleh sebelumnya. Seperti diketahui bahwa tidak ada satu model pembelajaran pun yang paling baik di antara model pembelajaran yang lain. Demikin halnya dengan model pembelajaran kooperatif. Ada sejumlah keunggulan dan kelemahan yang dimilikinya antara lain menurut Djamarah S.B. (2010:366): Belajar kooperatif mempunyai beberapa kelebihan, antara lain: 1. Meningkatkan perestasi siswa. 2. Memperdalam pemahaman siswa. 3. Menyenangkan siswa.
4. Mengembangkan sikap kepemimpinan. 5. Mengembangkan sikap positif siswa. 6. Mengembangkan sikap menghargai diri sendiri. 7. Membuat belajan secara inklusif. 8. Mengembangkan rasa saling memiliki. 9. Mengembangkan keterampilan untuk masa depan. Selain mempunyai kelebihan, belajar kooperatif juga mempunyai beberapa kelemahan. Beberapa kelemahan belajar kooperatif adalah: 1. Membutuhkan waktu yang lama bagi siswa, sehingga sulit mencapai target kurikulum. 2. Membutuhkan waktu yamg lama untuk guru sehingga kebanyakan guru tidak mau menggunakan strategi kooperatif. 3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan atau menggunakan strategi belajar kooperatif. 4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. 2.2 Hasil Penilitian yang Relevan Hasil penelitian yang relevan adalah hasil dari tindakan penelitian yang pernah dilaksanakan dengan memakai model pembelajaran yang sama. Hasil penelitian yang pernah dilaksanakan dijadikan sebagai perbandingan, kemudian dijadikan bahan analisa untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan dalam penelitian yang pernah dilaksanakan dan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Pada tahun 2013 Musnar mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Kemampuan Membaca Intensif dengan Menggunakan Strategi Know Want To Know Learned (KWL) pada Siswa Kelas IV SD Negeri 15 Ulu Gadut Kecamatan Pauh Kota Padang. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran dengan strategi KWL. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar yang didapat siswa, yaitu nilai pada siklus I berdasarkan dari penilaian hasil dengan ratarata adalah 71,3 dan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu 78,3. Penelitian ini berhasil dikarenakan meningkatnya nilai rata-rata.
Saudara Kelbulan pada tahun 2011 mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Kemampuan Membaca Intensif dengan Menggunakan Strategi Know Want To Know Learned (KWL) pada Siswa Kelas IV SD Negeri Kauman 2 Kecamatan Klojen Kota Malang. Hasil penelitian tindakan yang dilaksanakan saudara Kelbulan menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan siklus I rata-rata proses belajar siswa secara klasikal adalah 61,76% dikategorikan cukup baik dan pada siklus II meningkat dari 61,76%
naik
menjadi
80,58%
sehingga
hasilnya
dikategorikan
baik sekali.
Dari peningkatan kemampuan siswa dalam membaca pada siswa kelas IV SDN Kauman 2 Kecamatan Klojen juga mengalami peningkatan. Pada pelaksanaan siklus I rata-rata kelas 62,53 dan siklus II meningkat menjadi 77,93. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan strategi Know – Want to Know – Learned dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca pada siswa kelas IV SDN Kauman 2 Kecamatan Klojen Kota Malang. Pada tahun 2011 Yulianti mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul Penerapan Strategi Know Want To Know Learned (KWL) untuk meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman pada Siswa Kelas VI SD Negeri 40 Pematang Pudu. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran dengan strategi KWL. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan hasil belajar yang didapat siswa, yaitu nilai pada siklus I berdasarkan dari penilaian hasil dengan rata-rata adalah 77,4 dan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu 85,0. Cahyaningtyas (2011) melakukan penelitian dengan judul: Penerapan Strategi KWL (Know, Want, and Learn) Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Pada Siswa Kelas III SDN Banjarsengon 02 Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2011/2012. Hasil belajar siswa setelah diterapkan strategi KWL mengalami peningkatan. Siswa dapat membuat dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks bacaan yang mereka baca serta dapat membuat kesimpulan/ringkasan yang singkat, jelas dan sesuai dengan isi teks bacaan yang dibaca. Peningkatan kemampuan membaca siswa juga dapat dilihat dari perbandingan nilai pada tahap prasiklus, siklus I, dan siklus II dengan KKM yang telah ditetapkan di SDN Banjarsengon 02 adalah nilai 60. Pada tahap prasiklus nilai rata-rata siswa 51,9 pada siklus I setelah diterapkan strategi KWL terjadi
peningkatan hasil belajar, nilai rata-rata siswa 67,5 dan pada siklus II nilai rata-rata siswa 84,3. Dari beberapa hasil penelitian tindakan kelas dengan model KWL di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran KWL dapat meningkatkan hasil belajar. Akan tetapi model pembelajaran KWL perlu dibuktikan untuk dilaksanakan penelitian tindakan pada siswa kelas V SD N Ketip Pati. 2.3
Kerangka Berpikir Model pembelajaran konvensional masih mendominasi bagaimana cara seorang
guru dalam menyampaikan suatu materi pelajaran terhadap anak didiknya. Sehingga lama–kelamaan dapat membuat siswa merasa bosan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa tidak kreatif dan aktif sehingga membuat suasana kelas menjadi monoton dan transfer ilmu yang terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa. Sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar. Hal tersebut juga seringkali terjadi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Upaya untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan menerapkan suatu metode pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sehingga juga dapat berdampak positif terhadap hasil belajar mereka. Model KWL merupakan salah satu model pembelajaran yang termasuk ke dalam kategori model pembelajaran aktif yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang sedang diajarkan. Penerapan model pembelajaran KWL dalam proses belajar diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa seperti terlihat pada bagan kerangka berpikir pada gambar di bawah.
Model Pembelajaran Konvensional dan Aspek Penilaian hanya Kognitif
Hasil belajar siswa tidak semuanya memenuhi KKM
Model pembelajaran KWL
Penilaian Proses
Membentuk kelompok anggota 5 orang
Membaca bacaan dalam hati dengan tenang
Penilaian Kerjasama
Penilaian Membaca
Setiap anggota mendapat tugas dari guru
Anggota satu menjelaskan ke anggota lainnya
Penilaian Penjelasan
Mengerjakan evaluasi
Skor Tes (Penilaian hasil)
Skor Non Tes
Prestasi belajar ≥ KKM
Siswa dengan skor tertinggi mendapat penghargaan
Gambar 2.1 Peningkatan Hasil Belajar Membaca Pemahaman Melalui Model KWL Penerapan model KWL juga dipengaruhi oleh keadaan input sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, misalnya input berupa kondisi guru dan siswa, iklim kelas dan prasarana yang digunakan di dalam proses belajar mengajar. Semakin baik input yang ada maka tentu saja akan menunjang proses belajar mengajar yang mengarah kepada keberhasilan dari kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
2.4
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis dirumuskan
sebagai berikut. a. Bagaimanakah penerapan model KWL dalam meningkatkan proses belajar siswa dalam pembelajaran membaca pemahaman pada kelas V SD N Ketip? b. Apakah penerapan model KWL dapat meningkatkan hasil belajar membaca pemahaman siswa kelas V SD N Ketip? Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka alternatif tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe KWL. Pembelajaran melalui model KWL diduga dapat meningkatkan hasil belajar keterampilan membaca pemahaman pada siswa kelas V SD N Ketip.